Cervical Rot Syndrome
Cervical Rot Syndrome
A. Pengertian
Cervical Root Syndrome adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau
penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan discus invertebralis, gejalanya adalah nyeri leher
yang menyebar ke bahu, lengan atas atau lengan bawah, parasthesia, dan kelemahan atau
spasme otot.1
Salah satu contoh penyakitnya adalah Syndrome radikulopati. Radikulopati berarti
terdapat proses patologik pada radiks posterior dan anterior. Gangguan itu dapat setempat atau
menyeluruh.1
B. Etiologi
Beberapa kondisi pada leher banyak disebabkan oleh pergeseran atau penjepitan dari
akar saraf atau gangguan pada foramen intervertebralis mungkin disertai dengan tanda dan
gejala dari Cervical Root Syndrome. Kondisi tebanyak pada kasus ini disebabkan oleh proses
degeneratif dan herniasi dari discus intervertebralis.1,2
Untuk lebih jelas mengenai etiologi, kita akan membahas sedikit mengenai anatomi
daerah terkait. Pada daerah leher, banyak terdapat jaringan yang bisa merupakan sumber nyeri.
Biasanya rasa nyeri berasal dari jaringan lunak atau ligament, akar saraf, faset artikular, kapsul,
otot serta duramater. Nyeri bisa diakibatkan oleh proses degeneratif, infeksi/inflamasi, iritasi
dan trauma. Selain itu perlu juga diperhatikan adanya nyeri alih dari organ atau jaringan lain
yang merupakan distribusi dermatomal yang dipersarafi oleh saraf servikal.3
Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen intervertebral
dan disebut saraf spinal. Berkas serabut sensorik dari radiks posterior disebut dermatome. Pada
permukaan thorax dan abdomen, dermatome itu selapis demi selapis sesuai dengan urutan
radiks posterior pada segmen-segmen medulla spinalis C3-C4 dan T3-T12. Tetapi pada
permukaan lengan dan tungkai, kawasan dermatome tumpang tindih oleh karena berkas saraf
spinal tidak langsung menuju ekstremitas melainkan menyusun plexus dan fasikulus terkebih
dahulu baru kemudian menuju lengan dan tungkai. Karena itulah penataan lamelar dermatome
C5-T2 dan L2-S3 menjadi agak kabur.3,4
Segala sesuatunya yang bisa merangsang serabut sensorik pada tingkat radiks dan
foramen intervertebral dapat menyebabkan nyeri radikuler, yaitu nyeri yang berpangkal pada
tulang belakang tingkat tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatome radiks posterior
yang bersangkutan. Osteofit, penonjolan tulang karena faktor congenital, nukleus pulposus
atau serpihannya atau tumor dapat merangsang satu atau lebih radiks posterior.3,4
Pada umumnya, sebagai permulaan hanya satu radiks saja yang mengalami iritasi
terberat, kemudian yang kedua lainnya mengalami nasib yang sama karena adanya perbedaan
derajat iritasi, selisih waktu dalam penekanan, penjepitan dan lain sebagainya. Maka nyeri
radikuler akibat iritasi terhadap 3 radiks posterior ini dapat pula dirasakan oleh pasien sebagai
nyeri neurogenik yang terdiri atas nyeri yang tajam, menjemukan dan paraestesia.3,4
Nyeri yang timbul pada vertebra servikalis dirasakan didaerah leher dan belakang
kepala sekalipun rasa nyeri ini bisa di proyeksikan ke daerah bahu, lengan atas, lengan bawah
atau tangan. Rasa nyeri di picu/diperberat dengan gerakan/posisi leher tertentu dan akan
disertai nyeri tekan serta keterbatasan gerakan leher.3,4
a. Sistem tulang3,4
1. Arcus
Arcus adalah bangunan yang merupakan lempengan dan simetris antara kanan dan kiri,
terletak pada posterior corpus. Pangkal dari corpus ini disebut radiks arcus vertebralis. Di
sebelah posterior dari lengkung ini bertemu linea mediana posterior dan selanjutnya
membentuk tonjolan seperti duri yang disebut prosessus spinosus. Tonjolan meruncing pada
batas dataran radiks dan arus ke lateral disebut prosessus tranversus.
