Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH :
NAMA : EKA SUNTIARA
STAMBUK : N 111 16 100
PEMBIMBING : Dr. dr. M SABIR, M. Si
dr. NUR INDRIYANI
PENDAHULUAN
1
provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat,
Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, Papua Barat dan Papua). Bila dilihat per kelompok umur diare
tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi
pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan menurut jenis kelamin
prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki
dan 9,1% pada perempuan.3
Di Sulawesi Tengah tahun 2015, target penemuan kasus diare yaitu
61.561 kasus. Berdasarkan laporan bulanan program Diare menurut
Kabupaten/Kota tahun 2015, jumlah kasus Diare yang ditangani di sarana
kesehatan adalah sebanyak 55.211 kasus dengan persentase yaitu 89,7 %.
Secara keseluruhan, poporsi kasus diare dominan pada jenis kelamin
Perempuan (92,2%) dari pada jenis kelamin laki-laki (88,9%). Faktor-faktor
yang mempengaruhi rendahnya cakupan pelayanan diare yaitu masih
rendahnya kualitas dan kuantitas SDM yang terlatih dalam hal pencatatan
dan pelaporan belum optimal, seperti ada beberapa puskesmas yang
mengirimkan laporan belum lengkap serta masih ada beberapa kabupaten
yang masih menggunakan format pelaporan yang lama, sehingga
menyulitkan pengelola dalam merekap kembali laporan yang di kirim ke
pengelola program provinsi4.
Walaupun lebih dari 90 persen ibu mengetahui tentang paket oralit,
hanya satu dari tiga (35%) anak yang menderita diare diberi oralit, hasil
tersebut sama dengan temuan SDKI 2002-2003. Pada 30 % anak yang diare
diberi minuman lebih banyak, 22% diberi Larutan Gula Garam (LGG), dan
61% diberi sirup/pil, sementara 14% diberi obat tradisonal atau lainnya.
Sedangkan 17% anak yang menderita diare tidak mendapatkan pengobatan
sama sekali.32
2
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berpotensi untuk
terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Berdasarkan laporan P2 diare di
UPTD Puskesmas Wani, jumlah kesakitan diare bisa disebabkan banyak
faktor diantaranya masih kurangnya pemahaman dan kepedulian masyarakat
untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti masih kurangnya
menggunakan air bersih, jamban dan personal hygenie.5
3
BAB II
PERMASALAHAN
4
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Nunu, Boyaoge dan
Balaroa
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Palu
4. Sebelah barat berbatasan dengan Donggala Kodi dan Kelurahan
TipoBalaroa
Tabel 1.
Distribusi Kelurahan Dirinci Menurut Wilayah Kerja UPTD Urusan Puskesmas
Kamonji Tahun 2016
Luas
Jumlah Kepadatan
No Kelurahan Wilayah
Penduduk Penduduk (km2)
(KM2)
5
Tabel 2.
Pola penyakit Untuk Semua Golongan Umur di Wilayah Kerja UPTD Urusan
Puskesmas Kamonji Tahun 2017
6
feses, ada tidaknya darah dalam tinja. Mencari faktor-faktor risiko
penyebab diare.
2. Gejala penyerta: sakit perut, kembung, banyak gas, gagal tumbuh.
3. Riwayat bepergian, tinggal di tempat penitipan anak merupakan risiko
untuk diare infeksi.2
Faktor Risiko:
1. Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
2. Riwayat intoleransi laktosa, riwayat alergi obat.2
7
pencegahan, penanggulangan maupun pemberantasannya pada semua
jenjang pelayanan.
4. Terwujudnya masyarakat yang mengerti, menghayati dan
melaksanakan hidup sehat melalui promosi kesehatan kegiatan
pencegahan sehingga kesakitan dan kematian karena diare dapat
dicegah.
5. Tersusunnya rencana kegiatan pengendalian penyakit diare di suatu
wilayah kerja yang meliputi target, kebutuhan logistik dan
pengelolaanya.
