PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang
sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai
masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta pada
kemampuan negara itu dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang
kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial dan ekonomi pada masyarakat (DEPKES RI,
2010).
strategi global untuk terus berupaya menurunkan beban penyakit kusta dalam: ”Enhanced
global strategy for futher reducing the disease burden due to leprosy 2011-2015”; dimana
target yang ditentukan adalah penurunan sebesar 35% kusta pada akhir tahun 2015
Menurut data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, saat ini masih ada 14 propinsi
yang mempunyai beban kusta yang tinggi dengan angka penemuan kasus baru lebih dari 10
per 100 ribu atau penemuan kasus barunya melebihi seribu kasus per tahun. Daerah yang
memiliki beban kusta tinggi antara lain DKI (Daerah Khusus Ibukota) Jakarta, Jawa Tengah,
Jawa Barat, Jawa Timur, seluruh Sulawesi, seluruh Papua dan Maluku (Prawoto, 2008).
Indonesia menempati urutan ke 3 (tiga) setelah India dan Brazilia dalam menyumbang
jumlah penderita. Sejak tahun 2000 status Indonesia sudah Eliminasi Kusta (EKT) yaitu
prevalence Rate < 1/10.000 penduduk. Sedangkan Provinsi Jawa Tengah sudah EKT sejak
tahun 1994. Transmisi penularan cukup tinggi yaitu 12,7% demikian juga angka cacat yaitu
Puskesmas Mendahara Ilir merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang senantiasa
melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dalam hal ini penyakit
kusta di Kecamatan Mendahara Kabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi. Namun untuk
mengetahui apakah upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit kusta sudah efektif,
perlu dilakukan penelitian dan pendataan untuk mengetahui angka kejadian baru penyakit
kusta di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Mendahara periode Juli 2016 – Juni 2017.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui angka kejadian baru penyakit kusta di wilayah kerja Puskesmas
Rawat Inap Mendahara Kecamatan Mendahara Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Provinsi Jambi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui jumlah kasus baru penyakit kusta berdasarkan usia di wilayah kerja
Puskesmas Rawat Inap Mendahara Kecamatan Mendahara Kabupaten Tanjung
Jabung Timur Provinsi Jambi
b. Mengetahui jumlah kasus baru penyakit kusta berdasarkan jenis kelamin di wilayah
kerja Puskesmas Rawat Inap Mendahara Kecamatan Mendahara Kabupaten
Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi
c. Mengetahui jumlah kasus baru penyakit kusta berdasarkan tipe penyakit di wilayah
kerja Puskesmas Rawat Inap Mendahara Kecamatan Mendahara Kabupaten
Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi
C. Manfaat
1. Bagi Puskesmas :
a. Memberi gambaran prevalensi penyakit kusta di wilayah kerja Puskesmas Rawat
Inap Mendahara Kecamatan Mendahara Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi
Jambi
b. Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar setiap memberikan
penatalaksanaan kepada pasien kusta dilakukan secara holistik dan komprehensif
serta mempertimbangkan aspek keluarga dalam kesembuhan.
2. Bagi Masyarakat :
a. Membantu meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit kusta
b. Keluarga menjadi lebih memahami mengenai masalah kesehatan yang ada dalam
lingkungan keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang sulit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Leprae, yang menyerang kulit, saraf tepi dan organ lain kecuali susunan
saraf pusat, dapat menyebabkan kecacatan bila ditemukan terlambat, sedangkan kecacatan
dapat dicegah dengan pemeriksaan fungsi saraf secara rutin setiap bulan pada saat penderita
Penularan terjadi apabila Mycobacterium Leprae yang masih hidup (solid) keluar dari
tubuh penderita dan masuk kedalam tubuh orang lain. Belum diketahui secara pasti
bagaimana cara penularan penyakit kusta, secara teoritis penularan dapat terjadi dengan cara
kontak erat dan lama dengan penderita. Luka dikulit dan mukosa hidung telah lama dikenal
sebagai sumber dari kuman dan terbukti bahwa saluran nafas bagian atas penderita tipe
masa inkubasi 2-5 tahun, dapat juga beberapa bulan sampai beberapa tahun (DINKES
JATENG, 2006).
Hampir semua organ tubuh diserang terutama saraf tepi dan kulit serta organ tubuh
lainnya, seperti mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikulo endothelial, mata,
otot, tulang dan testis. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimtomatik, namun
pada sebagian kecil memperlihatkan gejala-gejala dan mempunyai kecenderungan untuk
Menurut Buku Pedoman Surveilans Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
tahun 2006, menyatakan bahwa untuk menetapkan diagnose penyakit kusta perlu dicari
2. Penebalan saraf tepi disertai dengan gangguan fungsi (fungsi sensoris, motoris maupun
otonom). Gangguan fungsi saraf tersebut adalah akibat dari peradangan kronis saraf
tepi, Saraf tepi yang dapat diserang antara lain: saraf fasialis, saraf auriculomagnus,
saraf radialis, saraf ulnaris, saraf medianus, saraf perineus komunis dan saraf tibialis
posterior.
Seseorang dinyatakan menderita kusta apabila ditemukan salah satu dari tanda-tanda
tersebut di atas. Apabila hanya ditemukan cardinal sign yang kedua (penebalan saraf disertai
gangguan fungsi) dan petugas ragu, maka perlu dirujuk kepada wasor atau ahli kusta dan
apabila masih ragu maka orang tersebut dianggap sebagai kasus yang dicurigai/tersangka
(suspek) dan perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan. Berikut tanda-tanda
a. Lesi yang putih atau merah yang tidak gatal dibagian tubuh
b. Kulit mengkilap
c. Adanya bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut
a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka.
untuk menentukan jenis Multi Drug Therapy (MDT) yang akan diberikan.
c. BTA (negatif)
BTA (positif)
dilihat karena faktor geografi. Namun jika diamati dalam satu Negara atau wilayah
yang sama kondisi lingkungannya ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena
faktor etnik.
Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burma
yang sama, kejadian kusta lepromatosa lebih banyak pada etnik China dibandingkan
Demikian pula kejadian di Indonesia etnik Madura dan Bugis lebih banyak
kusta terdapat hampir di seluruh daerah dengan penyebaran yang tidak merata.
Suatu kenyataan, di Indonesia bagian timur terdapat angka kesakitan kusta yang
lebih tinggi. Penderta kusta 90 % tinggal diantara keluarga mereka dan hanya
beberapa pasien saja yang tinggal di Rumah Sakit kusta, koloni penampungan atau
perkampungan kusta.
Sudah diketahui bahwa faktor sosial ekonomi berperan penting dalam kejadian
kusta. Hal ini terbukti pada Negara-negara di Eropa. Dengan adanya peningkatan
sosial ekonomi, maka kejadian kusta sangat cepat menurun bahkan hilang. Kasus
kusta impor pada Negara tersebut ternyata tidak menularkan kepada orang yang
sosial ekonominya tinggi. Kegagalan kasus kusta impor untuk menularkan pada
kasus kedua di Eropa juga disebabkan karena tingkat sosial ekonomi yang tinggi.
berdasarkan prevalensi, hanya sedikit yang berdasarkan insiden karena pada saat
timbulnya penyakit sangat sulit diketahui. Dengan kata lain kejadian penyakit sering
terkait pada umur pada saat diketemukan dari pada saat timbulnya penyakit. Pada
penyakit kronik seperti kusta, informasi berdasarkan data prevalensi dan data umur
pada saat timbulnya penyakit mungkin tidak menggambarkan resiko spesifik umur.
Kusta diketahui terjadi pada semua umur berkisar antara bayi sampai umur tua (3
minggu sampai lebih dari 70 tahun). Namun yang terbanyak adalah pada umur muda
dan produktif.
lingkungan atau faktor biologi. Seperti kebanyakan penyakit menular lainnya laki-
laki lebih banyak terpapar dengan faktor resiko sebagai akibat gaya hidupnya.
a. Penyebab
kali ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen pada tahun 1873. Mycobacterium leprae
hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan cell)
dan sel dari system retikuloendotelial. Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2-3
minggu. Di luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dari secret nasal
dapat bertahan sampai 9 hari (Desikan 1977, dalam Leprosy Medicine in the Tropics
Edited by Robert C. Hasting, 1985). Pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta pada
b. Sumber Penularan
Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini yang dianggap sebagai sumber
penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse dan pada
telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus (Athymic nude mouse).
