Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi
dan dapat disebabkan oleh berbagi hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan (Vaughan, 2000).

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga berhubungan
dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit
sistemis, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang lama, atau kelainan mata yang lain
(seperti uveitis anterior) (Smeltzer, 2001) Hal 1996.

Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi
keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang berarti air terjun. Hal ini disebabkan karena
pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup oleh air terjun didepan matanya (Ilyas,
2006) hal 2. Jadi dapat disimpulkan, katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan dan
dilalui cahaya ke retina, yang dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi kerusakan
penglihatan.

B. Jenis – jenis Katarak

Jenis- jenis katarak menurut (Vaughan, 2000) hal 177- 181 terbagi atas :

1. Katarak terkait usia (katarak senilis)

Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu-satunya gejala
adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.

2. Katarak anak- anak

Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak
katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin terdapat
faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau
beerkaitan dengan berbagai sindrom.
b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab
spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun
tembus. Penyyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat.
3. Katarak traumatic
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau
trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya
benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-
kadang korpus vitreum masuk ke dalam struktur lensa.
4. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraocular pada fisiologi
lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya mengenai
seluruh struktur lensa. Penyakit- penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan
pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis
pigmentosa dan pelepasan retina.
5. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik berikut: diabetes
mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan
syndrome Lowe, Werner atau Down.
6. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat
penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu makan).
Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam
bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
7. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik yang
terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.

C. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi mata

a. Struktur Mata Eksternal

Gambar 1.

Struktur mata eksternal

(Smeltzer, 2001)

1) Alis

Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu. Alis dikaitkan pada otot-
otot sebelah bawahnya serta berfungsi melindungi mata dari sinar matahari.

2) Kelopak mata
Kelopak mata merupakan dua buah lipatan muskulofibrosa yang dapat digerakkan, dapat
dibuka dan ditutup untuk melindungi dan meratakan air mata ke permukaan bola mata dan
mengontrol banyaknya sinar yang masuk. Kelopak tersusun oleh kulit tanpa lemak subkutis.
Batas kelopak mata berakhir pada plat tarsal, terletak pada batas kelopak. Sisi bawah
kelopak mata dilapisi oleh konjungtiva.

3) Bulu mata

Bulu mata melindungi mata dari debu dan cahaya.

a. Struktur Mata Internal

Gambar 2.

Struktur mata internal

(Smeltzer, 2001)

1) Sklera

Lapisan paling luar dan kuat ( bagian “putih” mata). Bila sklera mengalami penipisan maka
warnanya akan berubah menjadi kebiruan. Dibagian posterior, sklera mempunyai lubang
yang dilalui saraf optikus dan pembuluh darah retina sentralis. Dibagian anterior berlanjut
menjadi kornea. Permukaan anterior sklera diselubungi secara longgar dengan konjungtiva.
Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus serta membantu mempertahankan
bentuk biji mata.

2) Khoroid

Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan ranting-ranting arteria oftalmika,
cabang dari arteria karotis interna. Lapisan vaskuler ini membentuk iris yang berlubang di
tengahnya, atau yang disebut pupil (manik) mata. Selaput berpigmen sebelah belakang iris
memancarkan warnanya dan dengan demikian menentukan apakah sebuah mata itu
berwarna biru, coklat, kelabu, dan seterusnya. Khoroid bersambung pada bagian depannya
dengan iris, dan tepat dibelakang iris. Selaput ini menebal guna membentuk korpus siliare
sehingga terletak antara khoroid dan iris. Korpus siliare itu berisi serabut otot sirkulerndan
serabut-serabut yang
letaknya seperti jari-jari sebuah lingkaran. Kontraksi otot sirkuler menyebabkan pupil mata
juga berkontraksi. Semuanya ini bersama-sama membentuk traktus uvea yang terdiri dari
iris, korpus siliare, dan khoroid. Peradangan pada masing masing bagian berturut-turut
disebut iritis, siklitis, dan khoroiditis, atau pun yang secara bersama-sama disebut uveitis.
Bila salah satu bagian dari traktus ini mengalami peradangan, maka penyakitnya akan segera
menjalar kebagian traktus lain di sekitarnya.

