Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Prinsip Percobaan


Pengawet yang ada dalam sediaan diuji daya gunanya dengan
menambah beberapa mikroba uji. Daya hidup mikroba uji diamati sampai
waktu tertentu. Bakteri atau jamur (mikroba) yang hidup dianggap sebagai
kontaminan yang menandakan bahwa tidak terjadi aktivitas pengawet dalam
menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba.

1.2 Tujuan Percobaan


- Untuk mengetahui cara pegujian aktivitas pengawet
- Untuk mengetahui ada tidaknya pengawet dalam sampel
- Untuk mengetahui jenis pengawet yang terdapat pada sampel

1.3 Manfaat Percobaan


- Agar praktikan mengetahui cara pegujian aktivitas pengawet
- Agar praktikan mengetahui ada tidaknya pengawet dalam sampel
- Agar praktikan mengetahui jenis pengawet yang terdapat pada sampel

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Seperti sudah dijelaskan bahwa mikroba itu hidup dengan bebas di alam,
di tanah, di air, di udara dan sebagainya. Disamping itu mikroba dapat pula hidup
dan berkembang di tubuh manusia dan hewan. Untuk dapat hidup, tumbuh dan
berkembangnya suatu mikroba, memerlukan makanan media dan suasana yang
memungkinkan mereka dapat hidup. Mikroba akan dapat tumbuh dengan baik
dengan menggunakan pupuk atau perbenihan. Yang dimaksud perbenihan disini
ialah persediaan makanan dan suasana yang memungkinkan tumbuhnya kuman
serta dapat berkembang biak, yang menggunakan tabung dan piring kaca yang
bebas hama, dengan menggunakan makanan antara lain: agar-agar, air kaldu,
berbagai macam atau jenis gula, air susu, darah dan sebagainya Pekeraan untuk
menentukan jenis kuman meliputi menyiapkan bahan pemeriksaan, melaksanakan
perbenihan, percobaan - percobaan, pengubaran untuk memudahkan pemeriksaan
mikroskop, memeriksa dengan menggunakan mikroskop dilakukan di
laboratorium. Bahan pemeriksaan diambil dari seseorang yang menderita
penyakit, atau dari benda atau zat yang diduga mengandung kuman penyakit atau
berkontaminasi dengan kuman penyakit Bahan pemeriksaan tersebut dapat berupa
feses, urin, darah, getah radang, cairan jaringan, sputum, lendir dan sebagainya.
Selanjutnya kuman tersebut dapat diperiksa dengan tiga cara:
1. Dengan menggunakan mikroskop Di sini dapat ditentukan dan dipastikan
bentuk dan sifat - sifat kuman
2. Dengan menggunakan berbagai macam media perbenihan,
3. Dengan menggunakan hewan. kuman disuntikan pada hewan percobaan, lalu
kita lihat hasilnya apakah hewan itu menjadi sakit untuk memastikannya dapat
pula dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan mikroskop
(Syamsunir, 2006).
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai indikator
pengujian Dalam hal ini mikroorganisme digunakan sebagai penentu konsentrasi
komponen tertentu pada campuran kompleks yang mendiagnosis penyakit
tertentu, serta untuk menguji bahan kimia guna menentukan potensi mutagenik
pengobatan yang efektif dan efisien. Terdapat bermacam-macam metode
uji antimikroba seperti yang dijelaskan berikut ini (Pratiwi, 2009).
Pada uji diukur respons pertumbuhan populasi mikroorganisme terhadap
agen antimikroba. Tujuan antimikroba (termasuk antibiotik dan substansi
antimikroba nonantibiotik, misalnya fenol. bisfenol, aldehid), adalah untuk
menentukan potensi dan kontrol kualitas selama proses produksi senyawa
antimikroba di pabrik, untuk menentukan farmakokinetik obat pada hewan atau
manusia, dan untuk memonitor dan mengontrol kemoterapi obat. Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem atau karsinogenik suatu bahan.
Macam-macam uji yang dapat dilakukan adalah uji antibiotic, antimikroba,
bioautografi, uji vitamin dan asam amino, uji Ames, dan penggunaan
mikroorganisme sebagai model metabolisme obat mamalia (Pratiwi, 2009).
Metode difusi untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan
yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media Agar yang telah ditanami
mikroorganisme yang akan berdifusi pada media Agar tersebut. Area jernih
mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen
antimi roba pada permukaan media Agar. Metode Etest digunakan untuk
mengertimasi yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat
menghambat pertumbuhan mikro. Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan
pada permukaan media Agar yang telah mikroorganisme. Pengamatan dilakukan
pada area jernih yang ditimbulkannya menunjukkan kadar agen antimikroba yang
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media Agar, metode ini sampel
uji berupa antimikmba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media Agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur
dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah parit yang berisi
antimikroba. Metode ini serupa dengan metode, di mana dibuat sumur pada media
Agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi
agen antimikroba yang akan diamati. Pada metode ini konsentrasi agen
antimikroba pada media Agar secara teoretis bervariaai dari 0 hingga maksimal.
Media Agar dicairkan dan lautan uji ditambahkan, Campuran kemudian
dimasukkan ke dalam cawaa Petri dan diletakkan dalam posisi miring, Nutrii
kedua selanjutnya dituang di atasnya. Plate diinkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering
(Pratiwi, 2009).
Metode dilusi padat/solid dilution test mengunakan media padat(solid).
Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat
digunakan unuk menguji beberapa mikroba uji. Uji aktivitas antifungi pada uji ini
kebutuhan media berbeda dengan uji menggunakan balaeri. Media yang umum
digunakan adalah Sabouraud Dextrose Liquid dan media khusus fungi lainnya.
Uji ini serupa dengan uji untuk bakteri, di mana spora fungi pada larutan agen
antimikroba uji dan selanjutnya pada intereal waktu disubkultur pada media yang
sesuai. Setelah diinkubasi, pertumbuhan fungi pun diamati (Pratiwi, 2009).
Uji aktivitas antivirus menggunakan kultur sel atau kuhur pringan
ataupun inokulasi telur berembrio, Campuran antara suspensi virus dan larutan
agen antimikroba uji ulang dalam seri pengenceran. Seri pengeceran ini dibuat
pada serum yang telah diinaktivasi, misalnya serum kuda, dan diinokulasikan
pada kultur sel atau telur berembrio sebagai kontrol digunakan larutan tanpa virus.
Karena obat juga dapat toksik pada kultur jaringan atau telur, mala iritasinya harus
dapat. Seri pengenceran obat dicampur dengan serum yang diinaktivasi dan
dinolulasi ke dalam sel jaringan atau telur berembrio. Pengamatan dilakukan
setiap hari terhadap ada atau tidaknya kerusakan sel menggunakan kultur sel atau
telur. Aktivitas antivirus juga dapat dilakukan pada hewan percobaan, contohaya
pada rengian virus hepatitis B(HBV) yang tidak dapat ditumbuhkan pada kultur
sel ataupun telur berembrio (Pratiwi, 2009).
Uji bioautografi merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak
pada kromatogram hasil KLT(Kromatografi Lapis Tipis) yang memiliki 1 aktivitas
antibakteri, antifungi, dan antivirus, sehingga mendekatkan metode separasi
dengan uji biologis. Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien untuk
mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak berak dapat ditentukan
walaupun berada dalam campuran yang kompleks sehingga memungkinkan untuk
mengisolasi senyawa aktif tersebut. Kerugiannyaadalah metode ini tidak dapat
digunakan untuk menentukan KHM dan KBM (Pratiwi, 2009).
Ada dua macam metode bioauiografi yaitu Bioautografi langung :
Dengan menyemprot plat KLT dengan suspensi mikroorganisme ataupun dengan
menyentuhkan plat PLT pada permukaan medis Agar yang telah dilanami
mikrooranisme. Setelah inkubasi pada waktu tertentu, letak senyawa aktif tampak
sebagai area jernih dengan latar belakang keruh. Biografi overlay : Dengan
