Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah Filsafat sudah cukup dikenal sejak zaman dahulu. Meski begitu, untuk
mulai mendefinisikannya ternyata bukan perkara mudah, bila dilihat dari arti katanya,
filsafat berasal dari dua kata yunani philo dan shopia. Philo berarti cinta dan shopia
berarti bijaksana. Dengan demikian philoshopia berarti cinta terhadap kebijaksanaan,
namun untuk membuka pemahaman lebih lanjut tentang filsafat, ada baiknya dimulai
dengan mengutik pertanyaan Suryasumantri yang membedakan antara pengetahuan
(ilmu) dengan filsafat. Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dari
rasa ragu-ragu, dan filsafat dimulai dari keduanya. Selanjutnya, Suryasumantri
mengutik pertanyaan Will Duranp yang mengumpamakan filsafat sebagai pasukan
marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri (mewakili ilmu
pengetahuan). Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan.
Setelah pantai dapat direbut oleh pasukan marinir (Filsafat) sedangkan maka pasukan
marinir akan pergi dan selanjutnya tugas pasukan infanteri (ilmu pengetahuan) untuk
menyempurnakan tempat yang telah direbut tersebut. Untuk dapat lebih memperjelas
perbedaan filsafat dengan ilmu pengetahuan, atau untuk membedakan suatu cabang
ilmu lainnya, dapat dilihat dari tiga aspek yaitu (a) objek yang dikaji (ontologis), (b)
prosedur/metode untuk mengkajinya (epistemologi), (c) tujuan penggunaan filsafat/
ilmu itu sendiri (oksiologi).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa hakikat Filsafat ?
2. Apa hakikat Agama?
3. Apa hakikat Etika ?
4. Apa hakikat Nilai ?
5. Apa hubungan Agama, Etika, dan Nilai ?
6. Apa hukum Etika dan Etiket
7. Apa yang dimaksud dengan Paradigma Manusia Utuh

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat Filsafat
2. Untuk mengetahui hakikat Agama
3. Untuk mengetahui hakikat Etika
4. Untuk mengetahui hakikat otak Nilai
5. Untuk mengetahui hubungan antara Agama, Etika, dan Nilai
6. Untuk mengetahui hukum Etika dan Etiket
7. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Paradigma Manusia Utuh

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 HAKIKAT FILSAFAT


Filsafat berasal dari dua kata Yunani :
 Philo :cinta
 Shopia :bijaksana
Dengan demikian philosopi berarti cinta terhadap kebijaksanaan
Yang membedakan antara pengetahuan dan filsafat :
Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu dan filsafat
dimulai dari keduanya
Karakteristik utama berpikir filsafat adalah :
1. Sifatnnya yang menyeluruh : artinya mempertanyakan hakikat keberadaan dan
kebenaran tentang keberadaan itu sendiri sebagai satu kesatuan secara keseluruhan
2. Sifatnya yang mendasar : filsafat tidak begitu saja percaya bahwa ilmu itu adalah benar
3. Sifatnya yang spekulatif : karena filsafat selalu ingin mencari jawab bukan saja pada
satu hal yang sudah diketahui tetapi juga segala sesuatu yang belum diketahui
Theo Huji bers menjelaskan filsafat sebagai kegiatan intelektual yang metodis, sistematis dan
reflektif menangkap makna hakiki keseluruhan yang ada.Objek filsafat bersifat universal dan
mencakup segala sesuatu yang dialami manusia.
Unsur-unsur filsafat dijelaskan oleh Abdul kadir Muhammad :
a. Kegiatan intelektual ( pemikiran )
b. Mencari makna yang hakiki (interpretasi)
c. Segalafaktadangejala (objek)
d. Dengan cara refleksi, metodis dan sistematis (metode)
e. Untuk kegiatan mannusia (tujuan).
No Filsafat Ilmu
1. Ontologis Segala sesuatu yang Segala sesuatu yang
bersifat fisik dan bersifat fisik dan
nonfisik, baik yang yang direkam
dapat direkam melalui indra
melalui indra
maupun yang tidak

3
2. Epistemologis Pendekatan yang Pendekatan ilmiah
bersifat reflektif atau menggunakan dua
rasional-deduktif pendekatan; deduktif
dan induktif secara
saling melengkapi
3. Aksiologis Sangat abstrak, Sangat konkret,
bermanfaat tetapi langsung dapat
tidak secara langsung dimanfaatkan bagi
bagi umat manusia kepentingan umat
manusia

2.2 HAKIKAT AGAMA


Untuk memperoleh pemahaman tentang agama, dibawah ini dikutip beberapa pengertian
dan definisi tentang agama.
1. Agus M. Harjana (2005) mengutip pengertian agama dari ensiklopedi indonesia
karangan hassan shadily. Agama berasal dari bahasa sansekerta: a berarti tidak, gam
berarti pergi, dan a berarti bersifat atau keadaan. Jadi istilah agama berarti: bersifat
tidak pergi, tetap, lestari, kekal, tidak berubah. Dengan demikian, agama adalah
pegangan atau pedoman bagi manusia untuk mencapai hidup kekal.
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) menjelaskan bahwa agama
adalah satu bentuk ketetapan ilahi yang mengarahkan mereka yang berakal- dengan
pilihan mereka sendiri terhadap ketetapan ilahi tersebut-kepada kebaikan hidup di dunia
dan kebahagiaan hidup di akhirat.
3. Abdulkadir Muhammad (2006) memberikan dua rumusan agama, yaitu: (a)
menyangkut hubungan antara manusia dengan suatu kekuasaan luar yang lain dan lebih
daripada apa yang dialami oleh manusia, dan (b) apa yang disyariatkan allah dengan
perantara para nabi-Nya, berupa perintah dan larangan serta petunjuk untuk kebaikan
manusia di dunia dan akhirat.

