Anda di halaman 1dari 19

2.

2 DIAGNOSIS & GEJALA RETARDASI MENTAL


Diagnosis retardasi mental tidak hanya didasarkan atas tes intelegensia saja, melainkan
juga dari riwayat penyakit, laporan dari orangtua, laporan dari sekolah, pemeriksaan fisis,
laboratorium, pemeriksaan penunjang. Yang perlu dinilai tidak hanya intelegensia saja
melainkan juga adaptasi sosialnya. Dari anamnesis dapat diketahui beberapa faktor risiko
terjadinya retardasi mental. Pemeriksaan fisis pada anak retardasi mental biasanya lebih sulit
dibandingkan pada anak normal, karena anak retardasi mental kurang kooperatif. Selain
pemeriksaan fisis secara umum (adanya tanda-tanda dismorfik dari sindrom-sindrom tertentu)
perlu dilakukan pemeriksaan neurologis, serta penilaian tingkat perkembangan. Pada
pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan berbagai macam perubahan
bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala: mikrosefali, hidrosefali, dan down syndrome.
Wajah pasien dengan retardasi menral sangan mudah dikenali seperti hipertelorisme, yaitu
lidah yang menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah yang tampak
tumpul.
Pada anak yang berumur diatas 3 tahun dilakukan tes intelegensia. Namun, tingkat
kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus dinilai berdasarkan
sejumlah besar ketrampilan spesifik yang berbeda. penilaian tingkat kecerdasan harus
berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, prilaku adaptif dan hasil
tes psikometrik. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) kepala dapat membantu menilai adanya
kalsifikasi serebral, perdarahan intra kranial pada bayi dengan ubun-ubun masih terbuka.
Pemeriksaan laboratorium dilakuka atas indikasi, pemeriksaan ferriklorida dan asam amino
urine dapat dilakukan sebagai screening PKU. Pemeriksaan analisis kromosom dilakukan
bila dicurigai adanya kelainan kromosom yang mendasari retardasi mental tersebut. Beberapa
pemeriksaan penunjang lain dapat dilakukan untuk membantu seperti pemeriksaan BERA,
CT-Scan, dan MRI. Kesulitan yang dihadapi adalah kalau penderita masih dibawah umur 2-3
tahun, karena kebanyakan tes psikologis ditujukan pada anak yang lebih besar. Pada bayi
dapat dinilai perkembangan motorik halus maupun kasar, serta perkembangan bicara dan
bahasa. Biasanya penderita retardasi mental juga mengalami keterlambatan motor dan
American Psychiatric Association (APA) pada tahun 1994, mensyaratkan tiga diagnosis
keterbelakangan mental, yaitu:
 Fungsi intelektual secara signifikan dibawah rata-rata: IQ sekitar 70 atau kurang menurut
tes IQ yang diadakan secara individu.
 Ketidakmampuan atau kelemahan yang terjadi bersamaan dengan fungsi adaptasi saat ini
(yakni efektivitas seseorang dalam memenuhi standar yang diharapkan pada usianya
dengan kelompok budayanya) setidaknya dalam bidang berikut ini: yaitu komunikasi,
perhatian diri sendiri, kehidupan rumah tangga, keterampilan sosial-interpersonal,
penggunaan sumber dalam komunitas, self dierection, keterampilan akademik fungsional,
pekerjaan, waktu luang, kesehatan dan keamanan.
 Terjadi sebelum berusia 18 tahun.
Tingkatan keterbelakangan mental menurut APA, diklasifikasikan menjadi mild retardation
(tingkat IQ 50 atau 55 sampai sekitar 70), moderate mental retardation (tingkat IQ 35 atau
40 sampai 50 atau 55), severe mental retardation (tingkat IQ 20 atau 25 sampai 35 atau 40),
dan profound mental retardation (tingkat IQ dibawah 20 atau 25).
Dibawah ini sekilas tentang perubahan perilaku terkait usia pada anak dengan keterbelakangan
mental :

Keterbelakangan Mental Ringan (IQ = 50 -70)


 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): lebih lambat daripada rata-rata dalam berjalan, makan
sendiri, dan berbicara, namun pengamat sambil lalu tidak melihat keterbelakangan ini.
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): Belajar keterampilan motorik-pemahaman dan kognisi
(membaca dan arithmatic) di kelas tiga sampai kelas enam oleh remaja tahap ini, dapat
belajar untuk menyesuaikan diri secara sosial.
 Dewasa (21 tahun keatas): Biasanya mencapai keterampilan sosial dan kejuruan yang
diperlukan untuk merawat diri, membutuhkan bimbingan dan bantuan ketika berada pada
kondisi ekonomi sulit atau stress sosial.