Adapun kebijakan yang dilakukan dalam manajemen diare yaitu:3
1. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar, baik di
sarana kesehatan maupun masyarakat/rumah tangga.
2. Melaksanakan Surveilans Epidemiologi dan Penanggulangan KLB
diare.
3. Mengembangkan pedoman pengendalian penyakit diare.
4. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas dalam
pengelolaan program yang meliputi aspek manajerial dan teknis medis.
5. Mengembangkan jejaring lintas program dan sektor di pusat,
propinsi dan kabupaten/kota.
6. Meningkatkan pembinaan teknis dan monitoring untuk mencapai
kualitas pelaksanaan pengendalian penyakit diare secara maksimal.
7. Pelaksanaan evaluasi untuk mengetahui hasil kegiatan program dan
sebagai dasar perencanaan selanjutnya.35
Strategi program pencegahan dan penanggulangan diare yaitu:3
1. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di sarana
kesehatan melalui Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE).
2. Meningkatkan tatalaksana penderita diare di rumah tangga yang
tepat dan benar.
3. Meningkatkan SKD dan penanggulangan KLB Diare.
8
4. Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif.
5. Melaksanakan monitoring dan evaluasi.
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI
(2006) adalah sebagai berikut:2
1. Pemberian ASI
2. Pemberian makanan pendamping ASI
3. Menggunakan air bersih yang cukup
4. Mencuci tangan
5. Menggunakan jamban
6. Membuang tinja bayi dengan benar
7. Pemberian imunisasi campak
9
Kegiatan program pengendalian penyakit diare yaitu:
1. Advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan.
2. Sosialisasi dan edukasi tentang pengendalian penyakit diare kepada
petugas kesehatan terkait.
3. Promosi kesehatan kepada masyarakat melalui media komunikasi baik
cetak maupun elektronik.
4. Penyusunan dan pengembangan pedoman pengendalian penyakit daire
dan tatalaksana penderita penyakit diare sesuai standar.
5. Penanganan penderita penyakit diare sesuai tatalaksana standar.
6. Surveilans epidemiologi dan bantuan teknis dalam penanggulangan
KLB penyakit diare.
7. Upaya pencegahan yang melibatkan lintas program, lintas sektor dan
masyarakat
8. Pengelolaan logistic sebagai sarana penunjang program.
9. Pemantauan dan evaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
Promosi Kesehatan
Tujuannya yaitu terwujudnya masyarakat yang mengerti, menghayati
dan melaksanakan hidup sehat melalui komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE) sehingga kesakitan dan kematian karena penyakit diare
dapat dicegah.
Strategi promosi kesehatan terdiri dari:
1. Pengembangan kebijakan promosi kesehatan daerah
2. Peningkatan sumber daya promosi kesehatan
3. Pengembangan organisasi promosi kesehatan
4. Integrasi dan sikronisasi promosi kesehatan
5. Pendayagunaan data dan pengembangan sistem informasi
promosi kesehatan
6. Peningkatan kerjasama dan kemitraan
7. Pengembangan metode, teknik dan media
10
8. Fasilitas peningkatan promosi kesehatan.
Pencegahan
Tujuan yaitu tercapainya penurunan angka kesakitan dan kematian
penyakit diare melalui pengendalian faktor risiko. Pencegahan penyakit
diare dilakukan melalui:
a. Perilaku hidup bersih dan sehat
1) Pemberian ASI
2) Makanan pendamping ASI
3) Menggunakan air bersih yang cukup
4) Mencuci tangan
5) Menggunakan jamban
6) Membuang tinja bayi yang benar
7) Pemberian imunisasi campak.
b. Penyehatan lingkungan
c. Penyediaan air bersih
d. Pengelolaan sampah
e. Sarana pembuangan air limbah
11
c) Mengajari ibu mengenai bagaimana meneruskan
pengobatan selama anaknya d rumah dan menentukan
indikasi kapan anaknya dibawa kembali ke puskesmas.
d) Petugas kesehatan perlu memberikan penyuluhan pada
pengunjung puskesmas dengan menjelaskan tata laksana
penderita diare di rumah serta pencegah diare.