menuangkan media Agar yang telah dengan dicampur dengan mikroorganisme di
atas permukaan plat KLT, media ditunggu hingga padat, kemudian diinkubasi.
Area hambatan dilihat dengan penyemprotan menggunakan tetrazolium klorida.
Senyawa yang aktif sebagai antimikroba akan tampak sebagai area jernih dengan
latar belakang ungu (Pratiwi, 2009).
Uji vitamin dan asam amino merupakan kebalikan uji antimikroba (uji
antibiotik) yang didasarkan pada penghambatan pertumbuhan mikroorganisme.
Assay vitamin dan asam amino justru pada peningkatan pertumbuhan
mikroorganisme. Pada uji ini diperlukan media kultur bernutrisi yang sesuai untuk
mikroba uji, yaitu memiliki semua faktor pertumbuhan kecuali faktor yang akan
diujikan. Kurva kalbrasi dari konsentrasi substansi uji terhadap beberapa
parameter pertumbuhan mikroorganisme seperti berat sel kering(RSK) dapat
diplotkan sehingga konsentrasi faktor pertumbuhan dapat ditentukan (Pratiwi,
2009).
Uji Ames (Ames test) merupakan uji untuk mengidentifikasi bahan kimia
yang bersifat mutagenik atau karsinogenik dengan menggunakan bakteri sebagai
indikator karsinogenik. Uji ini didasarkan pada pengamatan bahwa paparan
bakteri mutasi baru terhadap substansi mutagenik dapat menyebabkan mutasi baru
yang meniadakan efek mutasi asli berupa perubahan fenotipe, disebut back
mutation atau reversion.Secara spesifik, uji Ames menguji Salmonella auksotrof
histidin yaitu mutan Salmonella yang kehilangan kemampuan untuk mensintesis
histidin, menjadi sel hist+ setelah perlakuan dengan mutagenik. Bahan kimia
harus diaktivasi(diubah secara kimia ke dalam bentuk kimia yang reaktif) dengan
menggunakan enzim hewani agar aktivitas mutagenik atau karsinogenik dapat
muncul. Bahan kimia uji dan bakeri mutan dinkubasi bersama-sama dengan
ekstrak hati tikus yang kaya enzim aktivasi. Bila bahan kimia yang diuji bersifat
mutagenik, maka akan terbentuk reversi bakteri his- menjadi his+. Jumlah
revertantyang terbentuk mengindikasikan derajat mutagenik atau karsinogenik
bahan kimia yang diuji (Pratiwi, 2009).
Penyempurnaan lebih lanjut terhadap uji Ames memungkinkan
penyaringan bahan-bahan yang memerlukan aktivasi metabolik sebelum
mutagenitas bahan-bahan itu tampak. Hal ini bisa dilakukan dengan
menggabungkan pada lapisan Agar bagian atas, bersama dengan bakteri tersebut,
homogenat hati tikus(atau manusia) yang sistem enzim pengaktivasinya telah
dimunculkan dengan pengeksposan pada campuran bifenil yang telah mengalami
poliklorinasi. Uji ini kadang-kadang disebut pengukuran Salmonella atau
mikrosom karena menggunakan fraksi- fraksi homogenat hati yang disebut fraksi
S9 dan mengandung banyak mikrosom hati (Pratiwi, 2009).
Proses pengawetan produk dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu
Pengawetan secara alami, Pengawetan secara biologi dan Pengawetan secara
kimia. Proses pengawetan secara alami meliputi proses pemanasan dan
pendinginan merupakan teknik pengawetan yang sangat terkenal dan biasa
digunakan untuk mikroorganisme dengan kisaran yang kuat. Proses pengawetan
secara biologis dapat dilakukan dengan fermentasi yaitu perubahan karbohidrat
menjadi alkohol. Zat – zat yang bekerja pada proses ini adalah enzim yang dibuat
oleh sel – selnya. Proses pengawetan secara kimia dilakukan dengan bahan –
bahan kimia yang bersifat dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme sebagai
contoh penggunaan gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, dan
lain – lain (Pratiwi, 2009).
Untuk menghindari dan mengurangi kemungkinan pencemaran suatu
produk oleh mikroorganisme, dilakukan proses pengawetan produk secara garis
besar teknik pengawetan dapat dibagi dalam tiga yaitu pengawetan secara alami,
pengawetan secara biologis. dan pengawetan secara kimia. Syarat zat pengawet
adalah mampu membunuh kontaminan mikroorganisme, tidak toksik atau