Dari beberapa definisi di atas, dapat dirinci rumusan agama berdasarkan unsur-unsur
penting sebagai berikut:

1. Hubungan manusia dengan sesuatu yang tak terbatas, yang transendental, yang
ilahi-Tuhan Yang Maha Esa.

4
2. Berisi pedoman tingkah laku (dalam bentuk larangan dan perintah), nilai-nilai, dan
norma-norma yang diwahyukan langsung oleh ilahi melalui nabi-nabi.
3. Untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan hidup kekal di akhirat.

Sebenarnya dalam pengertian agama tercakup unsur-unsur utama sebagai berikut:

1. Ada kitab suci


2. Kitab suci yang ditulis oleh Nabi berdasarkan wahyu langsung dari Tuhan
3. Ada suatu lembaga yang membina, menuntun umat manusia, dan menafsirkan kitab
suci bagi kepentingan umatnya.
4. Setiap agama berisi ajaran dan pedoman tentang :
a. Tatwa,dogma,doktrin,atau filsafat tentang ketuhanan.
b. Susila,moral,atau etika
c. Ritual, upacara, atau tata cara beribadat.
d. Tujuan agama.
Tatwa,dogma, atau filsafat kebutuhan merumuskan tentang hakikat Allah (Tuhan) yang
dikenal,dialami,diyakini, dan dipercaya serta kehendaknya-Nya bagi umat manusia dan dunia.
Tujuan tatwa ini adalah untuk meyakinkan umat manusia bahwa ada kekuatan tak terbatas
(Tuhan YME), yang merupakan sumber segala keberadaan (eksistensi), sekaligus yang
mengatur seluruh keberadaan ini. Susila , etika, atau moral berisi norma perilaku yang menjadi
pedoman perillaku yang sesuai dan yang tidak sesuai menurut kehendak Allah (Tuhan), baik
itu dalam hidup pribadi seseorang maupun dalam hubungan pribadi seseorang dengan orang
lain (masyarakat)dan dengan alam (dunia). Sementara ritual,upacara, atau tata cara beribadat
menetapkan bagaimana seharusnya metode dan tata cara manusia berhubungan dengan Allah
(Tuhan0. Tujuan semua agama adalah menuntun umat manusia agar memperoleh kebahagiaan
(didunia) dan dikehidupan kekal di akhirat,

2.3 HAKIKAT ETIKA


Etika berasal dari kata Yunani ethos (bentuk tunggal) yang berarti : tempat tinggal
,padang rumput,kandang,adat,watak,perasaan,sikap,cara berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta
etha,yang berarti adat istiadat. Dalam hal ini etika sama pengertiannya dengan moral.
Untuk memperoleh pemahaman lebih lanjut mengenai etika, dibawah ini dikutip dari beberapa
pengertian etika.
1. Ada dua pengertian etika; sebagai praksis dan sebagai refleksi. Etika berarti nilai-nilai
dan norma – norma moral baik yang dipraktikan atau justru tidak dipraktikan,walaupun

5
seharunya dipraktikan. Etika sebagai praksis sama artinya dengan moral atau moralitas
yaitu apa yang harus dilakukan, tidak boleh dilakukan, pantas dilakukan, dsb. Etika
sebagai refleksi adalah pemikiran moral (bertens,2001)
2. Etika secara etimologis dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang diasa dilakukan
atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenan dengan hidup yang baik dan yang
buruk. (kanter,2001)
3. Istilah lain dari etika adalah susila. Su artinya baik, dan sila artinya kebiasaan atau
tingkah laku . jadi susila berarti kebiasaan atau tingksh laku perbuatan manusia yang
baik. Etiks sebagai ilmu disebut tata susila, yang mempelajari tata nilai, tentang baik
dan buruknya suatu perbuatan,apa yang harus dikerjakan atau dihindari sehingga
tercipta hubungan yang baik diantara sesama manusia (suhardana,2006)
4. Menurut KBBI terbitan Departemen Pendidikan dan kebudayaan (1988),etika
dirumuskan dalam pengertian sebagai berikut :
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban
(akhlak);
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
5. Menurut Webster’s Collegiate Dictionary, sebagaimana dikutip oleh Duska dan Duska
(2003), ada empat arti ethic sebagai berikut:
a. The discipline dealing with wiht what is good and bad and with moral duty and
obligation;
b. A set of moral principles or values;
c. A theory or system of moral values;
d. The principles of conduct governing an individual or group.
6. Menurut Lawrence, Weber, dan Post (2005), etika adalah suatu konsepsi tentang
perilaku benar dan salah. Etika menjelaskan kepada kita apakah perilaku kita bermoral
atau tidak dan berkaitan dengan hubungan kemanusiaan yang fundamental-bagaimana
kita berpikir dan bertindak terhadap orang lain dan bagaimana kita inginkan mereka
berpikir dan bertindak terhadap kita.
7. Menurut David P. Baron (2005), etika adalah suatu pendekatan sistematis atas penilaian
moral yang didasarkan atas penalaran, analisis, sintesis, dan reflektif.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa ternyata etika mempunyai banyak arti. Namun
demikian, setidaknya arti etika dapat dilihat dari dua hal berikut:

6
a. Etika sebagai praksis; sama dengan moral atau moralitas yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, niali-nilai, dan norma-norma yang berlaku dalam kelompok atau masyarakat.
b. Etika sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiran/penilaian moral. Etika sebagai
pemikiran moral bisa saja mencapai taraf ilmiah bila proses penalaran terhadap moralitas
tersebut bersifat kritis, metodis, dan sistematis. Dalam taraf ini ilmu etika dapat saja
mencoba merumuskan suatu teori, konsep, asas, atau prinsip-prinsip tentang perilaku
manusia yang dapat dianggap baik atau tidak baik, mengapa perilaku tersebut dianggap
baik atau tidak baik, mengapa menjadi baik itu sangat bermanfaat, dang sebagainya.