2. Foramen vertebralis
Vertebra cervicalis membentuk suatu columna vertebralis, dengan sendirinya
tiap foramen vertebraeyang lain membentuk kanalis di dalam columna vertebralis yang
ditempati oleh medulla spinalis, yaituforamen vertebralis.
3. Vertebrae cervicalis
Vertebrae cevicalis terdiri dari tujuh vertebrae, yang masing-masing terhubung dengan
yang lain. Pada vertebra cervicalis satu sampai enam mempunyai corpus kecil. Processusnya
bersifat bifida(bercabang dua). Processus tranversusnya mempunyai foramen transversarium
yang membagi processus tranversum menjadi dua tonjolan yaitu tuberkulum anterius
dan posterius. tetapi pada cervical enam terdapat pembesaran dari tuberkulum anterius yang
disebut tuberkulum karotikus yang terletak diarteria karotikus.
Sedangkan pada vertebrae cervical tujuh terdapat perbedaan susunan dengan vertebrae
cervicalis lainya karena prosessus spinosusnya disini meruncing menuju ke dorsal dan tidak
bercabang menjadi dua lagi dan sangat menonjol sehingga mudah diraba dari luar, oleh karena
itu vertebrae cervical tujuh disebut vertebrae prominens. Selain itu perbedaan yang lainya
adalah foramen tranversarium sangat kecil, sebab belum dilalui oleh pembuluh darah.
b. Sistem otot3,4
Sesuai dengan kondisi CRS ini maka dalam bab ini penulis akan membahas otot-otot yang
berhubungan dengan gerakan leher dan bahu yang meliputi flexor cervicalis otot-otot
penggerak utamanya adalah m. sternoleidomastoideus, m. sclaneus medius dan anterior
posterior, dimana otot-otot ini diinervasi oleh C1-8, eksensor cervicalis otot penggerak
utamanya adalah m. splennius cervicis, m. semi spinalis, m. longisimus cervicalis, m. ilioastalis
cervicis (diinervasi C3-T6), lateral flexi otot penggerak utamanya adalah
m. sternoleidomastoideus, m. sclaneus anterior, medius dan posterior (diinervasi C2-
3),rotasi, penggerak utamanya adalah m. obliqus capitis inferior, m. semispinalis cervicis,
m. splenius cervicis, m. longus capitis (diinervasi C2-T5).
Sedangkan otot–otot penggerak bahu adalah m. deltoid anterior, m. supra spinatus, dan
m. coraco radialis untuk gerakan flexi, m. latisimus dorsi dan m. teres mayor untuk
ekstensi, m. deltoid middle, m. supra spinatus untuk abduksi, m. latisimus dorsi, m. petoralis
mayor, m. teres minor dan m. coraco brachialisuntuk adduksi, m. infraspinatus, m. teres
minor untuk internal dan eksternal rotasi.
c. Sistem persarafan3,4
Sistem persarafan merupakan sistem penghantar yang berfungsi sebagai perantara impuls-
impuls saraf yang berjalan di kedua arah antara susunan saraf pusat dan jaringan tubuh lainya.
Komponen badan saraf terdiri dari serabut-serabut yang terikat menjadi satu oleh jaringan
penyokong konektif. Sistem persarafan yang terletak pada plexsus brachialis merupakan sistem
saraf perifer yang mana terdapat beberapa persarafan antara lain, n. medianus, n. ulnaris, n.
cuaeus, dan n. radialis.
1. Nerves Musculocutaneus
Nerves Musculocutaneus timbul dari fascicularis lateral plexsus brachialis dan terdiri
dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6. mula-mula nerves ini terletak di
sebelah lateral arteri axillaris, lalu menembus muscular coraco brachialis dan turun secara
oblique di sebelah lateral diantara musculus biceps dan brachialis.
2. Nerves axillaris (circumflexa, C5-C6)
Nerves axillaris berasal dari fasciculer post plexus brachialis dan terdiri dari serabut-
serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6, kemudian serabut berjalan ke dorsal.
3. Nerves radialis (musculospiralis, C6-8 dan Th 1)
Nerves radialis merupakan cabang yang terbesar daripada batas bawah muscular
pectoralis sebagai kelanjutan langsung dari fasciculer pectoralis dan serabut-serabut yang
berasal dari tiga segmen thoracal pertama dari medulla spinalis. Selama berjalan turun
sepanjang lengan, n. radialis ini menyertai arteri profundus dan sekitar humerus serta di
dalam sulcus musculospinalis.
