Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PEENDAHULUAN PADA ANAK DENGAN DENGUE

HAEMORAGIC FEVER (DHF)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
DHF adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk spesies aides. Penyakit ini sering menyerang anak,
remaja, dan dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi. Demam
Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever ( DHF ).
Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada anak,
remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot, atau
sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenophati,
demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan bola mata, rasa
menyecap yang terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-bintik perdarahan
(ptekie) spontan (Noer, dkk, 1999).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy,
1995).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada
anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi
yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus
dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty
(betina) (Seoparman, 1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa
nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat
menyebar secara efidemik. (Sir, Patrick manson, 2001).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi akut yang
disebabkan oleh virus dengue dengan gejala utama demamj dan manifestasi
perdarahan pada kuilt ataupun bagian tubuh lainnya yang bertendensi
menimbulkan renjatan dan dapat berlanjut dengan kematian.
Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh
nyamuk dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam
(Brooker, 2001).
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue
yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Virus
Dengue termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang dibedakan menjadi 4
serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. (Syahrurahman A et al., 1995)

2. Epidemiologi
Wabah Dengue pertama kali ditemukan di dunia tahun 1635 di Kepulauan
Karibia dan selama abad 18, 19 dan awal abad 20, wabah penyakit yang
menyerupai Dengue telah digambarkan secara global di daerah tropis dan
beriklim sedang. Vektor penyakit ini berpindah dan memindahkan penyakit dan
virus Dengue melalui transportasi laut. Seorang pakar bernama Rush telah
menulis tentang Dengue berkaitan dengan break bone fever yang terjadi di
Philadelphia tahun 1780. Kebanyakan wabah ini secara klinis adalah demam
Dengue walaupun ada beberapa kasus berbentuk haemorrhargia. Penyakit DBD di
Asia Tenggara ditemukan pertama kali di Manila tahun 1954 dan Bangkok tahun
1958 (Soegijanto S., Sustini F, 2004) dan dilaporkan menjadi epidemi di Hanoi
(1958), Malaysia (1962-1964), Saigon (1965), dan Calcutta (1963) (Soedarmo,
2002).
DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya tahun 1968, tetapi
konfirmasi virologis baru diperoleh tahun 1970. Kasus pertama di Jakarta
dilaporkan tahun 1968, diikuti laporan dari Bandung (1972) dan Yogyakarta
(1972) (Soedarmo, 2002). Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan tahun 1972 di
Sumatera Barat dan Lampung, disusul Riau, Sulawesi Utara, dan Bali (1973),
serta Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat (1974). DBD telah menyebar
ke seluruh provinsi di Indonesia sejak tahun 1997 dan telah terjangkit di daerah
pedesaan (Suroso T, 1999). Angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus
meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1983), dan mencapai angka tertinggi
tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak
72.133 orang (Soegijanto S., 2004).
Selama awal tahun epidemi di setiap negara, penyakit DBD ini
kebanyakan menyerang anak-anak dan 95% kasus yang dilaporkan berumur
kurang dari 15 tahun. Walaupun demikian, berbagai negara melaporkan bahwa
kasus-kasus dewasa meningkat selama terjadi kejadian luar biasa (Soegijanto S.,
2004).
Jumlah kasus dan kematian Demam Berdarah Dengue di Jawa Timur
selama 5 tahun terakhir menunjukkan angka yang fluktuatif, namun secara umum
cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 dan 2004 terjadi lonjakan
kasus yang cukup drastis karena adanya KLB, yaitu tahun 2001 sebanyak 8246
penderita (angka insiden: 23,50 per-100 ribu penduduk), dan tahun 2004 (sampai
dengan Mei) sebanyak 7180 penderita (angka insidens: 20,34 per 100 ribu
penduduk). Sasaran penderita DBD juga merata, mengena pada semua kelompok
umur baik anak-anak maupun orang dewasa, baik masyarakat pedesaan maupun
perkotaan, baik orang kaya maupun orang miskin, baik yang tinggal di
perkampungan maupun di perumahan elite, semuanya bisa terkena Demam
Berdarah (Huda AH., 2004).
Case Fatality Rate penderita DBD pada tahun 2004 sebesar 0,7 dan
insidence rate sebesar 45. Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan
berbagai negara bervariasi disebabkan beberapa faktor antara lain status umur
penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus, prevalensi serotipe virus
Dengue, dan kondisi metereologis. DBD secara keseluruhan tidak berbeda antara
laki-laki dan perempuan, tetapi kematian ditemukan lebih banyak pada anak
perempuan daripada anak laki-laki (Soegijanto S., 2003; Soegijanto S., Sustini F.,
2004). Distribusi umur pada mulanya memperlihatkan proporsi kasus terbanyak
adalah anak berumur 15 tahun.