2.4 HAKIKAT NILAI


Istilah nilai bukan hal yang asing bagi hampir setiap orang dalam kehidupan sehari-
hari. Bagi setiap ibu rumah tangga yang berbelanja ke pasar tahu persis berapa nilai (uang) dari
setiap barang yang dibeli dipasar. Dalam hal ini, nilai barang sama pengertiannya dengan harga
barang yang dibayar. Niali uang (harga) yang dibayar untuk memperoleh barang tersebut sering
disebut sebagai nilai ekonomis. Sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis karena sesuatu
tersebut dapat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan secara fisik, atau memberi kenikmatan
rasa dan fisik, atau untuk meningkatkan citra/gengsi. Para akuntan, pelaku bisnis, ibu rumah
tangga, tukang becak paham betul cara menghitung dan melaporkan nilai uang/nilai ekonomis
dari harta (kekayaan) yang dimilikinya dari kegiatan bisnis atau dari pekerjaan yang
dilakukannya. Namun marilah direnungkan, apakah nilai hanya diartikan sebatas nilai
ekonomis saja?
Untuk memahami pengertian nilai secara lebih mendalam, di bawah ini dikutip
beberapa definisi nilai.
1. Doni Koesoema A. (2007) mendefinisikan nilai sebagai kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dan dihargai sehingga dapat
menjadi semacam objek bagi kepentingan tertentu. Nilai juga merupakan sesuatu yang
memberi makna dalam hidup, yang memberikan titik tolak, isi, dan tujuan dalam hidup.
2. Faud Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) merumuskan nilai sebagai standar
atau ukuran (norma) yang kita gunakan untuk mengukur segala sesuatu. Selanjutnya
dikatakan bahwa ada bermacam-macam hukum nilai sesuai dengan jenis-jenis nilai
tersebut, juga sesuai dengan beragamnya perhatian kita mengenai segala sesuatu. Ada nilai
materialis yang berkaitan dengan ukuran harta pada diri kita, ada nilai kesehatan yang
mengungkapkan tentang signifikansi kesehatan dalam pandangan kita, ada nilai ideal yang
mengungkapkan tentang kedudukan keadilan dan kesetiaan dalam hati kita, serta ada nilai-

7
nilai sosiologis yang menunjukkan signifikansi kesuksesan dalam kehidupan praktis dan
nilai-nilai yang lain.
3. Sorokin dalam Capra (2002) mengungkapkan tiga sistem nilai dasar yang melandasi semua
manifestasi suatu kebudayaan, yaitu: nilai indriawi,ideasional, dan idealistis. Sistem nilai
indriawi menekankan bahwa nilai-nilai indriawi (materi) merupakan realitas akhir
(ultima), dan bahwa fenomena spiritual hanyalah suatu manifestasi dari materi. Sistem ini
berpandangan bahwa semua nilai etika bersifat ralatif dan bahwa persepsi indriawi
merupakan satu-satunya sumber pengetahuan dan kebenaran. Sistem nilai ideasional
berada pada ekstrem lain dimana realitas sejati berada diluar dunia materi (berada dalam
alam spiritual) dan bahwa pengetahuan sejati dapat diperoleh melalui pengalaman batin.
Sistem nilai ideaasional percaya pada nilai-nilai etika absolut dan standar keadilan,
kebenaran, serta keindahan yang supramanusiawi. Gambar tentang dnia ideasional yang
meyakini realitas sejati adalah alam spiritual, yang di barat meliputi pemikiran Plato dan
Yahudi-Kristen (roh dan citra tuhan). Di timur, misalnya kisah Mahabarata (Hindu) dan
Budha (di India), Tao di Cina dan Islam di Negara-negara Arab. Tarik menarik dan saling
memengaruhi antara kedua paham ini menghasilkan suatu tahap sintesis tingkat
menengah, yatu sistem idealistis yang merupakan perpaduan harmonis dan seimbang
antara kedua nilai ekstrem indriawi dan deasional tersebut. Dengan mempelajari sejarah
peradaban umat manusia, Sorokin menyimpulkan bahwa proses peradaban selalu
mengikuti siklus perputaran dari tiga sistem nilai itu. Saat ini, dengan dipelopori budaya
Barat, telah terjadi proses penurunan dan kehancuran tahapan ideasional dan idealistis
menuju kenaikan dan dominasi tahapan indriawi.
4. sebernarnya pembahasan sekitar persoalan tatanan nilai secara lebih konseptual
diungkapkan oleh silsuf cemerlang asal Jerman, Max Scheller dalam bukunya setebal 590
halaman yang berjudul Der Formalisme in der Ethik and die Materiale Wertethik (dalam
suseno, 2006). Esensi dari pendapat Max scheller sekitar persoalan nilai dapat dirangkum
sebagai berikut:
a. Ia membantah anggapan Immanuel Kant bahwa hakikat moralitas terdiri atas
kehendak untuk memenuhi kewajiban. Kewajiban bukanlah unsur primer,
melainkan mengikuti apa yang bernilai. Jadi, bukan asal memenuhi kewajiban,
melainkan realisasi nilai-nilai merupakn inti tindakan moral.
b. Nilai-nilai itu bersifat material (berisi, lawan dari formal) dan apriori.
c. Harus dibedakan dengan tajam anatar nilai-nilai itu sendiri (werte, values) dan apa
yang bernilai/realitas bernilai (gutter, goods). Seperti warna merah yang muncul