Keterbelakangan Mental menengah (IQ = 35 – 49)


 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): sebagian besar perkembangan kelihatan dengan jelas
terlambat.
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): belajar berkomunikasi dan merawat kesehatan dasar dan
kebutuhan keamanan.
 Dewasa (21 tahun keatas): melakukan tugas tanpa keterampilan atau semi terampil
sederhana pada kondisi yang diawasi, berpartisipasi pada permainan sederhana dan
melakukan perjalanan sendiri di tempat yang dikenal, mampu merawat diri sendiri.

Keterbelakangan Mental Berat (IQ = 20 – 34)


 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): perkembangan motorik sangat tertunda, sedikit atau tidak
berbicara, mendapat mamfaat dari pelatihan mengerjakan sendiri (misalnya makan
sendiri).
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): biasanya berjalan kecuali jika terdapat ketidakmampuan
motorik, dapat memahami dan merespon pembicaraan, dapat mengambil mamfaat dari
pelatihan mengenai kesehatan dan kebiasaan lain yang dapat diterima.
 Dewasa (21 tahun keatas): melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan memperbesar
perawatan diri sendiri, memerlukan petunjuk dan pengawasan ketat dalam lingkungan yang
dapat dikendalikan.

Keterbelakangan Mental Sangat Berat (IQ dibawah 20)


 Anak prasekolah (0 – 5 tahun): keterbelakangan ekstrem disemua bidang, kemampuan
sensorik minimal, membutuhkan bantuan perawatan diri.
 Usia sekolah (6 – 21 tahun): semua bidang perkembangan tampak jelas tertunda, respon
berupa emosi dasar dan mendapatkan manfaat dari pelatihan dalam penggunaan anggota
badan dan mulut, harus diawasi dengan ketat.
 Dewasa (21 tahun keatas): barangkali dapat berjalan dan berbicara dengan cara primitive,
mendapatkan mamfaat dari aktivitas fisik regular, tidak dapat merawat diri sendiri, tetapi
membutuhkan bantuan perawatan diri.
3 PROGNOSIS RETARDASI MENTAL
Mengukur kecerdasan dan perilaku adaptif dapat membantu klasifikasi dari
kecenderungan keterbelakangan dan dapat memprediksikan apakah individu tersebut dapat
hidup secara independen. Individu dengan keterbelakangan mental menengah (moderate
mental retardation) lebih sering ditemukan dapat mencapai seilf-sufficiency dan
mendapatkan hidup yang bahagia. Untuk mencapai tujuannya, mereka membutuhkan
lingkungan yang sesuai dan mendukung seperti pendidikan, komunitas, lingkungan sosial,
keluarga dan keterampilan yang konsisten. Harapannya lebih kecil untuk individu yang
menderita keterbelakangan mental sangat berat (profound retardation). Individu dengan
profound retardation membutuhkan dukungan yang besar dan biasanya tidak bisa hidup secara
independen atau di rumah secara berkelompok.
Penelitian menemukan bahwa mereka memiliki harapan hidup yang lebih kecil.
Kecenderungan dari keterbelakangan invidu cenderung menetap selama hidup. Misalkan
seorang anak didiagnosa memiliki keterbelakangan mental berat (severe) pada usia 5 tahun,
maka ia akan memiliki diagnosa yang sama pada usia 21 tahun. Hal ini mungkin tidak akan
terlalu terlihat oleh keluarga mereka, dimana anak-anak dengan keterbelakangan memiliki
kemampuan yang mirip dengan rekan-rekan mereka, namun akan nampak bahwa mereka akan
semakin tertinggal dengan sejalannya usia mereka.