3. Etiologi
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal
ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang
dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina
tahun 1953 – 1954. Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia
dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap
inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue
merupakan serotipe yang paling banyak beredar.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di
samping pula Aedes albopictus. Vektor ini mepunyai ciri-ciri:
 Badannya kecil, badannya mendatar saat hinggap
 Warnanya hitam dan belang-belang
 Menggigit pada siang hari
 Gemar hidup di tempat – tempat yang gelap
 Jarak terbang <100 meter dan senang mengigit manusia
 Bersarang di bejana-bejana berisi air jernih dan tawar seperti bak
mandi, drum penampung air, kaleng bekas atau tempat-tempat yang
berisi air yang tidak bersentuhan dengan tanah.
 Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk sekitar 10 hari.
4. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti
dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-
antibody, dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi &
Yuliani, 2001).Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida
yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai
factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan
plasma melalui endotel dinding itu. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa
terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila
seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan.
Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat
infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu
reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-
antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi .
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah
viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual,
nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit
(petekie), hyperemia tenggoroka dan kelainan yang mungkin muncul pada system
retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan
limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah
kulit pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa
(Splenomegali).Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. .Adanya
kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya
cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan
pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan
kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus
dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan
gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita
akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang
buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan
klinis yang drastis setelah pemberian plasma/ekspander plasma yang efektif,
sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang
destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional
dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakolgis yang bekerja
singkat. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan
vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Fenomena patofisiologi utama
yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah
meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin,
histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat
ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plamsa,
terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi
trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun
mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks
imun dalam peredaran darah.
Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati
yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi.
Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan
perdarahan hebat. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor
penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran
gastrointestinal pada DHF.Trombositopenia yang dihubungkan dengan
menungkatnya mega karoisit muda dalam sus-sum tulang dan pendeknya masa
hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit.
Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit
terjadinya dalam sistem retikuloendotelial. Yang menentukan beratnya penyakit
adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic, renjatan
terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya
plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma
klien mengalami hipovolemik.
Pathway

Virus Dengue

Kongesti p.
darah
Reaksi antigen – antibody Hipertermi
hipertermia

Reaksi imunologi
splenomegali,
hepatomegali vasodilatasi metabolis-
me
pembuluh darah
Nyeri Akut Peningkatan permeabilitas ke otak
dinding pembuluh darah
keb.
Vasodilatasi pusing energi
bertambah
dinding pembuluh kebocoran
darah plasma Nyeri Akut
asupan
darah berpindah ke nutrisi<
penurunan Penurunan trombosit ektravaskuler
aliran darah
ke GIT kelemah-
an
Trombositopenia Keseimbangan
Cairan terganggu
penurunan
mortilitas perdarahan
usus
Intoleransi
Syok Hipovolemik aktivitas
mual,muntah Nausea

Hospitalisasi kematian
Nafsu makan
menurun

Intake inadekuat Ansietas

Gangguan pemenuhan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh
5. Klasifikasi
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya
menjadi 4 golongan, yaitu :
 Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari,
Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
 Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi. Ditemukan
pula perdarahan kulit.
 Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt) tekanan nadi sempit , tekanan darah menurun.
 Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur,anggota gerak teraba dingin,
berkeringat dan kulit tampak biru.

6. Gejala klinis
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan
masa inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul
secara mendadak berupa suhu tinggi, Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab
dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary reffil time lebih dari dua
detik, nadi cepat dan lemah), nyeri pada otot dan tulang,abdomen dan ulu hati,
mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan, lidah kotor, tidak ada napsu
makan, diare, konstipasi.Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah
supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot
perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi,
fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.Eksantem yang klasik ditemukan
dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik
pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa
jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula
besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-
bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian
menjalar ke seluruh tubuh.
Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang,
bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi
normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap
untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura,
ekimosis, hematemesis, epistaksis melena, hematuria. Hati, limpa dan kelenjar
getah bening. umumnya membesar dan nyeri tekan, tetapi pembesaran hati tidak
sesuai dengan beratnya penyakit. Juga kadang terjadi syok yang biasanya
dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda
anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab,
denyut nadi terasa cepat.

