Anda di halaman 1dari 65

PEMBUATAN PONTIK ANTERIOR BERDASARKAN ESTETIKA

SKRIPSI

diajukan untuk menempuh ujian sarjana


pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran

MUTHMAINNA ISKANDAR
160110140002

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2018
JUDUL : PEMBUATAN PONTIK ANTERIOR BERDASARKAN
ESTETIKA

PENYUSUN : MUTHMAINNA ISKANDAR


NPM : 160110140002

Bandung, April 2018

Menyetujui:
Pembimbing Utama,

Deddy Firman, drg, MS.


NIP. 19530921 198002 1 001

Pembimbing Pendamping,

Drg. Aprillia Adenan, Sp. Pros (K)


NIP. 19500416 197903 2 001
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji bagi Allah SWT yang telah

melimpahkan berkah dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Sarjana

Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin

mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. drg. Nina Djustiana, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Padjadjaran Bandung.


2. Dr. drg. Sri Susilawati., selaku Kepala Prodi S1 Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Padjadjaran.
3. Deddy Firman, drg., MS., selaku pembimbing utama yang telah memberikan

nasihat, motivasi, dukungan, dan arahan serta meluangkan waktu dalam

penyusunan skripsi ini.


4. Aprillia Adenan, drg., Sp.Pros (K)., selaku pembimbing pendamping yang telah

memberikan nasihat, motivasi, dukungan, dan arahan serta meluangkan waktu

dalam penyusunan skripsi ini.

iii
iv

5. Prof. Dr. drg. Hj. Yetty Herdiyati, Sp.Ped (K) selaku dosen wali yang telah

memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis selama menjalani

pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.


6. Seluruh staf bagian akademis dan perpustakaan FKG Unpad yang telah

membantu dalam peminjaman buku-buku sebagai bahan referensi.


7. Yang tercinta, Papa dan Mama (Iskandar Arsyad dan Asmawati) yang selalu

memberikan kasih sayang, dukungan, semangat, dan doa. Kakak-kakakku

(Isma Rizky dan Nur Fitriany), adikku (Salwa Iskandar), dan papiku

(Moehammad), serta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan

dukungan, kasih sayang, dan doa selama menjalani segala kegiatan.


8. Sahabat seperjuangan, Kamila, Dita, Zahra, Gita, Puspita, dan Piolina, serta

teman-teman FKG Unpad angkatan 2014 yang telah memberikan motivasi,

bantuan, dukungan, semangat, dan saran selama ini.


9. Semua pihak yang berpengaruh dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa

penulis sebutkan satupersatu.


Semoga Allah SWT senantiasa membalas dan melimpahkan rahmat bagi

seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis

dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca dan perkembangan ilmu kedokteran gigi.


Bandung, April 2018

Penulis
“….Barang siapa bertakwa kepada Allah maka dia akan menjadikan jalan

keluar baginya, dan memberinya rizki dari jalan yang tidak ia sangka, dan

barang siapa yang bertawakal kepada Allah maka cukuplah Allah baginya,

Sesungguhnya Allah melaksanakan kehendak-Nya, Dia telah menjadikan untuk

setiap sesuatu kadarnya” (Q.S Ath-Thalaq:2-3)

Atas rahmat dan ridha Allah SWT


Ku persembahkan skripsi ini
Untuk Papa, Mama, Papi, Isma, Occa, dan Salwa tercinta
Pembuatan Pontik Anterior Berdasarkan Estetika – Muthmainna Iskandar –
160110140002

ABSTRAK

Kehilangan gigi anterior memberikan dampak yang buruk pada keadaan


psikologis, sosial, fungsi, dan finansial seseorang. Selain itu berpengaruh pada
pola makan, berat badan, dan keadaan sosial yang juga berdampak pada
penampilan dan cara berkomunikasi, serta merupakan kunci dari penilaian estetik
sehingga dapat digantikan dengan fixed partial denture. Pontik adalah bagian dari
fixed partial denture yang menggantikan gigi asli yang hilang, memperbaiki
fungsi dan penampilan.
Klasifikasi desain pontik untuk regio anterior yang paling sesuai yaitu
modified ridge lap, ovate, dan modified ovate pontic. Desain ketiga klasifikasi
pontik tersebut memiliki keuntungan estetika dan mudah untuk dibersihkan, serta
menunjukkan pontik terlihat seperti gigi natural. Estetika pada kedokteran gigi
memiliki tujuan untuk mendapatkan proporsi penampilan yang maksimal antar
gigi serta untuk mendapatkan susunan yang harmonis antar gingiva, bibir, dan
wajah pasien. Pembuatan pontik anterior harus memenuhi prinsip estetika yang
terdiri dari elemen makroestetik (garis median gigi, hubungan antar gigi geligi,
pola senyum, penilaian terhadap bibir, penilaian terhadap struktur gingiva, serta
fonetik) dan mikroestetik (rasio panjang dan lebar gigi, bentuk, karakteristik, dan
shade dari gigi).
Penerapan prinsip estetika pada pembuatan pontik anterior akan menghasilkan
susunan yang harmonis antar gigi, pontik gingiva, bibir, dan wajah pasien.

Kata kunci : Pontik, Modified ridge lap pontic, Ovate pontic, Modified ovate
pontic, Estetika.

vi
Fabrication of Anterior Pontic Based on Esthetics – Muthmainna Iskandar –
160110140002

ABSTRACT

Tooth loss in the anterior region gives a negative impact on person’s


psychological, social, function, and financial conditions. It also affects their diet,
body, weight, and social condition that will influence their appearance and
communication skills, and it is the key in person’s aesthetic value that can be
replaced with fixed partial denture. Pontic is a part of fixed partial denture that
replace missing tooth and repair their function and appearance.
The classification of pontics design that appropriate for anterior region are
modified ridge lap, ovate, and modified ovate pontic. All three types of pontics
have advantage in esthetics, easy to clean, and looks natural. Esthetics in
dentistry aims to achieve a maximal proportional appearance between tooth and
harmonious arrangement of patient’s gingiva, lips, and face. The construction of
anterior pontic have to fulfill the esthetics principle that consist of macroesthetic
elements (dental midline, intertooth relationship, smile pattern, lip assessment,
gingival tissue assessment, phonetics) and microesthetics (ratio of length and
width teeth, shape, characterization, and shade of teeth).
Aapplying all the esthetic principles in the construction of anterior pontic, will
achiev a harmoniously aligned teeth, gingival, lips, and face is possible.

Key words : Pontic, Modified ridge lap pontic, Ovate pontic, Modified ovate
pontic, Esthetics.

vii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN 13

1.1 Alasan Pemilihan Masalah 13

1.2 Metoda Penulisan16

1.3 Organisasi Penulisan 16

BAB II TINJAUAN UMUM PONTIK 18

2.1 Definisi Pontik 18

2.2 Klasifikasi Pontik 20

2.2.1 Pontik yang berkontak dengan Mukosa Mulut.......................................20

2.2.2 Pontik yang tidak berkontak dengan Mukosa Mulut..............................23

2.3 Pontik Anterior 24

2.3.1 Bentuk Pontik Insisif Sentral Rahang Atas.............................................25

2.3.2 Bentuk Pontik Insisif Lateral Rahang Atas.............................................28

2.3.3 Bentuk Pontik Kaninus Rahang Atas......................................................29

2.3.4 Bentuk Pontik Anterior Rahang Bawah..................................................30

2.4 Pontik Posterior 30

2.5 Prinsip Pembuatan Pontik 31

2.5.1 Syarat Umum Pembuatan Pontik............................................................31

viii
ix

2.5.2 Pembuatan Pontik Anterior Berdasarkan Estetika..................................32

BAB III ESTETIKA 43

3.1 Definisi dan Tujuan Estetika 43

3.2 Prinsip Estetika 44

3.2.1 Makroestetik..........................................................................................44

3.2.2 Mikroestetik............................................................................................50

BAB IV PEMBAHASAN 56

4.1 Pembahasan 56

BAB V SIMPULAN DAN SARAN57

5.1 Simpulan 57

5.2 Saran 57

DAFTAR PUSTAKA 58

LAMPIRAN 1 66

RIWAYAT HIDUP 71
DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Keterangan Halaman

2.1 Komponen fixed partial denture....................................................18


2.2 Saddle or Ridge Lap Pontic...........................................................21
2.3 Modified Ridge Lap Pontic............................................................21
2.4 Conical Pontic...............................................................................22
2.5 Ovate Pontic..................................................................................22
2.6 Modified Ovate Pontic...................................................................23
2.7 Sanitary atau Hygienic Pontic.......................................................23
2.8 Modified Sanitary Pontic...............................................................24
2.9 Garis median, sumbu panjang gigi ...............................................26
2.10 Ruangan yang tersisa lebih besar, permukaan labial
pontik dicembungkan…………………………………………….27
2.11 Ruangan yang tersisa lebih besar, permukaan labial
pontik didatarkan...........................................................................27
2.12 Detail permukaan labial.................................................................28
2.13 Garis insisal....................................................................................28
2.14 Pontik insisif lateral dengan leher sempit dan pontik insisif
lateral dengan leher diperlebar.......................................................29
2.15 Diagnostic Wax up.........................................................................35
2.16 Menduplikat hasil wax up..............................................................38
2.17 Model Gips....................................................................................38
2.18 Pembuatan cetakan silicon vacuum-formed matrix.......................38
2.19 Percobaan cetakan vacuum-formed matrix pada model................39
2.20 Pengisian methyl methaclyrate......................................................39
2.21 Pencetakan pada pasien.................................................................39
2.22 Pembentukan dan pemolesan.........................................................39
2.23 Hasil akhir......................................................................................40
2.24 Sementasi.......................................................................................40
3.1 Penentuan garis median gigi..........................................................45
3.2 Penentuan garis median gigi..........................................................46
3.3 Commisure, cuspid, and compex smile..........................................47
3.4 Bibir tertutup, keadaan istirahat, senyum alami, senyum meluas..48
3.5 Gingiva...........................................................................................50

x
xi

3.6 Ovoid, square, triangular..............................................................51


3.7 Temperatur cahaya.........................................................................53
3.8 Lampu dengan temperatur cahaya 5.500K....................................53
3.9 Gingival (G), body (B), incisal (I).................................................54
3.10 Penentuan value.............................................................................54
3.11 Pencocokan hue shade tabs dengan gigi asli.................................55
3.12 Penentuan chroma..........................................................................55
DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Keterangan Halaman

1 Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi.......................66


2 Surat Peugasan Pembimbing Skripsi...........................67

xii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Alasan Pemilihan Masalah

Selama ini, fokus praktik kedokteran gigi yaitu pada pencegahan dan

perawatan. Hal ini dinyatakan sebagai kebutuhan dasar pada kedokteran gigi

(Christensen, 2000). Sejalan dengan berkembangnya tooth-coloured restorative

materials, dokter gigi dan masyarakat mulai mengakui adanya perkembangan

pada perbaikan estetik. Pada abad ke-20, dokter gigi melihat adanya pergeseran

penilaian masyarakat terhadap kedokteran gigi. Semakin cepatnya perkembangan

tooth-coloured restorative materials tersebut, mengakibatkan permintaan

masyarakat akan perbaikan penampilan juga meningkat (Geissberger, 2010). Kini,

permintaan masyarakat tidak lagi hanya mengenai kebutuhan dasar melainkan

mengenai kemauan mereka dalam mengatasi permasalahan pada gigi dan mulut

khususnya terkait dalam penampilan (Christensen, 2000).


Permasalahan gigi dan mulut masih banyak dialami oleh penduduk di

Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 didapatkan sebesar 25,9%

penduduk di Indonesia mempunyai masalah pada gigi dan mulut dengan indeks

DMF-T 4,6 yang berarti prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia

tergolong tinggi. Indeks DMF-T memiliki tiga indikator yaitu “D” adalah decay

atau gigi berlubang, “M” adalah missing atau gigi telah dicabut/kehilangan gigi

dan “F” adalah filling atau gigi yang telah ditumpat (Agtini, 2010).

13
14

Pada data yang terdapat dalam Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

2001 dilaporkan bahwa dari ketiga indikator DMF-T, nilai “M” adalah nilai

tertinggi dengan nilai 5,3. Data yang terdapat pada Riskesdas 2007, nilai “M”

dilaporkan mendapatkan nilai tertinggi yaitu 3,86 dan pada Riskesdas 2013 nilai

“M” juga dilaporkan mendapatkan nilai tertinggi yaitu 2,9. Berdasarkan hasil riset

tersebut, disimpulkan bahwa dari 25,9% masalah kesehatan gigi dan mulut di

Indonesia, masalah terbesar didalamnya ialah kehilangan gigi (Agtini, 2010).

Kehilangan gigi dapat terjadi pada regio anterior maupun regio posterior. Jika

terjadi kehilangan gigi posterior, akan mengganggu fungsi pengunyahan, bicara,

serta kebersihan mulut (Siagian, 2016). Sedangkan apabila terjadi kehilangan gigi

anterior akan lebih mengkhawatirkan karena berhubungan dengan estetika (AL-

Omiri and Karasneh, 2009).

Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya karena

trauma atau kecelakaan (Mathew, et al., 2015). Kehilangan gigi anterior untuk

kebanyakan orang merupakan pengalaman yang buruk dan dapat mengganggu

fungsi estetik, fungsi bicara, dan gangguan psikologis sehingga berdampak pada

kurangnya percaya diri dan keterbatasan aktifitas sosial (Kukreja, et al., 2011;

Sumartati, dkk., 2012; Siagian 2016). Banyak pasien dengan kehilangan gigi

anterior mengatakan penggantian gigi pada regio anterior sangat diperlukan

karena akan mempengaruhi penampilan mereka (Smith, 1986).

Kehilangan beberapa gigi dapat digantikan dengan menggunakan fixed partial

denture, removable partial denture, dan impant dentistry (Rosenstiel, et al., 2006).

Implant dentistry adalah substansi yang diletakkan pada rahang untuk mendukung
15

mahkota, fixed atau removable dentures (Nallaswamy, 2003). Removable partial

dentures adalah protesa pengganti kehilangan gigi dan jaringan pendukung yang

didesain agar dapat dilepas sendiri oleh pemakai (Nallaswamy, 2003). Fixed

partial denture adalah gigi tiruan sebagian yang disemen secara tetap pada gigi

alami atau akar yang memberi dukungan utama pada prosthesis (Nallaswamy,

2003).

Fixed partial denture merupakan indikasi pada pasien yang kehilangan satu

atau lebih gigi aslinya. Kehilangan gigi aslinya tersebut akan digantikan oleh

pontik yang didesain dengan memenuhi syarat estetik dan juga fungsional

(Rosenstiel, et al., 2001). Fixed partial denture terdiri dari retainer yang berfungsi

untuk memberikan dukungan untuk gigi tiruan, pontic yang berfungsi untuk

mengganti gigi yang hilang, dan connector yang menghubungkan antara pontic

dan retainer (Nallaswamy, 2003).

Desain pontik harus sesuai dengan keberlangsungan kesehatan rongga mulut

serta kenyamanan. Pada regio anterior, pontik harus beradaptasi dengan baik pada

gingiva agar pontik terlihat seakan-akan muncul dari gingiva. Desain pontik

diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar diantaranya adalah pontik yang

berkontak dengan mukosa mulut (ridge lap, modified ridge lap, conical, ovate dan

modified ovate pontic) dan pontik yang tidak berkontak dengan mukosa mulut

(sanitary, modified sanitary pontic) (Rosenstiel, et al., 2001).


Aesthetic dentistry terdiri dari makroestetik dan mikroestetik. Menurut Morley,

makroestetik memberi panduan untuk membuat susunan gigi harmonis dengan

gingiva, bibir, dan wajah pasien sedangkan mikroestetik memberi panduan dalam

menghasilkan proporsi dan posisi gigi-geligi yang sesuai (Geissberger, 2010).


16

Tujuan utama adanya estetik pada kedokteran gigi ialah untuk mendapatkan

proporsi penampilan yang maksimal antargigi serta untuk mendapatkan susunan

yang harmonis antar gingiva, bibir, dan wajah pasien (Chice and Pinault, 1994).

Agar tujuan dari estetika pada kedokteran gigi tersebut terpenuhi, elemen

makroestetik dan mikroestetik tersebut harus sesuai (Geissberger, 2010).


Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengemukakan

pembuatan pontik anterior berdasarkan estetika.

I.2 Metoda Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, metode yang penulis gunakan ialah metode studi

kepustakaan. Metode ini dilakukan dengan mengadakan studi terhadap berbagai

buku, literatur, catatan, dan laporan yang berhubungan dengan masalah.

I.3 Organisasi Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini, maka penulis menguraikan

skripsi ini secara sistematis ke dalam beberapa bab dengan susunan sebagai

berikut :
BAB I : Pendahuluan yang menuliskan tentang alasan pemilihan masalah,

metode penulisan, dan organisasi penulisan.


BAB II : Menguraikan tentang tinjauan pontik secara umum dan pontik

anterior secara khusus. Dalam bab ini juga membahas mengenai

definisi pontik, klasifikasi pontik, serta prinsip pembuatan pontik

anterior berdasarkan estetika.


17

BAB III : Membahas mengenai estetika secara umum. Dalam bab ini juga

membahas mengenai definisi dan tujuan estetika serta prinsip

estetika.
BAB IV : Pembahasan penulis.

BAB V : Simpulan dan saran penulis mengenai pembuatan pontik anterior

berdasarkan estetika.
BAB II

TINJAUAN UMUM PONTIK

2.1 Definisi Pontik

Kehilangan beberapa gigi dapat digantikan dengan menggunakan fixed partial

denture, removable partial denture, dan juga impant dentistry (Rosenstiel, et al.,

2006). Penggunaan fixed partial denture lebih direkomendasikan dilandasi

kenyataan bahwa fixed partial denture mempunyai desain lebih sederhana,

nyaman untuk digunakan, estetik, baik, dan dapat menambah rasa percaya diri

pemakainya jika dibandingkan dengan removable partial denture (Sumartati, dkk.,

2012).

Fixed partial denture adalah gigi tiruan sebagian yang disemen secara tetap

pada gigi alami atau akar yang memberi dukungan utama pada prosthesis

(Nallaswamy, 2003). Fixed partial denture terdiri dari tiga komponen yaitu

retainer, pontik, dan konektor (Nallaswamy, 2003). Gigi yang berfungsi sebagai

penyangga pada fixed partial denture disebut sebagai gigi penyangga, dan

terdapat “pontik” yang bergantung pada gigi penyangga tersebut (Shillingburg,

1997).

18
19

Gambar 2.1 Komponen fixed partial denture :


konektor, pontik, retainer (Shillingburg, 1997).

Pontik adalah bagian dari fixed partial denture yang menggantikan gigi asli

yang hilang, memperbaiki fungsi serta penampilan (Rosenstiel, et al., 2006).

Pontik didefinisikan sebagai gigi artifisial pada fixed partial denture yang

menggantikan gigi asli yang hilang untuk mengembalikan fungsi serta penampilan

dan juga dapat mengisi bagian yang telah hilang sebelumnya dengan mahkota

klinis (Malone and Koth, 1989). Pontik digunakan untuk mengembalikan fungsi,

memberikan estetik dan juga kenyamanan pada individu, selain itu pontik

didesain secara efektif agar oral hygiene individu tersebut tetap terjaga.

Perawatan fixed partial denture bertujuan untuk membuat pengganti gigi asli

yang hilang agar enak dipakai (comfort), mudah dibersihkan (cleanliness), dan

tidak kelihatan palsu (concealment). Untuk mencapai tujuan tersebut, restorasi

yang dibuat harus pas sesuai ukuran (fit), mempunyai bentuk yang baik (form),

dan berfungsi seperti gigi asli (function) (Martanto, 1987).