2) Pelayanan penderita
Setelah penderita diperiksa, tentukan diagnosis dan derajat
dehidrasi di ruang pengobatan, tentukan jumlah cairan yang
harus diberikan dalam 4 jam berikutnya dan bawalah ibu ke
sarana rehidrasi oral untuk menunggu selama observasi serta:
a) Jelaskan manfaat oralit dan ajari ibu membuat larutan
oralit dan ajari ibu membuat larutan oralit
b) Perhatikan ibu waktu memberikan oralit
c) Perhatikan penderita secara periodik dan catat
keadaannya setiap 1-2 jam sampai penderita teratasi
rehidrasinya (4 jam).
d) Catat/hitung jumlah oralit yang diberukan
e) Berikan zink sesuai dengan dosis sesuai usia anak
f) Berikan pengobatan terhadap gejala lainnya seperti
penurun panas dan antibiotic untuk mengobati disentri
dan kolera
12
Prinsip tatalaksana penderita diare: LINTAS Diare ( Lima Langkah
Tuntaskan Diare ), yang terdiri atas:
1. Berikan Oralit
2. Berikan obat Zinc
3. Pemberian ASI / Makanan :
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus
diberi nasehat tentang :
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
- Diare lebih sering
- Muntah berulang
- Sangat haus
- Makan/minum sedikit
- Timbul demam
- Tinja berdarah
- Tidak membaik dalam 3 hari.
Sarana Rehidrasi
Sarana rehidrasi dapat digolongkan menurut tempat pelayanan yaitu
di puskesmas yang disebut pojok Upaya Rehidrasi Oral (URO) atau
lebih dikenal dengan nama pojok oralit dan di rumah sakit disebut
kegiatan pelatihan diare (KPD).
1. Pojok oralit
Pojok oralit didirikan sebagai upaya meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat/ ibu rumah tangga,
kader, dan petugas kesehatan dalam tata laksana penderita diare.
Pojok oralit juga merupakan sarana untuk observasi penderita
diare. Melalui pojok oralit, diharapkan dapat meningkatkan
13
kepercayaan masyarakat dan petugas terhadap tata laksana
penderita diare khususnya dengan upaya rehidrasi oral.
a. Fungsi
1) Mempromosikan upaya-upaya rehidrasi oral
2) Memberi pelayanan penderita diare
3) Memberikan pelatihan kader (posyandu)
b. Tempat
Pojok oralit adalah bagian dari suatu ruangan di puskesman
(ruang tunggu pasien) dengan 1-2 meja kecil. Seorang petugas
puskesmas dapat mempromosikan rehidrasi oral pada ibu yang
sedang menunggu giliran untuk suatu pemeriksaan. Bagi
penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang di observasi di
pojok oralit selama 3 jam. Ibu atau keluarganya akan diajarkan
bagaimana cara menyiapkan oralit dan berapa banyak oralit
yang harus diminum oleh penderita.
c. Sarana pendukung
1) Tenaga pelaksana: dokter atau paramedis terlatih
2) Ruangan yang dilengkapi dengan meja, ceret, oralit 200 ml,
gelas, sendok, lap bersih, sarana cuci tangan dengan air
mengalir, dan sabun (westafel), poster untuk penyuluhan dan
tata laksana penderita diare.