3) Retina

Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu sel-sel saraf batang
dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi retina yang merupakan jaringan saraf
halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju jaringan saraf halus yang
menghantarkan impuls saraf dari luar menuju diskus optikus, yang merupakan titik dimana
saraf optik meninggalkan biji mata. Titik ini disebut titik buta, oleh karena tidak mempunyai
retina. Bagian yang paling peka pada retina adalah makula, yang terletak tepat eksternal
terhadap diskus optikus, persis berhadapan dengan pusat pupil.

4) Kornea

Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sklera yang putih dan
tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan tepi adalah epithelium
berlapis yang tersambung dengan konjungtiva.

5) Bilik anterior (kamera okuli anterior)

Terletak antara kornea dan iris.

6) Iris

Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid. Iris berisi dua
kelompok serabut otot tak sadar (otot polos). Kelompok yang satu mengecilkan ukuran
pupil, sementara kelompok yang lain melebarkan ukuran pupil itu sendiri.

7) Pupil

Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris, dimana cahaya dapat
masuk untuk mencapai retina.

8) Bilik posterior (kamera okuli posterior)

Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun bilik posterior yang diisi dengan
aqueus humor.

9) Aqueus humor

Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali ke dalam aliran darah pada sudut
iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai Saluran Schlemm.

10) Lensa

Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan. Tebalnya ±4 mm dan
diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula (zonula zinni) yang
menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aqueus
dan disebelah posterior terdapat vitreus humor. Kapsul lensa adalah membrane
semipermiabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Di sebelah depan terdapat selapis
epitel subkapular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteks nya. Sesuai dengan
bertambahnya usia, serat-serat lamelar sub epitel terus diproduksi sehingga lensa lama-
kelamaan menjadi kurang elastik. Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada di jaringan lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, maupun saraf dalam lensa.

11) Vitreus humor

Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina yang diisi dengan cairan
penuh albumen berwarna keputih-putihan seperti agar-agar. Berfungsi untuk memberi
bentuk dan kekokohan pada mata, serta mempertahankan hubungan antara retina dengan
selaput khoroid dan sklerotik.

2. Fisiologi mata

Saraf optikus atau urat saraf cranial kedua adalah saraf sensorik untuk penglihatan. Saraf ini
timbul dari sel-sel ganglion dalam retina yang bergabung untuk membentuk saraf optikus. Saraf ini
bergerak ke belakang secara medial dan melintasi kanalis optikus, memasuki rongga cranium lantas
kemudian menuju khiasma optikum. Saraf penglihatan memiliki 3 pembungkus yang serupa dengan
yang ada pada meningen otak. Lapisan luarnya kuat dan fibrus serta bergabung dengan sclera,
lapisan tengah halus seperti arakhnoid, sementara lapisan dalam adalah vakuler (mengandung
banyak pembuluh darah). Pada saat serabut-serabut itu mencapai khiasma optikum, maka separuh
dari serabut-serabut itu akan menuju ke traktus optikus sisi seberangnya, sementara separuhnya lagi
menuju traktus optikus sisi yang sama. Dengan perantara serabut-serabut ini, maka setiap serabut
nervus optikus dihubungkan dengan kedua sisi otak sehingga indera penglihatan menerima
rangsangan berkas-berkas cahay pada retina. Pusat visual terletak pada kortex lobus oksipitalis otak
(Pearce, 1997).

Indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina dengan


perantaraan serabut nervus optikus, menghantarkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak
untuk ditafsirkan. Cahaya yang jatuh ke mata menimbulkan bayangan yang difokuskan pada retina.
Bayangan itu akan menembus dan diubah oleh kornea, lensa badan aqueus dan vitreus. Lensa
membiaskan cahaya dan memfokuskan bayangan pada retina, bersatu menangkap sebuah titik
bayangan yang difokuskan. Gangguan lensa adalah kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomaly
geometric. Pasien yang mengalami gangguan- gangguan tersebut mengalami kekaburan penglihatan
tanpa rasa nyeri.

a. Pembentukan bayangan

Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu dari bayangan objek di retina. Bayangan
dalam fovea di retina selalu lebih kecil dan terbalik dari objek nyata. Bayangan yang jatuh pada
retina akan menghasilkan sinyal saraf dalam mosaik reseptor, selanjutnya mengirim bayangan dua
dimensi ke otak untuk direkonstruksikan menjadi bayangan tiga dimensi. Pembentukan bayangan
abnormal terjadi jika bola mata terlalu panjang dan berbentuk elips, titik focus jatuh didepan retina
sehingga bayangan menjadi kabur. Untuk melihat lebih jelas harus mendekatkan mata pada objek
yang dilihat, dibantu dengan lensa bikonkaf yang memberi cahaya divergen sebelum masuk mata.
Pada hipermetropia, titik fokus jatuh di belakang retina. Kelainan dikoreksi dengan lensa bikonveks.
Sedangkan pada presbiopia, bentuk abnormal karena lanjut usia yang kehilangan kekenyalan lensa.
b. Respon bola mata terhadap benda

Relaksasi muskulus siliaris membuat ligamentum tegang, lensa tertarik sehingga bentuknya
lebih pipih. Keadaan ini akan memperpanjang jarak fokus. Bila benda dekat dengan mata maka otot
akan berkontraksi agar lengkung lensa meningkat. Jika benda jauh, maka m. siliaris berkontraksi agar
pipih supaya bayangan benda pada retina menjadi tajam. Akomodasi mengubah ukuran pupil,
kontraksi iris membuat pupil mengecil dan melebar. Jika sinar terlalu banyak maka pupil menyempit
agar sinar tidak seluruhnya masuk ke dalam mata. Dalam keadaan gelap pupil melebar agar sinar
banyak yang ditangkap. Dalam hal melihat benda, jika mata melihat jauh kemudian melihat dekat
maka pupil berkontraksi agar terjadi peningkatan ke dalam lapang penglihatan. Akomodasi lensa
diatur oleh mekanisme umpan balik negatif secara otomatis.

c. Lintasan penglihatan

Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke belakang melalui nervus optikus.
Pada persilangan optikus, serabut menyilang ke sisi lain bersatu dengan serabut yang berasal dari
retina. Otak menggunakan visual sebagai informasi untuk dikirim ke korteks serebri dan visual pada
bagian korteks visual ini membentuk gambar tiga dimensi. Gambar yang ada pada retina di traktus
optikus disampaikan secara tepat ke korteks jika seseorang kehilangan lapang pandang sebagian
besar dapat dilacak lokasi kerusakan di otak yang bertanggung jawab atas lapang pandang.

D. Etiologi

Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak bias mengalami katarak yang
biasanya merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan di dalam kehamilan, keadaan ini disebut
sebagai katarak kongenital. Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau
kapsul lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan kapsul lensa.
Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada orang tua nukleus ini menjadi keras.
Katarak dapat mulai dari nukleus, korteks, dan subkapsularis lensa.

Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih
padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan
benda dekat berkurang. Hal ini mulai terlihat pada usia 45 tahun dimana mulai timbul kesukaran
melihat dekat (presbiopia). Pada usia 60 tahun hampir 60% mulai mengalami katarak atau lensa
keruh.

Katarak biasanya berkembang pada kedua mata akan tetapi progresivitasnya berbeda.
Kadang-kadang penglihatan pada satu mata nyata berbeda dengan mata yang sebelahnya.
Perkembangan katarak untuk menjadi berat memakan waktu dalam bulan hingga tahun.