4. Nerves Medianus (C6-8, Th1)
Nerves medianus dipercabangkan dari pleksus brachialis dengan dua buah caput. Kedua
caput tersebut berasal dari fasikulus lateral dan fasikulus medial. Kedua caput tersebut bersatu
pada bawah otot pectoralis minor, jadi serabut-serabut dari dalam trunkus berasal dari tiga
segmen cervical yang bawah dan dari segmen thorakal pertama medulla spinalis di dalam
lengan atas bagian bawah
5. Nerves Ulnaris (C8-Th1)
Nerves ulnaris merupakan cabang terbesar daripada plexsus brachialis. Serabut syaraf
ini terdiri dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C8-Th1. Nerves ulnaris ini berasal
dari batas bawahmusculus pectoralis minor dan berjalan turun pada sisi medial lengan dan
menembus septum intermuscular untuk melanjutkan perjalanan dalam sulcus pada caput
medialis.3,4
C. Patofisiologi
Discus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan jaringan elastis,
yang dikelilingi oleh annulus fibrosus yang terbentuk oleh jaringan fibrosus. Kandungan air
dalam nucleus pulposus ini tinggi, tetapi semakin tua umur seseorang kadar air dalam nuleus
pulposus semakin berkurang terutama setelah seseorang berumur 40 tahun, bersamaan dengan
itu terjadi perubahan degenerasi pada begian pusat discus, akibatnya discus ini akan menjadi
tipis, sehingga jarak antara vertebrae yang berdekatan mejadi kecil dan ruangan discus menjadi
sempit, selanjutnya annulus fibrosus mengalami penekanan dan menonjol keluar.3,5
Menonjolnya bagian discus ini maka jaringan sekitarnya yaitu corpus-corpus vertebrae
yang berbatasan akan terjadi suatu perubahan. Perubahannya yaitu terbentuknya jaringan ikat
baru yang dikenal dengan nama osteofit. Kombinasi antara menipisnya discus yang
menyebabkan penyempitan ruangan discus dan timbulnya osteofit akan mempersempit
diameter kanalis spinalis. Pada kondisi normal diameter kanalis spinalis adalah 17 mm sampai
18 mm. Tetapi pada kondisi CRS, kanalis ini menyempit dengan diameter pada umumnya
antara 9 mm sampai 10 mm.5
Pada keadaan normal, akar-akar saraf akan menempati seperempat sampai seperlima,
sedangkan sisanya akan diisi penuh oleh jaringan lain sehingga tidak ada ruang yang tersisa.
Bila foramen intervertebralis ini menyempit akibat adanya osteofit, maka akar-akar saraf yang
ada didalamnya akan tertekan. Saraf yang tertekan ini mula-mula akan membengkok.
Perubahan ini menyebabkan akar-akar saraf tersebut terikat pada dinding foramen
intervertebralis sehingga mengganggu peredaran darah. Selanjutnya kepekaan saraf akan terus
meningkat terhadap penekanan, yang akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat fisiologisnya.
Penekanan akan menimbutkan rasa nyeri di sepanjang daerah yang mendapatkan persarafan
dari akar saraf tersebut.5,6
E. Diagnosa
a. Anamnesa
Anamnesa adalah hal-hal yang menjadi sejarah kasus pasien, juga berguna untuk
menentukan diagnosa, karena misalnya dengan pendekatan psikiatri terhadap depresinya yang
kadang merupakan factor dasar nyeri bahu ini.3,8
Gejala-gejala yang mungkin nampak pada inspeksi dan palpasi, misalnya :8,9
1. Nyeri kaku pada leher
2. Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan
3. Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps
4. Berkurangnya reflex biceps
5. Dijumpai nyeri menjalar (referred pain) di bahu yang samar, dimana “nyeri bahu” hanya
dirasa bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan infrascapula atas.
b. Tes Khusus
Untuk tes-tes khusus yang harus dilakukan sebenarnya banyak, misalnya :
1. Tes Provokasi2,8,9
Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi leher
diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan tekanan ke bawah
pada puncak kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral
sesuai arah rotasi kepala. Pemeriksaan ini sangat spesifik namun tidak sensitif guna mendeteksi
adanya radikulopati servikal. Pada pasien yang datang ketika dalam keadaan nyeri,
dapat dilakukan distraksi servikal secara manual dengan cara pasien dalam posisi supinasi
kemudian dilakukan distraksi leher secara perlahan. Hasil dinyatakan positif apabila nyeri
servikal berkurang.
