Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kasus

2.1.1 Pengertian

Tuberkulosis atau TB paru adalah suatu penyakit menular yang paling

sering mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh

Mycobacteriumtuberculosis.TB paru dapat menyebar ke setiap bagian tubuh,

termasukmeningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer&Bare, 2015).Selain

itu TB paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,

yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh

lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi (Tabrani Rab, 2010).

Menurut Robinson, dkk (2014),TB Paru merupakan infeksi akut atau

kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis di tandai dengan

adanya infiltrat paru, pembentukan granuloma dengan perkejuan, fibrosis serta

pembentukan kavitas.

2.1.2 Etiologi

TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat

ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan

organisme. Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi.

Bakteria di transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri.Reaksi inflamasi

menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan

fibrosa (Smeltzer&Bare, 2015). Ketika seseorang penderita TB paru batuk,

bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh

7
8

ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu

udara yang panas, droplet atau nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri

ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis

yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini

terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena bakteri tuberkulosis

(Muttaqin Arif, 2012).

Menurut Smeltzer&Bare (2015), Individu yang beresiko tinggi untuk

tertular virus tuberculosis adalah:

a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.

b. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka

yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).

c. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik.

d. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan;

etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa

muda antara yang berusia 15 sampai 44 tahun).

e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes,

gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).

f. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.

g. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas

yang beresiko tinggi.

2.1.3 Klasifikasi TB Paru

TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 halaman 161 yaitu:

a. Pembagian secara patologis


9

1. Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)

2. Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).

b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif, non

aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)

c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)

1. Tuberkulosis minimal

Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun

kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

2. Moderately advanced tuberculosis

Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat

bayangan halus tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar tidak

lebih dari sepertiga bagian 1 paru.

3. Far advanced tuberculosis

Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately

advanced tuberkulosis.

Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik,

radiologik, dan riwayat pengobatan sebelumnya.Klasifikasi ini penting karena

merupakan salah satu faktor determinan untuk menentukan strategi terapi.

Sesuai dengan program Gerdunas-TB (Gerakan Terpadu Nasional

Penanggulan Tuberkulosis) klasifikasi TB paru dibagi sebagai berikut:

a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:

1) Dengan atau tanpa gejala klinik


10

2) BTA positif:mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong

biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.

3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:

1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif.

2) BTA negatif, biakan negatif tapi radiologik positif.

c. Bekas TB Paru dengan kriteria:

1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif

2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.

3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial

foto yang tidak berubah.

4) Ada riwayat pengobatan OAT yang lebih adekuat (lebih mendukung).

2.1.4 Patofisiologi

Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran

pencernaan,dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui

udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil

tuberkel yang berasal dari orang – orang yang terinfeksi. TB adalah penyakit yang

dikendalikan oleh respon imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag,

dan limfosit( biasanya sel T) adalah sel imunresponsif. Tipe imunitas seperti ini

biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit

dan limfokinnya.Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas seluler

(lambat).
11

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi

sebagai unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil.Gumpalan basil yang lebih

besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak

menyebabkan penyakit.Setelah berada dalam ruangan alveolus, biasanya

dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian atas lobus bawah, biasanya

dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel

ini membangkitkan reaksi peradangan.Leukosit polimorfonuklear tampak pada

tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme

tersebut.Sesudah hari- hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli

yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbulkan pneumonia akut.

Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa

yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus difagosit atau berkembang biak

dalam di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke

kelenjer getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi

lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk seltuberkel epiteloid,

yang dikelilingi oleh limfosit.Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10

sampai 20 hari.

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan

seperti keju disebut nekrosis kaseosa.Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa

dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid danfibroblas

menimbulkan respons berbeda.Jaringan granulaasi menjadi lebih fibroblas

membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru disebut Fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjr

getah bening regional dan lesi primer disebut Kompleks Ghon.Kompleks Ghon
12

yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan

menjalani pemeriksaan radio gram rutin.Namun kebanyakan infeksi TB paru

tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi.

Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan,

yaitu bahan cairan lepas kedalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan

kavitas. Bahan tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke

dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali dibagian

lain dari paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau

usus.

Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan

meninggalkan jaringan parut fibrosis.Bila peradangan merada, lumen bronkus

dapat menyepit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat denagan taut

bronkus dan rongga.Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat kavitas

penu dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak

terlepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala demam waktu lama atau

membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan

aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.