8
pada sebuah realitas berwarna; ada dinding merah, baju merah dan sebagainya.
Begitu pula nilai yang muncul pada suatu benda, perbuatan atau orang misalnya:
hutan indah, perbuatan mulia, orang jujur.
d. Cara menangkap nilai bukan dengan pikiran, melainkan dengan suatu perasaan
intensional (tidak dibatasi dengan perasaan fisik atau emosional, melainkan dengan
keterbukaan hati atau budi).
e. Ada empat gugus nilai yang mandiri dan jelas berbeda antara satu dengan lainnya,
yaitu (1) gugus nilai-nilai sekitar yang enak dan yang tidak enak, (2) gugus nilai-
nilai vital sekitar yang luhur dan yang hina, (3) gugus nilai-nilai rohani, dan (4)
gugus nilai-nilai tertinggi sekitar yang kudus dan yang profance yang dihayati
manusia dalam pengalaman religious. Keempat gugus nilai ini membentuk suatu
tatanan atau hierarki; ada yang lebih rendah dan ada yang lebih tinggi. Gugus nilai
enak dan tidak enak yang paling rendah, diikuti gugus nilai vital, selanjutnya gugus
nilai rohani, dan yang paling tinggi gugus nilai-nilai sekitar yang kudus. Hierarki
sekitar gugus nilai ini bersifat apriori, artinya terlepas dari segala pengalaman.
f. Pada gugus ketiga (nilai-nilai rohani) dan gugus keempat (sekitar nilai-nilai yang
kudus), keduanya mempunyai ciri khas yaitu tidak mempunyai acuan apa pun pada
perasaan fisik di sekitar tubuh kita. Ada tiga macam nilai rohani, yaitu: (1) nilai
estetik (2) nilai-nilai yang benar dan yang tidak benar, dan (3) nilai-nilai pengertian
kebenaran murni, yaitu bernilainya pengetahuan karena pengetahuan itu sendiri dan
bukan karena ada manfaatnya.
g. Corak kepribadian, baik orang per orang maupun sebuah komuniitas, akan
ditentukan oleh nilai-nilai mana yang dominan.

Dari penjelasan tentang nilai tersebut, sebenarnya dapat disimpulkan tiga hal, yaitu:

a. Nilai perlu dikaitkan dengan sesuatu (benda, orang, hal).


b. Ada bermacam-macam (gugus) nilai selain nilai uang (ekonomis) yang sudah cukup
dikenal.
c. Gugus-gugus nilai itu membentuk semacam hierarki dari yang terendah sampai dengan
yang tertinggi.
2.5 HUBUNGAN AGAMA, ETIKA, DAN NILAI

9
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan
yang tertinggi berkat kelebihan akal/pikiran yang diberikan Tuhan kepada manusia. Berkat
pikirannya, manusia mampu memperoleh ilmu (pengetahuan) tentang hakikat keberadaan
(duniawi) melalui proses penalaran serta mampu menyadari adanya kekuatan tak terbatas di
luar dirinya yang menciptakan dan mengatur eksistensi alam raya. Hanya manusia yang mampu
menyadari perlunya mencapai nilai tertinggi atau nilai akhir (hidup kekal di akhirat) yang harus
dicapai disamping adanya nilai-nilai antara, yaitu nilai-nilai yang lebih rendah (kekayaan,
kekuasaan, kenikmatan duniawi).
Semua agama melalui kitab sucinya masing-masing mengajarkan tentang tiga hal
pokok, yaitu: (1) hakikat Tuhan (God, Allah, Gusti Allah, Budha, Brahman, Kekuatan tak
terbatas, dan lain-lain), (2) etik, tata, susila, dan (3) ritual, tata cara beribadat. Jelas sekali bahwa
antara agama dan etika tidak dapat dipisahkan. Tidak ada agama yang tidak mengajarkan
etika/moralitas. Kualitas keimanan (spiritualitas) seseorang ditentukan bukan saja oleh kualitas
peribadatan (kualitas hubungan manusia dengan Tuhan), tetapi juga boleh oleh kualitas
moral/etika (kualitas hubungan manusia lain dalam masyarakat dan dengan alam). Dapat
dikatakan bahwa nilai ibadah menjadi sia-sia tanpa dilandasi oleh nilai-nilai moral.

Akhirnya, tingkat keyakinan dan kepasrahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
tingkat/kualitas peribadatan, dan tingkat/kualitas moral seseorang akan menentukan
gugus/hierarki nilai kehidupan yang telah dicapai. Tujuan semua agama adalah untuk
merealisasikan nilai tertinggi, yaitu hidup kekal di akhirat (agama Hindu menyebut Moksa,
agama Budha menyebut Nirwana). Dari sudut pandang Semua agama, penapaian nilai-nilai
kehidupan duniawi (nilai-nilai yang lebih rendah) bukan merupakan tujuan akhir, tetapi hanya
merupakan tujuan sementara atau tujuan antara, dan dianggap hanya sebagai media atau alat
(means) untuk mendukung penapaian tujuan akhir (nilai tertinggi kehidupan).

2.6 HUKUM, ETIKA, DAN ETIKET


Hukum, etika dan etiket merupakan istilah yang sangat berdekatan dan mempunyai arti
yang hampir sama walaupun terdapat juga perbedaan. Berikut menjelakan persamaan dan
perbedaan ketiga istilah tersebut.
No Hukum Etika Etiket
1. Persamaan : sama-sama mengatur perilaku manusia
2. Perbedaan :
A Sumber hukum : Sumber etika: Sumber etitet:

10
Negara, pemerintah Masyarakat Golongan
masyarakat
B Sifat pengaturan: Sifat pengaturan: Sifat pengaturan :
Tertulis berupa undang- Ada yang lisan (berupa adat lisan
undang, peraturan kebiasaan ) dan ada yang tertulis
pemerintah, dan (berupa kode etik)
sebagainya
C Objek yang diatur: Objek yang diatur : Objek yang diatur:
Bersifat lahiriah Bersifat rohaniah misalnya : Bersifat rahiliyah,
(misalnya hukum perilaku etis (jujur, tidak menipu, misalnya: tata cara
warisan, hukum agraria, bertanggung jawab) dan perilaku berpakaian (untyk
hukum tata negara ) dan tidak etis (korupsi, mencuri, pesta, sekolah,
rohaniyah (misalnya berzina) pertemuan resmi,
hukum pidana ) erkabung, dan lain-
lain ) tata cara
menerima tamu, tata
cara berbicara
dengan orang tua,
dan sebagainya

2.7 PARADIGMA MANUSIA UTUH


Sebelum memahas model paradigma pembangunan manusia seutuhnya,perlu terlebih
dahulu dipahami pengertian beberapa kosep dan atau hubungan antar konsep penting yang
terkait dengan pembangunan manusia seutuhnya, antara lain: karakter, kepribadian,
kecerdasan, etika, gelombang otak, tujuan hidup, agama dan meditasi/zikir.
Karakter dan kepribadian
Istilah kepribadian dan karakter/watak banyak dijumpai dalam ilmu psikologi.
Meskipun demikian, ternyata tidak mudah untuk memberikan definisi yang seragam bila
mempelajari beberapa definisi yang disampaikan oleh para pakar psikologi. Soedarsono (2002)
misalnya, mendefinisikan kepribadian sebagai totalitas kejiwaan seseorang yang menampilkan
sisi yang didapat dari keturunan (orang tua, leluhur) dan sisi yang didapat dari pendidikan,
pengalaman hidup, serta Karakter adalah sisi kepribadian yang dapat dari pengalaman,
pendidikan, dan lingkungan sehingga bisa dikatakan bahwa karakter adalah bagian dari

11
kepribadian. Sisi yang didapat dari faktor keturunan (seperti: bakat, kecerdasan, dan
tempramen) memang sulit untuk diubah. Namun sisi yang dibentuk berdasarkan pendidikan,
pengalaman, dan lingkungannya (disebut karakter) dapat diubah. Cloud (2007) mendefinisikan
karakter sebagai kemampuan untuk memenuhi tuntutan kenyataan. Di sini cloud menegaskan
bahwa karakter seseorang akan sangat menentukan apakah ia akan berhasil dalam menghadapi
tuntutan kenyataan dalam situasi tertentu, sementara tuntutan kenyataan tersebut sangat banyak
dan beragam. Sejalan dengan Cloud, Ezra (2006) bahkan berani mengatakan bahwa karakter
adalah culture untuk sebuah kesuksesan yang langgeng dan tahan uji. Oleh karena itu, Lilik
Agung (2007) mendefinisikan karakter sebagai kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang
yang berkaitan dengan kinerja terbaik agar ia mampu menghadapi tantangan realita/ kenyataan
yang selalu berubah dan mampu meraih kesuksesan yang bersifat langgeng.
Walaupun beberapa definisi tentang karakter sebagaimana telah diuraikan sebelumnya
terlihat berbeda, namun sebenarnya dapat ditarik benang merahnya sebagai berikut:

a. Karakter adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang. Kompetensi ini
mencangkup pengembangan secara seimbang dan utuh ketiga lapisan, yaitu fisik
(body), pikiran (mind), dan jiwa/roh (spiritual).
b. Karakter menentukan keberhasilan seseorang (Sentanu menyebutnya sebagai “nasib”).
c. Karakter dapat diubah, dibentuk, dipelajari, melalui pendidikan dan pelatihan tiada
henti serta melalui pengalaman hidup.
d. Tingkat keberhasilan seseorang ditentukan oleh tingkat kecocokan karakter yang
dimilikinya dengan tuntutan kenyataan/realita.
Sejatinya setiap manusia harus menyadari bahwa kesempatan hidup di dunia ini
hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mencapai tingkat kesadaran Tuhan (kesadaran
transedental/ kesadaran spiritual). Sungguh menarik apa yang dikatakan oleh Chopra (2005)
bahwa karakter/sifat-sifat yang dimiliki oleh mereka yang telah mencapai tingkat kesadaran
Tuhan sebenarnya sama persis dengan karakter/sifat-sifat yang dimiliki oleh sel tubuh manusia.
Adakah dari kita yang menyadari bagaimana sebarnya sifat-sifat sel (tubu)?
Chopra menyebut ada 10 karakter sel (10C) yang seharusnya dapat dijadikan sebagai
karakter umat manusia.
1. Ada maksud yang lebih tinggi. Setiap sel dalam tubuh menyadari bahwa masing-
masing sel bekerja bukan untuk kepentingan sendiri-sendiri, melainkan demi
kesejahteraan tubuh secara keseluruhan. Sikap mementingkan diri sendiri (untuk
kehidupan/kesejahteraan sel itu sendiri) bukanlah pilihan.