7. Pemeriksaan fisik
 Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan
dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles.
 Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada
grade IV dapat trjadi DSS
 Sistem Cardiovaskuler
Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,
trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat,
lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV
nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
 Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik,
pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.
 Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan
nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
 Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif
pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan
spontan pada kulit.

8. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin untuk penderita DBD adalah jumlah trombosit
dan kadar hematokrit. Hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat menjadi
pertanda penyakit demam berdarah adalah:
o Ig G dengue positif.
o Trombositopenia, yaitu menurunnya jumlah
trombosit darah hingga kurang dari 100.000/mm3.
o Hemokonsentrasi; peningkatan jumlah hematokrit
sebanyak 20% atau lebih.
Dua kriteria klinis pertama, ditambah dengan trombositopenia dan
hemokonsentrasi sudah cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD.
Efusi pleura (tampak melalui rontgen dada) dan atau hipoalbuminemia
menjadi bukti penunjang adanya kebocoran plasma. Bukti ini sangat
berguna terutama pada pasien yang anemia dan atau mengalami
perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah hematokrit yang tinggi dan
trombositopenia memperkuat diagnosis terjadinya Dengue Shock
Syndrom (WHO, 2004).
o Leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan
basofilyang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada
saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena
berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.
o Isolasi virus
o Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder
o Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau
4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis,
FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinin serum.
o Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hiponatremia, hipokloremia.
1) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3) Waktu perdarahan memanjang.
4) Asidosis metabolik.
5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
b. Foto toraks lateral dekubitus kanan.
Terdapat efusi pleura dan bendungan vaskuler

9. Prognosis
Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan
plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada
umumnya terjadi pada hari sakit ketiga. Penurunan jumlah trombosit sampai <
100.000/ul atau kurang dari 1-2 trombosit/lpb (rata-rata dihitung pada 10 lpb)
terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu.
Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencerminkan perembesan plasma dan
merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Pemberian cairan awal sebagai
pengganti volume plasma dapat diberikan larutan garam isotonis atau ringer laktat,
yang kemudian dapat disesuaikan dengan berat ringan penyakit. Ada DBD derajat
I dan II, cairan intravena dapat diberikan selama 12-24 jam. Perhatian khusus pada
kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah
trombosit < 50.000/ul.6(art DHF)

10. Terapi
Belum atau tanpa renjatan:
1) Grade I dan II :
a. Oral ad libitum atau
b. Infus cairan Ringer Laktat dengan dosis 75 ml/Kg
BB/hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml/Kg BB/hari untuk anak
dengan BB < 10 kg bersama-sama diberikan minuman oralit, air buah atau
susu secukupnya.
Untuk kasus yang menunjukkan gejala dehidrasi disarankan minum
sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin.
Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan
infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam
kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
 Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk
anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
Dengan Renjatan ;
2) Grade III
a. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan
nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat)
lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi
stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan
kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai
untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm
diperhitungkan sebagai berikut :
 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20
mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan
andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh
plasma atau plasma ekspander ( dextran L atau yang lainnya ) sebanyak 10
mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam
kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL
sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer
Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih
terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang
maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.
11. Diagnosis
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai
berikut :
a. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara lisis
demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
b. Manifestasi perdarahan :
1) Uji tourniquet positif
2) Petekia, purpura, ekimosis
3) Epistaksis, perdarahan gusi
4) Hematemesis, melena.
c. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
d. Dengan atau tanpa renjatan. Renjatan biasanya terjadi pada saat demam
turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat
demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
e. Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi

12. Diagnosa Banding


Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain
seperti :
a. Demam chikunguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas
400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
b. Demam tyfoid
c. Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif,
adanya leukopenia, limfositosis relatif.
d. Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam
timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan
pansitopenia.
e. Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang,
tidak terjadi hemokonsentrasi.