Organisme yang lolos dari kelenjer getah bening akan mencapai aliran darah

dalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai

organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagaipenyebaran limfohematogen,

yang biasanya sembuh sendiri.Penyebaran hematogenmerupakan suatu fenomena

akut yang biasanya menyebabkan TB miler, ini terjadi apabila fokus nekrotik
13

merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem

vaskular dan tersebar ke organ – organ tubuh. (Sylvia, 2015).


14

2.1.5 WOC
15

2.1.6 Manifestasi Klinis

Arif Mutaqqin (2012), menyatakan secara umum gejala klinik TB paru

primer dengan TB paru DO sama. Gejala klinik TB Paru dapat dibagi

menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala organ yang

terlibat ) dan gejala sistematik.

1) Gejala respratorik

a) Batuk

Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering

dikeluhkan.

b) Batuk darah

Keluhan batuk darah pada klien TB Paru selalu menjadi alasan utama klien untuk

meminta pertolongan kesehatan.

c) Sesak nafas

Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau

karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks,

anemia, dan lain-lain.

d) Nyeri dada

Nyeri dada pada TB Paru termasuk nyeri pleuritik ringan.Gejala ini timbul

apabila sistem persarafan di pleura terkena TB.

2) Gejala sistematis

a) Demam

Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam

hari mirip demam atau influenza, hilang timbul, dan semakin lama
16

semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin

pendek.

b) Keluhan sistemis lain

Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia, penurunan

berat badan, dan malaise.Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual

muncul dalam beberapa minggusampai bulan.Akan tetapi penampilan akut

dengan batuk, panas, dan sesak nafas.

Gejala reaktivasi tuberkulosis berupa demam menetap yang naik

dan turun (hectic fever), berkeringat pada malam hari yang menyebabkan

basah kuyup (drenching night sweat), kaheksia, batuk kronik dan

hemoptisis.Pemeriksaan fisik sangat tidak sensitif dan sangat non spesifik

terutama pada fase awal penyakit.Pada fase lanjut diagnosis lebih mudah

ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, terdapat demam penurunan berat

badan, crackle, mengi, dan suara bronkial. (Darmanto, 2009)

Gejala klinis yang tampak tergantung dari tipe infeksinya.Pada tipe

infeksi yang primer dapat tanpa gejala dan sembuh sendiri atau dapat

berupa gejala neumonia, yakni batuk dan panas ringan. Gejala TB, primer

dapat juga terdapat dalam bentuk pleuritis dengan efusi pleura atau dalam

bentuk yang lebih berat lagi, yakni berupa nyeri pleura dan sesak napas.

Tanpa pengobatan tipe infeksi primer dapat sembuh dengan sendirinya,

hanya saja tingkat kesembuhannya 50%. TB postprimer terdapat gejala

penurunan berat badan, keringat dingin pada malam hari, tempratur

subfebris, batuk berdahak lebih dari dua minggu, sesak napas, hemoptisis

akibat dari terlukanya pembuluh darah disekitar bronkus, sehingga


17

menyebabkan bercak-bercak darah pada sputum, sampai ke batuk darah

yang masif, TB postprimer dapat menyebar ke berbagai organ sehingga

menimbulkan gejala-gejala seperti meningitis, tuberlosis miliar, peritonitis

dengan fenoma papan catur, tuberkulosis ginjal, sendi, dan tuberkulosis

pada kelenjar limfe dileher, yakni berupa skrofuloderma. (Tabrani Rab,

2016)

2.1.7 Komplikasi

Menurut Wahid&Imam (2013), dampak masalah yang sering terjadi pada TB

paru adalah:

1) Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan

nafas.

2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.

3) Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis

(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

4) Pneumothorak (adanya udara dalam rongga pleura) spontan: kolaps

spontan karena kerusakan jaringan paru.

5) Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, persendian,

ginjal, dan sebagainya.

6) Insufisiensi kardiopulmonar (Chardio Pulmonary Insuffciency).


18

2.1.7 Penatalaksanaan

Menurut Zain (2011) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru

menjadi tiga bagian, pengobatan, dan penemuan penderita (active case

finding).

1) pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang

bergaul erat dengan penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi

tes tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka

pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan

mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif,

berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.

2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-

kelompok populasi tertentu misalnya:

a) Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan.

b) Penghuni rumah tahanan.