3.1 Asuhan Keperawatan Secara Teoritis


A. Pengkajian
Pengakajian dapat dilakukan melalui:
1. Neuroradiologi dapat menemukan kelainan dalam struktur kranium, misalnya klasifikasi
atau peningkatan tekanan intrakranial.
2. Ekoesefalografi dapat memperlihatkan tumor dan hamatoma.
3. Biopsi otak hanya berguna pada sejumlah kecil anak retardasii mental. Juga tidak mudah
bagi orang tua untuk menerima pengambilan jaringan otak dalan jumlah kecil sekalipun
karena dianggap menambah kerusakan otak yang memang tidak adekuat.
4. Penelitian bio kimia menentukan tingkat dari berbagai bahan metabolik yang diketahui
mempengaruhi jaringan otak jika tidak ditemukan dalam jumlah besar atau kecil,
misalnya hipeglekimia pada neonatus prematur, penumpukan glikogen pada otot dan
neuron, deposit lemak dalam otak dan kadar fenilalanin yang tinggi.
Atau dapat melakukan pengkajian sebagai berikut:
1. Lakukan pengkajian fisik.
2. Lakukan pengkajian perkembangan.
3. Dapatkan riwayat keluarga, teruma mengenai retardasi mental dan gangguan
herediter dimana retardasi mental adalah salah satu jenisnya yang utama
4. Dapatkan riwayat kesehatan unutk mendapatkan bukti-bukti adanya trauma
prenatal, perinatal, pascanatal, atau cedera fisik.
5. Infeksi maternal prenatal (misalnya, rubella), alkoholisme, konsumsi obat.
6. Nutrisi tidak adekuat.
7. Penyimpangan lingkungan.
8. Gangguan psikiatrik (misalnya, Autisme).
9. Infeksi, teruma yang melibatkan otak (misalnya, meningitis, ensefalitis, campak)
atau suhu tubuh tinggi.
10. Abnormalitas kromosom.
11. Bantu dengan tes diagnostik misalnya: analis kromosom, disfungsimetabolik,
radiografi, tomografi, elektro ersafalografi.
12. Lakukan atau bantu dengan tes intelegensia. Stanford, binet, Wechsler Intellence,
Scale, American Assiciation of Mental Retardation Adaptif Behavior Scale.
13. Observasi adanya manifestasi dini dari retardasi mental:
14. Tidak responsive terhadap kontak.~Kontak mata buruk selama menyusui.
15. Penurunan aktivitas spontan
16. Penurunan kesadaran terhadap suara getaran
17. Peka rangsang.
18. Menyusui lambat.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan fungsi
kognitf.
2. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
retardasi mental.
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d kelainan fs. Kognitif
4. Gangguan komunikasi verbal b.d kelainan fs, kognitif
5. Risiko cedera b.d. perilaku agresif/ketidakseimbangan mobilitas fisik
6. Gangguan interaksi sosial b.d. kesulitan bicara /kesulitan adaptasi sosial
7. Gangguan proses keluarga b.d. memiliki anak RM
8. Defisit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik/kurangnya kematangan
perkembangan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan fungsi
kognitf.
Intervensi keperawatan / rasional :
a. Libatkan anak dan keluarga dalam program stimulasi dini pada bayii untuk
membantu memaksimalkan perkembangan anak.
b. Kaji kemajuan perkembangan anak dengan interval regular, buat catatan yang
terperinci untuk membedakan perubahan fungsi samar sehingga rencana perawatan
dapat diperbaiki sesuai kebutuhan.
c. Bantu keluarga menyusun tujuan yang realitas untuk anak, untuk mendorong
keberhasilan pencapaian sasaran dan harga diri.
d. Berikan penguatan positif / tugas-tugas khusus untuk perilaku anak karena hal ini
dapat memperbaiki motivasi dan pembelajaran.
e. Dorong untuk mempelajari ketrampilan perawatan diri segera setelah anak
mencapai kesiapan.
f. Kuatkan aktivitas diri untuk menfasilitasi perkembangan yang optimal.
g. Dorong keluarga untuk mencari tahu program khusus perawatan sehari dan kelas-
kelas pendidikan segera.
h. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama dengan anak lain.
i. Sebelum remaja, berikan penyuluhan pada anak dan orang tua tentang maturasi
fisik, perilaku seksual, perkawinan dan keluarga.
2. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
retardasi mental.
Intervensi keperawatan / rasional.
a. Berikan informasi pada keluarga sesegera mungkin pada saat atau setelah kelahiran.
b. Ajak kedua orang tua untuk hadir pada kpnferensi pemberian informasi.
c. Bila mungkin, berikan informasi tertulis pada keluarga tentang kondisii anak.
d. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang manfaat dari perawatan dirumah, beri
kesempatan pada mereka untuk menyeldiki semua alternatif residensial sebelum
membuat keputusan.
e. Dorong keluarga untuk bertemu dengan keluarga lain yang mempunyai masalah
yang sama sehingga mereka dapat menerima dukungan tambahan.
f. Tekankan karakteristik normal anak untuk membantu keluarga melihat anak
sebagai individu dengan kekuatan serta kelemahannya masing-masing.
g. Dorong anggota keluarga untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran
karena hal itu merupakan bagian dari proses adaptasi.