12
2. Kesatuan (keutuhan). Semua sel saling berhubungan dan berkomunikasi dengan
segala jenis sel lainnya. Menarik diri atau tidak mau berkomunikasi bukanlah pilihan.
3. Kesadaran.Sel-sel berdaptasi dari saat ke saat. Mereka cerdas dan fleksibel terhadap
situasi yang ada. Terperangkap dalam kebiasaan kaku bukanlah pilihan.
4. Penerimaan. Sel-sel saling mengenal satu dengan yang lain sebagai bagian yang sama
pentingnya. Setiap sel saling memahami adanya salign ketergantungan antara satu
dengan yang lain. Berfungsi sendiri bukanlkah pilihan.
5. Kreatifitas. Walaupun setiap sel mempunyai fungsi unik, mereka mampu
menggabungkan atau menemukan cara-cara baru yang kreatif. Berpegang kepada
perilaku lama bukanlah piliha.
6. Keberadaan. Sel – sel itu patuh kepada siklus universal berupa adanya saat istirahat
dan saat aktif dalam kegiatannya. Semua makhluk memerluka istirahat/tidur. Dalam
keheningan tidur, tubuh berinkubasi. Begutupun sel memerlukan istirahat dalam
keheningan total. Dengan demikian, terlalu aktif atau agresif bukanlah pilihan.
7. Efisiensi. Dalam menjalankan funggsinya, sel – sel mengeluarkan energi sekecil
mungkin. Mereka sepenuhnya percaya bahwa mereka akan dipelihara. Dengan
demikian, menumpuk/menimbun makanan, udara, atau air berlebihan bukkanlah
pilihan.
8. Pembentukan ikatan. Karena kesamaan genetika, sel – sel itu tahu baha mereka itu
pada dasarnya sama. Mereka menyadari saling tergantung dan saling memerlukan satu
dengan lainnya. Bagi mereka menjadi sel buangan bukanlah pilihan.
9. Memberi. Kegiatan sel yang utama adalah memberi dan memelihara integritas sel – sel
lainnya. Hanya menerima bukanlah pilihan.
10. Keabadian. Sel – sel bereproduksi untuk meneruskan pengetahuan, pengalaman, dan
talenta mereka tanpa menahan apapun untuk generasi sel berikutnya. Jurang antar
generasi bukanlah pilihan.

Kecerdasan, Karakter, dan Etika

Berdasarkan hal yang disampaikan oleh Wahyuni Nafis (2006), ia menyebutkan tiga jenis
kecerdasan dengan tiga golongan etika, yaitu : (1) psiko etika, (2) sosio etika, (3) tio etika.

13
Tabel 2.3
Etika dan Karakter
3 golongan etika Karakter utama
1. Teo Etika 9. Takwa (pasrah diri)
Saling ketergantungan 8. Ikhlas (tulus)
Masalah aku dengan Tuhan 7. Tawakal (tahan uji)
2. Sosio Etika 6. Silaturahmi (tali kasih)
Ketergantungan 5. Amanah (integrasi)
Masalah aku dengan orang lain 4. Husnuzan (baik sangka)
3. Psiko Etika 3. Tawaduk (berilmu)
Kemandirian 2. Syukur
Masalah aku dengan aku 1. Sabar

Hubungan Kecerdasan, Karakter Sel, dan Etika

Empat kecerdasan Sepuluh Sifat/Karakter Sel Chopra Etika Nafis


covey
PQ  Efisiensi (setiap sel menerima  Psiko
energi/makanan dengan tidak Etika
berlebihan untuk mempertahankan
hidup, tidak mau menimbun
makanan/energi)
IQ  Kesadaran (kemampuan beradaptasi)  Psiko
 Keabadian (meneruskan pengetahuan Etika
dan talenta kepada sel – sel generasi
berikutnya)
EQ  Penerimaan (menerima kehadiran dan  Sosio
ketergantungan dengan sel – sel Etika
lainnya)
 Memberi (memberi/membantu
integritas sel – sel lainnya)
 Pembentukan ikatan (kesadaran bahwa
keunikan//perbedaan fungsi setiap sel

14
tidaklah meniadakan kesamaan
identitas mereka)
SQ  Maksud yang lebih tinggi (mengabdi  Teo Etika
kepada kepentingan tubuh/sesuatu
yang lebih besar, lebih luas, lebih
tinggi, serta tidak mementingkan diri
sendiri)
 Kesatuan (semua sel menyadari
kesatuan/kebersamaan mereka)
 Kreatifitas (menemukan cara – cara
baru, tidak berpegang pada perilaku
lama)
 Keberadaan (semua sel patuh pada
siklus hidup universal)

Karakter dan Paradigma Pribadi Utuh


Walaupun ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengantakan umat manusia pada
pertumbuhan ekonomi dan kemajuan pembangunan fisik yang mengagumkan, namun itu tidak
serta-merta membawa kebahagiaan bagi umat manusi. Justru berbagai kemajuan tersebut
disertai dengankemunculan berbagai masalah, seperti : makin banyak manusia yang miskin;
melebarnya jurang antara golongan kaya dan miskin; berkurangnya pimpinan yang
berkarakter; keresahan, kegelisahan, teror, serta kekerasan makin meluas; korupsi dan kolusi
makin menjadi – jadi; dan sebagainya. Covey (2005) telah memberikan jawaban atas semua
itu yang bermula dari paradigma yang tidak komplet menegnai sia sesungguhnya diri
seseorang. Orang tidak lagi mampu memahami hakikat/kodratnya sebagai manusi utuh.
Covey telah mengingtkan bahwa dalam membangun manusi berkarakter diperlukan
pengembangan kompetensi secara utuh dan seimbang terhadap empat kemampuan manusia,
yaitu : tubuh(PQ), intelektual (IQ), hati (EQ), dan jiwa/roh ( SQ).