3) Vaksinasi BCG

Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang

berumurkurang dari 15 tahun sampai 80%, akan tetapi dapat mengurangi makna

padates tuberkulin.Dilakukan pemeriksaan dan pengawasan pada pasien yang

dicurigai menderita tuberkulosis, yakni:

a) Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif dan

pernah berkontak dengan pasien yang mempunyai sputum positif harus

diawasi.

b) Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes Heafnya

positif dan pernah berkontak dengan pasien penyakit paru.


19

c) Yang belum pernah mendapat kemoterapi dan mempunyai

kemungkinan terkena.

d) Bila tes tuberkulin negatif maka harus dilakukan tes ulang setelah 8

minggu dan ila tetap negatif maka dilakukan vaksinasi BCG. Apabila

tuberkulin sudah mengalami konversi, maka pengobatan harus diberikan.

4) Kemoprofilaksis dengan mengggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-

12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri

yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi

yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis

sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:

a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena

resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB,

b) Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin

positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular,

c) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif

menjadi positif,

d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat

immunosupresif jangka panjang,

e) Penderita diabetes melitus.

5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit

tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun ditingkat

rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya

Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI)

(Mutaqqin Arif, 2012).


20

Arif Mutaqqin (2012), mengatakan tujuan pengobatan pada penderita

TBparu selain mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan,resistensi

terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai penularan. Untukpenatalaksanaan

pengobatan tuberkulosis paru, berikut ini adalah beberapa hal yang penting untuk

diketahui.

Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis (OAT)

a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.

1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan

Streptomisin (S).

2) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan

Isoniazid (INH).

b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant)

1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rimpafisin dan

Isoniazid.

2) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan

Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid(Z).

c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas

bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.

1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam

para-amino salistik (PAS), dan sikloserine.

2) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid

dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3bulan) dan

fase lanjutan (4-7 bulan).Panduan obat yang digunakan terdiri atasobat utama dan
21

obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuaidengan rekomendasi WHO

adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid,Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI,

2004)Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih

dahuluberdasarkan lokasi TB paru, berat ringannya penyakit, hasil

pemeriksaanbakteriologi, apusan sputum dan riwayat pengobatan

sebelumnya.Disampingitu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB

paru yang dikenalsebagai Directly Observed Treatment Short Course

(DOTSC).DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima komponen,

yaitu:

a. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil

keputusan dalam penanggulangan TB paru.

b. Diagnosis TB paru melalui pemeriksaan sputum secara

mikroskopik langsung, sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti

pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan

yang memiliki sarana tersebut.

c. Pengobatan TB paru dengan paduan OAT jangka pendek dibawah

pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya

dalam dua bulan pertama di mana penderita harus minum obat setiap hari.

d. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang

cukup. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.2.1 Pengkajian

1) Identitas
22

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,

pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan

penanggung biaya. Sering terjadi pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka

kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan. Pada masa

puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat,kemungkinan infeksi

cukup tingggi karena diit yang tidak adekuat

2) Keluhan Utama

Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan dari

tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

a. Keluhan respiratoris, meliputi:

- Batuk, nonproduktif/ produktif atau sputum bercampur darah

- Batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa blood

streak, berupa garis, atau bercak-bercak darah

- Sesak napas

- Nyeri dada

b. Keluhan sistematis, meliputi:

- Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang

timbul, dan semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas

serangan semakin pendek

- Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan

dan malaise.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam

melengkapi pengkajian.
23

a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab

sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila beristirahat?

b. Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau

digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam

melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam

melakukan pernapasan?

c. Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?

d. Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?

e. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau

seketika itu juga, apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul

(intermitten), apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya

(durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).

4) Riwayat penyakit Dahulu

Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien

pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari

organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru

seperti diabetes mellitus.

Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang

relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping

yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat

badan (BB) dalam enam bulan terakhir.


24

Penurunan BB pada klien dengan TB paru berhubungan erat dengan proses

penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang sering disebabkan

karena meminum OAT.

5) Riwayat penyakit Keluarga

Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah

penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor

predisposisi di dalam rumah

6) Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum dan Tanda Vital

Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas pandang

dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu di nilai secara

umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen,

sopor, soporokoma, atau koma.

