Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2018


UNIVERSITAS PATTIMURA

SKIZOFRENIA

Disusun oleh:
Sally Neilvinda Poermara
(2017-84-008)

Konsulen
dr. Sherly Yakobus, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018

1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. MI
No RM : 03.86.77
TTL : Balajeng, 18 Agustus 1996
Umur : 22 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Mangga dua, Ambon
Pekerjaan : TNI
Status pernikahan : belum menikah
Ruangan : Subakut pria
Tanggal periksa : 18 Agustus 2018

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Diperoleh dari :
 Autoanamnesis pada tanggal 18 Agustus 2018 dilakukan secara langsung
dengan pasien di ruang subakut pria RSKD Provinsi Maluku Ambon.
 Alloanamnesis dilakukan melalui via telepon.
A. Keluhan Utama
Gelisah (berbicara dan tertawa sendiri, mondar mandir tanpa tujuan)
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang laki-laki usia 22 tahun dirawat di ruang akut RSKD.
Pasien masuk rumah sakit diantar oleh sepupu dan teman sesame TNI
akibat gelisah ± satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
berbicara sendiri, tertawa sendiri dan mondar-mandir tanpa tujuan.
Pasien mengaku sering mendengar ada yang berbisik-bisik kepada
pasien, namun tidak ada orang yang dilihat pada saat suara bisikan
tersebut muncul. Pasien juga mengatakan saat ditempat tugas (di
Ternate), pasien sering keluar dari asrama tempat tinggal pasien akibat
mengikuti suara bisikan tersebut. Suara bisikan tersebut diakui pasien
merupakan suara seorang laki-laki dan yang dibisikan kata-katanya
berupa perintah yang menyuruh pasien keluar dari asrama, sehingga
pasien sering diadapati pulang ke asrama tidak sesuai peraturan
instansi tempat pasien bekerja.

2
Pasien juga mengaku sangat ingin pulang ke tempat asal pasien
(Makassar) dikarenakan ingin membantu kedua orang tua pasien.
Pasien merasa sedih karena pekerjaan kedua orang tua pasien adalah
sebagai petani yang pekerjaan tersebut sangat berat menurut pasien.
Pasien sejak kecil sering membantu orang tua saat bertani, namun
ketika pasien lulus TNI menjalani pendidikan hingga sudah bertugas
di Ternate pasien tidak bisa lagi membantu orang tua pasien. Pasien
mengaku hal tersebut merupakan salah satu pemicu stres pasien, selain
itu juga pasien sempat merasa stres ketika adik pasien mengikuti tes
TNI namun tidak lulus.
Kegiatan sebelum sakit pasien aktif dalam kegiatan di instansi
tempat pasien bekerja dan suka mengaji. Tidak ada riwayat kejang,
trauma, sementara pada bulan juni tahun 2018 pasien dirawat di RS
Ternate dengan diagnosis demam tifoid.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat penyakit fisik dan psikiatri: Teman instansi pasien yag
mengantakan pasien mengatakan perubahan perilaku pada pasien
terjadi sejak tahun 2016. Semenjak itu pasien dirawat di RS Ternate
oleh dokter battalion. Perubahan perilaku pasien seperti sering
keluyuran dan kembali ke asrama tidak sesuai waktu seharusnya.
Pasien kadang seperti terlihat bingung. Berbicara dan tertawa
sendiri. Pasien pernah dirawat di RSKD pada 1 bulan yang lalu.
Namun setelah keluar dari RS kembali ke tempat tugas di Ternate
pasien tidak teratur minum obat.
2. Riwayat penggunaan obat dan zat kimia: Riwayat merokok ada,
riwayat konsumsi alkohol dan penggunaan NAPZA disangkal oleh
pasien.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal Dan Perinatal
Pasien lahir pada tanggal 18 Agustus 1996. Pasien lahir normal,
pasien lahir di rumah dibantu oleh bidan, lahir secara normal dan
cukup bulan.
2. Riwayat Masa Bayi