Berbagai faktor dapat mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih cepat. Faktor lain dapat
mempengaruhi kecepatan berkembangnya kekeruhan lensa sepertidiabetes melitus, obat tertentu,
sinar ultra violet B dari cahaya matahari, efek racun dari merokok, dan alkohol, gizi kurang vitamin E,
dan radang menahun di dalam bola mata. Obat tertentu dapat mempercepat timbulnya katarak
seperti betametason, klorokuin, klorpromazin, kortison, ergotamin, indometasin, medrison,
neostigmin, pilokarpin dan beberapa obat lainnya. Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti
diabetes melitus dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan lensa yang akan menimbulkan katarak
komplikata (Ilyas, 2006)
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara
kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan
penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi
sinar ultraviolet B, obat obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang
kurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer, 2001).

E. Patofisiologi

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen
anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang
paling bermakna, Nampak seperti kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar
lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang
dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia
dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.

F. Manifestasi Klinik

Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien melaporkan penurunan
ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang
diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi, temuan objektif biasanya meliputi pengembunan
seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika
lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam
menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan
yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang
normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap
selama bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat
pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan.

Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang
menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya, ada yang mengatur ulang
perabotan rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang
mengenakan topi berkelepak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat
mengendarai mobil pada siang hari (Smeltzer, 2001). Menurut (Mansjoer, 2000), pada katarak senil,
dikenal 4 stadium yaitu: insipiens, matur, imatur, dan hipermatur
G. Penatalaksanaan

Sampai saat ini belum ditemuka n obat yang dapat mencegah katarak. Beberapa penelitian
sedang dilakukan untuk memperlambat proses bertambah keruhnya lensa untuk menjadi katarak
(Ilyas, 2006).

Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat progresifitas atau mencegah
terjadinya katarak, tatalaksana masih dengan pembedahan (James, 2006). Untuk menentukan waktu
katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan dan bukan oleh hasil
pemeriksaan. Tajam penglihatan dikaitkan dengan tugas sehari-hari penderita. Digunakan nama
insipien, imatur, matur, dan hipermatur didasarkan atas kemungkinan terjadinya penyulit yang
dapat terjadi (Prof. Dr Sidarta Ilyas, dkk, 2002).

Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian lensa
dengan implant plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan anestesi lokal
daripada anestesi umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau
diberikan secara topikal. Operasi dilakukan dengan insisi luas pada perifer kornea atau sklera
anterior, diikuti oleh ekstraksi (lensa diangkat dari mata) katarak ekatrakapsular. Insisi harus dijahit.
Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil
dari kornea atau sklera anterior (fakoemulsifikasi).

H. Komplikasi

1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel
vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan resikoterjadinya glaucoma
atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument
yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (virektomi). Pemasanagan lensa intraocular sesegera
mungkin tidak bias dilakukan pada kondisi ini.
2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi
dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi.
Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
3. Endoftalmitis. Komplikasi infeksi ekstraksi katarak yang serius, namun jarang terjadi.

I. Pengkajian Fokus

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting di
lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah
sakit.

1. Biodata

Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat dan nomor register.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah primer pasien, seperti:
kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau hilangnya daerah penglihatan soliter.
Perawat harus menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata dan
berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting. Apakah
pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa yang terakhir diderita pasien.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan kacamata atau lensa
kontak?, apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh?, apakah
ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi?, bagaimana dengan masalah membedakan
warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?

d. Riwayat kesehatan keluarga

Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-nenek.

3. Pemeriksaan fisik

Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina
tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap
refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp
memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat.
Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi
steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab
okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi
sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).

4. Perubahan pola fungsi

Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut (gordon) adalah sebagai berikut :

a) Persepsi tehadap kesehatan

Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah kebiasaan merokok,


mengkonsumsi alkohol, dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat,
makanan atau yang lainnya.

b) Pola aktifitas dan latihan

Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau perawatan diri, dengan skor :
0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2= perlu bantuan orang lain, 3= perlu bantuan orang lain
dan alat, 4= tergantung/ tidak mampu. Skor dapat dinilai melalui :

c) Pola istirahat tidur

Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti insomnia atau masalah
lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.

d) Pola nutrisi metabolic

Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa yang telah diberikan. Kaji
nafsu makan pasien sebelum dan setelah sakit mengalami perubahan atau tidak, adakah
keluhan mual dan muntah, adakah penurunan berat badan yang drastis dalam 3 bulan
terakhir.

e) Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau kesulitan. Untuk BAK kaji
warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi.

f) Pola kognitif perseptual

Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara, mendengar, melihat,
membaca serta kemampuan pasien berinteraksi. Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika
ada kaji kualitas nyeri.

g) Pola konsep diri

Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga diri, ideal diri
pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya.

h) Pola koping

Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima dan menghadapi
perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit hingga setelah sakit.

i) Pola seksual reproduksi

Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan adakah masalh saat
menstruasi.

j) Pola peran hubungan

Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem pendukung dalam menghadapi
masalah, dan bagaiman dukungan keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit.

k) Pola nilai dan kepercayaan

Apa agama pasien, sebagai pendukung untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan atas
sakit yang diderita.

5. Pemeriksaan Diagnostik

Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen, keratometri,
pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka A scan ultrasound (echography) dan hitung
sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan
dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan
kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL (Smeltzer, 2001).

J. Pathways Keperawatan
K. Diagnosa Keperawatan

1. Pre Operasi

a. Cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman


mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan.
b. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
c. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/ perubahan status organ indera.

2. Post Operasi
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
b. Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori / status organ indera.
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan pasca
operasi.
d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan perifer sementara dan
persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.
e. Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
f. Diagnosa Psikososial : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan sumber
informasi.

L. Fokus Intervensi & Rasional

1. Pre Operasi

Diagnosa keperawatan : cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya
pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan.

Tujuan : menurunkan stress emosional, ketakutan dan depresi, penenmaan pembedahan dan
pemahaman instruksi.

Kriteria hasil: mengucapkan pemahaman mengenai informasi.

Rencana tindakan :

1) Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk mengetahui keprihatinan
pasien, perasaan, dan tingkat pemahaman.
Jawab pertanyaan, beri dukungan dan bantu pasien dengan metode koping.
Rasional : informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak diketahui.Mekanisme koping
dapat membantu pasien berkompromi dengan kegusaran, ketakutan, depresi, tegang,
keputusasaan, kemarahan dan penolakan
2) Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru.
Rasional: pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi ansietas dan
meningkatkan keamanan.
3) Jelaskan rutinitas persiapan operasi dan tindakan operasi yang akan dilakukan
Rasional: Pasien yang telah mendapat banyak informasi akan lebih mudah menerima
pemahaman dan mematuhi instruksi.
4) Jelaskan intervensi sedetil-detilnya. Perkenalkan diri anda pada setiap interaksi, terjemahkan
setiap suara asing, pergunakan sentuhan untuk membantu komunikasi verbal.
Rasional: Pasien yang mengalami gangguan visual bergantung pada masukan indera yang
lain untuk mendapatkan informasi.
5) Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu. Pasan makanan yang
bisa dimakan dengan tangan bagi mereka yang tak dapat melihat dengan baik atau tidak
memiliki keterampilan koping untuk mempergunakan peralatan makan.
Rasional: Perawatan diri dan kemandirian akan meningkatkan rasa sehat.
6) Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti daiam perawatan pasien.
Rasional: Pasien mungkin tak mampu melakukan semua tugas sehubungan dengan
penanganan dan perawatan diri.
7) Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila memungkinkan
Rasional: Isolasi sosial dan waktu luang yang terlalu lama dapat menimbulkan perasaan
negatif.

b. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cedera dapat dicegah.

Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan
melindungi diri dari cedera.

Rencana tindakan :

1) Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi, pre operasi sampai stabil, dan mencapai
penglihatan dan keterampilan koping yang memadai. Gunakan teknik bimbingan
penglihatan.
Rasional : Menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah sempoyongan atau tidak
mempunyai keterampilan koping untuk kerusakan penglihatan.
2) Bantu pasien menata lingkungan. Jangan mengubah penataan meja kursi tanpa orientasi
terlebih dahulu. Rasoinal : Memfasilitasi kemandirian dan menurunkan resiko cedera.
3) Orientasikan pasien pada ruangan. Rasional : Meningkatkan keamanan mobilitas dalam
lingkungan.
4) Bahas perlunya penggunaan persisai metal atau kacamata bila diperintahkan
Rasional : Tameng logam atau kacamata melindungi mata terhadap cedera.
5) Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata.
Rasional : Cedera dapat terjadi bila wadah obat menyentuh mata.

c. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan


sensori/ perubahan status organ indera.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat meningkatkan ketajaman


penglihatan dalam batas situasi individu.

Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan,


mengidentifikasi atau memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

Rencana tindakan :

1) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab kehilangan
penglihatan terjadi secara lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut
pada laju yang berbeda. Tetapi biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur
2) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain disekitarnya.
Rasional : Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan
disorientasi pasca operasi.
3) Observasi tanda dan gejala disorientasi. Pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-
benar sembuh.
Rasional : Terbangun dalam lingkungan tidak dikenal dan mengalami keterbatasan
penglihatan dapat mengakibatkan bingung pada orang tua. Meningkatkan resiko jatuh bila
bingung/tidak tahu ukuran tempat tidur.
4) Pendekatan dari sisi yang tidak dioperasi, bicara dan menyentuh sering, dorong orang
terdekat tinggal dengan pasien.
Rasional : Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
5) Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata di mana dapat terjadi bila
menggunakan obat teles mata.
Rasional : Gangguan penglihatan/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi
secara bertahap menurun dengan penggunaan.
6) Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar ± 25%,
penglihatan perifer hilang, dan buta titik mungkin ada.
Rasional : Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingunng
penglihatan/ meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.

1. Post Operasi

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan
demam.

Rencana tindakan :

1) Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.


Rasional : Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontamenasi area operasi.
2) Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam dengan kapas
basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan dan masukkan lensa kontak bila
menggunakan.
Rasional : Teknik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
3) Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.
Rasional: Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
4) Observasi/diskusikan tanda terjadinya infeksi, contoh : kemerahan, kelopak bengkak,
drainase purulen.
Rasional : Infeksi mata terjadi 2 sampai 3 hari setelah prosedur dan memerlukan upaya
intervensi.
5) Berikan obat sesuai indikasi. Antibiotic (topical, parenteral, subkonjungtiva) dan steroid.
Rasional : Sediaan topical digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih agresif
diperlukan bila terjadi infeksi. Steroid digunakan untuk menurunkan inflamasi.

b. Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan


sensori / status organ indera.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat meningkatkan ketajaman
penglihatan dalam batas situasi individu.

Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan,


mengidentifikasi atau memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

Rencana tindakan :

1) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab kehilangan
penglihatan terjadi secara lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut
pada laju yang berbeda. Tetapi biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur
2) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain disekitarnya.
Rasional : Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan
disorientasi pasca operasi.
3) Observasi tanda dan gejala disorientasi.
Rasional : Berada dalam lingkungan baru dengan mengalami keterbatasan penglihatan dapat
mengakibatkan bingung.
4) Pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dan penglihatan bisa
digunakan dengan maksimal.
Rasional : Meningkatkan resiko jatuh bila bingung/tidak terbiasa dengan keadaan di rumah
sakit.
5) Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata dimana dapat terjadi bila
menggunakan obat teles mata.
Rasional : Gangguan penglihatan/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi
secara bertahap menurun dengan penggunaan.
6) Ingatkan pasien untuk menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar ±25%,
penglihatan perifer hilang, dan buta titik mungkin ada.
Rasional : Perubahan ketajaman dapat menyebabkan gangguan penglihatan/ meningkatkan
resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.

c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan operasi yang akan dilakukan.

Tujuan : Mendemonstrasikan berkurangnya ketidaknyamanan mata.

Kriteria hasil : Menyangkal ketidaknyamanan mata, tak ada merintih, ekspresi wajah rileks.