Akhir-akhir ini sudah makin banyak pakar yang mengungkapkan hal senada dengan
Covey. Sekedar contoh, Cloud (2007) sendiri mengatakan bahwa kunci pembangunan karakter
adalah integritas. Tentu pemahaman atas integritas ini itu tidak sekedar berarti jujur atau punya

15
prinsi moral, tetapi terkandung juga pengertian: utuh dan tidak terbagi, menyatu, berkonstruksi
kukuh, serta mempunyai konsistensi.
Karakter dan Proses Transformasi Kesadaran Spiritual
Merumuskan karakter memang diperlukan, tetapi berhenti pada tahap perumusan saja
belum mencukupi karena dikhawatirkan rumusan karakter tersebut hanya akan menjadi
semacam doktrin atau slogan yang disakralkan saja.
Sebenarnya yang lebih penting adalah langkah konkret berikutnya, yaitu bagaimana
cara melakukan proses transformasi diri untuk mencapai atau bergerak menujuidealisme
karakter tersebut.
Masalahnya, sampai sekarang belum banyak ilmu pengetahuan dan teknologi yang
mampu mengkaji ranah spiritual melalui pendekatan rasional/ilmiah. Ilmu psikologi mencoba
memasuki ranah kejiwaan, namundalam perkembangannya ilmu ini cenderung membatasi
kajiannya hanya pada lapisan pikiran (mental/emosional) dan tidak ada upaya untuk masuk
lebih dalam ke ranah roh (kesadaran spiritual/transendental). Sementara itu, ajaran agama yang
seharusnya dapat dijadikan panduan dalam pengembangan/oleh batin, dalam perjalanannya
sering kali perjalanannya lebih bersifat indoktrinasi sekedar menjalankan praktik berbagai
ritual, serta kurang mengedepankan pendekatan melalui proses nalar, pengamalan, dan
pengalaman langsung melalui refleksi diri. Akibatnya, ajaran agama yang mulia itu tidak
mampu memberikan pencerahan kepada umatnya. Hal ini mudah dilihat pada kehidupan
sehari-hari saat ini. Walaupun hampir sebagian besar umat manusia di dunia-teristimewa di
Indonesia-mengaku telah menganut salah satu agama tertentu, namun berbagai bentuk
kejahatan, seperti korupsi, kekerasan, konflik antar pemeluk agama berbeda, dan sejenisnya
justru semakin menjadi-jadi.
Meskipun terlambat, akhir-akhir ini sudah mulai banyak pakar dari berbagai latar
keilmuan-bahkan banayak yang bergelar Ph.D. mulai berani dan tertarik untuk menyalami
ranah spiritual ini dari pendekatan yang lebih rasional. Hal yang menarik adalah bahwa apa
yang mereka tulis sebenarnya bukanlah hal yang baru. Mereka hanya menulis ulang dengan
kemasan baru dalam arti ulasannya dengan pendekatan yang lebih rasional dari berbagai
buku/literatur kuno yang telah ada sejak jaman dahulu yang ditulis oleh para nabi, praktisi
keagamaan, dan praktisi spiritual di negara-negara Timur, seperti India, Cina, dan negara-
negara Arab.dengan cara ini justru masyarakat barat semakin banyak yang mulai berminat
untuk menyelamidan menjalani praktik-praktik spiritual.
Pikiran, Meditasi, dan Gelombang Otak

16
Olah pikir (brainware management) adalah suatu konsep dan ketrampilan untuk
mengatur gelombang otak manusia yang paling sesuai dengan aktifitasnya sehingga bisa
mencapai hasil optimal (Sentanu, 2007). Otak akan memancarkan gelombang sesuai dengan
tingkat keadaan pikiran/kejiwaan seseorang. Saat ini gelombang otak telah dapat diukur dengan
menggunakan Elektroensefalogram (EEG). Dilihat dari frekuensi gelombang otak ini,
setidaknya gelombang otak dapat digolongkan ke dalam empat golongan sebagaimana terlihat
pada Tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2.5
Empat Kategori Gelombang Otak
Nama Ciri – ciri
Beta (14 – 100 Hz) Kognitif, analisis, logika, otak kiri, konsentrasi, prasangka, pikiran sadar,
aktif, cemas, was-was, khawatir, stres, fight or flight, disease, cortisol,
norepinephrine
Alpha (8 – 13,9 Hz) Khusyuk, relaksasi, mediatif, focus-alertness, superlearning, akses nurani
bawah sadar, ikhlas, nyaman, tenang, santai, istirahat, puas, segar,
bahagia, endorphine, serotonim
Theta (4 – 7,9 Hz) Sangat khusyuk, deep-meditation, problem solving, mimpi, intuisi, nurani
bawah sadar, ikhlas, kreatif, integratif, hening, imajinatiif, catecholami,
AVP
Delta (0,1 – 3,9 Hz) Tidur lelap, non physical state, nurani bawah sadar kolektif, tidak ada
pikiran dan perasaan, cellular regeneration, HGH
sumber : Setanu. Quantum Ikhlas: Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati. hlm. 71.2007

Ketika pikiran berada dalam keadaan sadar (aktif), berarti pikiran sedangberada dalam
gelomabang beta. Dalam gelombang ini, pikiran sangat aktif sehingga akan memaksa otak
untuk engeluarkan hormon kortisol dan norepinephrin yang menyebabkan timbulnya rasa
cemas, khawatir, gelisah, dan sejenisnya. Oleh karena itu, pikiran harrus selalu dilatih untuk
memasuki gelombang Alpha untuk mrmbangun karakter positif, seperti: tenang, sabar,
nyaman, ikhlas, bahagia, dan sejenisnya.
Kunci untuk membangun karakter adalah melatih pikiran untuk memasuki gelombang
alpha. Latihan meditasi, yoga, zikir, retret, dan sejenisnya sangat efektif untuk memasuki
gelombang alpha ini. Sudah banyak penelitian ilmiah yang telah berhasil membuktikn bahwa
praktik meditasi dan sejenisnya mampu membantu melakukan transformasi dari menuju ke