menyebabkan iritasi pada pengguna, stabil dan aktif, serta selektif dan tidak
bereaksi dengan bahan (Pratiwi, 2009).
Proses pengawetan secara alami meliputi proses pemanasan dan
pendinginan. Teknik liofilisasi atau teknik pengeringan beku teknik
preservasi(pengawetan) yang sangat terkenal dan biasa digunakan untuk
mikroorganisme dengan kisaran yang luas. Penerapan teknik tersebut
diperkenalkan oleh Perlman dan Kikuchi(1977) dan Heckly(1978). Teknik ini
termasuk teknik pengawetan secara alami dengan cara pembekuan kultur yang
diikuti dengan pengeringan dalam keadaan vakum untuk menghasilkan sublimasi
air sel. Teknik ini melibatkan pertumbuhan kultur ke fase sel stasioner yang
maksimal dan meresuspensi sel dalam media seperti susu, serum, atau natrium
glutamat. Beberapa tetes suspensi ditransfer ke dalam ampul,kemudian dibekukan
dan divakumkan sampai terjadi sublimasi sempurna, dan ampul ditutup. Ampul
disimpan dalam pendingin dan dapat bertahan hidup selama 10 tahun atau lebih
(Pratiwi, 2009).
Proses pengawetan secara biologis dapat dilakukan dengan
fermentasi(peragian), yaitu proses perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Zat-
zat yang bekerja pada proses ini adalah enzim yang dibuat oleh sel- sel ragi.
Lamanya proses peragian tergantung pada bahan yang akan diragikan (Pratiwi,
2009).
Proses pengawetan secara kimia, digunakan bahan-bahan kimia Pada
yang bersifat dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Sebagai contoh
adalah penggunaan gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam
propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lain. Proses pengasapan juga
termasuk kimia, sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam
bahan makanan yang akan diawetkan (Pratiwi, 2009).
Asam propionat (natrium atau kalsium propionat) sitrat digunakan untuk
mencegah tumbuhnya organik yang berbentuk kristal merupakan senyawa
intermediet dari asam atau serbuk putih. Asam sitrat ini mudah larut dalam air,
spiritus, dan etanol; tidak berbau; berasa sangat tajam: jika dipanaskan akan
meleleh dan terurai serta selanjutnya terbakar hingga menjadi arang, Asam sitrat
juga terdapat dalam sari buah-buahan. Asam ini dipakai untuk mengatur tingkat
keasaman pada berbagai produk olahan, dan berfungsi sebagai pengawet pada
sirup serta mencegah proses kristalisasi pada madu.
Bleng merupakan larutan garam fosfat berbentuk kristal dan berwarna kekuning-
kuningan Bleng banyak mengandung unsur boron dan beberapa mineral lainnya.
Penambahan bleng selain sebagai pen produk olahan pangan, juga berfungsi
sebagai pengembang dan pengenyal bahan serta memberi rasa dan aroma yang
khas (Pratiwi, 2009).
Natrium metabisulfit yang dipergadangkan berbentuk kristal.
Penggunaannya dalam pengolahan bahan berbentuk krista proses pencokelatan
pangan bertujuan untuk bau pada buah sebelum diolah, menghilangkan dan rasa
getir terutama pada ubi kayu, serta untuk mempertahankan warna agar tetap
menarik. Nitrit dan nitrat terdapat dalam bentuk garam kalium dan natrium nitrit.
Natrium nitrit berbentuk butiran berwarna putih, sedangkan kalium nitrit berwarna
kuning atau putih dengan kelarutan dalam air yang cukup tinggi. Nitrit dan nitrat
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada daging dan ikan dalam
waktu singkat. Keduanya sering pula digunakan untuk mempertahankan warna
daging agar tetap berwarna merah segar (Pratiwi, 2009).
Zat pewarna ditambahkan ke dalam produk untuk menarik selera
konsumen. Bahan pewarna alami yang sering digunakan adalah kunyit, karamel,
dan pandan. Dibandingkan dengan pewarna alami, bahan pewarna sintetis
memiliki lebih banyak kelebihan dalam hal keanekaragaman warna, kestabilan,
serta proses penyimpanan yang lebih mudah dan tahan lama. Sebagai contoh
adalah carbon black sering digunakan untuk memberi warna hitam, titanium
oksida untuk memutihkan, dan lain-lain (Pratiwi, 2009).