D. PELAKSANAAN/ IMPLEMENTASI
Setelah rencana keperawatan dibuat, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan.
Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan merupakan kegiatan atau tindakan yang diberikan
dengan menerapkan pengetahuan dan kemampuan klinik yang dimilki oleh perawat berdasarkan
ilmu – ilmu keperawatan dan ilmu – ilmu lainnya yang terkait. Seluruh perencanaan tindakan yang
telah dibuat dapat terlaksana dengan baik.
Ada beberaa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan rencana asuhan keperawatan atau
hambatan yang penulis dapatkan. Hambatan-hambatan tersebut antara lain, keterbatasan sumber
referensi buku sebagai acuan penulis dan juga alat yang tersedia, pendokumentasian yang
dilakukan oleh perawat ruangan tidak lengkap sehingga sulit untuk mengetahui perkembangan
klien dari mulai masuk sampai sekarang secara detail, lingkungan fisik atau fasilitas rumah sakit
yang kurang memadai dan keberadaan penulis di ruang tempat klien di rawat terbatas.

E. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi dalam proses
keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data objektif yang akan menunjukkan
apakah tujuan asuhan keperawatan sudah tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta
menentukan masalah apa yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali.
Tujuan tahap evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana keperawatan, menilai,
meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui perbandingan asuhan keperawatan yang
diberikan serta hasilnya dengan standar yang telah di tetapkan lebih dulu. Pada tahap evaluasi yang
perawat lakukan adalah melihat apakah masalah yang telah diatasi sesuai dengan kriteria waktu
yang telah ditetapkan.
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 15 tahun
Anak ke : 2 dari 3 bersaudara
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah Dasar Luar Biasa
Warga Negara : Indonesia
Suku Bangsa : Serawai
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. x Kota Bengkulu
Tanggal Pemeriksaan : 2 Februari 2016

IDENTITAS IBU
Nama : Ny.x
Umur : 38 Tahun
Alamat : Jl. xKota Bengkulu
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Suku : Serawai
Pendidikan : SMA

II. RIWAYAT PSIKIATRI


A. Keluhan Utama
Tidak bisa fokus dan sulit untuk konsentrasi
B. Riwayat gangguan sekarang
Alloanamnesis (Ibu kandung dan ayah kandung pasien)
Pasien dibawa oleh ibunya ke RSKJ dengan keluhan tidak dapat konsentrasi
Menurut ibunya pada saat usia 15 tahun ini pasien tidak bisa berkonsentrasi dalam belajar, saat
ini pasien masih duduk di bangku kelas 6 SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa). Pasien sudah
beberapa kali tidak naik kelas, menurut ibu pasien hal itu karena pasien tidak bisa konsentrasi
dan sangat susah bila disuruh untuk belajar. Ketika orang tua pasien sudah mempersiapkan anak
untuk belajar mengerjakan Pekerjaan Rumah yang diberikan oleh guru, pasien hanya bertahan
paling lama 2 menit untuk menghadap buku tersebut, dan setelah itu pasien berlari keluar rumah
untuk main bersama teman-temannya.
Ibu pasien khawatir karena teman-teman pasien bermain adalah anak-anak yang nakal, suka
merokok dan bolos sekolah. Menurut keterangan ibu pasien, pasien sudah merokok sejak 2 tahun
yang lalu, dan pasien selalu bersembunyi ketika merokok, karena pasien takut dimarahi olah
kedua orang tuanya. Pasien pertama kali merokok karena diajak oleh teman-teman
sepermainannya. Teman-teman pasien yang biasa bermain dengan pasien di sekitar rumah bukan
merupakan Steman pasien ketika di sekolah. Pasien memiliki banyak teman. Pasien suka lomba
balap sepeda motor dengan teman-temannya. Menurut ayah pasien, pasien belajar mengendarai
sepeda motor sendiri. Karena suka ngebut-ngebut di jalan, pasien dilarang membawa sepeda
motor oleh ayahnya, tetapi pasien suka secara diam-diam mengendarai sepeda motor milik
temannya.
Menurut ibu pasien, pasien bisa masak mie instan dan masak air untuk dimakan sendiri. Pasien
dapat mengerjakan pekerjaan rumah seperti membereskan tempat tidurnya dan melipat
selimutnya sendiri. Pasien dapat melakukan makan, minum dan mandi secara mandiri. Tetapi
ketika ibu pasien meminta tolong untuk melakukan sesuatu, maka pasien selalu pergi untuk
bermain dan tidak mau mengerjakan perintah yang diberikan ibu pasien.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien sudah pernah melakukan terapi bicara saat usia 4-5 tahun
2. Riwayat Gangguan Medik
Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala, malaria, kejang demam, maupun epilepsi.
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif / Alkohol
Riwayat mengkonsumsi alkohol, lem, dan narkoba disangkal. Pasien merupakan perokok aktif
sejak 2 tahun SMRS.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Pranatal dan Perinatal
i. Pasien merupakan anak yang diharapkan, buah pernikahan dari ayah dan ibunya. Tidak ada
niat ingin digugurkan.
ii. Riwayat Kehamilan Ibu: Ibu rajin memeriksakan kandungan ke Dokter Spesialis Kandungan.
Saat kehamilan ibu pernah mengalami keputihan dan ibu berobat ke dokter Spesialis Kandungan.
Oleh dokter, pasien disedot keputihannya dengan menggunakan alat. Keluhan ini pasien alami
selama 3 kali selama masa kehamilan. Ibu tidak pernah mengonsumsi obat-obatan selain vitamin
yang diberikan oleh dokter. Ibu tidak pernah mengonsumsi alcohol dan merokok selama
kehamilan.
iii. Riwayat Persalinan: Usia gestasi 38 minggu, lahir spontan, langsung menangis, BBL:2800g,
PBL: 40cm
2. Riwayat Masa Kanak Awal ( Usia 0-3 tahun)
Pasien tumbuh seperti anak normal, mendapat imunisasi sesuai jadwal posyandu. Perkembangan
bicara pasien mulai terganggu, tidak sesuai dengan anak usianya. Mulai usia 3 tahun, ibu pasien
mengobati anaknya ke pengobatan tradisional.
3. Riwayat masa kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)
Pada usia 4 tahun, pasien dibawa olah kedua orang tuanya untuk berobat ke RSKJ karena belum
bisa bicara. Dan akhirnya pasien di terapi bicara selama 1 tahun, kemudian pasien tidak mau lagi
melanjutkan terapinya. Pasien mulai sekolah usia 6 tahun, pasien disekolahkan di SDLB. Selama
menempuh pendidikan, pasien sudah 3 kali tidak naik kelas. Menurut ibu pasien, guru di
sekolahnya tidak tega untuk menahan pasien di kelas 4 SDLB terus, oleh karena itu pasien di
izinkan untuk naik kelas oleh gurunya.
4. Riwayat Masa Remaja
Saat ini pasien masih bersekolah di SDLB. Pasien memiliki banyak teman. Teman-teman pasien
bukan teman satu sekolahnya, melainkan teman yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Pasien
mengaku sangat senang bermain dengan teman-temannya. Pasien biasanya melakukan balap
motor dengan teman-temannya. Pasien sering merokok jika berkumpul dengan teman-temannya,
dan pasien sering membolos sekolah untuk bermain keluar bersama teman-temannya.
5. Riwayat Pendidikan
Pasien sudah bersekolah sejak usia 6 tahun di SDLB dan sekarang masih duduk di kelas 6
SDLB. Pasien sudah 3 kali tidak naik kelas. Di sekolah pasien sering membolos dari pelajaran
dan bermain ke luar sekolah..
6. Riwayat Kehidupan Beragama
Pasien beragama Islam dan tidak pernah beribadah.
7. Riwayat Psikoseksual
Pasien mengaku tidak pernah berhubungan seksual dan belum memiliki pacar.
8. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum dan terlibat dalam masalah hukum.
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
Di keluarga pasien tidak terdapat keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.
Hubungan antar anggota keluarga baik.
F. Riwayat Kehidupan Sekarang
Pasien merupakan anak kedua dari 3 bersaudara. Pasien tinggal dengan ayah, ibu, kakak dan
adiknya. Saat ini pasien merupakan pelajar di SDLB dan masih duduk di bangku kelas 6. Pasien
sering membolos dari pelajaran di sekolah dan bermain keluar sekolah. Pasien lebih sering
bermain diluar rumah dari pada di rumah. Lingkungan tempat tinggal terkesan cukup baik.
Pasien tinggal di daerah yang cukup padat penduduk dan berdekatan dengan tetangga. Hubungan
pasien dengan keluarga dan tetangga dikenal cukup baik

G. Persepsi Pasien tentang Diri dan Kehidupannya


Pasien mengaku senang tinggal bersama keluarganya. Menurut pasien teman-teman pasien enak
diajak bergaul. Pasien merasa malas di rumah hanya jika ayah pasien selalu melarang pasien
untuk bermain bersama teman-teman pasien, seperti merokok dan balap motor .Pasien merasa
bahagia bila bermain dan berkumpul bersama teman-teman sepermainannya. Pasien mengaku
tidak cocok berteman dan berada di lingkungan sekolahnya.

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 2 Februari 2016, hasil pemeriksaan ini menggambarkan
situasi keadaan pasien saat dilakukan pemeriksaan di ruang Poli RSKJ.
A. Deskripsi Umum :
1. Penampilan umum :
Pasien datang dibawa oleh ibu dan ayah pasien, memakai baju kaos berkerah berwarna hitam
merah, celana jeans hitam, tampak tenang, cukup kooperatif, kontak mata inadekuat.
2. Kesadaran : Komposmentis kualitas tidak berubah
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Baik, aktivitas psikomotor pasien cenderung melihat ibu
pasien ketika pasien diberi pertanyaan, solah-olah pasien minta untuk diterjemahkan oleh ibu
pasien tentang pertanyaan yang diberikan kepadanya.
4. Pembicaraan : pasien tidak dapat menjawab pertanyaan dengan segera jika ditanya, selalu
melihat ke ibu pasien ketika diberi pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan sangat lambat,
intonasi berbicara pasien cukup jelas dengan nada suara yang rendah.
5. Sikap terhadap pemeriksa : Cukup kooperatif, kontak mata inadekuat

B. Keadaan Afektif (mood), Perasaan, dan Empati


1. Mood : Hipotimia
2. Afek : Menyempit

C. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Tidak ditemukan
2. Ilusi : Tidak ditemukan
3. Depersonaisasi : Tidak ditemukan
4. Derealisasi : TIdak ditemukan
5. Gangguan somatosensorik pada reaksi konversi : Tidak ditemukan
6. Gangguan psikofisiologik : Tidak ditemukan

D. Proses Berfikir
1. Bentuk pikir : Realistik
2. Arus pikir : Inkoheren
3. Isi pikiran : Kemiskinan isi pikir, pikiran yang hanya menghasilkan sedkit informasi
dikarenakan ketidakjelasan berbicara.