17
arah pengembangan karakter- karakter positif secara efektif. Meditasi (termasuk zikir dan
sejenisnya) sebenarnya adalah upaya untuk mendiamkan suara percakapan dalam pikiran dan
menemukan ruang yang tenang (Rodenbeck, 2007). Dengan ketenangan, pikiran akan
memasuki gelombang alpha.
Model Pembangunan Manusia Utuh
Berdasarkan berbagai konsep/pikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dibuat
dua model tentang hakikat keberadaan manusia. Gambar 2.1 menjelaskan suatu model hakikat
manusia yang dilandasi paradigma tidak utuh (paradigma materialisme) sehingga
menimbulkan berbagai permasalahan yang memunculkan ketidakbahagiaan. Pada model ini,
tujuan manusia hanya mengejar kekayaan, kesenangan, dan kekuasaan duniawi. Kecerdasan
yang dikembangkan hanya IQ dan kesehatan fisik, sehingga praktis kurang atau bahkan lupa
mengembangkan EQ dan SQ. Gambar 2.2 merupakan model yang dikembangkan untu kembali
pada paradigma tentang hakikat manusia seutuhnya. Karakter positif (karakter bersifat sel)
hanya dapa dikembangkan melalui pengembangan hakikat manusia secara utuh. Dalam
pengembangan manusia utuh, perlu juga dikembangkan seimbang kecerdasan emosional dan
spiritual disamping kecerdasan intelektual dan kesehatan fisik. Meditasi, zikir, retret, dan
sejenisnya sangat efektif untuk melengkapi agama guna mengembangkan kecerdasan
emosional dan spiritual. Bila keseimbangan ini dapat dicapai, maka manusia akan mempunyai
karakter postif. Tujuan hidup untuk mencapai kebahagiaan dapat mewujudkan hanya bila
karakter positif ini dapat dikembangkan.

Gambar 2.1
Model Hakikat Manusia Tidak Utuh
(Paradigma Materialisme)

18 / TIDAK
KAYA
BAHAGIA
KARAKTER
NEGATIF

MAKANAN PQ SEHAT
ENAK (FISIK)
OLAHRAGA

IPTEK IQ TINGGI EGO TINGGI

EQ DAN SQ EQ RENDAH SOMBONG,


TIDAK GELISAH,
BERKEMBANG BENCI

SQ RENDAH TIDAK
PERCAYA
TUHAN

Pola hidup masyarakat modern dewasa ini di landasi oleh paradigma hakikat manusia
yang tidak utuh. Manusia lebih berorientasi mengejar kekayaan materi, kesenangan indrawi,
dan kekuasaan sehingga kurang sekali atau bahkan lupa untuk mengembngkan kecerdasan
emosional dan kecerdasan spritual. Dengan kata lain, manusia dalam kehidupan mereka sehari
– hari telah bertindak secara tidak etis. Sikap dan perilaku tidak etis ini menyebabkan
terbentuknya karakter negatif umat manusia. Sebagai konsekuensinya, walaupun dengan
kemajuan iptek manusia telah berhasil meningkatkan produksi baran dan jasa, namun berbagai
persoalan muncul sebagai akibat dari tindakan tidak etis atau kealpaan pengembangan EQ dan
SQ tersebut, antara lain: meuasnya korupsi dan kejahatan, melebarnya kesenjangan orang kaya
dan orang miskin, meningkatnya berbagai konflik, kegeisahan, ketakutan, kemarahan, depresi,
anarkisme, dan sebagainya.

Gambar 2.2
Model Hakikat Manusia Utuh
(Paradigma Manusia Utuh)

KARAKTER
KEBAHAGIAA
19 POSITIF (SIFAT
N
SEL)
MAKANAN PQ SEHAT
ENAK FISIK
OLAHRAGGA

PSIKO ETIKA,
IPTEK IQ TINGGI Berilmu,
sabar, Syukur

MEDITASI,ZIKIR SOSIO ETIKA


EQ TINGGI
, RETRET Silaturahmi, Baik
Sangka, Amanah

AGAMA SQ TINGGI TEO ETIKA


Takwa, Ikhlas,
Tawakal

Untuk mengatasi hal ini, perlu dikembangkan paradigma hakikat manusia seutuhnya
dengan mengembangkan sikap dan perilaku hidup etis dalam arti luas, yaitu dengan
memadukan dan menyeimbangkan kualitas kesehatan fisik, pengetahuan intelektual (psiko
etika), kematangan emosional dan spritual. Meditasi/zikir melatih pikiran memasuki glombang
alpha. Transformasi karakter akan terjadi bila pikiran memasuki gelombang yang sama dengan
energi tak terbatas. Pelatihan dan praktik meditasi,zikir,dan retret akan mengembangkan
lapisan emosional dan spiritual serta melengkapi pengembangan intelektual melalui iptek dan
kesehatan fisik yang diperoleh melalui olahraga dan makanan sehat.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

20
Filsafat adalah hasil pemikiran manusia yang menempati posisi sebagai induk
pengetahuan. Filsafat juga diartikan mencari sebuah kebenaran, karakteristik utama berfikir
filsafat adalah sifatnya yang menyeluruh, sangat mendasar, dan spekulatif. Sifatnya
menyeluruh artinya mempertanyakan hakikat keberadaan, dan kebenaran tentang keberadaan
itu sendiri sebagai satu kesatuan secara keseluruhan,bukan persektif dari bidang perbidang atau
sepotong-sepotong.
Sifatnya yang mendasar berarti bahwa filsafat tidak begitu saja percaya bahwa ilmu itu
benar. Sifatnya yang spekulatif karena filsafat terlalu ingin mencari jawab bukan saja pada
suatu hal yang diketahui, tetapi segala sesuatu belum diketahui.
Agama adalah suatu bentuk ketetapan ilahi yang mengarahkan mereka yang berakal
dengan pilihan mereka sendiri terhadap ketetapan ilahi itu tersebut, kepada kebaikan hidup
didunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
Etika sama dengan moral. Moral berasal dari kata latin : mos (bentuk tunggal), atau
mores ( bentuk jamak) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, watak, tabiat, ahlak, cara
hidup. Hukum, etika dan Etiket merupakan istilah yang sangat berdekatan dan mempunyai arti
yang hampir sama walaupun terdapat juga pebedaan.

21

Anda mungkin juga menyukai