Nira kelapa merupakan bahan baku dalam pembuatan gula kelapa. Gula
kelapa cetak mudah mengalami kerusakan, baik pada saat penanganan bahan
baku, proses pengolahan maupun pasca pengolahan. Penanganan bahan baku yang
kurang tepat akan mempersulit proses pengolahan dan dapat menyebabkan
kegagalan. Oleh karena itu perlu adanya proses pengawetan selama proses
penyimpanan nira, yaitu selama proses penyadapan hingga saat akan diolah
menjadi gula kelapa. Pengawetan yang biasa dilakukan oleh petani adalah
pemberian laru pada wadah penampung nira atau pongkor. Laru tersebut terbuat
dari Ca(OH)2 yang dikombinasikan dengan kulit buah manggis atau tatal kayu
nangka. Pembuatan larutan Ca(OH)2 tidak memiliki standar konsentrasi
pemberian yang tetap, hanya berdasarkan daya perkiraan petani, sehingga hal itu
menjadi salah satu penyebab ketidakstabilan kualitas nira. Dengan demikian
sangat penting adanya perlakuan tentang konsentrasi pemberian Ca(OH)2 untuk
mendapatkan kualitas nira yang baik dan stabil. Ketersediaan kulit buah manggis
mengalami keterbatasan karena cuaca saat ini yang ekstrim sehingga menurunkan
produktifitasnya. Demikian pula dengan kayu nangka juga mengalami
keterbatasan karena cara mendapatkannya dengan menebang pohon. Oleh karena
itu perlu adanya perlakuan jenis bahan pengawet alami yang berpotensi sebagai
pengawet nira yang mudah didapatkan dan murah. Bahan pengawet alami
mengandung senyawa antimikroba yang berasal dari tanaman. Penelitian tentang
senyawa antimikroba yang berasal dari tanaman telah banyak dilakukan, antara
lain pada kulit buah manggis, kulit buah jeruk keprok, daun jeruk keprok, daun
jambu biji dan daun cengkeh (Naufalin, 2012).
Okafor (1978) dalam Priyambodo (2002) menyatakan bahwa mikroba
yang mengkontaminasi nira kelapa dari kelompok bakteri yaitu Brevibacterium,
Serratia, Streptococcus dan Klebsiella, sedangkan dari kelompok yeast yaitu
Saccharomyces, Schizosaccharomyces, Zygosaccharomyces, Pichnia, Candida,
Torulopsis dan Endomycosis. Priyambodo (2002) juga melaporkan yeast yang
merusak nira kelapa adalah Torulaspora delbrueekii, Saccharomyces cerevisiae
dan Schizosaccharomyces pombe. Nira kelapa juga dapat terkontaminasi oleh
jamur. Child (1974) dalam Suryandari (2001) menyatakan bahwa hasil isolasi
mikroba yang mengkontaminasi nira kelapa diperoleh jamur seperti Monilia,
Aspergillus niger dan Penicillium glaucum. Suryandari (2001) juga melaporkan
jamur yang merusak nira kelapa adalah Penicillium sp, Aspergillus sp dan
Curvularia sp (Naufalin, 2012).
Zat pewarna ditambahkan kedalam produk untuk menarik selera
konsumen. Bahan pewarna alami yang sering digunakan adalah kunyit, karamel,
dan pandan. Dibandingkan dengan pewarna alami, bahan pewarna sintetis
memiliki lebih banyak kelebihan dalam hal keanekaragaman warna, kestabilan,
serta proses penyimpana yang lebih mudah dan tahan lama (Naufalin, 2012).
Bleng merupakan larutan garam fosfat berbentuk kristal dan berwarna
kekuning-kuningan Bleng banyak mengandung unsur boron dan beberapa mineral
lainnya. Penambahan bleng selain sebagai pen produk olahan pangan, juga
berfungsi sebagai pengembang dan pengenyal bahan serta memberi rasa dan
aroma yang khas (Pratiwi, 2009).
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat
Alat penghitung koloni, Autoklaf, Batang Pengaduk, Beaker Glass
(Pyrex, 500 ml), Botol Akuades, Botol Semprot, Cawan Petri, Erlenmeyer
(Pyrex, 250 ml), Gelas Ukur (Pyrex, 50 ml), Inkubator Suhu (35 ± 2 oC dan
25 ± 2oC), Jarum Ose, Kain Kapas Steril, Kapas, Kertas Label, Kertas
Perkamen Kajang, Kompor Gas, Labu Tentukur, Lampu Bunsen, Lemari
Pendingin dilengkapi Freezer, Laminar Airflow Cabinet ( Lemari Aseptik ),
Mikro Pipet, Neraca Analitik, Oven, Pinset, Pipet Kamagome (Alat Suntik),
Pipet Tetes, Rak Tabung Reaksi, Spuit Jarum Suntik, Tabung Reaksi, Tisu