13. Penatalaksanaan
a. Tirah baring atau istirahat baring.
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue :
Panas 1-2 hari disertai dehidrasi ( karena panas, muntah, masukan kurang )
atau kejang-kejang.
Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet positif /
negatif, kesan sakit keras ( tidak mau bermain ), Hb dan PCV meningkat.
Panas disertai perdarahan
Panas disertai renjatan.
c. Diet makan lunak.
d. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan
beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling
penting bagi penderita DHF.
e. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan
cairan yang paling sering digunakan.
f. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
g. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
h. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
i. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
j. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
k. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-
tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
l. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
m. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal
yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada
perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan
penurunan Hb yang mencolok.

14. Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
a.Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
b. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia
sembuh secara spontan.
c.Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di
sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
d. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan
tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
a. Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah
dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos
(abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah
dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah
dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat
penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate
SG 1 % per 10 liter air.
b. Tanpa insektisida
Caranya adalah :
 Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x
seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).
 Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
 Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda
lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
Selain itu ada 3 cara lain yaitu:
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk dan perbaikan desain rumah.
Sebagai contoh : menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya
sekali seminggu, mengganti dan menguras vas bunga dan tempat minum
burung seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat penampungan? air,
mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah?.
Tumpah atau bocornya air dari pipa distribusi, katup air, meteran air dapat
menyebabkan air menggenang dan menjadi habitat yang penting untuk larva
Aedes aegypti jika tindakan pencegahan tidak dilakukan.
b. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
(ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14). Peran pemangsa yang
dimainkan oleh copepod crustacea (sejenis udang-udangan) telah
didokumentasikan pada tahun 1930-1950 sebagai predator yang efektif
terhadap Aedes aegypti (Kay BH., 1996). Selain itu juga digunakan perangkap
telur autosidal (perangkap telur pembunuh) yang saat ini sedang
dikembangkan di Singapura.
c. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan (fogging) (dengan
menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi
kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk
abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air,
vas bunga, kolam, dan lain-lain.Cara yang paling efektif dalam mencegah
penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang
disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup, menguras dan mengubur barang-
barang yang bisa dijadikan sarang nyamuk. Selain itu juga melakukan
beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida,
menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot
dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk dan
memeriksa jentik berkala sesuai dengan kondisi setempat (Deubel V et al.,
2001).

15. Komplikasi
a. DHF mengakibatkan pendarahan pada semua organ tubuh, seperti pendarhan
ginjal, otak, jantung, paru paru limfa dan hati. Sehingga tubuh kehabisan
darah dan cairan serta menyebabkan kematian
b. Ensepalopati
c. Gangguan kesadaran yang disertai kejang
d. Disorientasi, prognosa buruk
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

 PENGKAJIAN

1. Wawancara

a. Biodata klien

Meliputi identitas pasien dan keluarga.

b. Riwayat kesehatan

- Riwayat kesehatan sekarang.

Biasanya klien demam, lemah, sakit kepala, anemia, nyeri ulu hati dan nyeri
otot.

- Riwayat kesehatan keluarga.

Sebelumnya apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang


sama.

- Riwayat kesehatan dahulu

Apakah sebelumnya klien pernah mengalami penyakit yang sama.

2. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

Kesadaran : Composmentis, samnolen, koma (tergantung derajat DHF)

TTV : Biasanya terjadinya penurunan

2) Kepala

- Wajah : Kemerahan (flushig), pada hidung terjadi epistaksis

- Mulut : Perdarahan gusi, muosa bibir kering dan kadang-kadang lidah kotor
dan hiperemia pada tenggorokan

- Leher : Tidak ada masalah


- Thorak

3) Paru : Pernafasan dangkal, pada perkusi dapat ditemukan bunyi redup karena
efusi pleura

Jantung : Dapat terjadi anemia karena ekurangan cairan

- Abdomen : Nyeri ulu hati, pada palpasi dapat ditemukan pembesaran hepar
dan limpa

4) Ekstremitas : Nyeri sendi

5) Kulit : Ditemukan ptekie, ekimosis, purpura, hematoma, hyperemia

3. Analisa data

a. Data Subjektif

Pada pasien DHF data subjektif yang sering ditemukan timbul antara lain :

Breath : sesak napas

Blood : penurunan trombosit, perdarahan

Brain : sakit kepala

Blandder : urine menurun

Bowel : konstipasi

Bone : nyeri pada otot dan sendi, pegal-pegal pada seluruh tubuh, lemah
Anoreksia (tak nafsu makan), mual, haus, sakit saat menelan
Demam atau panas

b. Data Objektif

Data objektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :

 Suhu tubuh tinggi: menggigil; wajah tampak kemerahan (flushimg)

 Mukosa mulut kering; perdarahan gusi; lidah kotor (kadang-kadang)

 Tampak bintik merah pada kulit (petekie)


 Kulit, bibir dan lidah menjadi kering; tampak kehausan, sudah lama
tidak buang air kecil dan kelenturan kulit menurun

 DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (viremia).