3
Riwayat pemberian ASI dan perkembangan pasien tidak diketahui.
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sama seperti anak
sebayanya.
3. Riwayat Masa Kanak
Pasien menamatkan pendidikan SD. Prestasi di sekolah cukup
berprestasi. Pasien sering membantu orang tua pasien bertani saat
pulang sekolah. Pasien mengaku hal ini tersebut dilakukan karena
pasien merupakan anak laki-laki tertua dalam keluarga sehingga
harus membantu pekerjaan orang tua pasien. Hal tersebut kadang
membuat pasien sangat kelalahan saat harus membagi waktu antara
sekolah dan membantu pekerjaan orang tua pasien. Pasien
mengaku menjalani kehidupan yang sengsara dan sulit dengan
penghasilan orang tua yang kecil dan tidak menentu.
4. Riwayat Masa Remaja
Pasien menempuh pendidikan selama masa remaja: SMP, SMA,
dan melanjutkan dengan mendaftarkan diri masuk TNI. Hubungan
pasien dengan teman-teman sebayanya baik. Pada saat pasien
bersekolah, pasien tidak membangkang/melawan, pasien merokok,
tidak konsumsi alkohol dan NAPZA. Pasien masih sering
membantu orang tua pasien bertani saat pulang sekolah. Hal
tersebut kadang membuat pasien sangat kelalahan saat harus
membagi waktu antara sekolah dan membantu pekerjaan orang tua
pasien. Pasien masih merasakan pada masa ini pasien menjalani
kehidupan yang sengsara dan sulit dengan penghasilan orang tua
yang kecil dan tidak menentu.

5. Riwayat Dewasa
 Riwayat pendidikan: pendidikan terakhir pasien adalah SMA.
 Riwayat pekerjaan : Pasien saat ini bekerja sebagai anggota TNI.
 Riwayat pernikahan: Pasien belum menikah.
 Riwayat kehidupan beragama: Pasien memeluk agama Islam.
Pasien rajin beribadah.
6. Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien yaitu SMA.
7. Riwayat Keluarga

4
Pasien merupakan anak ketiga dari 7 orang bersaudara. Pasien dan
keluarganya menganut Suku makassar dan beragama Islam.
Keluarga pasien merupakan pengikut agama yang taat. Pasien suka
mengaji. Pasien dari kecil tinggal bersama orang tua pasien. Pada
tahun 2016 pasien pindah ke Ternate bertugas sebagai anggota TNI.
Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga disangkal. Situasi
Kehidupan Sekarang
Pasien tinggal di asrama TNI di Ternate dan menjalani kegiatan-
kegiatan TNI baik diasrama maupun pengabdian ke masyarakat-
masyarakat diluar asrama. Pasien selalu memikirkan untuk pulang
ke Makassar berada dekat dengan orang tua pasien sehingga dapat
membantu aktivitas bertani dari orang tua pasien.
8. Persepsi pasien tentang diri dan Kehidupannya
Pasien ingin tetap menjalani kehidupan pasien seperti sebelumnya
sebagai seorang TNI. Pasien ingin berada didekat keluarga pasien
akibat sakit yang dialami oleh pasien, sehingga merasa terbeban
dengan sakitnya jika berada jauh dari keluaga khususnya orang tua
pasien. Pasien merasa stress ketika adik laki-laki pasien mengikuti
tes TNI pada tahun lalu namun tidak lolos seleksi, sehingga pasien
sedang memikirkan upaya agar adik pasien tersebut dapat lolos
pada tes TNI berikutnya.
E. Evaluasi Keluarga/Genogram

Keterangan
= Laki-laki

5
= Perempuan

= Pasien

F. Riwayat Sosial Ekonomi Sekarang


Pasien saat ini bekerja sebagai TNI.

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

A. Penampilan

Pasien laki-laki, wajah pasien terlihat sesuai dengan usia, tinggi

sedang, bentuk badan sedang, rambut hitam panjang rata-rata 4 cm.

mengenakan kaos lengan pendek dan celana pendek selutut, secara

keseluruhan penampilan tampak rapi.

B. Bicara

Pasien menjawab spontan, lancar ,intonasi biasa, dengan nada yang biasa

C. Mood dan Afek

 Mood : eutimia

 Afek : Luas

 Keserasian : Serasi

D. Pikiran dan Persepsi

1) Bentuk Pikiran

 Tidak realistik

 Tidak ada gangguan bahasa.

2) Isi pikiran

6
 Adanya Ide bersalah, dan rasa malu terhadap rekan sesama TNI

ditempat pasien bertugas dengan tingkah pasien yang aneh akibat

penyakitnya.

3) Gangguan pikiran

 Waham : tidak ditemukan

 Ideas of reference and idea of influence; disangkal

 Pikiran autistic : tidak ada

4) Gangguan persepsi

1. Halusinasi : halusinasi auditorik ada, didengar secara


terus menerus, suara yang didengar merupakan suara laki-laki,
yang sering suara tersebut berupa perintah yang menyuruh pasien
keluar dari asrama tempat pasien bertugas. Timbul terutama saat
pasien sedang sendiri.

2. Ilusi : Tidak ditemukan


3. Depersonalisasi : Tidak ditemukan
4. Derealisasi : Tidak ditemukan

E. Sensorium dan Kognisi

1) Kesadaran

Kesadaran terhadap lingkungan sekitar (kompos mentis)

2) Orientasi

 Waktu : baik

 Tempat: baik

 Orang : baik

3) Konsentrasi dan kalkulasi : Baik

7
4) Memori

 Remote memory : baik

 Recent Past : baik

 Recent Memory : baik

 Immediate Retention and Recall : baik

 Tidak didapatkan adanya gangguan memori

 Dasar Pengetahuan : sesuai dengan tingkat pengetahuan formal dan

non formal.

 Berpikir Abstrak : baik, mampu mengartikan perbahasa yang

diberikan.

F. Wawasan terhadap Penyakit

Saat awal masuk terdapat ambivalensi terhadapa penyakit pasien (tilikan

2). Saat telah menjalani perawatan, pasien sadar jika dirinya sakit dan

membutuhkan batuan namun tidak memahami sakitnya ( Tilikan 4 ).

G. Penilaian

1. Penilian sosial : Baik

2. Penilaian terhadap tes : Baik

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

A. Pemeriksaan Fisik (dilakukan pada 18 Agustus 2018)

 Keadaan umum : tenang

 Kesadaran : compos mentis

8
 Gizi : cukup

 Tekanan darah : 120/70 mmhg

 Nadi : 84 x/menit

 Respirasi : 20 x/menit

 Suhu : afebris

 Kulit : turgor baik

 Kepala : tidak ada deformitas

 Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera hiperemis, pupil

bulat isokor, refleks cahaya +/+

 Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak teraba

 Thoraks : bentuk dan pergerakan simetris

 Jantung : bunyi jantung murni, regular, mur-mur (-), gallop

(-)

 Pulmo : sonor, VBS kanan = kiri

 Abdomen : datar, soefel, timpani, nyeri ketok (-), bising usus

(+) Normal.

 Hati dan Lien : tidak teraba

 Ekstremitas : simetris, edema (-)

B. Pemeriksaan Neurologis

Tidak dilakukan

C. Pemeriksaan Psikometrik

Tidak dilakukan

9
D. Wawancara dengan anggota keluarga, teman, atau tetangga oleh

pekerja social (bila diperlukan)

Tidak dilakukan

E. Pemeriksaan tambahan (Tes Psikologi, Neurologis, atau

Laboratorium, Radiologis, dan Penunjang lainnya)

Tidak dilakukan

V. PEMERIKSAAN LAINNYA
1. Laboratorium :
-Hb: 13,7
-Leukosit : 8.200
-Trombosit : 199.000
-GDS : 170
-SGOT/SGPT : 20/32
-Ur/Cr : 49/x
-Trigliserida : 52
-Asam urat : 9,6
2. EEG :-
3. CT-Scan kepala :-
VI. RINGKASAN PENEMUAN

Pasien laki-laki, wajah pasien terlihat sesuai dengan usia, tinggi

sedang, bentuk badan sedang, rambut hitam panjang rata-rata 4 cm.

mengenakan kaos lengan pendek dan celana pendek selutut, secara

keseluruhan penampilan tampak rapi.

Pada pemeriksaan status mental didapatkan kesadaran dan

perilaku dan aktivitas psikomotor baik. Pasien menjawab pertanyaan,

spontan, intonasi biasa. Sikap terhadap pemeriksa kooperatif. Mood

eutimia dan afek luas. Empati dapat dirasakan, keserasian serasi. Pada Isi

pikiran ditemukan Adanya adanya Ide bersalah. Taraf pendidikan,

pengetahuan umum dan kecerdasan baik dan sesuai. Daya konsentrasi,

10
orientasi (waktu,tempat dan orang), daya ingat, pikiran abstrak, dan

kemampuan menolong diri sendiri baik. Produktivitas cukup, kontinuitas

relevan dan koheren. Terdapat halusinasi audiotorik yang didenga dengan

jelas dan secara terus-menerus. Pengendalian impuls dan daya nilai baik.

Tilikan (insight) derajat 4 (pasien sadar kalau dirinya sakit dan butuh

bantuan namun tidak memahami penyebab sakitnya) dan dalam taraf yang

dapat dipercaya. Pada pemeriksaan status internus tekanan darah 120/70

mmHg, nadi 84x/menit, pernafasan 20x/menit dan suhu 36.9˚C.

VII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

 Aksis I
Berdasarkan autoanamnesa, didapatkan adanya gejala klinis yang

bermakna yaitu leher terasa tegang, nafsu makan menurun. Pasien sulit

tidur, dan selalu mimpi buruk dan selalu merasa bersalah jika pekerjaan

yang dibuat tidak berjalan sempurna ,pasien sering merasa takut. Keadaan

ini menimbulkan penderitaan atau distress dan kesulitan dalam kehidupan

sosial namun tidak menganggu penggunaan waktu senggang dan pekerjaan,

sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan jiwa.

Pada pemeriksaan status internus dan status neurologis tidak


ditemukan adanya kelainan yang mengindikasikan gangguan medis umum
yang menimbulkan gangguan otak, sehingga penyebab organik dapat
disingkirkan, sehingga pasien di diagnosis sebagai gangguan jiwa psikotik
non organik.
Dari hasil autoanamnesis dan pemeriksaan status didapatkan pasien
mempunyai halusinasi auditorik (+) pasien mendengar bisikan selama
berminggu-minggu secara terus-menerus, sehingga berdasarkan PPDGJ III,
Pasien ini memenuhi kriteria Gangguan Skizofrenia.

11
 Aksis II

Pasien sebelumnya adalah orang yang ramah, senang bergaul dan

memiliki banyak teman. Ciri kepribadian tidak khas.

 Aksis III

Tidak ada

 Aksis IV

Primary Support Group, yatitu pasien mencemaskan sakitnya karena berada

jauh dari orang tua pasien, terdapat juga permasalahan ekonomi dimana

pasien juga ikut membiayai sekolah adik-adik pasien dan kebutuhan sehari-

hari keluarga disamping juga pengahasilan dari orang tua pasien sebagai

petani. Terdapat juga masalah pekerjaan dimana pasien perlu beradaptasi

dnegan kehidupan militer yang ketat dan sesuai aturan, karena terkadang

pasien merasa masih ingin bebas keluar bertemu dengan teman-teman

pasien tanpa ada batasan waktu.

 Aksis V

GAF Scale 60-51 (Gejala sedang /moderate ,disabilitas sedang).

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Skizoafektif

IX. RENCANA TERAPI MENYELURUH

 Psikofarmakoterapi :
1. Risperidone 3 mg 2 x 1
2. Clozapin 25 mg 0-1-1
 Psikoterapi suportif:

12
1. Terapi perilaku kognitif : digunakan pada pasien skizofrenia untuk
memperbaiki distorsu kognitif, mengurangi distraktibilitas, serta
mengoreksi kesalahan daya nilai. Dapat juga memperbaiki waham atau
halusinasi dengan metode ini.
2. Pelatihan ketrampilan sosial : terapi ini berguna untuk pasien bersamaan
dengan terapi famakologis, untuk melibatkan hubungan penderita
dengan orang lain. Seperti pada pasien denga kontak mata yang buruk,
ekspresi wajah yang aneh, kurangnya spontanitas social serta persepsi
yang tidak akurat.
3. Terapi Kelompok : terapi kelompok pada penderita skizofrenia bertujuan
untuk memacu penderita berfokus pada rencana, masalah dan hubungan
dalam kehidupan nyata. Kelompok dapat berorientasi perilaku,
psikodinamis atau berorientasi tilikan atau suportif.
 Edukasi keluarga
a. Edukasi agar keluarga siap menghadapi deteriorasi yang
mungkin dapat terjadi.
b. Diskusi tentang problem sehari-hari, hubungan dalam
keluarga, dan hal-hal khusus lainnya seperti rencana
pendidikan atau pekerjaan pasien.
c. Psikoedukasi terhadap anggota keluarga pasien untuk
memperhatikan jadwal minum obat pasien secara teratur.
d. Memberi penjelasan tentang efek samping obat.
X. PROGNOSIS
- Faktor pendukung:
Pasien masih bekerja sebagai TNI
- Faktor tidak pendukung:
Kepatuhan minum sudah baik

Ad vitam : bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia

XI. FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan Penyakit Planing


(SOAP)

18/8/2018 S: tenang, tidur malam - Risperidone 3 mg 2 x 1


baik,kooperatif, makan

13
(H-12) baik. - Clozapine 25 mg 0-1-1
O:kontak mata dan verbal -Psikoterapi suportif
(+), psikomotor: tenang,
afek: terbatas,
gg.persepsi: halusinasi
audiotorik (berkurang),
arus pikir: relevan, gg.isi
pikir (-)
A: Skizofrenia

19/8/2018 S: tenang, tidur malam - Risperidone 3 mg 2 x 1


(H-13) baik,kooperatif, makan - Clozapine 25 mg 0-1-1
baik. -Psikoedukasi keluarga
O:kontak mata dan verbal
(+), psikomotor: tenang,
afek: terbatas,
gg.persepsi: (-), arus
pikir: relevan, gg.isi pikir
(-)
A: Skizofrenia

20/8/2018 S: tenang, tidur malam - Risperidone 3 mg 2 x 1


(H-14) baik,kooperatif, makan - Clozapine 25 mg 0-1-1
baik. -Psikodukasi keluarga
O:kontak mata dan verbal
(+), psikomotor: tenang,
afek: terbatas,
gg.persepsi: (-), arus
pikir: relevan, gg.isi pikir
(-)
A: Skizofrenia

21/8/2018 S: tenang, tidur malam - Risperidone 3 mg 2 x 1


(H-15) baik,kooperatif, makan - Clozapine 25 mg 0-1-1
baik. -Psioedukasi keluarga
O:kontak mata dan verbal
(+), psikomotor: tenang,
afek: terbatas,
gg.persepsi: (-), arus
pikir: relevan, gg.isi pikir
(-)
A: Skizofrenia

22/8/2018 S: tenang, tidur malam - Risperidone 3 mg 2 x 1


(H-16) baik,kooperatif, makan - Clozapine 25 mg 0-1-1
baik.
O:kontak mata dan verbal

14
(+), psikomotor: tenang,
afek: terbatas,
gg.persepsi: (-), arus
pikir: relevan, gg.isi pikir
(-)
A: Skizofrenia

23/8/2018 S: tenang, tidur malam - Risperidone 3 mg 2 x 1


(H-17) baik,kooperatif, makan - Clozapine 25 mg 0-1-1
baik. - Acc pulang pada hari
O:kontak mata dan verbal senin tanggal 27/8.2018
(+), psikomotor: tenang,
afek: terbatas,
gg.persepsi: (-), arus
pikir: relevan, koheren,
gg.isi pikir (-), tilikan III-
IV
A: Skizofrenia

24/8/2018 S: tenang, tidur malam - Risperidone 3 mg 2 x 1


(H-18) baik,kooperatif, makan - Clozapine 25 mg 0-1-1
baik.
O:kontak mata dan verbal
(+), psikomotor: tenang,
afek: terbatas,
gg.persepsi: (-), arus
pikir: relevan, koheren,
gg.isi pikir (-), tilikan III-
IV
A: Skizofrenia

25/8/2018 S: tenang, tidur malam - Risperidone 3 mg 2 x 1


(H-19) baik,kooperatif, makan - Clozapine 25 mg 0-1-1
baik.
O:kontak mata dan verbal
(+), psikomotor: tenang,
afek: terbatas,
gg.persepsi: (-), arus
pikir: relevan, koheren,
gg.isi pikir (-), tilikan III-
IV
A: Skizofrenia

26/8/2018 S: tenang, tidur malam - Risperidone 3 mg 2 x 1


(H-20) baik,kooperatif, makan - Clozapine 25 mg 0-1-1
baik.
O:kontak mata dan verbal

15
(+), psikomotor: tenang,
afek: terbatas,
gg.persepsi: (-), arus
pikir: relevan, koheren,
gg.isi pikir (-), tilikan III-
IV
A: Skizofrenia

27/8/2018 S: tenang, tidur malam - Risperidone 3 mg 2 x 1


(H-21) baik,kooperatif, makan - Clozapine 25 mg 0-1-1
baik.
O:kontak mata dan verbal
(+), psikomotor: tenang,
afek: terbatas,
gg.persepsi: (-), arus
pikir: relevan, gg.isi pikir
(-), tilikan III-IV
A: Skizofrenia

XII. DISKUSI

Menurut PPDGJ III


F20 Skizofrenia

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. – Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda, atau
– Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan
– Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umumnya mengetahuinya.
b. – Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar atau
– Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatantertentu dari luar atau

16
– Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara jelas ,merujuk ke
pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran, tindakan atau penginderaan
khusus).
– Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik dan mukjizat.
c. Halusional Auditorik ;
– Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku
pasien .
– Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang
berbicara atau
– Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan
mahluk asing atau dunia lain)
Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation)
yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau
neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional
yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari
pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.
* adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);

17
* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitute), dan
penarikan diri secara sosial.
Perjalanan Gangguan Skizofrenik dapat diklasifikasi dengan menggunakan kode
lima karakter berikut:
F.20 Skizofrenia Paranoid
Pedoman diagnostik
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan:
– Sebagai tambahan :
* Halusinasi dan/ waham arus menonjol;
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual , atau
lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity
(delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka
ragam, adalah yang paling khas;
· Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.
Diagnosa Banding :
– Epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan
– Keadaan paranoid involusional (F22.8)
– Paranoid (F22.0)
F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
Pedoman Diagnostik
– Memenuhi Kriteria umum diagnosis skizofrenia
– Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun).

18
– Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas berikut ini
– Untuk meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu
selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :perilaku
yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta
manerisme, ada kecenderungan untuk menyendiri (solitaris) dan
perilaku menunjukan hampa tujuan dan hampa perasaan. Afek
pasien yang dangkal (shallow) tidak wajar (inaproriate), sering
disertai oleh cekikikan (gigling) atau perasaan puas diri (self-
satisfied), senyum-senyum sendiri (self absorbed smiling) atau
sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyerigai, (grimaces),
manneriwme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriakalI dan ungkapan dan ungkapan kata yang diulang-
ulang (reiterated phrases), dan proses pikir yang mengalamu
disorganisasi dan pembicaraan yang tak menentu (rambling) dan
inkoherens
– Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses
pikir biasanya menonjol, halusinasi dan waham biasanya ada tapi
tidak menonjol ) fleeting and fragmentaty delusion and
hallucinations, dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan
(determnation) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga prilaku
tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose)
Tujuan aimless tdan tampa maksud (empty of puspose). Adanya
suatu preokupasi yang dangkal, dan bersifat dibuat-buar terhadap
agama, filsafat, dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar
orang memahami jalan pikirannya.
F20.3 Skizofrenia Tak terinci (undifferentiated )
Pedoman diagnostik :
(1) Memenuhi kriteria umu untuk diagnosa skizofrenia
(2) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik,
katatonik.’
(3) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi
pasca skiszofrenia

