NIM : 18/423903/KG/11243
Health Belief Model merupakan salah satu teori yang banyak digunakan dalam upaya
promosi dan edukasi kesehatan. Health Believe Model adalah model kepercayaan kesehatan
individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak melakukan perilaku kesehatan
(Conner, 2005). Health Belief Model menggunakan pendekatan kognisi sosial dalam
memahami perilaku sehat. Terdapat faktor demografis yang berpengaruh terhadap perilaku
sehat yang bersifat preventif serta penggunaan layanan kesehatan (Conner & Norman, 2003).
Meski faktor-faktor tersebut telah diminimalisir, ini tidak langsung berdampak pada
munculnya perilaku sehat. Oleh karena itu diperlukan edukasi kesehatan yang tepat sesuai
dengan karakterisitik individu yang dituju.
Konsep dasar dalam Health Belief Model adalah perilaku sehat dipengaruhi oleh
keyakinan masing-masing individu atau persepsi tentang ancaman (threat perception) dan
evaluasi perilaku (behavior evaluation) (Conner & Norman, 2003). Threat
perception menerangkan dua keyakinan utama yaitu perceived susceptibility to
illness atau health problems dan anticipated severity of the consequences of
illnesses. Behavioural evaluation juga terdiri atas dua keyakinan adanya manfaat dan
kepercayaan kemampuan (efficacy) serta adanya pengorbanan dan hambatan (dalam
berperilaku sehat).
Model teori Suchman membahas tentang menyangkut pola sosial dari perilaku
sakit yang tampak pada cara orang mencari, menemukan, dan melakukan perawatan medis.
Pendekatan yang digunakannya yaitu adanya 4 unsur yang merupakan faktor utama
Arti keempat unsur tersebut dapat dikembangkan 5 konsep dasar yang berguna dalam
Niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu
dasar, yaitu :
TRA bekerja dengan baik jika diterapkan pada perilaku dimana individu memiliki pilihan
atau kendali terhadap perilakunya (volitional control). Jika perilaku tidak sepenuhnya berada
dalam kendali individu meskipun individu sangat bermotivasi oleh sikap dan norma subjektif,
individu secara actual tidak dapat dilaksanakan perilakunya.
Theory of Reasoned Action akhirnya direvisi dan diperluas oleh Ajzen menjadi Theory of
Planned Behaviour (TPB). Ia menyatakan bahwa perluasan teori ini meliputi penambahan
satu prediksi besar, yaitu perecieved behavioral control atau kontrol perilaku yang diterima
terhadap model yang lama (Theory of Reasoned Action) tersebut.
Perubahan dibuat untuk menunjukkan pada suatu waktu tertentu ketika orang
memiliki motif tujuan untuk melakukan sebuah perilaku, tetapi perilaku yang ditujukan pada
awalnya menjadi berbeda dan terpengaruhi karena orang yang melakukan perilaku tersebut
kurang memiliki rasa percaya diri atau kontrol terhadap perilakunya sendiri.
Theory of Planned Behavior (TPH)
Trans Theoritical Model yang diperkenalkan oleh James Prochaska, John Norcross dan
Carlo DiClemente (1994) dalam W. F, Velicer, dkk (1998), menggambarkan bahwa
seseorang dianggap berhasil dan permanen mengadopsi suatu perilaku bila telah melalui lima
tahap perubahan, meliputi :
Locus of Control mengandung arti seberapa jauh individu yakin bahwa mereka
menguasai nasib mereka sendiri. (Robbin, 1998). Locus of control sebagai tindakan dimana
individu menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya dengan tindakan atau
kekuatan di luar kendalinya. Locus of control berhubungan dengan sikap kerja dan citra diri
seseorang. (Rotter, 1996). Rotter membedakan orientasi Locus of Control menjadi dua, yaitu:
Teori Rotter mengenalkan kepada konsep baru tentang ekspektansi yang terfokus ke
dalam 3 kelas variable, yaitu :
1. Perilaku
2. Reinforcement (penguatan)
3. Situasi Psikologis
Locus of Control dapat ditingkatkan melalui latihan dan faktor kesadaran individu itu
sendiri. Penting bagi seseorang untuk memahami keadaan stabil dan labil. Seseorang
yang memiliki Locus of Control yang tinggi dikatakan bahwa ia mampu melindungi
bagian rawan dari kondisi mental seseorang, yaitu self-esteem (harga diri) dan
confidence (percaya diri).
Roger A-I-E-T-A
Model teori Roger A-I-E-T-A ini lebih dikenal dengan nama Teori Divusi Inovasi.
Teori difusi inovasi meneliti bagaimana ide-ide, praktik, atau objek baru diadopsi oleh
individu dan organisasi bidang penelitian yang penting bagi praktisi public relations yang
menganjurkan perubahan. Pada tahun 1950-an, Everett M. Rogers, peneliti terkemuka di
lapangan, mengembangkan model paling komprehensif tentang bagaimana inovasi diadopsi.
Ketahanan teori difusi jelas dalam bagaimana fokus awal telah berubah dari memeriksa
penerimaan strain baru benih hibrida di antara petani Amerika dan negara berkembang ke
analisis kontemporer Rogers tentang adopsi teknologi komunikasi baru.
Prinsip utama teori difusi adalah bahwa orang menjalani proses lima langkah yang
dimulai dengan awareness, diikuti dengan interest, evaluation, trial, and adoption atau biasa
disingkat A-I-E-T-A. Langkah-langkah ini adalah pengetahuan alternatif berlabel, persuasi,
keputusan, implementasi, dan konfirmasi (penerimaan atau penolakan). Konsekuensi dari
mengadopsi inovasi baru secara alternatif dikategorikan sebagai diinginkan atau tidak
diinginkan, langsung atau tidak langsung, atau diantisipasi untuk tidak dapat diantisipasi.
Teori difusi menyatakan bahwa pengadopsi dapat dikategorikan sebagai tingkat atau
kesiapan mereka menerima ide atau objek baru. Rogers secara sederhana mendefinisikan dan
menggambarkan kelompok-kelompok ini sebagai berikut:
Implikasi untuk hubungan masyarakat. Teori difusi memberikan beberapa ide yang
berguna bagi para praktisi ketika mereka mengembangkan strategi untuk program dan
kampanye hubungan masyarakat. Ini termasuk:
Fanani, Syaikhul, dan Dewi, Triana Kesuma, 2014, Health Belief Model pada Pasien
Pengobatan Alternatif Supranatural dengan Bantuan Dukun, Jurnal Psikologi Klinis dan
Kesehatan Mental, Vol. 3(1)
Muqarrabin, Alex Maulana, 2017, Faculty Member of International Marketing
Ramadhani, Neila, 2011, Penyusun Alat Pengukur Berbasis Theory of Planned Behvior,
Buletin Psikologi, Yogyakarta, Vol. 19(2) : 55-69
Nefawan, Iwan, 2009, Studi Elevasi Penerapan, FKM UI, Jakarta, Hal. 2
Saputra, K. A. K., 2012, Pengaruh Locus of Control Terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja
Internal Auditor Terhadap dengan Kultur Lokal Tri Hita Karana Sebagai Variabel Moderasi,
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Vol. 3(1) : 86-100.
Encyclopedia of Public Relations. Ed.Robert L. Health. Vol. 1. Thousand Oaks, CA: SAGE
Reference, 2005. p253-254.