Sementara itu, sebagian besar tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan di daerah
perkotaan karena Krismon pindah ke pedesaan dan masuk ke dalam sektor informal
(terutama di bidang pertanian).
Walaupun Indonesia telah mengalami pertumbuhan makro ekonomi yang kuat sejak
tahun 2000-an (dan Indonesia telah pulih dari Krismon), sektor informal ini - baik di kota
maupun di desa - sampai sekarang masih tetap berperan besar dalam perekonomian
Indonesia. Walau agak sulit untuk menentukan jumlahnya secara pasti, diperkirakan
bahwa sekitar 55 sampai 65 persen pekerjaan di Indonesia adalah pekerjaan informal.
Saat ini sekitar 80 persen dari pekerjaan informal itu terkonsentrasi di wilayah
pedesaan, terutama di sektor konstruksi dan pertanian.
Pertumbuhan makro ekonomi yang cukup kuat selama lebih dari satu dekade ini secara
berlahan telah mampu menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Namun, dengan
kira-kira dua juta penduduk Indonesia yang tiap tahunnya terjun ke dunia kerja, adalah
tantangan yang sangat besar buat pemerintah Indonesia untuk menstimulasi penciptaan
lahan kerja baru supaya pasar kerja dapat menyerap para pencari kerja yang tiap
tahunnya terus bertambah; pengangguran muda (kebanyakan adalah mereka yang baru
lulus kuliah) adalah salah satu kekhawatiran utama dan butuh adanya tindakan yang
cepat.
Dengan jumlah total penduduk sekitar 260 juta orang, Indonesia adalah negara
berpenduduk terpadat keempat di dunia (setelah Cina, India dan Amerika Serikat).
Selanjutnya, negara ini juga memiliki populasi penduduk yang muda karena sekitar
setengah dari total penduduk Indonesia berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor
tersebut digabungkan, indikasinya Indonesia adalah negara yang memiliki kekuatan
tenaga kerja yang besar, yang akan berkembang menjadi lebih besar lagi ke depan,
maka menekankan pentingnya penciptaan lapangan kerja dalam perekonomian terbesar
di Asia Tenggara.
Tren ini terganggu oleh perlambatan ekonomi Indonesia (2011-2015) ketika boom
komoditas tahun 2000an tiba-tiba berakhir di tengah perlambatan ekonomi global. Ini
adalah tanda lain bahwa ekonomi Indonesia terlalu bergantung pada harga komoditas
(yang volatil). Oleh karena itu, upaya Presiden Joko Widodo untuk mengurangi
ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas (yang mentah) dihargai dan harus
mengarah pada ekonomi yang lebih kuat secara struktural di masa depan. Seharusnya
ini juga berdampak positif pada angka pengangguran di Indonesia.
Kalau kita melihat pengangguran di perkotaan dan pedesaan di Indonesia, maka kita
dapat melihat bahwa pengangguran - secara signifikan - lebih tinggi di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan. Yang tidak kalah menariknya yaitu
kesenjangan antara pengangguran perkotaan dan pedesaan melebar selama empat
tahun terakhir karena pengangguran pedesaan telah menurun lebih cepat daripada
pengangguran di perkotaan. Penjelasan untuk tren ini adalah bahwa banyak orang
pedesaan pindah ke daerah perkotaan dalam rangka mencari peluang kerja.
Indonesia sedang mengalami proses urbanisasi yang cepat. Saat ini lebih dari setengah
jumlah penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Di satu sisi, ini adalah
perkembangan positif karena urbanisasi dan industrialisasi diperlukan untuk tumbuh
menjadi negara yang berpenghasilan menengah (middle income country). Di sisi lain,
proses ini perlu disertai dengan penciptaan lapangan kerja yang memadai di kota-kota.
Oleh karena itu, investasi (baik domestik maupun asing) perlu meningkat di daerah
perkotaan yang sudah ada atau daerah urban yang baru. Dengan demikian, pemerintah
Indonesia harus membuat iklim investasi lebih menarik sehingga menghasilkan lebih
banyak investasi.
Sementara itu, relatif sedikit perempuan yang bekerja di Indonesia (di sektor formal).
Hanya sekitar separuh dari perempuan Indonesia yang di usia kerja yang jadi bekerja
dalam pekerjaan formal. Namun, angka ini sebenarnya sedikit lebih tinggi dari tingkat
(rata-rata) partisipasi angkatan kerja perempuan dunia sebesar 49 persen pada tahun
2017 (data dari Bank Dunia). Namun, dibandingkan dengan pria Indonesia, tingkat
partisipasi tenaga kerja wanita rendah. Sekitar 83 persen pria Indonesia (di usia kerja)
bekerja di sektor formal.
(1) Tradisi/budaya; wanita Indonesia lebih cenderung (daripada pria) untuk mengurus
rumah tangga, terutama setelah melahirkan anak.
Salah satu karakteristik Indonesia adalah bahwa angka pengangguran cukup tinggi
yang dihadapi oleh tenaga kerja muda usia 15 sampai 24 tahun, jauh lebih tinggi dari
angka rata-rata pengangguran secara nasional. Mahasiswa yang baru lulus dari
universitas dan siswa sekolah kejuruan dan menengah mengalami kesulitan
menemukan pekerjaan di pasar kerja nasional. Hampir setengah dari jumlah total
tenaga kerja di Indonesia hanya memiliki ijazah sekolah dasar saja. Semakin tinggi
pendidikannya semakin rendah partisipasinya dalam kekuatan tenaga kerja Indonesia.
Meskipun demikian dalam beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan tren:
pangsa pemegang ijazah pendidikan tinggi semakin besar, dan pangsa pemegang
ijazah pendidikan dasar semakin berkurang.
Sektor pertanian tetap berada di posisi teratas dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Tabel di bawah ini memperlihatkan empat sektor terpopuler yang menyerap paling
banyak tenaga kerja di tahun 2011 dan setelahnya.
Pekerjaan rentan (tenaga kerja yang tidak dibayar dan pengusaha) baik untuk pria
maupun wanita angkanya lebih tinggi di Indonesia daripada di negara-negara maju atau
berkembang lainnya. Dalam satu dekade terakhir ini tercatat sekitar enam puluh persen
untuk pria Indonesia dan tujuh puluh persen untuk wanita. Banyak yang merupakan
'pekerja rentan' adalah mereka yang bekerja di sektor informal.