19
F20.5 Skizofrenia Residual
Pedoman diagnostik:
Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan , persyaratan berikut harus di penuhi
semua:
(a) Gejala “Negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktifitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketidak adaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non verbal yang buruk, seperti ekspresi muka, kontak mata,
modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri, dan kinerja sosial yang
buruk.
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosa skizofrenia
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia
(d) Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik lainnya,
depresi kronis atau institusionla yang dapat menjelaskan disabilitas negatif
tersebut.
F20.6 Skizofrenia Simpleks
Pedoman diagnostik
– Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan berlahan
dan progresif dari: (1) gejala negatif yang khas dari skizofrenia
residual tanpa didahului riwayat halusinasi waham, atau
manifestasi lain dari episode psikotik. Dan (2) disertai dengan
perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak
berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara
sosial.
– Gangguan ini kurang jelas gejala psokotiknya dibanding dengan sub
type skisofrenia lainnya.

Pada pemeriksaan status internus dan status neurologis tidak ditemukan


adanya kelainan yang mengindikasikan gangguan medis umum yang

20
menimbulkan gangguan otak, sehingga penyebab organik dapat disingkirkan,
sehingga pasien di diagnosis sebagai gangguan jiwa psikotik non organik.
Dari hasil autoanamnesis dan pemeriksaan status didapatkan pasien
mempunyai halusinasi auditorik (+) pasien mendengar bisikan selama berminggu-
minggu secara terus-menerus, sehingga berdasarkan PPDGJ III, Pasien ini
memenuhi kriteria Gangguan Skizofrenia.
Penatalaksaan pada pasien ini yaitu dengan risperidone 3 mg 2x1 dan juga
clozapin 25 mg 0-1-1. Sebelumnya pasien diberi terapi risperidone 2 mg 2 x 1 dan
chlorpromazine 100 mg 0-0-1 namun selama follow up tidak terdapat perbaikan
sehingga dosis risperidone dinaikan menjadi 3 mg 2 x 1 dan chlorpromazine
diganti dengan clozapine 25 mg 0-1-1. Keduanya merupakan obat Antipsikotik
Golongan Kedua. Obat antipsikotik golongan kedua berkerja dengan berikatan
pada reseptor serotonin 2A (5-HT 2A) dan dopamine (D2). Mekanisme kerja di
jalur dopamine mesolimbic dan nigrostriatal yang cenderung lemah membuat efek
samping pyramidal yang ditimbulkan lebih rendah dibanding antipsikotik
golongan pertama. Namun penelitian yang dilakukan menemukan bahwa tidak
terdapat perbedaan efektifitas antara antipsikotik golongan pertama dan kedua,
kecuali klozapine sehingga dapat dijadikan pilihan pada kasus skizofrenia yang
resisten. Penggunaan antipsikotik pada skizofrenia mengikuti perjalanan dari
gangguan skizofrenia, yang terdiri dari :
- Fase akut Pada fase ini penggunaan obat antipsikotik perlu ditetapkan tujuannya,
seperti untuk mengurangi gejala positif, negatif, ide atau perilaku bunuh diri,
perilaku kekerasan atau agitasi. Sebelum pemberian antipsikotik sebaiknya
dilakukan pemeriksaan laboratorium. 186 Obat yang biasa diberikan berupa
injeksi, yang tersedia baik dari golongan antipsikotik pertama atau kedua. Obat
injeksi antipsikotik pertama yang sering tersedia yaitu haloperidol dan
chlorpromazine. Pemberian antipsikotik golongan pertama sering digunakan
untuk mengatasi agitasi akut dengan kerja obat yang cepat. Namun penggunaan
obat golongan pertama sering timbul efek samping, misalnya dystonia akut dan
pemanjangan QTc. Pada obat injeksi antipsikotik golongan kedua efek samping
akut yang mungkin timbul lebih ringan dibanding golongan pertama. Obat injeksi
antipsikotik kedua yang tersedia adalah sediaan olanzapine dan aripriprazole.