2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,


muntah, anoreksia.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas


dinding plasma, muntah, dan intake yang kurang.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.

5. Resti terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan


tubuh.

6. Nyeri akut berhubungan dengan splenomegali, hepatomegali

7. Kecemasan berhubungan dengan kondisi, hospitalisasi dan perdarahan


 INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Tujuan & Kriteria


Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
Dx Hasil
Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan 1. Pantau suhu 1. Suhu 38,90-
1 dengan proses penyakit asuhan keperawatan pasien, 41,10C menunjukan
(viremia). diharapkan demam perhatikan proses penyakit
pasien teratasi, mengigil/diaf infeksius akut.
dengan kriteria oresis
hasil : 2. Pantau suhu 2. Suhu ruangan
- Suhu tubuh normal lingkungan , /jumlah selimut
(36 – 370C). batasi/tamba harus diubah untuk
- Pasien bebas dari hkan linen mempertahankan
demam. tempat tidur suhu mendekati
sesuai normal
indikasi
3. Berikan 3. Dapat membantu
kompres air mengurangi
hangat, demam, alcohol
hindari dapat menyebabkan
penggunaan kedinginan,
alkohol peningkatan suhu
tubuh secara actual,
dan mengeringkan
kulit
4. Digunakan untuk
mengurangi demam
dengan aksi
4.Kolaborasi sentralnya pada
pemberian hipotalamus
antipiretik

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Tentukan 1. Malnutrisi


2 nutrisi : kurang dari asuhan keperawatan tujuan BB adalah kondisi
kebutuhan berhubungan diharapkan minimum gangguan minat
dengan mual, muntah, kebutuhan nutrisi dan yang
anoreksia. pasien terpenuhi, kebutuhan menyebabkan
dengan kriteria nutrisi harian depresi, agitasi,
hasil : dan
- pasien mampu mempengaruhi
menghabiskan fungsi kognitif
makanan sesuai 2. Libatkan klien 2. Memberikan
dengan posisi yang dengan tim situasi
diberikan dalam terstruktur untuk
/dibutuhkan. mengatur/me makan
laksanakan sementara
program memungkinkan
modifikasi pasien
perilaku. Beri mengontrol
penghargaan beberapa pilihan
untuk
perolehan BB
sesuai yang
ditentukan
secara
individual
3. Gunakan 3. Pasien
pendekatan mendeteksi
yang pentingnya dan
konsisten. dapat beraksi
Duduk dengan terhadap
pasien saat tekanan
makan dan
tingkatkan
lingkungan
nyaman dan
catat masukan
4. Berikan 4. Dilatasi gaster
makan dapat terjadi
sedikit tapi bila pemberian
sering dan makan terlalu
makanan cepat setelah
kecil periode puasa
tambahan
yang tepat
5. Pertahankan 5. Memberikan
jadwal catatan lanjut
penimbangan penurunan
BB teratur dan/peningkatan
seperti BB yang akurat
minggu,
rabu, dan
jumat
sebelum
makan pagi
pada pakaian
yang sama
dan
gambarkan
hasilnya
6. Awasi 6. Latihan sedang
program membantu
latihan dan dalam
susun batas mempertahanka
aktivitas fisik n tonus otot/BB
7. Kolaborasi 7. Pengobatan
terapi nutrisi masalah dasar
dalam tidak terjadi
program tanpa perbaikan
pengobatan status nutrisi.
rumah sakit Perawatan di RS
sesuai memberikan
indikasi kontrol
lingkungan
dimana
masukan
makanan ,
muntah/eliminas
i, obat dan
aktivitas dapat
dipantau

8.Kolaborasikan 8. Bila masukan


pemberian kalori gagal
diet cair/ untuk
makanan memenuhi
selang bila kebutuhan
diperlukan metabolik,
dukungan
nutrisi dapat
digunakan untuk
mencegah
malnutrisi/kema
tian sementara
terapi
dilanjutkan