E. Fungsi Intelektual
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan : kurang
2. Orientasi (waktu, tempat, dan orang) :
a. Waktu : Baik, pasien mengetahui waktu wawancara dilakukan yaitu pagi hari.
b. Tempat : Baik, pasien mengetahui dia sedang berada dipoli RSKJ Bengkulu.
c. Orang : Baik, pasien mengetahui nama ayah, ibu pasien. Selain itu pasien juga mengetahui
dirinya diwawancarai oleh siapa.
d. Situasi : Baik, pasien mengetahui bahwa dia sedang konsultasi dan wawancara.
3. Daya ingat
a. Panjang : sulit dievalusi, pasien tidak menjawab pertanyaan yang diberikan
b. Sedang : Baik, pasien dapat mengingat kejadian 1 bulan yang lalu
c. Pendek : Baik, pasien dapat mengingat apa aktivitas yang dilakukannya kemarin malam.
d. Segera : Baik, pasien dapat mengingat nama pemeriksa dengan baik.
4. Daya konsentrasi dan perhatian :
Konsentrasi pasien kurang baik, pasien tidak dapat menghitung dengan benar angka-angka yang
diberikan pemeriksa seperti 315+120, pasien dapat menjawab dengan benar pertanyaan berikut
45+12 dan 56-13.
5. Pikiran abstrak : sulit dievalusi, pasien tidak menjawab pertanyaan yang diberikan
6. Bakat kreatif : pasien suka balap motor
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Pasien dapat menolong diri sendiri, pasien dapat masak
mie instan dan masak air ketika pasien membutuhkannya. Pasien dapat membereskan tempat
tidur pasien ketika bangun tidur.

F. Pengendalian impuls
Pengendalian impuls pasien kurang baik, selama wawancara pasien emosi
stabil kurang kooperatif selama pemeriksaan dilakukan.

G. Daya nilai dan Uji Daya Nilai


Daya nilai dan uji daya nilai pasien baik.

H. Tilikan
Tilikan derajat IV, pasien mengetahui bahwa dirinya sakit namun tidak mengetahui penyebab
sakitnya pasien.
H. Taraf Dapat Dipercaya
Kemampuan pasien untuk dapat dipercaya cukup akurat, pasien berkata dengan jujur mengenai
peristiwa yang terjadi, dan di cross check juga dengan keterangan dari ibu pasien yang
menceritakan kejadian yang serupa.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
KU : Baik
Sensorium : Compos mentis

Vital Sign
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 21 x/menit
Suhu : 36,5 oC

B. STATUS INTERNUS
Kepala Normosefali, deformitas tidak ada.
Mata Edema palpebra tidak ada, sklera ikterik -/-, konjungtiva palpebra anemis -/-, exoftalmus -/-
Hidung Simetris, deformitas (-), deviasi (-), tidak ada sekret.
Telinga Simetris, bentuk dalam batas normal, menggantung, deformitas (-), sekret (-), nyeri
tekan tragus mastoid tidak ada
Mulut Bibir tidak sianosis, lidah kotor (-), papil lidah tersebar merata, mukosa lidah merah
Leher Dalam batas normal, tiroid tidak membesar, KGB tidak teraba
Thorax Tidak terdapat skar, spider naevi (-), simetris kiri dan kanan
Paru I: Pernapasan statis-dinamis kiri = kanan.
P: Stemfremitus simetris kiri dan kanan
P: Sonor disemua lapang paru
A: Suara napas vesikuler normal (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung I: Iktus kordis tidak terlihat
P: Iktus kordis tidak teraba
P: Tidak dilakukan
A: Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen I: Datar, tampak benjolan (-)
A: Bising usus (+)
P: Timpani (+) di seluruh regio abdomen
P: Nyeri tekan (-)
Ektremitas Superior, inferior, dekstra, sinistra dalam batas normal

C. STATUS NEUROLOGI
N I – XII : Tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal : Tidak ada
Gejala TIK meningkat : Tidak ada
Refleks Fisiologis : Normal
Refleks patologis : Tidak ada

V. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT


Diperlukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini, yaitu Tes IQ.

VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


1. Laki-laki berusia 15 tahun, belum menikah.
2. Penampilan bersih dan cukup rapi, perawatan diri baik
3. Pasien mempunyai keluhan susah berkonsentrasi
4. Pasien merupakan murid di SDLB yang sudah 3 kali tidak naik kelas. Di sekolah pasien suka
bolos dari mata peajaran yang ada di kelasnya.
5. Pasien tidak pernah betah ketika diberikan buku untuk mengerjakan Pekerjaan Rumah yang
diberikan oleh guru di sekolah
6. Pasien suka bermain dengan teman-temannya yang mengajaknya bolos, merokok dan balap
motor
7. Saat hamil ibu mengalami keputihan sebanyak 3 kali dan ibu sudah mengobati keluhannya ke
Dokter Spesialis Kandungan
8. Pasien kooperatif, kontak mata inadekuat, pembicaraan pasien koheren. Mood pasien
hipotimia dengan afek menyempit.
9. Terdapat bentuk pikir realistik, arus pikir koheren, & isi pikir : Kemiskinan isi pikir, pikiran
yang hanya menghasilkan sedikit informasi dikarenakan ketidakjelasan berbicara

VII. FORMULASI DIAGNOSIS


• Aksis I
 Pasien ini tidak terdapat gangguan atau kelainan fisik yang menyebabkan disfungsi otak
sehingga pada pasien ini disingkirkan Gangguan Mental Organik
 Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien tidak pernah menggunakan zat psikoaktif (NAPZA),
tidak terdapat riwayat mengonsumsi alcohol sehingga pasien ini bukan menderita gangguan
mental dan perilaku akibat zat psikoaktif.
 Berdasarkan anamnesis, pada pasien ini terdapat problem dalam hubungan yang berkaitan
dengan gangguan mental atau kondisi medis umum.
• Aksis II
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami retardasi mental ringan (F70)
• Aksis III
Pada pemerikasaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan. Pada pssien ini aksis III tidak ada
diagnostik.
• Aksis IV
 Masalah berkaitan dengan lingkungan social
 Masalah pendidikan
 Masalah psikososial dan lingkungan lain

• Aksis V
GAF Scale 60-51: gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


1. Aksis I
Z63.7 Problem dalam hubungan yang berkaitan dengan gangguan mental atau kondisi medis
umum
2. Aksis II
Retardasi mental ringan (F70)
3. Aksis III
Tidak ada diagnosis
4. Aksis IV
a. Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
b. Masalah pendidikan
c. Masalah psikososial dan lingkungan lain
5. Aksis V
GAF scale 60 – 51

IX. PROGNOSIS
Pada sebagian besar kasus retardasi mental, hendaya intelektual yang mendasari tidak membaik,
tetapi tingkat adaptasi orang yang mengalaminya, secara positif dapat dipengaruhi oleh
lingkungan yang mendukung dan berkualitas baik. Pada umumnya orang dengan retardasi mental
ringan dan sedang memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam beradaptasi terhadap berbagai
keadaan lingkungan.

X. Terapi
1. Psikofarmaka
- Methylphenidate
Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental ringan dengan gangguan defisit
atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan perbaikan bermakna dalam kemampuan
mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas.
2. Psikoterapi & Edukasi
a. Terapi perilaku
Telah digunakan selama bertahun-tahun untuk membentuk dan meningkatkan perilaku sosial dan
untuk mengendalikan dan menekan perilaku agresif dan destruksi pasien. Dorongan positif untuk
perilaku yang diharapkan dan memulai hukuman (seperti mencabut hak istimewa) untuk perilaku
yang tidak diinginkan telah banyak menolong.
b. Terapi kognitif
Seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi dengan instruksi dari diri sendiri,
juga telah dianjurkan untuk pasien retardasi mental yang mampu mengikuti instruksi pasien.
c. Terapi psikodinamika
Telah digunakan pada pasien retardasi mental dan keluarganya untuk menurunkan konflik
tentang harapan yang menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap.
d. Pendidikan Keluarga
Tentang cara meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil mempertahankan harapan yang
realistik untuk pasien.

Anda mungkin juga menyukai