Rencana tindakan :

1) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya terus-menerus, sakit,
menusuk, terbakar. Buat rentang intesitas pada skala 0-10.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/ keefektifan
intervensi.
2) Berikan analgesik resep sesuai pesanan dan mengevaluasi keefektifan. Beri tahu dokter bila
nyeri mata menetap atau memburuk setelah pemberian pengobatan.
Rasional : Analgesik memblokir jaras nyeri. Ketidaknyamanan mata berat menandakan
perkembangan komplikasi dan perlunya perhatian medis segera. Ketidaknyamanan ringan
diperkirakan
3) Berikan anti inflamasi dan agen anti infeksi oftalmik yang diresepkan.
Rasional : Untuk menurunkan bengkak dan mencegah infeksi.
4) Berikan kompres dingin sesuai pesanan dengan menggunakan teknik aseptik. Ajarkan pasien
bagaimana memberikan kompres dengan menggunakan teknik aseptik dalam persiapan
pulang. Tekankan pentingnya mencuci tangan sebelum perawatan mata di rumah.
Rasional : Dingin membantu menurunkan bengkak. Kerusakan jaringan mempredisposisikan
pasien pada invasi bakteri.

d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan perifer sementara dan
persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, cedera dapat dicegah.

Kriteria hasil: tidak ada memar kaki, menyangkal jatuh, tidak ada manifestasi peningkatan
intraokular atau perdarahan.

Rencana tindakan :

1) Pertahankan posisi tempat tidur rendah, pagar tempat tidur tinggi, dan bel pemanggil di
samping tempat tidur. Orientasikan ulang pasien terhadap susunan struktur ruangan.
Instruksikan pasien untuk memberi tanda untuk bantuan bila turun dari tempat tidur sampai
mampu ambulasi tanpa bantuan.
Rasional : Beberapa kejadian kehilangan keseimbangan terjadi bila mata ditutup, khususnya
pada lansia.
2) Mulai tindakan-tmdakan untuk mencegah peningkatan tekanan intraokular :
a) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi kira- kira 45 derajat untuk 24 jam pertama.
b) Ingatkan pasien untuk menghindari batuk, bersin, membungkuk dengan kepala rendah
dari panggul, dan mengejan.

Rasional: Peningkatan tekanan intraokular meningkatkan nyeri dan resiko terhadap


kerusakan jahitan yang digunakan pada pembedahan mata.

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan sumber informasi.

Tujuan : memenuhi kebutuhan informasi klien.

Kriteria hasil: Menyatakan pemahaman kondisi dan pengobatan, melakukan prosedur dengan benar
dan alasan tindakan.

Rencana tindakan :

1) Kaji informasi tentang kondisi individu dan prognosis.


Rasional: Meningkatkan kerjasama dengan program pascaoperasi.
2) Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
Rasional: Dapat bereaksi silang/ campur dengan obat yang diberikan.
3) Diskusikan kemungkinan efek/ interaksi obat mata dan masalah medis pasien seperti
hipertensi, PPOM. Ajarkan metode yang tepat memasukkan obat tetes untuk meminimalkan
efek sistemik.
Rasional : Tindakan benar dapat membatasi absorbsi dalam sirkulasi sistemik, meminimalkan
masalah interaksi obat dan efek sistemik yang tidak diinginkan.
4) Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beritahu untuk melaporkan penglihatan
berawan.
Rasional: Pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi serius. Pada beberapa pasien,
kapsula posterior dapat menebal dalam 2 minggu/ beberapa tahun pasca operasi,
memerlukan terapi laser untuk mempeebaiki penglihatan.

f. Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan : cemas yang dirasakan pasien hilang.

Kriteria hasil: Tampak rileks melaporkan ansietas menurun, menggunakan sumber secara efektif

Rencana tindakan :

1) Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman dan pengetahuan kondisi saat ini.
Rasional : Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial siklus
ansietas, dan dapat mempengaruhi uoaya medik.
2) Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan
pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
Rasional : Menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/ harapan yang akan
datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
3) Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk menerima situasi nyata. Mengklarifikasi salah
konsepsi dan pemecahan masalah.
4) Identifikasi sumber/ orang yang menolong
Rasional : Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendirian dalam menghadapi masalah.

Anda mungkin juga menyukai