Kekurangan volume Setelah dilakukan 1.Awasi tanda 1. Indikator


3 cairan berhubungan asuhan keperawatan vital,pengisian keadekuatan
dengan peningkatan diharapkan volume kapiler,status sirkulasi
permeabilitas dinding cairan tubuh pasien membran
plasma,muntah,dan terpenuhi, dengan mukosa,dan
intake yang kurang. kriteria hasil: turgor kulit
-
Mempertahankan 2.Awasi jumlah 2. Pasien tidak
/menunjukan dan tipe mengkonsusi
perubahan masukan cairan sama
keseimbangan cairan cairan,ukur sekali
dibuktikan oleh haluaran urin mengakibatkan
haluaran urin dengan dehidrasi atau
adekuat,tanda vital akurat mengganti
stabil,membrane cairan untuk
mukosa masukan kalori
lembab,turgor kulit yang berdampak
baik pada
-Menyatakan keseimbangan
pemahaman faktor elektrolit
penyebab dan 3.Identifikasi 3. Melibatkan
prilaku yang perlu rencana pasien dalam
untuk memperbaiki untuk rencana untuk
defisit cairan meningkatka memperbaiki
n/mempertah ketidakseimban
ankan gan
keseimbanga memperbaiki
n cairan kesempatan
optimal mis. untuk berhasil
Jadwal
masukan
cairan

4. Berikan 4. Membantu
terapi cairan meningkatkan
intravena dan volume sirkulasi
obat-obatan
sesuai
program
dokter.

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Evaluasi 1. Menetapkan


4 sehari-hari berhubungan asuahan respon pasien kemampuan/keb
dengan kondisi tubuh keperawatan terhadap utuhan pasien
yang lemah. diharapkan aktivitas, dan
kebutuhan aktivitas catat dan memudahkan
sehari-hari terpenuhi laporkan memilih
, dengan kriteria peningkatan intervensi
hasil : kelemahan/k
- Pasien mampu elelahan dan
mandiri setelah perubahan
bebas dari tanda vital
kelemahan dan selama dan
kondisi lebih baik. setelah
aktivitas
2. Berikan 2. Menurunkan
lingkungan stress dan
yang tenang rangsangan
dan batasi berlebihan dan
pengunjung meningkatkan
selama fase istirahat
akut sesuai
indikasi
3. Jelaskan 3. Tirah baring
pentingnya diperlukan
istirahat selama fase akut
dalam untuk
rencana menurunkan
pengobatan kebutuhan
dan perlunya metabolik,
keseimbanga menghemat
n aktivitas energi untuk
dan istirahat penyembuhan
4. Bantu pasien
memilih 4. Meningkatkan
posisi kualitas istirahat
nyaman
untuk
istirahat dan/
tidur
5. Bantu 5. Meminimalkan
aktivitas kelelahan
perawatan
diri yang
diperlukan
Resiko terjadi syok Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Memantau
5 hypovolemik asuhan keperawatan keadaan kondisi pasien
berhubungan dengan diharapkan resiko umum pasien selama masa
kurangnya volume cairan syok hypovolemik perawatan
tubuh. dapat teratasi 2. Observasi terutama pada
, dengan kriteria tanda-tanda saat terjadi
hasil : vital tiap 2 perdarahan
- Tidak terjadi syok sampai 3 sehingga segera
hipovolemik. jam. diketahui tanda
- Tanda-tanda vital syok dan dapat
dalam batas normal. 3. Monitor segera
- Keadaan umum tanda ditangani.
baik. perdarahan 2. Tanda vital
normal
4. Chek menandakan
haemoglobin, keadaan umum
hematokrit, baik.
trombosit 3. Perdarahan
cepat diketahui
5. Berikan dan dapat
transfusi diatasi sehingga
sesuai pasien tidak
program sampai syok
dokter. hipovolemik.
4. Untuk
6. Lapor dokter mengetahui
bila tampak tingkat
syok kebocoran
hipovolemik. pembuluh darah
yang dialami
pasien sebagai
acuan
melakukan
tindakan lebih
lanjut.
5. Untuk
menggantikan
volume darah
serta komponen
darah yang
hilang.
6. Untuk
mendapatkan
penanganan
lebih lanjut
sesegera
mungkin

Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan 1. Tingkatkan 1. Menurunkan