3) Cara membuat pojok oralit
a) Pilihan lokasi
1. Dekat tempat tunggu (ruang tunggu), ruang periksa,
serambi muka yang tidak berdesakan
2. Dekat dengan toilet atau kamar mandi
3. Nyaman dan baik ventilasinya
b) Pengaturan model
1. Sebuah meja untuk mencampur larutan oralit dan
menyiapkan larutan
14
2. Kursi atau bangku dengan sandaran, sehingga ibu
dapat duduk dengan naman saat memangku anaknya
3. Sebuah meja kecil dimana ibut dapat menempatkan
gelas yang berisi larutan oralit
4. Oralit paling sedikit 1 kotak (100 bungkus)
5. Botol susu/gelas ukur
6. Gelas
7. Sendok
8. Lembar balik yang menerangkan pada ibu bagaimana
mengobati atau merawat anak diare
9. Leaflet untuk dibawa pulang ke rumah.
d. Kegiatan Pojok Oralit
1) Penyuluhan upaya rehidrasi oral
a) Memberiksan demonstrasi tentang bagaimana cara
mencampur larutan oralit dan bagaimana cara
memberikannya.
b) Menjelaskan cara mengatasi kesulitan dalam
memberikan larutan oralit bila ada muntah
c) Memberikan dorongan pada ibu untuk memulai
memberikan makanan pada anak atau ASI pada bayi
d) Mengajari ibu mengenai bagaimana meneruskan
pengobatan selama anaknya dirumah dan
menentukan indikasi kapan anaknya dibawa kembali
ke puskesmas.
e) Petugas kesehatan perlu memberikan penyuluhan
pada pengunjung puskesmas dengan menjelaskan
tata laksana penderita diare di rumah serta cera
pencegahan diare.
2) Pelayanan penderita
Setelah penderita diperiksa dan ditentukan diagnosis
dan derajat dehidrasinya di ruang pengobatan, tentukan
15
juga jumlah cairan yang diberikan dalam 3 jam berikutnya
dan bawalah ibu ke pojok oralit untuk menunggu selama
diobservasi serta:
a) Jelaskan manfaat oralit dan ajari ibu membuat larutan
oralit
b) Perhatikan ibu waktu memberikan oralit
c) Perhatikan penderita secara periodic dan catat
keadaannya (pada catatan klinik penderita diare rawat
jalan) setiap 1-2 jam sampai penderita teratasi
rehidrasinya (3-6 jam)).
d) Catat/hitung jumlah oralit yang diberikan
e) Berikan Zink dengan dosis sesuai anak
f) Berikan pengobatan terhadap gejala lainnya, seperti
penurun panas dan antibiotika untuk mengobati disentri
dan kolera.
16
BAB III
PEMBAHASAN
A. Input
Program penanggulangan diare di Puskesmas Wani dikelola oleh
seorang perawat yang bekerja sama dengan dokter yang ada di Puskesmas
Wani. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pengendalian diare di
wilayah kerja Puskesmas Wani cukup baik. Akses ke wilayah kerja
Puskesmas Wani mudah ditempuh, terkecuali untuk beberapa daerah yang
dikatakan desa sulit, seperti desa Guntarano dan Bale.
B. Proses
Perencanaan program penanggulangan diare di Puskesmas Wani
mengikuti pedoman pengendalian penyakit diare yang dikeluarkan oleh
pemerintah Kabupaen Donggaa sebagai acuan pelaksanaan program seperti
surveilans, promosi kesehatan, pencegahan, pengelolaan logistik, sarana
rehidrasi oral, kegiatan penanggulangan diare serta pemantauan dan evaluasi.
Penggerakan pelaksanaan program dilaksanakan dengan berkoordinasi
antara beberapa lintas program, misalnya kesehatan lingkungan dan promosi
kesehatan.
Pemantauan program dilakukan per bulan untuk menilai kejadian diare
di wilayah kerja Puskesmas Wani.
Adapun kendala yang didapatkan oleh pengelola program ialah kadang
pasien yang datang ke puskesmas dengan diare terkadang belum bisa
didiagnosis dengan diare karna sebagian pasien yang datang ke puskesmas
datang dengan keluhan buang air besar dan kadang itu tidak cair dan tidak
lebih dari 3x. hal ini yang membuat petugas sulit untuk mencari tahu apakah
ada kejadian diare di wilayah tersebut untuk kunjungan selanjutya.