TTV :

Suhu : Terjadi peningkatan suhu tubuh

Nadi : Denyut nadi meningkat seirama dengan frekuensi napas dan suhu tubuh

RR : frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas

TD : tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti hipertensi.

b. B1 (Breathing)

Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang

terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

a) Inspeksi

Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan TB paru

biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter


25

bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada

penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya

ketidaksimetrian rongga dada, pelebar intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit.

TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris,

yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostals space (ICS) pada

sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya

gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat

komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien

akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan

menggunakan otot bantu napas.

Batuk dan sputum.

Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru, biasanya didapatkan

batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi secret dan sekresi

sputum yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru

disertai adanya brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan

produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu mengukur jumlah produksi

sputum per hari sebagai penunjang evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang

telah diberikan.

b) Palpasi

Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa komplikasi

pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal seimbang

antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan

biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang

luas. Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
26

meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang

dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial

untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, teerutama pada bunyi

konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil

fremitus.

c) Perkusi

Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan

resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang

disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak

pada sisi yang sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai

pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks

ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.

d) Auskultasi

Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi

yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil

auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui

stetoskop ketika klien berbica disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru

yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumopthoraks akan didapatkan

penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.

c. B2 (Blood)

Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:

a) Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan

fisik.

b) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.


27

c) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru

dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.

d) Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung

tambahan biasanya tidak didapatkan.

d. B3 (Brain)

Kesadaran biasanya compos mentis dengan GCS (4-5-6), ditemukan adanya

sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat.

Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan meringis, menangis, merintih,

meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya

didapatkan adanya kengjungtiva anemis pada TB paru dengan gangguan fungsi hati

e. B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena

itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda

awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna

jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai

ekskresi karena meminum OAT terutama rifampisin.

f. B5 (Bowel)

Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat

badan.

g. B6 (Bone)

Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang

muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, jadwal

olahraga menjadi tak teratur.


28

2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi

2) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme

3) Gangguan pertukaan gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi

pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan

curah jantung

4) Ketidakseimbangan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakadekuatan intake nutrisi

5) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan reflek batuk

6) Ketidakefektifan regime terapeutik keluarga berhubungan dengan

ketidakteraturan minum obat

(NANDA,NIC-NOC.2015)

2.2.3 INTERVENSI

1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi

Tujuan :

Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x4 jam bersihan jalan napas efektif

Kriteria Hasil :

a. Mendemostrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada

sianosis dan dyspneu ( mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas

dengan mudah, tidak ada pursed lips)


29

b. Menunjukan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama

nafas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas

abnormal

c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernapasan)

Intervensi :

Intervensi Rasional

1. Posisikan pasien untuk 1. Rasional: untuk memaksimalkan

memaksimalkan ventilasi ventilasi

2. Pasang mayo bila perlu 2. Rasional: mayo dapat membuka

jalan nafas

3. Lakukan fisioterapi dada bila 3. Rasional: Fisioterapi berguna

perlu keluarkan sekret dengan untuk mengeluarkan sekret

batuk atau suction

4. Auskultasi suara napas, catat 4. Rasional: Penurunan bunyi napas

adanya suara tambahan indikasi atelektasis, ronki indikasi

akumulasi

secret/ketidakmampuan

membersihkan jalan napas

2) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme


30

Tujuan :

Setelah diberikan tindakan keperawatan 1 x 4 jam bersihan jalan napas efektif

Kriteria Hasil :

1. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama

nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal (18-20 x/menit), tidak ada suara

nafas tambahan (abnormal).

2. Mampu mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah

Intervensi :

Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji ulang fungsi 1. Rasional : Penurunan bunyi