6 dengan splenomegali, asuhan keperawatan tirah baring, gerakan yang dapat
hepatomegali, diharapkan nyeri bantu meningkatkan nyeri
yang dirasakan kebutuhan
pasien perawatan
berkurang/hilang, diri yang
dengan kriteria penting.
hasil : 2. Letakan 2. Meningkatkan
-Melaporkan nyeri kantung es vasokonstriksi yang
hilang/terkontrol pada daerah akan menurunkan
-skala nyeri 0-10 yang terasa nyeri
-Menunjukkan nyeri
postur rileks dan 3. Berikan 3. Dapat membantu
mampu latihan relaksasikan
tidur,istirahat,dan rentang gerak ketegangan otot
bergerak dengan aktif/pasif yang meningkatkan
tepat secara tepat reduksi nyeri/rasa
dan masase tidak nyaman
otot daerah tersebut
leher/bahu
4. Gunakan 4. Meningkatkan
pelembabyan relaksasi dan
g hangat menurunkan rasa
untuk masase nyeri dan
daerah yang ketidaknyamanan
nyeri
5. Kolaborasi 5. Diperlukan untuk
pemberian menghilangkan
analgetik nyeri berat
Kecemasan berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji rasa 1. Menetapkan
7 dengan kondisi pasien asuhan keperawatan cemas yang tingkat
yang memburuk dan diharapkan dialami kecemasan yang
perdarahan kecemasan pasien pasien. dialami pasien.
dapat teratasi, 2. Jalin 2. Pasien bersifat
dengan criteria hubungan terbuka dengan
hasil : saling perawat.
– Kecemasan percaya 3. Sikap empati
berkurang. dengan akan membuat
pasien. pasien merasa
diperhatikan
3. Tunjukkan dengan baik.
sifat empati 4. Meringankan
beban pikiran
4. Beri pasien
kesempatan 5. Agar segala
pada pasien sesuatu yang
untuk disampaikan
mengungkap diajarkan pada
kan pasien
perasaannya memberikan
hasil yang
5. Gunakan efektif.
komunikasi
terapeutik

 EVALUASI
a. Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam.
b. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai
dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
c. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien
terpenuhi.
d. Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
e. Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan
tanda vital dalam batas normal.
f. pasien melaporan nyeri berkurang atau terkontrol dengan skala nyeri 0-10
f. Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat
tentang proses penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.

Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.

Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.

Carpenito,Lynda Jual.2001.Buku Saku Diagnosa Keperawatan


edisi8.Jakarta:EGC.

Carpenito, Lynda Juall.2000.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktis klinis


edisi 6. Jakarta.EGC

Doengoes, Marilynn E, dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC.

Mansjoer, Arif, dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Media Aeculapius


FKUI.

Kim, Mi Ja.1995.Diagnos aKeperawatan edisi 5.Jakarta:EGC

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.2006.Panduan


Pelayanan Medik.Jakarta:PBPAPDI.

Price, Sylvia A, dkk.2006.Patofisiologi volume 1.Jakarta:EGC.

Soedarto.2002.Sinopsis Klinis Penyebab, Gejala Klinis Diagnosa Banding,


Diagnosa Laboratoris dan Terapi.Surabaya:Airlangga.University Press.

Suyono, Slamet, dkk.2001.Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi ketiga.Jakarta:Balai


Penerbit FKUI.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.1985.Buku Kuliah 2 Kesehatan


Anak.Jakarta:Infomedika.
http://indonesiannursing.com/2008/09/29/asuhan-keperawatan-anak-dengan-demam-
berdarah-dengue/

http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/07/demam-berdarah-dengue-
dbd.html

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-dhf/

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/2009/08/asuhan-keperawatan-dengue-
haemoragic.html
http://kumpulan-asuhan-keperawatan.blogspot.com/2009/02/asuhan-keperawatan-
pada-anak-dengan.htm

http://karyatulisilmiahkeperawatan.blogspot.com/2009/01/demam-berdarah-dengue-dbd-
dan-asuhan.html

http://niningbai.wordpress.com/2008/03/11/asuhan-keperawatan-anak-dengan-dbd/

http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/11/19/demam-berdarah-dengue-dbd/

http://contoh-askep.blogspot.com/2008/09/etiologi-dan-patogenesis-dbd.html

http://fandizal.blogspot.com/2009/06/askep-dhf-struke-dan-dm.html

Anda mungkin juga menyukai