Kendala selanjutnya adalah kurangnya SDM karena pada puskesmas
Wani biasa yang pemegang program yang mejalankan kegiatan Poliklinik
17
sehingga tidak efektifnya kunjungan ke rumah pasien. Kemudian dari
masyarakatnya sendiri kurangnya keingintahuan mengenai penyakit hanya
beberapa warga saja yang mengikuti kegiatan promosi kesehatan.
Untuk penanganan diare di puskesmas Wani yaitu dilakukan pemberian
oralit kepada setiap pasien yang datang dengan keluhan buang air cair 3x atau
lebih dalam sehari. Jika pada anak-anak biasanya akan dilakukan observasi
selama beberapa jam untuk menilai tanda-tanda dehidrasi yang terjadi.
Adapun program kerja yang dilakukan di Puskesmas Wani terkait
dengan penanggulangan diare antara lain:
1. Penemuan subjek
Penemuan subjek di Puskesmas Wani dilaksanakan secara pasif. Secara
pasif, pasien ditemukan karena datang ke puskesmas atas kemauan
sendiri atau saran orang lain dan dicurigai sebagai penderita diare.
2. Diagnosis
Penegakkan diagnosis diare di puskesmas Wani berdasarkan anamnesis
(BAB cair lebih dari 3 kali sehari) dan pemeriksaan fisik (ditemukan
tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan konsitensi BAB).
3. Pengobatan
Pasien yang terdiagnosis dengan diare maka akan diterapi dengan
pemberian obat anti diare, antibiotik dan vitamin serta antipiretik jika
perlu. Pada dasarnya penanganan diare sebaiknya mengacu pada lima
pilar lintas diare yakni pemberian zink selama 10 hari, pengunaan oralit,
teruskan ASI-makanan, edukasi, serta penggunaan antibiotik yang
selektif.
4. Pojok Oralit
Di puskesmas Wani, setelah diagnosis diare dan derajat dehidrasi
ditentukan, pasien akan dibawa ke pojok oralit untuk mendapatkan
edukasi tentang tatalaksana pemberian oralit di rumah dan edukasi
mengenai diare tersebut. Menurut buku pedoman pengendalian penyakit
diare, pojok oralit digunakan untuk mempromosikan upaya-upaya
rehidrasi oral dan memberi pelayanan tempat diare. Adapun kegiatan
18
yang dilakukan di pojok oralit yaitu berupa penyuluhan upaya rehidrasi
oral. Di puskesmas Wani sendiri, pasien yang telah didiagnosis sebagai
diare, akan diarahkan ke ruang pojok oralit. Disana pasien hanya
diberikan oralit dan diberikan penyuluhan mengenai cara pembuatan
oralit dirumah. Menurut buku pedoman, seharusnya pada ruang pojok
oralit, dilakukan demonstrasi langsung mengenai cara pembuatan oralit.
Edukasi mengenai cara mengatasi kesulitan dalam memberikanoralit dan
memberikan dorongan pada ibu untuk tetap memberikan makanan/ASI
selama diare telah dilakukan, namun belum dilakukan edukasi mengenai
indikasi kapan seharusnya anak dibawa kembali ke puskesmas. Jadi
seharusnya, para petugas yang bertugas di ruang pojok oralit harus lebih
aktif dan lebih lengkap dalam mengedukasi pasien, terutama mengenai
tatalaksana penderita diare di rumag dan pencegahan terjadinya diare,
agar angka morbiditas dan mortalitas akibat diare dapat dicegah
peningkatannya. Edukasi mengenai pencegahan seperti perilaku hidup
bersih sehat, penyehatan lingkungan, penyediaan air bersih, pengelolaan
sampah, dan sarana pembuangan air limbah.