3.2 Bahan
Aquadest, Biakan bakteri Staphylococcus aureus, Biakkan jamur
Candida albicans, Etanol 70 %, Lactose Broth (LB), Potato Dextrosa Agar
(PDA), Saus, Spiritus KOH, Plate Count Agar (PCA).

3.3 Prosedur (Flowsheet)


3.1. Persiapan Media

Sampel

Ditimbang 1 gram atau Diambil 1 ml


Dimasukkan ke dalam wadah steril
Ditambahkan
sss 0,1 ml suspensi inokulum
bakteri atau jamur
Diencerkan dengan LB hingga diperoleh
pengenceran 10-1 – 10-6
Diambil 1 ml setiap pengenceran dan
dipindahkan secara aseptis ke dalam petri
Ditambahkan 15 ml media
Dihomogenkan
Dibiarkan media memadat
Diinkubasi cawan pada suhu 35 ± 2oC (untuk
bakteri) dan 25 ± 2oC (untuk jamur) selama 2
Hasil Bakteri danhari
Jamur
Dihitung jumlah koloni bakteri dan jamur.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
No. Perlakuan Pengamatan Kesimpulan
1. Dibuat larutan garam Pada PCA
Terdapat koloni bakteri
90% terdapat 10-5 :
2. Dimasukkan ke dalam pada hasil pengamatan
115, pada PDA
PCA, PDA
wadah
10-5 : 130. PCA
3. Dipipet inokulum 0,1 10-5 : 115 130
4. Dibuat pengenceran 10-6 : 99 10-6 : 99, PDA 10-
120
6
10-6 , dst. : 120
5. Ditambahkan 15 ml
PCA ke dalam cawan
petri, dihomogenkan
6. Diinkubasi selama 1
hari pada suhu 35OC

4.2 Pembahasan
Pada percobaan yang dilakukan, uji efektifitas pengawet dilakukan untuk
manguji suatu pengawet yang ada pada sampel. Sampel yang digunakan untuk
diuji adalah saus. Cawan petri yang telah diberi bakteri dan jamur terdapat bintik-
bintik putih, menandakan diperoleh bahwa saus mangandung pengawet karena
terdapat koloni-koloni jamur Candida albicans dan jamur Staphylococcus aureus
dimedia tersebut. Artinya didalam sampel memiliki efektifitas pengawet yang
kecil, yang mana jika mengandung bahan pengawet yang efektivitasnya besar
maka tidak akan terjadi pertumbuhan bakteri dan jamur (mikroba) setelah
dilakukan inkubasi sebab pertumbuhan mikroba akan dihambat oleh bahan
pengawet, ataupun dapat pila handa ad bahan pengawet dalam saus kadar sangat
sedikit sehingga tidak dapat menghambat seluruh pertumbuhan dari mikroba yang
diberi.