Tidak semua bagian dari pontik harus memiliki bentuk yang sama dengan gigi

asli yang digantikan. Pada permukaan lingual atau palatal, bentuknya tidak boleh

memberikan tekanan yang berlebih pada ridge. Berbeda dengan bentuk pontik

pada permukaan yang terlihat (labial) harus sesuai dengan bentuk aslinya karena

akan mempengaruhi penampilan (Martanto, 1987).


20

Hal yang diharapkan dari penggunaan pontik sebagai pengganti gigi yang

hilang ini ialah pontik dapat mengembalikan fungsi, memberikan estetika yang

baik, memberikan kenyamanan pasien, dan mempertahankan kesehatan gigi dan

mulut pasien agar tetap baik (Nallaswamy, 2003).

2.2 Klasifikasi Pontik

Desain pontik diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, antara lain :


1. Pontik yang berkontak dengan mukosa mulut :
a. Ridge lap pontic
b. Modified ridge lap pontic
c. Conical pontic
d. Ovate pontic
e. Modified ovate pontic
2. Pontik yang tidak berkontak dengan mukosa mulut :
a. Sanitary pontic
b. Modified sanitary pontic

2.2.1 Pontik yang berkontak dengan Mukosa Mulut

2.2.1.1 Sadde atau Ridge Lap Pontic

Pontik ini memiliki bentuk permukaan yang cekung dan overlap terhadap

ridge. Desain pada ridge lap pontic ini harus dihindari karena pada permukaan

gingiva yang cembung, tidak akan ada akses untuk membersihkan di bagian

bawah pontik tesebut. Bentuk tersebut tidak menguntungkan bagi jaringan karena

akan membuat makanan mudah terakumulasi sehingga sulit dibersihkan dan

menyebabkan inflamasi pada jaringan (Rosenstiel, et al., 2006).


21

Gambar 2.2 Saddle or Ridge Lap Pontic


(Rosenstiel, et al., 2006).

2.2.1.2 Modified Ridge Lap Pontic

Desain ini merupakan desain kombinasi dari tipe hygienic dan saddle pontics

yaitu memiliki keuntungan estetika dan mudah untuk dibersihkan. Pada bagian

fasial terlihat desain yang overlap terhadap ridge (agar mencapai fungsi estetik)

dan pada bagian lingual desain terlihat cembung (agar mudah dibersihkan).

Desain modified ridge lap pontic ini paling sering digunakan pada pontik yang

terlihat pada saat berfungsi yaitu pada gigi maksila dan mandibula anterior, gigi

premolar maksila, dan gigi molar pertama (Rosenstiel, et al., 2006).

Gambar 2.3 Modified Ridge Lap Pontic


(Rosenstiel, et al., 2006).

2.2.1.3 Conical Pontic

Desain pontik ini berbentuk cembung dengan hanya satu titik yang berkontak

dengan residual ridge. Pontik ini direkomendasikan untuk mengganti gigi

posterior mandibula yang hilang karena pada bagian tersebut tidak terlalu

membutuhkan estetik (Rosenstiel, et al., 2006).

Gambar 2.4 Conical Pontic (Rosenstiel, et al., 2006).


22

2.2.1.3 Ovate Pontic

Ovate pontic merupakan pontik yang memiliki tingkat estetik paling tinggi.

Desain ovate pontic memperlihatkan permukaan gingiva yang berbentuk cembung

terlihat berada di dalam cekungan pada jaringan lunak residual ridge. Hal ini

akan menunjukkan pontik terlihat seperti gigi alami. Keuntungan dari ovate

pontic ialah memberi kepuasan dalam hal penampilan (Rosenstiel, et al., 2006).

Gambar 2.5 Ovate Pontic (Rosenstiel, et al., 2006).

2.2.1.4 Modified Ovate Pontic

Modified ovate pontic diusulkan oleh Liu pada tahun 2003. Desain modified

ovate pontic merupakan perkembangan desain untuk menghindari masalah yang

ditemukan pada ovate pontic. Modifikasi meliputi perpindahan tinggi kontur

pontik pada permukaan jaringan dari tengah basis ke posisi yang lebih ke labial

sehingga tingkat kecembungan desain modified ovate pontic lebih rendah daripada

ovate pontic. Maka dari itu, modified ovate pontic ini lebih mudah dibersihkan

dibandingkan dengan ovate pontic (Oswal, 2016).


23

Gambar 2.6 Modified Ovate Pontic (Chun-Lin, 2004).

2.2.2 Pontik yang tidak berkontak dengan Mukosa Mulut

2.2.2.1 Sanitary Pontic

Desain yang dimiliki oleh sanitary pontic memberikan kemudahan pada saat

pembersihan agar permukaan jaringan selalu dalam keadaan bersih. Bentuk yang

diberikan memudahkan alat pembersih melewati ruang antara pontik dan jaringan

pada saat pengontrolan plak. Kerugian dari desain ini adalah makanan mudah

terperangkap di bawah pontik (Rosenstiel, et al., 2006).

Gambar 2.7 Sanitary atau Hygienic Pontic


(Nallaswamy, 2017).

2.2.2.2 Modified Sanitary Pontic

Sanitary pontic memiliki modifikasi yang dinamakan modified sanitary pontic.

Modified sanitary pontic memiliki desain yang dapat mempertahankan kondisi di

sekitar pontik tetap bersih. Bagian pontik yang menghadap gingiva memberikan

ruang yang terbuka (Rosenstiel, et, al., 2006). Permukaan mesio-distal gingiva

berbentuk cekung, dan cembung pada permukaan bukal-lingual gingiva

(Nallaswamy, 2017).
24

Gambar 2.8 Modified Sanitary Pontic


(Nallaswamy, 2017).

2.3 Pontik Anterior

Kehilangan gigi anterior dapat mengganggu fungsi estetik, fungsi bicara, dan

gangguan psikologis sehingga berdampak pada kurangnya percaya diri dan

keterbatasan aktifitas sosial Kukreja, et al., 2011; Sumartati, dkk., 2012; Siagian

2016). Penggantian gigi pada kehilangan gigi anterior sangat diperlukan karena

akan mempengaruhi penampilan seseorang (Smith, 1986). Penggantian

kehilangan gigi anterior dapat menggunakan fixed partial denture dengan pontik

sebagai salah satu komponennya.

Karakteristik desain pontik anterior yang baik adalah (Nallaswamy, 2003) :

1. Seluruh permukaan pontik cembung dan halus.


2. Kontak dengan ridge pada bagian labial minimal dan tidak memberi tekanan

yang berlebih pada ridge.


3. Kontur pada bagian lingual harus sesuai dengan gigi yang berdekatan.

Dalam pemilihan gigi anterior rahang atas, terdapat beberapa hal yang harus

diperhatikan diantaranya adalah ukuran, morfologi, warna, posisi, dan

karakteristik gigi (Meshramkar, et al., 2013). Permukaan jaringan yang berkontak

dengan pontik harus cembung agar mudah dalam pembersihan plak pada
25

penggunaan dental floss. Dilihat dari proksimal, kontak antara pontik dan jaringan

diminimalkan.

2.3.1 Bentuk Pontik Insisif Sentral Rahang Atas

Pembuatan atau pembentukan pontik insisif sentral rahang atas memerlukan

perhatian dan kecermatan yang lebih banyak dibandingan dengan pembuatan

pontik gigi lain. Hal ini disebabkan karena (Martanto, 1987) :

1. Insisif sentral atas kanan dan kiri merupakan gigi yang paling jelas nampak,

begitu orang membuka mulut.


2. Semua ciri-ciri permukaan, bentuk dan kedudukan harus disesuaikan dengan

gigi sebelahnya karena bentuknya yang sejenis. Pembentukan akan lebih

mudah apabila terdapat model dari rahang atau gigi sebelum dilakukan

pencabutan.

Agar pada saat pembukaan mulut pontik insisif sentral rahang atas terlihat

seperti gigi asli, maka hal-hal yang harus diperhatikan pada pembuatan pontik

insisif sentral rahang adalah (Martanto, 1987) :

1. Sudut sumbu panjang dan garis media

A B C
26

Gambar 2.9 B, Garis median. A dan C, Sumbu panjang gigi (Levine, 2016).

Seluruh sumbu panjang gigi anterior inklinasinya ke arah distal (Levine, 2016).

Posisi sumbu panjang gigi terhadap garis median gigi dapat mempengaruhi

estetika. Sudut yang dibuat oleh sumbu panjang pontik (Gambar 2.9 C) dengan

garis median (2.9 B), sebaiknya sama dengan sumbu panjang insisif sentral

sebelahnya agar terlihat alami (Martanto, 1987).


2. Kecembungan permukaan distal dan mesial
Kehilangan gigi mengakibatkan sering terjadinya migrasi dari gigi-gigi

sebelahnya sehingga mengakibatkan ruang yang tersisa untuk pontik menjadi

lebih sempit atau lebih lebar dari ruang semula. Jika perubahan ruang yang terjadi

tidak banyak maka pontik yang sempit diberi kesan lebar dengan cara

mendatarkan permukaan labial pontik (Gambar 2.11), dan apabila ruang yang

tersisa lebih lebar maka permukaan labial pontik dicembungkan (Gambar 2.10),

(Martanto, 1987; Rosenstiel et.al., 2006).


27

Gambar 2.10 Ruangan yang tersisa lebih besar, permukaan labial pontik
dicembungkan (Rosenstiel, et al., 2006).

Gambar 2.11 Ruangan yang tersisa lebih kecil, permukaan labial pontik
didatarkan (Rosenstiel, et al., 2006).

3. Detail permukaan labial


Pontik yang berhasil secara estetik dapat meniru bentuk, kontur, garis insisal,

permukaan gingiva, embrassures, dan warna dari gigi sebelahnya. Keberhasilan

estetik tersebut dapat tercapai jika detail permukaan labial gigi asli diduplikasikan

pada pontik anterior yang akan diaplikasikan karena akan membuat pontik terlihat

alami (Levine, 2016).

Gambar 2.12 Detail permukaan labial (Levine, 2016).


28

4. Bentuk dan inklinasi garis insisal


Garis insisal insisif sentral dan kaninus berada pada garis kurva yang sama,

sedangkan garis insisal insisif lateral berada 1 mm di atas garis kurva insisif

sentral dan kaninus (Shillinburg, 1997). Garis insisal pontik berada dalam garis

yang sama dengan gigi sebelahnya, dan lengkung gigi maksila mengikuti kurva

bibir bawah agar mencapai keadaan yang ideal (Jenghu, et al., 2015).

Gambar 2.13 Garis insisal (Levine, 2016).

2.3.2 Bentuk Pontik Insisif Lateral Rahang Atas

Saat terjadi kehilangan gigi dan lama tidak diganti dengan protesa, akan terjadi

penciutan pada gusi. Pada saat pontik insisif lateral digunakan untuk mengganti

kehilangan gigi tersebut, leher gigi insisif lateral akan terlihat sempit dan terlalu

kecil sehingga terkesan tidak estetik apabila pontik yang digunakan ukurannya

sesuai dengan gigi asli (Gambar 2.14 a). Untuk menghindari hal tersebut, leher

pontik insisif lateral dibuat lebih lebar dari gigi aslinya agar penciutan gusi yang

telah terjadi tidak mengakibatkan penurunan estetika (Gambar 2.14 b) (Martanto,

1987).
29

(a) (b)
Gambar 2.14 Pontik insisif lateral dengan leher sempit (a), pontik insisif lateral
dengan leher diperlebar (b) (Shillingburg, 1997; Rosenstiel, et al., 2006).

Sumbu panjang gigi insisif lateral kemiringannya sama dengan insisif sentral

sesuai dengan yang telah dijelaskan pada sub bab di atas. Perbedaan pontik insisif

lateral dengan insisif sentral lainnya ialah sudut distalnya lebih tumpul dan sudut

mesial lebih membulat. Selain itu, garis insisal berada 1 mm di atas garis incisal

insisif sentral (Martanto, 1987).

2.3.3 Bentuk Pontik Kaninus Rahang Atas

Garis insisal insisif sentral dan kaninus berada pada garis kurva yang sama

(Levine, 2016). Sumbu panjang kaninus membentuk sudut dengan garis median

gigi (seperti yang dijelaskan pada sub bab di atas), tapi ada juga kaninus yang

sumbu panjangnya sejajar dengan garis median gigi (Martanto, 1987).

Kontur tertinggi dari permukaan labial kaninus letaknya tidak ditengah

melainkan di mesial dari garis tengah gigi. Ketinggian ini membagi permukaan

labial menjadi bagian mesial yang sempit dan bagian distal yang lebih lebar. Oleh

karena gigi kaninus terletak pada sudut rahang maka bagian distalnya tidak

nampak dari depan (Martanto, 1987).


30

2.3.4 Bentuk Pontik Anterior Rahang Bawah

Bentuk pontik untuk keempat insisif rahang bawah memiliki bentuk yang

sama. Sudut mesial dan distal insisif sentral rahang bawah sama tajamnya,

sedangkan insisif lateral rahang bawah memiliki sudut mesial yang tajam dan

sudut distal yang lebih tumpul. Sumbu panjang pontik gigi anterior rahang bawah

ini sejajar dengan garis median gigi, walaunpun terkadang sumbu panjang

keempat insisif rahang bawah mengarah ke arah distal (Martanto, 1987).

Sumbu panjang gigi kaninus sejajar dengan garis median dan sumbu panjangnya

harus sama dengan sumbu panjang kaninus di regio sebelahnya yang merupakan

gigi asli. Selain itu, bentuk dari pontik kaninus juga harus mengikuti bentuk gigi

kaninus aslinya (Martanto, 1987).

2.4 Pontik Posterior

Kehilangan gigi posterior akan mengganggu fungsi pengunyahan, bicara, dan

kebersihan mulut (Siagian, 2016). Berbeda dengan regio anterior, pada regio

posterior tidak mementingkan aspek estetik melainkan lebih mempertimbangkan

fungsi pengunyahan (Rosenstiel, et al., 2001). Karakteristik desain pontik

posterior yang baik adalah (Nallaswamy, 2003) :

1. Seluruh permukaan pontik cembung dan halus.


2. Kontak dengan ridge pada bagian bukal minimal dan tidak memberi tekanan

yang berlebih pada ridge.


3. Kontur pada bagian oklusal harus sesuai dengan oklusi gigi sekitarnya.
4. Panjang bukal pontik harus sama dengan panjang bukal gigi sebelahnya.
31

2.5 Prinsip Pembuatan Pontik

2.5.1 Syarat Umum Pembuatan Pontik

Howard dan Pruitt mengemukakan bahwa desain standar pontik ialah sebagai

berikut (Oswal, 2016) :


1. Permukaan jaringan yang berkontak dengan pontik harus cembung agar

memudahkan pada saat pembersihan.


2. Pontik tidak boleh memberikan tekanan yang berlebih pada jaringan.
3. Pontik dan konektor harus adekuat sehingga dapat menahan gaya oklusal.
4. Pontik harus mengembalikan estetik.

Untuk mendapatkan bentuk pontik yang sesuai dengan gigi yang diganti,

desain pontik harus dibuat sesuai dengan syarat di bawah ini, diantaranya adalah

(Nallaswamy, 2003) :

1. Mengembalikan fungsi dari gigi yang digantikan.


2. Memberikan estetika yang baik.
3. Memberikan kenyamanan pasien.
4. Biokompatibel. Tidak boleh mengenai jaringan atau mengakibatkan jaringan

memberikan reaksi negatif.


5. Mudah dibersihkan.
6. Mempertahankan kondisi mukosa dan tulang, tidak menimbulkan ulserasi

pada mukosa.

Pontik digunakan untuk mengembalikan fungsi, memberikan estetik, dan

memberikan kenyamanan pada individu, selain itu pontik didesain secara efektif

agar oral hygiene individu tersebut tetap terjaga (Shillingburg, 1997).

2.5.2 Pembuatan Pontik Anterior Berdasarkan Estetika

2.5.2.1 Penegakan Diagnosa dan Rencana Perawatan

Untuk mendapatkan hasil perawatan yang maksimal, penegakan diagnosa yang

tepat diperlukan agar dapat menentukan rencana perawatan yang akan dilakukan.
32

Penegakan diagnosa tersebut dilakukan dengan cara melakukan wawancara awal

secara detail pada pasien dan juga melakukan pemeriksaan-pemeriksaan secara

objektif (Rosenstiel, et al., 2006).

2.5.2.1.1 Pemeriksaan Subjektif

Pemeriksaan subjektif dilakukan dengan anamnesis, yaitu mengajukan

beberapa pertanyaan kepada pasien dan juga menggali informasi dari pasien. Pada

pemeriksaan ini harus dilakukan secara detail karena berisi informasi personal

pasien termasuk riwayat penyakit sistemik serta riwayat penyakit gigi. Informasi

lainnya yang penting diketahui ialah apa keluhan dari pasien (Rosenstiel, et al.,

2006).

Ketika pasien datang dengan keluhan mengenai penampilan dan ingin

mendapatkan perawatan perbaikan estetika, informasi yang digali dari pasien ialah

bagaimana harapan dari hasil perawatan yang diinginkan pasien. Maka dari itu,

pada pemeriksaan subjektif ini juga menanyakan apa motivasi pasien dan

perspektif estetika seperti apa yang diinginkan oleh pasien (Levine, 2016).

Estetika merupakan penilaian terhadap rasa, sehingga perspektif yang dihasilkan

harus sesuai dengan harapan dari pasien dan prinsip estetika (Levine, 2016;

Greissberger, 2010).

2.5.2.1.2 Pemeriksaan Objektif


33

Pemeriksaan objektif terdiri dari pemeriksaan ekstraoral dan intraoral. Sesuai

dengan prinsip estetika, pemeriksaan ini mengikuti panduan dari elemen

makroestetik dan mikroestetik.

1. Makroestetik
Komponen makroestetik merupakan komponen yang membantu untuk

menganalisis komponen-komponen pada wajah (Levine, 2016). Pemeriksaan yang

dilakukan ialah menentukan garis median gigi, hubungan antar gigi geligi

berdasarkan “golden proportion and percentage diagram”, pola senyum, penilaian

terhadap bibir, penilaian terhadap struktur gingiva, serta fonetik dari pasien

(Greissberger, 2010).
2. Mikroestetik
Elemen mikroestetik membantu agar proporsi dan posisi gigi sesuai.

Pemeriksaan yang dilakukan dengan mengevaluasi rasio panjang dan lebar gigi,

bentuk gigi, karakteristik gigi, dan penentuan warna gigi yang sesuai.

(Greissberger, 2010). Elemen mikroestetik ini nantinya berhubungan dengan

diagnostic wax yang akan dibuat (Leviene, 2016).

2.5.2.1.3 Rencana Perawatan

Rencana perawatan yang dianjurkan ialah sesuai dengan hasil dari pemeriksaan

yang telah dilakukan. Untuk mendapatkan tujuan estetika yang diinginkan,

langkah-langkah pada pembuatan pontik berdasarkan estetika yang harus

dilakukan ialah membuat pontik pada jembatan sementara, preparasi gigi

penyangga, pencetakan, dan sementasi (Massironi, 2007).

Rencana perawatan harus berdasar pada desain pontik yang telah ditentukan

(Nallaswamy, 2003). Rencana perawatan dimulai dari penentuan warna gigi lalu
34

pembuatan model dari hasil pencetakan yang disebut sebagai diagnostic casts.

Pembuatan diagnostic casts ini memudahkan dalam penegakan diagnosis dan

selanjutnya digunakan dalam penentuan rencana perawatan (Massironi, 2007).

Diagnostic casts yang telah dibuat selanjutnya dilakukan wax up dengan cara

mengaplikasikan wax/lilin pada model dengan menerapkan prinsip-prinsip

estetika. Setelah wax diaplikasikan pada diagnostic casts maka disebut dengan

diagnostic wax up (Massironi, 2007). Diagnostic wax up digunakan untuk

keperluan diagnosis karena memberikan penilaian yang akurat pada jaringan,

morfologi gigi, serta posisi gigi. Selain itu, diagnostic wax up digunakan untuk

memberikan gambaran terlebih dahulu kepada pasien estimasi hasil restorasi yang

akan diaplikasikan sebelum dibuatkan pontik pada jembatan sementara

(Massironi, 2007; D2).

Gambar 2.15 Diagnostic Wax up (Rosenstiel, et al., 2006).

2.5.2.2 Prosedur Pembuatan Pontik Anterior

Pontik merupakan bagian dari fixed partial denture yang menggantikan gigi

asli yang hilang, memperbaiki fungsi, dan penampilan. Pontik dan retainer

dihubungkan oleh konektor dan ketiga komponen tersebut akan disemen secara

tetap pada gigi asli sebagai penyangga (Nallaswamy, 2003). Maka dari itu, dalam
35

pembuatan pontik harus memperhatikan gigi penyangga, retainer, dan juga

konektor.

Prosedur pembuatan pontik dimulai dari preparasi gigi penyangga, pembuatan

dan pemasangan jembatan sementara, pembuatan dan sementasi jembatan tetap,

serta pengecekan kembali jembatan dan keadaan mukosa sekitar.

2.5.2.2.1 Pontik pada Jembatan Sementara

Prosedur pembuatan pontik sampai ke tahap terakhir memerlukan waktu yang

lama, maka dari itu pontik pada jembatan sementara harus dibuat terlebih dahulu.

Keuntungan pembuatan pontik pada jembatan sementara ialah dapat

menggambarkan hubungan antara restorasi dengan jaringan sekitar, senyum,

wajah, dan kepribadian pasien sehingga kesesuaian hasil restorasi dengan prinsip

estetika dapat dievaluasi. Selain itu, apabila setelah try in tidak sesuai dengan

prinsip estetika maka dapat dimodifikasi kembali (Massironi, 2007).

Pembuatan pontik pada jembatan sementara harus memenuhi fungsi estetik,

fungsi pengunyahan, bicara, dan mencegah pergeseran gigi-gigi tetangga serta

erupsi berlebih gigi-gigi antagonisnya. Selain itu, pembuatan pontik pada

jembatan sementara memberikan dampak positif yaitu dapat melindungi jaringan

periodontal sekitarnya. Dalam pembuatannya, harus dibuat semaksimal mungkin

karena merupakan gambaran dari pontik pada jembatan tetap yang dapat

mengembalikan kepercayaan diri pasien secara cepat (Desyanti dan Gita, 2014).
36

Teknik pembuatan jembatan sementara ini dapat dilakukan dengan 3 cara,

yaitu pembuatan tidak langsung (indirect), langsung (direct), dan tidak langsung-

langsung (indirect-direct) (Regish KM, et. al., 2011). Teknik-teknik tersebut

mengimplementasikan kecepatan atau waktu yang diperlukan untuk mengerjakan

pembuatan jembatan sementara (Christensen, 2004). Selain itu, dari ketiga teknik

pembuatan jembatan sementara tersebut tidak ada yang dianggap sebagai teknik

pembuatan yang paling memenuhi standar karena setiap teknik memiliki

kekurangan dan kelebihan masing-masing sehingga keberhasilan jembatan

sementara ditentukan oleh bahan yang digunakan (Prasad, et al., 2012)


Secara garis besar, langkah-langkah pembuatan jembatan sementara ialah

(Schwedhelm, 2006) :
1. Pembuatan cetakan pada pasien, lalu membuat diagnostic casts.
2. Pembuatan wax up pada diagnostic casts.
3. Duplikasi hasil wax up menggunakan bahan cetak silikon (Gambar 2.16).
4. Hasil duplikasi dibuat model menggunakan gips (Gambar 2.17).
5. Buat cetakan vacuum-formed matrix dengan mencetaknya pada model gips

yang telah dibuat (Gambar 2.18).


6. Cetakan vacuum-formed matrix yang sudah terbentuk diisi dengan material

methyl methacrylate atau material sejenis sepanjang gigi yang akan

dibuatkan jembatan (Gambar 2.20).


7. Cetakkan vacuum-formed matrix yang telah diisi methyl methacrylate pada

gigi pasien tunggu hingga material mengeras.


8. Setelah material mengeras, bentuk, haluskan, dan poles pontik sesuai

dengan desain yang diharapkan sesuai dengan prinsip estetika menggunakan

tungsten carbide burs, abrasive disk, dan silicon rubber points (Gambar

2.22).
37

9. Setelah jembatan sementara telah dibentuk dan dipoles, cobakan pada mulut

pasien dan evaluasi hasil akhirnya. Hasil akhir harus sesuai dengan prinsip

estetika.

Gambar 2.16 Menduplikat hasil wax up (Schwedhelm, 2006).

Gambar 2.17 Model gips (Schwedhelm, 2006).

Gambar 2.18 Pembuatan cetakan vacuum-formed


matrix (Schwedhelm, 2006).
38

Gambar 2.19 Percobaan cetakan vacuum-formed matrix


pada model (Schwedhelm, 2006).

Gambar 2.20 Pengisian methyl methacrylate (Schwedhelm, 2006).

Gambar 2.21 Pencetakan pada pasien (Schwedhelm, 2006).

Gambar 2.22 Pembentukan dan pemolesan


(Schwedhelm, 2006).
39

Gambar 2.23 Hasil akhir (Schwedhelm, 2006).

2.5.2.2.2 Sementasi Jembatan Sementara

Semen yang digunakan pada sementasi jembatan sementara ini ialah reinforced

zinc oxide eugenol cement (Smith, 1986). Semen ini dapat bertahan lebih dari 3

minggu, dan penggunaan jembatan sementara ini cukup selama 2-3 minggu.

Sebelum pengaplikasian semen, aplikasikan petrolerum jelly terlebih dahulu pada

gigi penyangga dan gingiva (Rosenstiel, et al., 2006; Massironi, 2007).

Gambar 2.24 Sementasi (Rosenstiel, et al., 2006).

Setelah jembatan sementara ini selesai disementasi dan dibersihkan sisa-sisa

semen yang berada pada akhiran restorasi, maka selanjutnya ialah melakukan

evaluasi. Evaluasi yang dilakukan sesuai dengan prinsip estetika yang ingin

diterapkan, jika tidak sesuai maka dapat dilakukan modifikasi kembali.


40

Evaluasi yang dilakukan terdiri dari (Massironi, 2007) :

1. Kepuasan pasien.
2. Keharmonisasian antara restorasi, wajah, dan senyum pasien.
3. Penilaian senyum. Lengkung gigi maksila mengikuti kurva bibir bawah.
4. Bentuk dan kontur gigi.
5. Kondisi gingiva.
6. Adaptasi jembatan sementara.
7. Oklusi.
Setelah dilakukan evaluasi dan telah sesuai dengan prinsip estetika, lakukan

pengambilan foto dengan teknik fotografi yang benar agar dapat mengevaluasi

hubungan restorasi dengan gigi, gingiva, bibir, dan wajah pasien. Hasil foto yang

diambil, akan diberikan ke dental lab agar jembatan tetap yang dikerjakan sesuai

dengan jembatan sementara yang telah dibuat sebelumnya (Massironi, 2007).

Setelah diaplikasikan pada pasien, pasien diminta untuk datang kembali 2-3

minggu selanjutnya untuk dilakukan evaluasi kembali. Evaluasi yang dilakukan

sama dengan evaluasi sebelumnya dan juga melihat adaptasi gingiva dengan

jembatan sementara, jika tidak ada yang harus diperbaiki maka jembatan tetap

harus sesuai dengan jembatan sementara yang telah dibuat (Massironi, 2007).

2.5.2.2.3 Pembuatan Pontik pada Jembatan Tetap

Setelah pembuatan pontik pada jembatan sementara selesai dan evaluasi telah

dilakukan, tahap selanjutnya ialah pembuatan pontik pada jembatan tetap.

Pembuatan pontik pada jembatan dapat dilanjutkan apabila jaringan sekitar sudah

dalam keadaan normal. Pada saat pasien datang, jembatan sementara dilepas

kemudian gigi penyagga, jaringan, dan jembatan sementara yang telah dilepas

dibersihkan.

Setelah itu, dilakukan pencetakan kembali karena jaringan lunak dapat cepat

berubah. Kemudian hasil cetakan dikirim kembali ke dental lab untuk


41

melanjutkan pembuatan pontik pada jembatan tetap (Firman D., dkk, 2009). Bila

pontik pada jembatan tetap dari laboratorium selesai dibuat, selanjutnya

diujicobakan pada pasien. Apabila ukuran, kontur, warna, dan oklusi telah sesuai

dengan yang diinginkan, maka lakukan sementasi secara permanen (Smith, 1981;

Firman D., dkk, 2009).

2.5.2.2.4 Pemeriksaan Akhir

Pada pemeriksaan akhir, dilakukan evaluasi secara teliti pada desain pontik

anterior. Pontik anterior yang telah dibuat herus dapat beradaptasi dengan baik

serta bentuknya berdasarkan desain standar pontik anterior dan prinsip estetika.

Desain pontik yang telah dibuat harus memiliki hubungan yang harmonis dengan

bibir, gingiva, gigi, dan wajah pasien agar tujuan estetika yang diinginkan tercapai

(Chice and Pinault, 1994).


BAB I

ESTETIKA

I.1 Definisi dan Tujuan Estetika

Estetika merupakan subdisiplin dari teori nilai yang merupakan cabang dari

ilmu filosofi yang mempelajari tentang nilai sensori yang disebut juga dengan

penilaian terhadap rasa (Geissberger, 2010). Geissberger juga mengemukakan

bahwa Esthetics Dentistry merupakan disiplin ilmu yang berfokus pada modifikasi

penampilan struktur mulut pasien yaitu perawatan dan pencegahan terhadap

struktur, fungsi, dan penyakit mulut.

Kecantikan fisik merupakan pelengkap dalam interaksi sosial. Wajah

merupakan bagian dari kecantikan fisik dan merupakan kunci dari penilaian

kepribadian, penampilan, serta kunci dari kesuksesan interaksi manusia. Selain

itu, wajah merupakan komponen terpenting dalam persepsi estetik seseorang

(Omar and Tai., 2014).

Aesthetic dentistry terdiri dari komponen makroestetik dan mikroestetik.

Tujuan utama adanya estetik pada kedokteran gigi ialah untuk mendapatkan

proporsi penampilan yang maksimal antar gigi serta untuk mendapatkan susunan

yang harmonis antar gingiva, bibir, dan wajah pasien (Chice and Pinault, 1994).

Agar tujuan dari estetika pada kedokteran gigi tersebut terpenuhi, elemen

makroestetik dan mikroestetik tersebut harus sesuai (Geissberger, 2010).

42
I.2 Prinsip Estetika

Pada umumnya prinsip estetika harus dipertimbangkan untuk mendapatkan

keberhasilan pada perawatan estetika. Ada beberapa panduan atau prinsip yang

dapat membantu keberhasilan perawatan tersebut yang dijelaskan dari sisi

makroestetik dan mikroestetik (Geissberger, 2010).

I.2.1 Makroestetik

Komponen makroestetik merupakan komponen yang membantu untuk

menganalisis komponen-komponen pada wajah (Levine, 2016). Wajah merupakan

komponen terpenting dalam persepsi estetik seseorang (Omar and Tai., 2014).

Komponen makroestetik terdiri dari garis median gigi, hubungan antar gigi geligi,

pola senyum, penilaian terhadap bibir, penilaian terhadap struktur gingiva, dan

fonetik (Geissberger, 2010).

3.2.1.1 Garis Median Gigi

Hal pertama yang harus dilakukan untuk mencapai keadaan estetik yaitu

menentukan garis median gigi. Garis median gigi seharusnya bertepatan dengan

garis median wajah, walaupun hanya ada 70% populasi yang mengalami keadaan

tersebut (Wilson, 2015). Sebelum menentukan garis median gigi, penilaian

kesimetrisan wajah pasien harus terlebih dahulu dilakukan (Geissberger, 2010).

Pada pasien yang memiliki wajah simetris, patokan garis median wajahnya ialah

berada pada pusat filtrum (Kai, et al., 2016).


Untuk mencapai keadaan yang ideal garis median gigi maksila dan mandibula

harus bertepatan, tetapi keadaan tersebut hanya terjadi pada 25% populasi

43
(Wilson, 2015). Maka dari itu, penentuan garis median gigi berpatok pada gigi

insisif maksila. Penentuan garis median gigi maksila dilakukan dengan prinsip

(Geissberger, 2010) :
1. Garis median gigi maksila harus sejajar dengan garis median wajah.
2. Garis median gigi maksila harus berada di pusat, sedekat mungkin dengan

garis median wajah.


3. Incisal edge gigi insisif maksila harus tegak lurus dengan garis median gigi.
4. Incisal edge gigi insisif maksila harus sejajar dengan garis pupil mata (pada

individu yang memiliki posisi mata simetris).

Gambar 3.1 Penentuan garis median gigi (Wilson, 2015).

Penilaian garis median gigi dilakukan dengan mengambil foto pasien terlebih

dahulu lalu menilainya dari hasil foto tersebut (Geissberger, 2010). Pada beberapa

kasus memperlihatkan garis median wajah dan garis median gigi tidak bertepatan.

Hal tersebut dapat ditoleransi apabila garis median wajah dan garis median gigi

masih dalam keadaan sejajar dan perbedaan jaraknya tidak lebih dari 4 mm. Orang

awam menilai jarak tersebut masih terlihat estetik, walaupun profesional menilai

perbedaan jarak maksimal garis median gigi dan garis median wajah ialah 2 mm

(Kai, et al., 2016).

44
3.2.1.2 Hubungan Antar Gigi Geligi

Untuk mendapatkan kesimetrisan dan keadaan harmonis dalam senyum,

ukuran antar gigi harus sesuai. Penentuan ukuran gigi dapat dilakukan pada gigi

anterior (kaninus ke kaninus). Ukurannya dapat diketahui melalui “golden

proportion and percentage diagram” (Geissberger, 2010).

Gambar 3.2 Golden Proportion and Golden Percentage Diagram


(Geissberger, 2010).

Keuntungan penggunaan diagram ini adalah untuk mengevaluasi lebar gigi

yang akan menentukan kesimetrisan, seberapa besar ruang yang digunakan, dan

proporsi dari regio anterior (Geissberger, 2010). Proporsi gigi yang terlihat

harmonis dengan wajah dan senyum dinilai memberikan estetik yang baik

(Wilson, 2015).

3.2.1.3 Pola Senyum

Phillips mengemukakan bahwa pola senyum merupakan kombinasi dari gaya

senyum, tingkat senyum, dan tipe senyum seseorang. Dengan mengetahui

bagaimana pola senyum dari pasien, akan membantu untuk menentukan seberapa

45
rumit kasus estetika yang harus dipecahkan pada pasien tersebut (Geissberger,

2010).

1. Gaya Senyum
Rubin mengklasifikasikan gaya senyum seseorang yang terdiri dari commisure

smile, canine atau cuspid smile, full denture or complex smile (Geissberger, 2010;

Wang, et. al., 2017).


a. Commisure smile, terdapat pada 67% orang didunia. Bentuk dari senyum ini

yaitu sudut bibir tertarik ke arah luar atas, mengikuti arah otot zigomatikus

major.
b. Canine or cuspid smile, terdapat pada 31% orang di dunia. Gaya senyum ini

didominasi oleh levator labii superioris. Pada saat senyum, bibir atas dalam

keadaan terankat ke atas tanpa terlihat sudut bibir tertarik ke atas.


c. Complex smile, terdapat pada 2% populasi dunia. Pada gaya senyum ini

bibir atas dan sudut bibir terangkat ke atas serta bibir bawah bergerak ke

arah inferior secara bersamaan.

(a) (b) (c)

Gambar 3.3 Commisure (a), cuspid (b), complex smile (c) (Geissberger,
2010).

2. Tingkat Senyum

Terdapat 4 tingkat senyum pada seseorang, dimulai dari bibir tertutup (tingkat

1), bibir dalam keadaan istirahat (tingkat 2), senyum alami (tingkat 3), dan

senyum meluas (tingkat 4). Apabila pada saat perubahan senyum alami menjadi

senyum yang meluas tidak mengalami banyak perubahan, maka harus dilakukan

46

Gambar (a)
3.4 Bibir tertutup (b)
(a), keadaan istirahat(c)
(b), senyum alami (c),
(d)
senyum meluas (d) (Levine, 2016).
perawatan estetika yaitu memperlihatkan lebih banyak gigi pada saat senyum

yang meluas (Geissberger, 2010).

3. Tipe Senyum
Terdapat 5 tipe senyum seseorang berdasarkan gigi apa yang terlihat dan

seberapa besar gingiva yang terlihat saat senyum (Geissberger, 2010).


Tipe 1 : Memperlihatkan hanya gigi maksila
Tipe 2 : Memperlihatkan hanya gigi maksila dan lebih dari 3 mm gingiva
Tipe 3 : Memperlihatkan hanya gigi mandibula
Tipe 4 : Memperlihatkan gigi maksila dan mandibula
Tipe 5 : Tidak memperlihatkan gigi saat senyum
Hal pertama yang dilakukan untuk mengetahui pola senyum seseorang ialah

mengetahui gaya senyum, tingkat senyum, dan tipe senyum. Dengan mengetahui

pola senyum individu tersebut maka dapat mengetahui perawatan yang akan

diberikan. Contohnya, orang yang memiliki complex smile-tingkat 4-tipe 4

perawatannya akan lebih kompleks dibandingkan dengan individu dengan senyum

commisure-tingkat 3-tipe 1 (Geissberger, 2010).

3.2.1.4 Penilaian Terhadap Bibir

Struktur gigi yang terlihat saat keadaan istirahat (rest position), berbicara,

tersenyum dan tertawa mempengaruhi estetika. Pada saat keadaan istirahat (rest

position) keadaan gigi insisif maksila yang terlihat untuk pria rata-rata 1,91 mm

dan 3,40 mm untuk wanita. Keadaan yang dinilai paling estetik lainnya ketika

senyum adalah lengkung gigi maksila mengikuti kurva bibir bawah (Jenghu, et

al., 2015).

Banyaknya gigi insisif maksila yang terlihat pada saat tersenyum sangat

penting dalam perawatan estetika karena mempengaruhi tingkat usia seseorang.

47
Semakin meningkatnya usia seseorang, maka gigi insisif maksila yang terlihat

semakin sedikit Jenghu, et al., 2015).

3.2.1.5 Penilaian Terhadap Struktur Gingiva

Individu yang memiliki senyum lebar dengan gingiva yang terlihat

menggambarkan terjadinya ketidakseimbangan saat tersenyum. Normalnya, tinggi

gingiva yang terlihat dari arah lateral ke sentral maksila harus semakin menurun

0,5-1 mm. Jaringan yang sehat juga merupakan keadaan estetika yang paling baik

(Geissberger, 2010).

Gambar 3.5 Gingiva (Wilson, 2015).

3.2.1.6 Fonetik

Fonetik dan estetik yang benar terbentuk dari posisi gigi insisif sentral maksila

yang telah sesuai. Hal ini dapat diketahui dengan menginstruksikan pasien

menyebut huruf “F” dan “V” (Geissberger, 2010). Apabila pada saat penyebutan

gigi insisif sentral maksila menyentuh bibir bawah, maka keadaan tersebut

membuktikan bahwa estetika telah tercapai (Meshramkar, et al., 2013).

48
3.2.2 Mikroestetik

Mikroestetik membantu agar proporsi dan posisi gigi sesuai. Aspek gigi yang

terdiri dari rasio panjang-lebar gigi, bentuk, karakteristik, dan shade dari gigi

merupakan elemen penting dari mikroestetik. Elemen-elemen tersebut akan

membantu untuk menghasilkan gigi palsu akan terlihat seperti gigi aslinya

(Geissberger, 2010).

3.2.2.1 Bentuk Gigi

Pada umumnya, gigi terdiri dari 3 bentuk. Bentuk gigi yang dijadikan sebagai

patokan adalah gigi sentral maksila karena memiliki peran terbanyak saat senyum.

Bentuk gigi tersebut adalah :

1. Ovoid
2. Square
3. Triangular

(a) (b) (c)


Gambar 3.6 Ovoid (a), triangular (b), square (c) (Park and Romeo, 2013).

Bentuk gigi memiliki korelasi antara gender, kepribadian, dan kekuatan

seseorang. Bentuk gigi dapat berubah seiring dengan bertambahnya usia (Wilson ,

2015).

49
3.2.2.2 Warna Gigi

Dalam penentuan warna gigi pada perawatan estetika, komunikasi dengan

pasien sangat diperlukan. Komunikasi dilakukan dengan tujuan mengetahui

tingkat persepsi pasien terhadap warna gigi yang akan diaplikasikan pada gigi

pasien tersebut. Selain itu, warna gigi yang diaplikasikan harus sesuai dengan

warna kulit pasien (Wilson, 2015).

3.2.2.2.1 Penentuan Warna Gigi

Agar teori dasar warna dan penentuan warna gigi terpenuhi, mekanisme kerja

mata perlu diketahui. Mekanisme kerja mata dimulai pada saat suatu objek

memantulkan panjang gelombang cahaya pada mata tersebut. Diameter pupil mata

secara langsung akan melebar, selanjutnya cahaya akan diteruskan ke retina

(Geissberger, 2010).

Retina mempunyai fungsi untuk menangkap cahaya yang masuk ke mata dan

akan diteruskan ke otak, lalu otak akan memberikan respon atas cahaya yang telah

masuk. Retina memiliki dua reseptor cahaya, yaitu sel batang dan sel kerucut

(Garrity J., et al., 2016). Sel kerucut digunakan untuk pengelihatan yang lebih

tajam pada pada siang hari dan akan mempersepsikan warna merah, hijau, dan

biru.

Langkah-langkah penentuan warna gigi, adalah sebagai berikut :

1. Lingkungan dan pencahayaan

Sumber cahaya merupakan faktor yang dominan dalam penentuan warna gigi.

Sumber cahaya yang paling baik ialah cahaya matahari pada tengah hari antar

50
pukul 12.00 siang sampai 13.00. Namun sumber cahaya tersebut tidak selamanya

dapat digunakan karena jam praktek lebih sering berada pada malam hari

(Thambas dan Dewi, 2012). Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dapat

menggunakan bola lampu yang memiliki karakteristik cahaya seperti pada siang

hari yaitu lampu dengan temperatur cahaya 5.500K (Wilson, 2015).

Gambar 3.7 Temperatur cahaya.

Temperatur cahaya 5.500K merupakan cahaya dengan warna putih kebiruan

(Wilson, 2015). Lampu dengan temperatur cahaya ini dapat ditemukan pada

berbagai jenis merek dagang lampu yang berada di pasar bebas. Untuk

mengetahui temperatur cahaya pada lampu, dapat dilihat dari kemasan lampu

tersebut. Berikut berbagai bentuk contoh bola lampu dengan temperatur cahaya

5.500K.

Gambar 3.8 Lampu dengan temperatur cahaya 5.500K.

2. Pasien
Selain pencahayaan, warna pakaian dan warna lipstik pasien juga berpengaruh.

Maka langkah selanjutnya ialah memastikan seluruh permukaan gigi pasien dalam

keadaan bersih, segala make up pada wajah pasien harus dibersihkan, dan warna

51
pakaian pasien yang tidak berwarna netral ditutup dengan bib (Thambas dan

Dewi, 2012; Wilson, 2015).

3. Penentuan value
Penentuan value pada gigi sangat penting untuk mendapatkan estetika yang

optimal. Value pada shade guide dimulai dari yang paling cerah (value tertinggi)

ke yang paling gelap (value terendah). Pada saat penentuan value, cocokkan

shade tabs pada bagian gingival, body, dan incisal dari gigi asli serta cocokkan

dengan gigi tetangga dan gigi yang berlawanan (Geissberger, 2010).

Gambar 3.9 Gingival (G), body (B), incisal (I) (Geissberger, 2010)

Gambar 3.10 Penentuan value (Geissberger, 2010).

4. Penentuan hue dan chroma


Hue adalah warna dominan dari gigi. Hue dominan didapatkan pada warna

dentin dan ditemukan pada bagian tengah permukaan fasial. Setelah penentuan

hue, penentuan chroma dilakukan saat terakhir (Geissberger, 2010).

52
Gambar 3.11 Pencocokan hue shade tabs dengan gigi asli (Geissberger, 2010).

Gambar 3.12 Penentuan chroma (Geissberger, 2010).

Setelah melakukan penentuan warna gigi, hal selanjutnya yang dilakukan ialah

komunikasi dengan pasien dan dental lab. Setelah pasien setuju dengan warna

yang ditawarkan, komunikasikan dengan dental lab sebaik mungkin agar

ekspektasi warna yang ditentukan oleh operator dapat diterima secara jelas oleh

dental lab (Geissberger, 2010).

53
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan

Berdasarkan teori yang dibahas pada bab tinjauan umum pontik dan bab

estetika, kehilangan gigi anterior harus segera diganti karena akan dapat

mengganggu fungsi estetik, fungsi bicara, dan gangguan psikologis sehingga

berdampak pada kurangnya percaya diri dan keterbatasan aktifitas sosial

seseorang (Kukreja, et al., 2011; Sumartati, dkk., 2012; Siagian 2016).

Kehilangan gigi anterior tersebut direkomendasikan menggunakan fixed partial

denture karena mempunyai desain lebih sederhana, nyaman untuk digunakan,

estetik, baik, dan dapat menambah rasa percaya diri pemakainya jika

dibandingkan dengan removable partial denture (Sumartati, dkk., 2012).

Beberapa kasus kehilangan gigi yang terjadi pada waktu yang lama akan

mengakibatkan gigi-gigi sebelahnya migrasi atau bahkan rotasi, maka penggunaan

fixed partial denture tidak direkomedasikan untuk penggantian kehilangan gigi

tersebut. Apabila hal tersebut terjadi, maka perawatan orthodonti harus dilakukan

terlebih dahulu untuk merawat migrasi dan rotasi gigi-gigi sebelahnya agar pontik

yang nantinya akan digunakan ukurannya sesuai dengan gigi asli yang digantikan.

Pontik adalah bagian dari fixed partial denture yang menggantikan gigi asli

yang hilang, memperbaiki fungsi serta penampilan (Rosenstiel, et al., 2006).

Klasifikasi desain pontik anterior yang paling sesuai yaitu modified ridge lap,

ovate, dan modified ovate pontic. Hal tersebut disebabkan karena ketiga desain

54
55

pontik tersebut memiliki keuntungan estetika yang baik sehingga baik untuk

digunakan pada regio anterior, walaupun dari ketiga klasifikasi pontik tersebut

memiliki masing-masing indikasi dan kontraindikasi yang berbeda.

Klasifikasi desain pontik anterior yang paling sesuai dipilih berdasarkan

keadaan pasien dan disesuaikan dengan indikasi dan kontraindikasi pontik

tersebut. Contohnya pada pemilihan ovate pontic, individu yang memiliki linggir

yang runcing dan tajam tidak dapat menggunakan desain ovate pontic karena

ovate pontic memerlukan lebar fasiolingual yang cukup dan ketebalan

apikokoronal. Contoh lainnya ialah pada individu yang memiliki gaya senyum

dengan memperlihatkan gigi hingga premolar maka desain modified ridge lap

merupakan indikasi pontik anterior yang paling sesuai untuk individu tersebut

karena pada desain tersebut memiliki keuntungan estetika yang baik dan

bentuknya mudah untuk dibersihkan.

Pemilihan desain pontik penting ditentukan terlebih dahulu sebelum

melanjutkan ke tahap selanjutnya. Pembuatan pontik anterior tidak hanya

berdasarkan klasifikasi desain pontik anterior yang sesuai dengan keadaan pasien,

namun harus memperhatikan prinsip-prinsip estetika karena akan mempengaruhi

penampilan pasien. Selain itu, diterapkannya prinsip-prinsip estetika maka tujuan

estetika akan tercapai.

Prinsip-prinsip estetika tersebut dijelaskan pada komponen makroestetik dan

mikroestetik. Kedua komponen tersebut harus diterapkan karena akan

menghasilkan proporsi penampilan yang maksimal antar gigi serta mendapatkan

susunan yang harmonis antar gingiva, bibir, dan wajah pasien. Tahap pertama
56

yang dilakukan pada penerapan prinsip estetika ialah menentukan garis median

wajah dan garis median gigi. Garis median wajah dan garis median gigi idealnya

bertepatan, tetapi pada beberapa kasus hal tersebut tida terjadi. Hal tersebut dapat

ditoleransi apabila garis median wajah dan garis median gigi masih dalam

keadaan sejajar dan perbedaan jaraknya tidak lebih dari 4 mm.

Sebelum pembuatan pontik pada jembatan tetap dilakukan di dental lab,

rencana perawatan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Rencana

perawatan yang dilakukan ialah dengan pembuatan diagnostic wax up. Pembuatan

diagnostic wax up tersebut digunakan untuk memberikan gambaran terlebih

dahulu kepada pasien estimasi hasil restorasi yang akan diaplikasikan sebelum

dibuatkan pontik pada jembatan sementara (Massironi, 2007; D2).


Pembuatan pontik pada jembatan tetap memerlukan waktu yang lama, maka

pembuatan pontik pada jembatan sementara harus dibuat terlebih dahulu. Teknik

pembuatan jembatan sementara ini dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu

pembuatan tidak langsung (indirect), langsung (direct), dan tidak langsung-

langsung (indirect-direct) (Regish KM, et. al., 2011). Teknik-teknik tersebut

mengimplementasikan kecepatan atau waktu yang diperlukan untuk mengerjakan

pembuatan jembatan sementara (Christensen, 2004). Selain itu, dari ketiga teknik

pembuatan jembatan sementara tersebut tidak ada yang dianggap sebagai teknik

pembuatan yang paling memenuhi standar karena setiap teknik memiliki

kekurangan dan kelebihan masing-masing sehingga keberhasilan jembatan

sementara ditentukan oleh bahan yang digunakan (Prasad, et al., 2012).

Setelah semua tahap telah dilakukan, evaluasi akhir secara teliti pada desain

pontik anterior merupakan hal terpenting. Estetika merupakan cara untuk


57

meningkatkan penampilan secara natural dengan tetap mempertimbangkan

keadaan biologis untuk mendapatkan keadaan ideal pada bentuk, fungsi, dan

penampilan seseorang. Maka dari itu, desain pontik yang telah dibuat harus

memiliki hubungan yang harmonis dengan bibir, gingiva, gigi, senyum, dan wajah

pasien agar tujuan estetika yang diinginkan tercapai (Chice and Pinault, 1994).

Selain itu, adaptasi pontik dengan jaringan sekitar harus diperhatikan dan jaringan

sekitar harus tetap dalam keadaan sehat.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

III.1 Simpulan

1. Kehilangan gigi anterior herus segera diganti karena memberikan dampak

yang buruk dan dapat mengganggu fungsi estetik, fungsi bicara, dan

gangguan psikologis sehingga berdampak pada kurangnya percaya diri dan

keterbatasan aktifitas sosial seseorang.


2. Klasifikasi desain pontik yang paling sesuai untuk regio anterior adalah

modified ridge lap, ovate pontic, dan modified ovate pontic.


3. Pembuatan pontik anterior harus berdasarkan prinsip estetika agar tujuan

estetika untuk mendapatkan proporsi penampilan yang maksimal antar gigi

serta untuk mendapatkan susunan yang harmonis antar gingiva, bibir, dan

wajah pasien dapat tercapai.

4. Estetika merupakan cara untuk meningkatkan penampilan secara natural

dengan tetap mempertimbangkan keadaan biologis untuk mendapatkan

keadaan ideal pada bentuk, fungsi, dan penampilan seseorang.

III.2 Saran

1. Pembuatan pontik anterior harus menerapkan prinsip estetika agar

mendapatkan susunan yang harmonis antar gigi, pontik, gingiva, bibir, dan

wajah pasien.
2. Mahasiswa kedokteran gigi program S1 sebaiknya diberikan pengetahuan

mengenai pengaplikasian prinsip estetika pada pembuatan pontik anterior

58
59

agar memperoleh wawasan yang lebih dan dapat diaplikasikan pada kasus-

kasus yang ada. .


DAFTAR PUSTAKA

Agtini MD. 2010. Presentase pengguna protesa di Indonesia. Media Litbang


Kesehatan 2: 51-57.

AL-Omiri, Mahmoud K., and Karasneh, Jumana A. 2009. Impacts of missing


upper anterior teeth on daily living. International Dental Journal 59: 127-
132.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2007.


Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013.


Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta.

Chice GJ, Pinault A. 1994. Esthetics of Anterior Fixed Prosthodontics. 1st ed.
Chicago: Quintessence.

Chu SJ, Devigus A, Mieleszko A. 2004. Fundamentals of Color: Shade Matching


and Communication in Esthetic Dentistry. Chicago: Quintessence. Pp 209 in
Esthetics Dentistry in Clinical Practice. (Greissberger, Marc). Wiley
Blackwell.

Chun‐Lin S. 2004. Use of a modifed ovate pontic in areas of ridge defects: A


report of 2 cases. J Esthet Restor Dent;16:273 83.

Christensen, GJ. 2000. Elective vs. mandatory dentistry. J AM Dent Assoc


131(10):1496-8.

Christensen, GJ. 2004. Making provisional restorations easy, predictable and


economical. JADA Vol 135.

Desyanti, Anggia dan Gita, Farisza. 2014. Pencapaian estetika optimal pada gigi
tiruan jembatan imidiat anterior atas dengan modifikasi ovate pontik.

Firman, Deddy., Adenan, Aprillia., Nawawi, Azrra Mardhika. 2009. Tinjauan


tentang pontik ovate.

Garrity James, MD, Whitney, and Betty MacMillian. 2017. Structure and function
of the eyes. [Online]. Available online at:
http://www.merckmanuals.com/home/eye-disorders/biology-of-the-eyes/
(diakses 18 Oktober 2017).

Greissberger, Marc. 2010. Esthetics Dentistry in Clinical Practice. 1st ed. Wiley-
Blackwell. 3, 4-8, 9-16, 209, 214-215 pp.

60
61

Jenghu, D., Dua, VS., Mangla, R., Khanna, M. 2015. Smile esthetics. Indian J
Oral 6: 101-7.

Kai, Risako; D. Umeki; T. Sekiya; and Y. Nakamura. 2016. Defining the location
of the dental midline is critical for oral esthetics in camouflage orthodontic
treatment of facial asymmetry. Ajo-Do Japan.

Kukreja, Bhavana Jha., Khuller, Nitin., Khuller, Rajnanda Ingle., Basavaraj, P.


2011. Multiple natural pontics – A boon or bane?. Journal of the Indian
Association of Public Health Dentistry 18(2): 706.

Levine, Jonathan B. 2016. Essentials of Esthetic Dentistry. New York. Elsevier.


Pp 4-8, 17-24.

Malone WF, Koth DL. 1989. Tylmans Theory and Practice of Fixed
Prosthodontics. 8th ed. Tokyo: lshiyaku Euro America.

Martanto, P. 1987. Ilmu Mahkota dan Jembatan: Fixed Partial Prosthodontics.


Jilid I. Edisi 2. Bandung. Hal 228, 232-240.

Massironi D., Pascetta R., Romeo G. 2007. Precision in Dental Esthetics: Clinical
and laboratory procedures. Milan : Quintessenza Edizioni Srl. Pp 10-22, 258.

Mathew, BN., Senthil Kumar KP., Tamizharasi, S. 2015. “Riding pontics”: A tool
behind a confident smile: A case report. J Indian Acad Dent Spec Res; 2:90-3.

Meshramkar, Roseline., Anehosur, Gouri V., Pillai, Lekha K., Nadiger, Ramesh K.
2013. Complete denture esthetics revisited. Indian Journal Oral Science 4(1):
8-10.

Nallaswamy, D. 2003. Textbook of Prosthodontic. Kuala Lumpur: Jaypee. Pp 266,


490, 503, 506, 509, 720.

Nallaswamy, D. 2017. Textbook of Prosthodontic. Kuala Lumpur: Jaypee.

Omar, Hanan., Tai, Yun Teng. 2014. Perception of smile esthetics among dental
and non dental students. Journal of Education and Ethics in Dentistry 4(2):
54-55.

Oswal MM, Oswal MS. 2016. Unconventional pontics in fixed partial dentures. J
Dent Allied Sci. 5:84-8.

Phark, Ji-Hoon, DDS; Y.Keun, DDS, PhD; and BS.Lim, PhD. 2016. Influence of
illuminants of the color distribution of shade guides. The journal of prosthetic
dentistry.
62

Phark, Ji-Hoon, DDS; Romeo, Giusseppe. 2013. Dental Anatomical


Combinations: A guide to ultimate dental esthetics. Los Angeles. 2pp.

Prasad, Khrisna D., Shetty Manoj., Alva, Harshitha., Prasad Anupama D. 2012.
Provisional restorations in prosthodontics rehabilitations-concepts, materials
and technique. Nitte University Journal of Health Science.

Regish KM, Deeksha Sharma, and D. R. Prithviraj. 2011. Techniques of


Fabrication of Provisional Restoration: An Overview,” International Journal
of Dentistry. Article ID 134659, 5 pages.

Rosenstiel S.F., Land M.F., Fujimoto J. 2001. Contempory Fixed Prosthodontics.


3rd ed. St. Louis ; Mosby. 262-271 pp.

Rosenstiel S.F., Land M.F., Fujimoto J. 2006. Contempory Fixed


Prosthodontics. 4th ed. St. Louis ; Mosby. 3-4, 39, 42, 87, 483, 486, 616,
625-630,637, 643 pp.

Schwedhelm ER. 2006. Direct technique for the fabrication of acrylic provisional
restorations. J Contemp Dent; (7)1:157-173.
Shillingburg HT, Hobo S, Whitsell LD, Jacobi R, Bracket S. 1997. Fundamentals
of Fixed Prosthodontics. 3rd ed. Chicago: Quintessence Books. Pp 1, 2, 423.

Siagian, Krista V. 2016. Kehilangan sebagian gigi pada rongga mulut. Jurnal e-
Clinic (eCI) 1: 1.

Smith, B. G. N. 1986. Dental Crowns and Bridges: Design and Preparation. 1st ed.
Year Book Medical Publisher: Chicago. Pp 113, 122-128, 157.

Sumartati, Yusrina., Dipoyono, HM., Sugianto, Erwan. 2012. Pembuatan


cantilever bridge anterior rahang atas sebagai koreksi estetik. Maj ked gi
19(2): 167-170.

Thambas, Andhi Kartini A dan Dewi, Ratnasari. 2012. Pengembangan dan


modifikasi estetik dalam pembuatan crown dan bridge. Widya 29(321): 30-
32.

Vig RG, Brundo GC. 1978. The Kinetics of Anterior Tooth Display. J Prosthet
Dent 39(5):502-4. In Esthetics Dentistry in Clinical Practice. (Greissberger,
Marc). Wiley-Blackwell.

Wilson, Nairn H.F. 2015. Essentials of Esthetic Dentistry. 1st ed. Elsevier. 11, 75-
82 pp.
LAMPIRAN

Lampiran 1

Lampiran 2

63
64
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Makassar, pada tanggal 21 Desember 1996. Penulis memulai

Pendidikan pada:

Tahun 2002-2003 di TK Teratai Makassar.

Tahun 2003-2009 di SD Negeri Mangkura 3 Makassar.

Tahun 2009-2012 di SMP Negeri 6 Makassar.

Tahun 2012-2014 di SMA Negeri 17 Makassar.

Tahun 2014-sekarang di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Bandung.

65

Anda mungkin juga menyukai