2. Tes Distraksi Kepala9,10
Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh kompresi terhadap
radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila kecurigaan iritasi radiks syaraf lebih memberikan
gejala dengan tes kompresi kepala walaupun penyebab lain belum dapat disingkirkan.
3. Tindakan Valsava8,10,11
Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak ruang di kanalis
vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan intratekal akan
membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan tingkat proses patologis
dikanalis vertebralis bagian cervical. Cara meningkatkan tekanan intratekal menurut Valsava
ini adalah pasien disuruh mengejan sewaktu ia menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul
nyeri radikuler yang berpangkal di leher menjalar ke lengan.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. CT scan dan MRI
CT scan menyediakan informasi yang baik pada struktur tulang, tetapi ada keterbatasan
berkaitan dengan jaringan lunak. MRI adalah pemeriksaan pilihan, menunjukkan perubahan morfologi
yang terjadi di diskus intervertebralis, saraf tulang belakang, akar saraf dan jaringan lunak
sekitarnya. Diagnosis tidak boleh hanya didasarkan pada temuan radiologis, karena sejumlah
penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 30% dari pasien dengan temuan MRI tidak menunjukkan
gejala. Ketika klinis dan radiologis temuan cocok, maka akan lebih mudah untuk membuat diagnosa
yang tepat.1,2,12,13
2. Tes elektrofisiologi
Tes elektrofisiologi termasuk konduksi saraf dan elektromiografi (EMG). Ini berguna ketika
ada kecurigaan cacat saraf tetapi mereka tidak memberikan informasi khusus mengenai nyeri. 1,5,14,15
F. Pengobatan
a. Pengobatan Konservatif
Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase akut. Obat-obatan
ini biasanya diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat-obatan yang banyak digunakan biasanya
dari golongan salisilat atau NSAID. Bila keadaan nyeri dirasakan begitu berat, kadang-kadang
diperlukan juga analgetik golongan narkotik seperti codein, meperidin, bahkan bisa juga
diberikan morfin. Ansiolitik dapat diberikan pada mereka yang mengalami ketegangan mental.
Pada kondisi tertentu seperti nyeri yang diakibatkan oleh tarikan, tindakan latihan ringan yang
diberikan lebih awal dapat mempercepat proses perbaikan.5,16
Kepala sebaiknya diletakan pada bantal servikal sedemikian rupa yaitu sedikit dalam
posisi flexi sehingga pasien merasa nyaman dan tidak mengakibatkan gerakan kearah lateral.
Istirahat diperlukan pada fase akut nyeri,terutama pada spondilosis servikalis atau kelompok
nyeri non spesifik.5,8,16
Obat-obatan yang banyak digunakan adalah:
Ibuprofen 400 mg, tiap 4-6 jam (PO)
Naproksen 200-500 mg, tiap 12 jam (PO)
Fenoprofen 200 mg, tiap 4-6 jam (PO)
Indometacin 25-50 mg, tiap 8 jam (PO)
Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parentral)
Vit. B1, B6, B12
3. Terapi latihan2,5,8,20-22
Dengan metode PNF
Terapi Latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam
pelaksanaanya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif.
Atau pula dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat proses penyembuhan
dari suatu cidera yang telah merubah cara hidupnya yang normal. Hilangnya suatu fungsi atau
adanya hambatan dalam melakanakan suatu fungsi dapat menghambat kemampuan dirinya
untuk hidup secara independentyaitu dalam melaksanakan aktifitas kerja.
Tujuan dari Terapi latihan adalah (1) Memajukan aktifitas penderita, (2) Memperbaiki
otot yang tidak efisien dan memperoleh kembali jarak gerak sendi yang normal tanpa
memperlambat usaha mencapai gerakan yang berfungsi dan efisien, (3) Memajukan
kemampuan penderita yang telah ada untuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi
serta bertujuan, sehingga dapat beraktifitas normal.
Jenis terapi latihan yang digunakan untuk kondisi CRS adalah Terapi latihan dengan
menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation (PNF) berusaha memberikan
rangsangan sedemikian sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai dengan
perangsangan yang akhirnya gerakan-gerakan yang diinginkan tercapai. Tujuan PNF adalah
untuk meningkatkan kekuatan otot. Berdasarkan prinsip PNF dari teori pergerakan yang
menyatakan bahwa PNF dapat memperbaiki kekuatan dan kondisi system neuro musuloseletal.
Tehnik ini bermanfaat untuk assisted otot-otot yang lemah sekaligus strengthening otot-otot
yang lebih kuat tanpa melupakan prinsip-prinsip dasar PNF dan teknik PNF.
Adapun prinsip-prinsip dasar yang berhubungan dengan kasus CRS ini antara lain:22
- Tahanan maksimal (optimal)
Tahanan maksimal maksudnya adalah tahanan maksimal yang masih bisa dilawan oleh
penderita dengan baik sehingga memungkinkan penderita untuk mempertahankan suatu posisi
(kontraksi isometric) dengan gerakan yang halus. Tahanan ini tergantung toleransi pasien.
Pegangan pada lumbrical akan mempermudah dalam memberikan tahanan rotasi. Tahanan
diberikan sejak awal gerakan sampai titik lemah gerakan. Faktor-faktor mekanis seperti cara
kerja “lever”. letak “as” dan gaya berat (gravitasi) sangat mempengaruhi terhadap besar-
kecilnya tahanan yang diberikan.
- Manual contact
Manual contact dimaksudkan agar pasien mengerti arah gerakan yang diminta oleh terapis dan
sebaiknya dilakukan dengan kedua tangan sehingga mudah untuk memberikan tahanan ataupun
assisted.
- Stimulasi verbal (komando)
Rangsangan suara dapat memacu semangat aktivitas penderita. Dalam memberikan aba-aba
kepada penerita harus jelas dan sering diulang-ulang.
- Body position dan body mechanic
Terapis berdiri pada grove dan menghadap ke pasien sehingga memungkinkan selalu
memperhatikan pasien agar dalam melakukan latihan di rumah sama seperti yang diajarkan
terapis.
- Traksi dan aproksimasi.
Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu terhadap segmen
yang lain atau usaha mengulur segmen pada suatu ekstrimitas.
Aproximasi adalah saling menekanya atau memberikan tekanan pada suatu segmern atau
ekstrimitas. Aproximasi bertujuan untuk stabilisasi sendi.
- Pola gerak
Pola gerak pada ekstrimitas atas adalah flksi-abduksi-eksoroasi, fleksi-adduksi-eksorotasi,
ektsensi, abduksi-eksorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi, ekstensi-adduksi-endorotasi.
Teknik yang digunakan pada kasus ini adalah “repeated contration”. Repeated
contration adalah suatu teknik isotonic untuk kelompok agonis, yang dilakukan pada bagian–
bagian tertentu, dari lintasan gerakan dengan jalan memberikan “ restrech “ yang disusun
dengan kontraksi isotonic. Dan tujuan dari teknik ini antara lain memperbaiki kekuatan otot
dan daya tahan, memperbaiki lingkup gerak sendi secara aktif, menurunkan ketegangan atau
penguluran antagonis, serta penguatan (strengtening).
Impairment, yaitu berupa nyeri, penurunan kekuatan otot bahu dan leher, serta
penurunan lingkup gerak sendi bahu dan leher.
Functional limitation, berupa gangguan saat menengok dan menunduk, nyeri saat
bangun tidur dan tidur miring, nyeri saat mengangkat lengannya.
Disability, yaitu tidak ada gangguan dalam bersosialisasi dengan masyarakat.
d. Operasi
Tindakan operatif lebih banyak ditujukan pada keadaan yang disebabkan kompresi
terhadap radiks saraf atau pada penyakit medula spinalis yang berkembang lambat serta
melibatkan tungkai dan lengan. Pada penanggulangan kompresi tentunya harus dibuktikan
dengan adanya keterlibatan neurologis serta tidak memberikan respon dengan terapi
medikamentosa biasa.5,8,25-27