pernapasan: bunyi napas, napas indikasi atelektasis, ronki

kecepatan, irama, kedalaman dan indikasi akumulasi

penggunaan otot aksesori. secret/ketidakmampuan

membersihkan jalan napas

2. Observasi kemampuan sehingga otot aksesori digunakan

untuk mengeluarkan secret atau dan kerja pernapasan meningkat

batuk efektif, catat karakter, 2. Rasional: Pengeluaran sulit

jumlah sputum, adanya bila sekret tebal, sputum berdarah

hemoptisis. akibat kerusakan paru atau luka

bronchial yang memerlukan

3. Berikan pasien posisi evaluasi/intervensi lanjut

semi fowler (senyaman pasien), 3. Rasional: Meningkatkan


31

Bantu/ajarkan batuk efektif dan ekspansi paru, ventilasi maksimal

latihan napas dalam. membuka area atelektasis dan

peningkatan gerakan sekret agar

4. Bersihkan sekret dari mudah dikeluarkan.

mulut dan trakea, suction bila 4. Rasional: Mencegah

perlu. obstruksi/aspirasi. Suction

dilakukan bila pasien tidak mampu

5. Pertahankan intake cairan mengeluarkan sekret.

minimal 2500 ml/hari kecuali 5. Rasional: Membantu

kontraindikasi. mengencerkan secret sehingga

6. Lembabkan mudah dikeluarkan

udara/oksigen inspirasi. 6. Rasional: Mencegah

7. Kolaborasi pemberian pengeringan membran mukosa

obat: agen mukolitik, 7. Rasional: Menurunkan

bronkodilator, kortikosteroid kekentalan sekret, lingkaran ukuran

sesuai indikasi. lumen trakeabronkial, berguna jika

terjadi hipoksemia pada kavitas

yang luas

3) Gangguan pertukaan gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi

pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan

curah jantung

Tujuan :
32

Setelah diberikan tindakan keperawatan 1 x 4 jam pertukaran gas efektif

Kriteria Hasil :

1. Tidak terjadi dispnea.

2. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan

BGA dalam rentang normal.

3. Bebas dari gejala distress pernapasan.

Intervensi :

Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji dispnea, takipnea, 1. Rasional: Tuberkulosis

bunyi pernapasan abnormal. paru dapat rnenyebabkan

Peningkatan upaya respirasi, meluasnya jangkauan dalam paru-

keterbatasan ekspansi dada dan pani yang berasal dari

kelemahan. bronkopneumonia yang meluas

menjadi inflamasi, nekrosis,

pleural effusion dan meluasnya

fibrosis dengan gejala-gejala

2. Evaluasi perubahan-tingkat respirasi distress.

kesadaran, catat tanda-tanda 2. Rasional: Akumulasi

sianosis dan perubahan warna secret dapat menggangp

kulit, membran mukosa, dan oksigenasi di organ vital dan

warna kuku jaringan


33

3. Anjurkan untuk bedrest,

batasi dan bantu aktivitas sesuai 3. Rasional: Mengurangi

kebutuhan. konsumsi oksigen pada periode

4. Kolaborasi dengan tim respirasi.

medis untuk pemeriksaan analisa 4. Rasional : Mengetahui

gas darah kadar Oksigen ke jaringan

4) Ketidakseimbangan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakadekuatan intake nutrisi, batuk yang sering, adanya produksi

sputum, dispnea

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 4 jam diharapkan kebutuhan

nutrisiterpenuhi dan adekuat

Kriteria Hasil :

1. Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai

laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.

2. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan

mempertahankan berat badan yang tepat.

Intervensi :

Intervensi Rasionalisasi

1. Catat status nutrisi paasien: 1. Rasional: Berguna dalam


34

turgor kulit, timbang berat badan, mendefinisikan derajat masalah

integritas mukosa mulut, dan intervensi yang tepat.

kemampuan menelan, adanya

bising usus, riwayat mual/rnuntah

atau diare. 2. Rasional: Membantu

2. Kaji ulang pola diet pasien intervensi kebutuhan yang

yang disukai/tidak disukai. spesifik, meningkatkan intake diet

pasien.

3. Monitor intake dan output 3. Rasional: Mengukur

secara periodik. keefektifan nutrisi dan cairan.

4. Catat adanya anoreksia, 4. Dapat menentukan jenis

mual, muntah, dan tetapkan jika diet dan mengidentifikasi

ada hubungannya dengan pemecahan masalah untuk

medikasi. Awasi frekuensi, meningkatkan intake nutrisi.

volume, konsistensi Buang Air

Besar (BAB). Rasional:

5. Lakukan perawatan mulut 5. Rasional: Mengurangi rasa

sebelum dan sesudah tindakan tidak enak dari sputum atau obat-

pernapasan. obat yang digunakan yang dapat

merangsang muntah.

6. Anjurkan makan sedikit 6. Rasional: Memaksimalkan

dan sering dengan makanan tinggi intake nutrisi dan menurunkan

protein dan karbohidrat. iritasi gaster.


35

2.2.4 IMPLEMENTASI

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang

telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

2.2.5 EVALUASI

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencaan

tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara

bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya

(Setiadi, 2012).

Anda mungkin juga menyukai