5. Penyuluhan perseorangan
Penyuluhan perseorangan dilakukan oleh dokter dan penanggung jawab
program saat pasien datang pertama kali ke puskesmas.
6. Promosi kesehatan
Promosi kesehatan adalah upaya memberdayakan perorangan, kelompok,
dan masyarakat agar memelihara, meningkatkan, dan melindungi
kesehatannya melalui peningkatan pengetahuan, kemauan, dan
kemampuan serta mengembangkan iklim yang mendukung, dilakukan
dari, oleh, dan untuk masyarakat sesuai dengan faktor budaya setempat.
Promosi kesehatan tentang diare dilakukan pada saat melakukan
kunjungan rumah, posyandu maupun edukasi ke sekolah-sekolah. Salah
satu bentuk promosi kesehatan yaitu dengan mengupayakan program
perilaku hidup bersih dan sehat, penyehatan lingkungan, penyediaan air
19
bersih, pengelolaan sampah dan penyediaan sarana pembuangan air
limbah ke masyarakat.
7. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan kasus diare dilakukan secara per bulan.
Keberhasilan program dapat dinilai.
C. Output
Pada output program ini sudah mencapai target. Data yang diperoleh
dari kasus diare dari tahun 2014 terdapat 254 kasus dan mengalami
peningkatan ke tahun 2015 sebanyak 266 kasus. dari tahun 2015 ke tahun
2016 juga mengalami peningkatan yaitu sebanyak 274 kasus. Hal ini
mencerminkan bahwa masih kurang kebersihan lingkungan, kebersihan diri
dan makanan serta mengkonsumsi makanan dan minuman bergizi tinggi, juga
upaya-upaya preventif lainnya berpengaruh besar terhadap terjadinya kasus
Diare. Peningkatan pada kasus diare dikarenakan faktor perilaku dari setiap
masyarakat yang belum menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Contohnya sampah yang tidak dibuang pada tempatnya sehingga menumpuk
dan membusuk salah satu faktor yang mempengaruhi pada kasus diare. Selain
itu terdapat curah hujan yang mengakibatkan air menjadi tergenang dan
terdapat banyak sampah yang tidak dibersihkan.
20
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Dalam pelaksanaan program penanganan diare, perlu memperhatikan
program yang telah dicanangkan oleh pemerintah dengan menerapkan
program LINTAS DIARE mengingat puskesmas merupakan tempat
pelayanan primer.
2. Masalah diare dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, faktor
lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan yang saling berinteraksi
secara kompleks. Oleh karena itu penanggulangan masalah diare harus
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu dengan pendekatan
spesifik wilayah.
3. Kegiatan program penanggulangan penyakit diare di Puskesmas Wani
yaitu tatalaksana pasien, sosialisasi dan edukasi, promosi kesehatan,
pencegahan, dan surveilans epidemiologi.
4. Permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target cakupan
program pengendalian penyakit diare di Puskesmas Wani adalah faktor
perilaku pasien yang belum menerapkan pola PHBS sebagai
pencegahan diare.
4.2 Saran
1. Lebih di tingkatkan kegiatan penyuluhan berupa penyuluhan perorang
terlebih ke rumah keluarga yang mengalami diare, untuk menerapkan
pencegahan diare.
21
2. Meningkatkan kegiatan promosi kesehatan mengenai pola hidup bersih
dan sehat seperti pengelolaan air minum, pengelolaan sanitasi dan
perilaku cuci tangan dengan sabun, pemamfaaan jamban keuarga.
3. Kegiatan penemuan pasien harus lebih sering dilakukan secara aktif
untuk menjaring pasien-pasien yang tidak terdeteksi dengan
penjaringan pasif.
4. Penyusunan standar pelayanan minimal untuk menjalankan program
penanggulangan diare berdasarkan program LINTAS DIARE.
22
DAFTAR PUSTAKA
23