Sumber penularan penyakit ini adalah Penderita Kusta Multi basiler (MB) atau
Kusta Basah. Mukosa hidung telah lama dikenal sebagai sumber dari kuman. Suatu
kerokan hidung dari penderita tipe Lepromatous yang tidak diobati menunjukkan
jumlah kuman sebesar 1010 dan telah terbukti bahwa saluran napas bagian atas dari
lingkungan. Penularan bisa melalui udara ketika kontak erat dan lama dengan pasien
kusta. Ibu penderita kusta sangat mungkin menularkan penyakit kepada anak dan
d. Cara Penularan
Kuman kusta mempunyai masa inkubasi selama 2-5 tahun, akan tetapi dapat
(hidup) keluar dari tubuh penderita dan masuk kedalam tubuh orang lain. Belum
diketahui secara pasti bagaimana cara penularan penyakit kusta. Secara teoritis
penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan penderita.
Penderita yang sudah minum obat sesuai regimen WHO tidak menjadi sumber
penularan kepada orang lain. Masa inkubasi kusta yang panjang, bisa lebih dari 10
tahun dan tanpa rasa sakit menyebabkan pengidap kerap tidak menyadari dirinya
Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh pejamu sampai saat ini belum
Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan
termasuk kuman obligat intraseluler dan sistem kekebalan yang efektif adalah sistem
faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.
Dari studi keluarga kembar didapatkan bahwa faktor genetic mempengaruhi tipe
Sebagian besar (95%) manusia kebal terhadap kusta, hanya sebagian kecil yang
dapat ditulari (5%). Dari 5% yang tertular tersebut, sekitar 70% dapat sembuh
Contoh: dari 100 orang yang terpapar: 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang
sembuh sendiri tanpa obat, 2 orang menjadi sakit dimana hal ini belum
terbesar yang telah atau akan menjadi resisten terhadap kuman kusta.
E. Mycobacterium Leprae
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Subordo : Corynebacterneae
Genus : Mycobacterium
Spesies : M.leprae
2. Morfologi
Mycobacterium leprae berbentuk basil atau batang dengan ukuran 3-8 µm x 0,5
µm, merupakan bakteri tahan asam dan alkohol dan merupakan Gram postif. Bakteri ini
tidak terlalu mudah menular dan memiliki waktu inkubasi yang lama. DNA Plasmid
Mycobacterium leprae dapat menginfeksi sel saraf manusia. Plasmid ini dapat hidup
terpisah dari kromosom bakteri dan tubuh bakteri itu sendiri ketika menginvasi sel tubuh
manusia. Kurang dari 5 persen orang yang terinfeksi Mycobacterium Leprae terkena
penyakit kusta. Hal ini disebabkan oleh faktor imun respon pada masing-masing
individu.
Mycobacterium leprae adalah bakteri aerob obligat. Energi didapat dari oksidasi
biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari bakteri lain, waktu
pembelahan adalah sekitar 18 jam. Suhu pertumbuhan optimum 37º C. Koloni cembung,
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk mengetahui gambaran angka
Mendahara Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi periode Juli 2016-Juni
2017.
a. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh warga yang datang berobat di wilayah kerja
Puskesmas Rawat Inap Mendahara Kecamatan Mendahara Kabupaten Tanjung
Jabung Timur Provinsi Jambi periode Juli 2016 – Juni 2017
b. Sampel
Sampel penelitian ini adalah warga yang datang berobat dan positif terkena kusta
di Puskesmas Rawat Inap Mendahara Kecamatan Mendahara Kabupaten Tanjung
Jabung Timur Provinsi Jambi periode Juli 2016 – Juni 2017
.
3.4. Kirteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua warga wilayah kerja Puskesmas
Rawat Inap Mendahara Kecamatan Mendahara Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Provinsi Jambi periode Juli 2016 – Juni 2017
b. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah masyarakat yang tidak datang berobat ke
Puskesmas Rawat Inap Mendahara.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh. Yaitu teknik
pengambilan sample bila semua anggota populasi digunakan sebagai sample. Hal ini
dilakukan jika jumlah populasi relative kecil.
1. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri, dan pengumpulannya
oleh peneliti misalnya dari biro statistic, majalah, keterangan atau publikasi lainnya.
Data sekunder penelitian ini diperoleh dari Puskesmas Rawat Inap Mendahara,
Pelaksanaan Program Kusta.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pengumpulan data
b. Pengolahan dan analisis data.
c. Penyusunan hasil laporan penelitian.
Seluruh data yang telah diperoleh akan dianalisis dan diolah dengan menggunakan
bantuan pengolahan analisis data.
BAB IV