21
Pemberian injeksi yang dilakukan umumnya diberikan secara intra muscular.
Untuk penggunaan obat antipsikotik oral dapat diberikan baik golongan pertama
maupun kedua. Pemberian dosis dimulai dengan dosis rendah yang kemudian
ditingkatkan untuk mendapat dosis terapetik yang sesuai. Pemantauan efek
samping obat juga perlu diperhatikan, evaluasi sekitar 2-4 minggu, agar tidak
menimbulkan efek tidak nyaman.
- Fase Stabilisasi Pada fase ini bertujuan untuk mempertahankan remisi gejala,
meminimalisasi resiko atau konsekuensi kekambuhan dan mengoptimalkan fungsi
dan proses kesembuhan (recovery). Pemberian obat antipsikotik, baik golongan
pertama atau kedua, diberikan dengan dosis efektif minimal. Hal ini ditujukan
untuk tetap dapat mengendalikan gejala namun tidak menimbulkan efek samping
sehingga kepatuhan pasien untuk minum obat dapat dipertahankan. 187 Untuk
kasus yang pertama konsensus menyatakan obat antipsikotik pada fase stabilisasi
sebaiknya diberikan selama 2 tahun. Sedangkan pada kasus yang berulang
diberikan hingga 5 tahun. Obat antipsikotik juga terdapat dalam sediaan injeksi
jangka panjang (long acting). Pemberian obat dalam sediaan ini membantu untuk
memastikan bahwa kepatuhan untuk berobat lebih dapat diawasi dibanding
dengan sediaan oral.

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan PPDGJ-III.


Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2001.
2. Elvira S.D., Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
3. Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi 3.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2007.
4. Maramis W. F., Maramis A.A. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2.
Surabaya: Airlangga University Press; 2009.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/73/2015 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Jiwa. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2015.
6. World Health Organization. The ICD-10 Classification of Mental and
Behavioral Disorders. Clinical description and diagnostic guideline.

22
7. Nasrallah HA, Targum SD, Tandon R, McCombs JS, Ross R. Defining and
measuring clinical effectiveness in the treatment of schizophrenia. Psychiatr
Serv. 2014.
8. Lang K, Meyers JL, Korn JR, Lee S, Sikirica M, Crivera C, et al.
Medication adherence and hospitalization among patients with
schizophrenia treated with antipsychotics. Psychiatr Serv.
2010;61(12):1239–47.
9. Bruijnzeel D, Suryadevara U, Tandon R. Antipsychotic treatment of
schizophrenia: An update. Asian J Psychiatry. 2014;11:3–7.
10. Takeuchi H, Suzuki T, Uchida H, Watanabe K, Mimura M. Antipsychotic
treatment for schizophrenia in the maintenance phase: a systematic review
of the guidelines and algorithms. Schizophr Res. 2012;134(2):219–25.
11. Parker C. Antipsychotics in the treatment of schizophrenia. Prog Neurol
Psychiatry. 2009;13(2):22–9.
12. Kammen DP, Hurford I, Marder SR. First Generation Antipsychotic. Kaplan
and Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. nine edition.
Lippincott Williams and Wilkins; 2009.
13. Dharmono S. Konsensus Penatalaksanaan Gangguan Skizofrenia. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia; 2011.
14. Bridler R, Umbricht D. Atypical antipsychotics in the treatment of
schizophrenia. Swiss Med Wkly. 2003;133(5/6):63–76.
15. Kane JM, Marder SR. Schizophrenia : Pharmacological Treatment. Kaplan
and Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. nine edition.
Lippincott Williams and Wilkins; 2009. p. 1548–56.

23

Anda mungkin juga menyukai