Pengawet merupakan zat anti mikroba yang ditamahkan pada sediaan


untuk melindungi sediaan dari kontaminasi mikroba lain yang dapat masuk secara
tidak sengaja pada proses produksi. Syarat zat pengawet adalah dapat membunuh
kontaminasi mikroorganisme tidak toksik atau menyebabkan iritasi pada
pengguna, stabil dan aktif, serta selektif dan tidak bereaksi dengan bahan (Pratiwi,
2008)
Penentuan aktivitas antibakteri suatu cuplikan tertentu adalah penentuan
jumlah tersebut yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara in vitro.
Mekanisme penghambat terhadap pertumubuhan bakteri dan senyawa antibakteri
dapat berpa perusak dinding sel, perubahan permeabilitas dan kerusakan asam
nukleat (Rusdi, 2015).
Pada percoaan yang dilakukan dapat diamati bahwa seluruh cawan petri
yang telah diberi bakteri dan jamur terdapat bintik-bintik putih. Hal ini
menandakan adanya pertumbuhan koloni dari bakteri Stapphylococcus aureus dan
jamur Candida albicans. Artinya didalam sampel yang diuji yaitu larutan garam
tidak mengandung bahan pengawet yang mana jika mengandung bahan pengawet
maka tidak akan terjadi pertumbuhan bakteri dan jamur setelah dilakukan inkubasi
sebab pertumbuhan mikroba akan dihambat oleh bahan pengawet. Ataupun dapat
pula terjadi kemungkinan hanya ada bahan pengawet dengan kadar sangat sedikit
sehingga tidak dapat menghambat seluruh pertumbuhan dari mikroba yang
diberikan.
Setiap zat antimikroba dapat bersifat pengawet. Meskipun demikian zat
antimikroba bersifat racun (depkes RI, 1995).
Proses pengawetan secara biologis dapat dilakukan dengan
fermentasi(peragian), yaitu proses perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Zat-
zat yang bekerja pada proses ini adalah enzim yang dibuat oleh sel- sel ragi.
Lamanya proses peragian tergantung pada bahan yang akan diragikan (Pratiwi,
2009).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
- Cara pengujian aktivitas pengawet dilakukan dengan cara sampel
diencerkan, kemudian mikroba uji diberikan penantang lalu diamati
- Diperoleh bahwa pada sampel terdapat sedikit pengawet yang ditandai
dengan mesih terdapatnya banyak koloni bakteri dan jamur pada cawan
petri
- Pengawet yang terdapat pada sampel yaitu natrium benzoat
5.2 Saran
- Sebaiknya pada percobaan selanjutnya dapat digunakan sample selain
larutan garam seperti sosis.
- Sebaiknya pada percobaan selanjutnya, digunakan mikroba yang lain
misalnya Sacchromyces cereviciae.
DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 128.
Naufalin, R. (2012). Bahan Pengawet Alami untuk Penimgkatan Kualitas.
Purwokerto: Fakultas Pertanian Univeeersitas Jenderal Soedirman
Purwokerto. Halaman 86-96.
Pratiwi, S. (2009). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman
188-191 dan 200-203.
Rusdi,B. (2015). Efektivitas Kitosan sebagai Pengawet. Bandung: Fakultas MIPA
Unisba. Halaman 239-240.
Syamsunir. (2006). Dasar Mikrobiologi Parasitologi untuk Perawat. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran. Halaman 91-93.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai