Vesikolitiasis
Vesikolitiasis
VESIKOLITIASIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
di Departemen Ilmu Bedah RSMH Palembang
Oleh:
Azan Farid Wajdi, S.Ked
04054821719096
Pembimbing:
dr. Ali Hanafiah, Sp.B
Laporan Kasus
VESIKOLITIASIS
Oleh:
Azan Farid Wajdi, S.Ked
04054821719096
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Periode 28 Agustus 2017 – 15 September 2017.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Vesikolitiasis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ali Hanafiah, Sp.B selaku pembimbing
yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pengerjaan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun. Akhir kata,
semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi banyak orang dan dapat digunakan
sebagaimana mestinya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………………. i
Halaman Pengesahan…………………………………………………………….. ii
Kata Pengantar…………………………………………………………………… iii
Daftar Isi…………………………………………………………………………. iv
Bab I: Pendahuluan……………………………………………………………… 1
Bab II: Status Pasien…………………………………………………………….. 3
Bab III: Tinjauan Pustaka……………………………………………………….. 8
Bab IV: Analisis Kasus………………………………………………………….. 29
Daftar Pustaka……………………………………………………………………. 30
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
perkembangan teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan tindakan yang
tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya
variabilitas dalam ketersediaan sarana di masing-masing rumah sakit
maupun daerah.
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi
dan keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal,
batu ureter, batu buli-buli dan batu uretra. Batu buli atau vesikolitiasis
merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher
kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan
berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri ( Sjamsuhidajat dan Wim de
Jong, 1998:1027).
Pada pembahasan ini akan lebih spesifik menjelaskan mengenai
batu buli (vesikulolitiasis).
2
BAB II
STATUS PASIEN
2.1. Identifikasi
Nama : Ny. DM
Usia : 28 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Sudah Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMP
Suku : Sumatera
Alamat : Dusun II Sungai Ibul
MRS : 11 September 2017
3
Keluhan lain seperti demam, mual, dan muntah disangkal. BAB tidak ada
keluhan. Pasien sebelumnya sudah pernah berobat ke puskesmas dan
hanya diberi obat anti nyeri.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat operasi sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama di keluarga disangkal.
Riwayat Pengobatan
Minum obat anti nyeri
B. Keadaan Spesifik
Kepala
Wajah : simetris, tidak ada facial pallor
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik,
Hidung : Lapang, tidak ada sekret, tidak ada deviasi
septum.
Mulut : Lidah tidak pucat, tidak ada atrofi papil,
tidak
4
ada cheilitis
Tenggorokan : Arkus faring simetris, faring tidak
hiperemis,
tonsil T1-T1 tenang
Telinga : Meatus akustikus eksternus lapang, tidak
ada
sekret.
Leher : JVP (5-2) cm H2O, tidak ada pembesaran
KGB
Thoraks : Bentuk dada simetris, retraksi dinding dada
tidak ada
Cor : I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas jantung dalam batas normal
A: bunyi jantung I&II normal
Pulmo : I: simetris
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di seluruh lapangan paru
A: bunyi vesikuler (+), ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : I: datar
P: nyeri tekan (-), tidak teraba massa
P: timpani
A: bising usus (+) normal
Regio suprapubic : bulging (+), nyeri tekan (+)
Ekstremitas : akral hangat, tidak ada edema
Genitalia : perempuan, dalam batas normal
5
2.4. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen Abdomen
2.7. Penatalaksanaan
Non-Farmakologis
1. Informed consent
2. Konsultasi ke Sp.B untuk persiapan operasi vesikolitotomi terbuka
elektif
6
Farmakologis:
1. IVFD gtt XX/m
2. Injeksi antibiotik IV
2.8. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
8
Mukosa kandung kemih terdiri atas lapisan epitel transisional yang tebal
(5-8 lapis sel) dengan sel-sel basal yang berbentuk torak. Permukaan mukosa
lumen kandung kemih ini mensekresi suatu lapisan clicosaminoglycans, yang
merupakan suatu protein yang melindungi kandung kemih dari infiltrasi bakteri
atau zat-zat yang bersifat karsinogenik.
Di bawah lapisan mukosa terdapat lapisan tunika propia yang longgar, di
sini sering dijumpai serbukan tunika muskularis yang terdiri atas otot-otot polos
yang tersebar merata dimana pada muara ureter dan uretra otot ini lebih padat dan
membentuk spingter. Lapisan paling luar adalah lapisan serosa, yang berupa
selaput tipis dan hanya terdapat pada bagian kandung kemih yang berhubungan
dengan peritoneum. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan
menjadi lurus apabila kandung kemih berisi penuh.
9
3.2 Fisiologi Vesika Urinaria
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet,
terletak di belakang simpisis pubis di dalam rongga panggul. Memiliki 2 fungsi
yaitu sebagai tempat penyimpanan kemih berfungsi mendorong kemih keluar
tubuh.
Proses miksi (rangsangan berkemih) yaitu distensi kandung kemih, oleh
air kemih akan merangsang stress dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk
merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi refleks kontraksi
dinding kandung kemih , dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spingter
eksternus, akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi
spingter internus. Dihantarkan melalui serabut-serabut saraf parasimpatis.
Kontraksi spingter eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah dan
menghentikan miksi, control volunter ini hanya mungkin bila saraf-saraf yang
menangani kandung kemih urethra, medulla spinalis dan otak masih utuh. Bila
ada kerusakan pada saraf-saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urine
(urine keluar terus-menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan).
10
3.3 Batu Saluran Kemih
Batu di dalam saluran kemih (calculus uriner) adalah massa keras seperti
batu yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (nephrolith) maupun di dalam
kandung kemih (vesicolith). Proses pembentukan batu ini disebut urolithiasis
3.3.1 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi,
dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
11
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
3.3.3 Epidemiologi
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit
batu mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan
berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan
pembandingan data penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat
disimpulkan bahwa di negara yang mulai berkembang terdapat banyak batu
saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di kalangan anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih
relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu
saluran kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat
banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan orang dewasa.
12
Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih sangat jarang,
misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak
kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar
12% untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan
pada wanita daripada pria.
13
Gambar 3.1. Tahapan saturasi urin
Sumber : Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Urinary Lithiasis.
Pearle,M. 45;1257
Teori nukleasi menegaskan bahwa batu saluran kemih terbentuk
dari kristal-kristal atau benda asing dari urin yang kadarnya jenuh. Akan
tetapi, batu tidak selalu terbentuk dari pasien yang tinggi tingkat
eksresinya atau beresiko dehidrasi. Teori inhibitor kristal merupakan teori
lain pada pembentukan batu. Menurut teori ini, batu terbentuk karena
rendahnya konsentrasi ion-ion yang menjadi inhibitor alami dari batu
tersebut seperti magnesium, sitrat dan pirofosfat. Akan tetapi, validitas
teori ini masih dipertanyakan, akibat banyak orang yang mengalami
defisiensi ion-ion tersebut tidak mengalami gangguan batu saluran kemih
(Stoller, 2008)
Bahan utama pembentuk batu adalah komponen kristalin. Terdapat
beberapa tahap dalam pembentukan kristal yaitu nukleasi, growth, dan
agregasi. Nukleasi merupakan awal dari proses pembentukan batu dan
dipengaruhi oleh berbagai substansi seperti matriks proteinaceous, benda
14
asing, dan partikel lain. Nukleasi heterogen (epitaxy) merupakan jenis
nukleasi yang umum terjadi pada pembentukan batu. Hal ini disebabkan
nukleasi heterogen membutuhkan energi yang lebih sedikit daripada
nukleasi homogen. Sebuah tipe kristal akan menjadi nidus untuk nukleasi
tipe kristal lain, contohnya kristal asam urat akan menjadi nidus untuk
nukleasi kalsium oksalat (Stoller, 2008).
Komponen matriks pada batu bervariasi tergantung jenis batu.
Komponen matriks biasanya hanya 2-10% dari berat batu tersebut.
Komposisi matriks yang dominan adalah protein dengan sedikit hexose
atau hexosamine. Peran matriks pada inisiasi pembentukan batu masih
belum diketahui secara sempurna. Matriks dapat berperan sebagai nidus
untuk agregasi kristal atau sebagai perekat komponen-komponen kristal
kecil (Stoller, 2008).
Urin normal mengandung chelating agent seperti sitrat, yang
menghambat proses nukleasi, pertumbuhan dan agrefasi kristal-kristal
yang mengandung ion kalsium. Inhibitor lainnya adalah calgranulin,
Tamm- Horsfall protein, glycosaminoglycans, uropontin, nephrocalcin,
dan lain lain. Mekanisme biokimia mengenai hubungan antara substansi
tersebut dengan pembentukan batu masih belum dipahami seluruhnya,
akan tetapi bila pada pemeriksaan substansi tersebut kadarnya dibawah
normal, maka akan terjadi agregasi kristal yang akan membentuk batu
(Coe et al, 2005).
Nephrocalcin, glikoprotein yang bersifat asam dan disekresikan
oleh ginjal, dapat menghambat nukleasi, pertumbuhan dan agregasi dari
kalsium oksalat (Pearle et al, 2012) Batu saluran kemih biasanya terbentuk
dari kombinasi berbagai faktor, dan jarang terbentuk dari kristal yang
tunggal. Batu lebih sering terbentuk pada pasien dengan konsumsi protein
hewani yang tinggi atau konsumsi cairan yang kurang. Batu juga dapat
terbentuk dari kondisi-kondisi metabolic seperti distal renal tubular
acidosis, Dent’s disease, hyperparathyroidism, dan hyperoxalouria (Coe et
al, 2005)
15
3.3.5 Jenis Batu
1. Batu Kalsium
Kalsium yang didapat dari makanan diserap sebanyak 30-40% di
usus halus dan 10% diserap di usus besar. Absorpsi kalsium bervariasi
bergantung pada konsumsi kalsium tersebut. Kalsium diserap pada
fase ionik, dan penyerapan kalsium tidak sempurna karena
pembentukan kompleks kalsium pada lumen usus. Substansi yang
dapat menghasilkan kompleks kalsium adalah fosfat, sitrat, oksalat,
sulfat dan asam lemak (Pearle et al, 2012).
Kalsifikasi dapat berlangsung dan berakumulasi pada duktus
pengumpul, menghasilkan batu saluran kemih. Kira-kira 80-85% dari
seluruh kejadian batu adalah batu kalsium. Batu kalsium sangat sering
terjadi akibat kenaikan kadar kalsium dalam urin, kenaikan kadar asam
urat dalam urin, naiknya kadar oksalat dan menurunnya sitrat dalam
urin (Stoller, 2008)
Hiperkalsiuria merupakan kelainan yang paling sering ditemukan
pada pasien dengan batu kalsium. Akan tetapi, peran hiperkalsiuria
pada pembentukan batu masih kontroversial. Investigasi terakhir
menyatakan bahwa plak adalah perkursor yang potensial pada
pembentukan batu kalsium dan angkanya berhubungan langsung
dengan kadar kalsium dalam urin dan angka kejadian batu. (Pearle et
al, 2012). Konsentrasi kalsium dalam urin yang tinggi menyebabkan
meningkatnya saturasi garam kalsium pada urin dan menurunnya
aktivitas inhibitor seperti sitrat dan kondroitin sulfat (Stoller, 2008).
2. Batu Struvite
Menurut Griffith (1978) dalam Sellaturay (2011), batu struvite
dibentuk dari magnesium, ammonium dan fosfat. Pertama kali ditemukan
oleh Ulex, seorang geologis asal Swedia pada abad ke-18. Nama ‘struvite’
berasal dari diplomat dan ilmuwan Rusia H.C.G von Struve. Brown
menemukan bahwa bakteri akan memecah urin dan memfasilitasi
16
pembentukan batu. Ia mengisolasi Proteus vulgaris dari inti batu yang
sekarang diketahu mensekresikan urease.
Batu struvite umumnya ditemukan pada wanita dan sering berulang
dalam waktu singkat. Mikroorganisme lain yang memecah urea dan dapat
menyebabkan batu struvite adalah Proteus, Pseudomonas, Providencia,
Klebsiella, Staphylococci, dan Mycoplasma. Kadar amonia yang tinggi
dari organisme-organisme tersebut mengakibatkan alkalinisasi pH urin
sampai 7,2 sehingga kristal MAP akan mengendap (Stoller, 2008).
Untuk membentuk batu struvite, urin harus mengandung amonia
dan ion trivalent fosfat pada saat yang sama. Tubulus ginjal hanya
menghasilkan amonia apabila organisme mengeksresikan asam, akan
tetapi ion trivalent fosfat tidak tersedia pada saat urin bersifat asam, oleh
karena itu batu struvite tidak terbentuk saat kondisi fisiologis. Pada
kondisi patologis, dimana terdapat bakteri yang menghasilkan urease, urea
akan dipecah menjadi amonia dan asam karbonat. Selanjutnya, amonia
akan bercampur dengan air untuk menghasilkan ammonium hidroksida
pada kondisi basa, dan akan menghasilkan bikarbonat dan ion karbonat.
Alkalinisasi urin oleh reaksi urease tadi menghasilkan NH4, yang akan
membentuk ion karbonat dan ion trivalent fosfat. Inilah yang akan
membentuk batu struvite (Sellaturay, 2011)
3. Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan jenis batu yang lazim ditemukan pada
pria dan memiliki angka kejadian 5% dari seluruh kejadian batu. Pasien
dengan gout, penyakit proliferatif, penurunan berat badan yang cepat serta
riwayat penggunaan obat-obat sitotoksik memiliki insiden yang tinggi
pada batu asam urat. Tidak seluruh pasien dengan batu asam urat
mengalami hiperurisemia,. Naiknya kadar asam urat dalam urin dipicu
oleh kurangnya cairan dan konsumsi purin yang berlebihan. Terdapat 3
faktor utama pada pembentukan batu asam urat yaitu pH urin yang rendah,
volume urin yang rendah dan hyperuricosuria. Faktor patogenesis utama
17
adalah pH urin yang rendah karena umumnya pasien dengan batu asam
uran memiliki kadar eksresi asam urat yang normal.
Hiperurikosuria menjadi faktor predisposisi pada pembentukan
batu asam urat dan batu kalsium oksalat karena menyebabkan
supersaturasi urin. Pasien dengan kadar asam urat dalam urin dibawah
600mg/hari memiliki batu yang lebih sedikit dari pasien yang memiliki
kadar asam urat diatas 1000mg/hari dalam urin.
Batu asam urat dapat dihasilkan secara kongenital, didapat, atau
idiopatik. Kelainan congenital yang berhubungan dengan batu asam urat
melibatkan transpor urat di tubulus ginjal atau metabolisme asam urat
menyebabkan hiperurikosuria. Kelainan didapat dapat berupa diare kronik,
turunnya volume urin, penyakit-penyakit myeloproliferatif, tingginya
konsumsi protein hewani, dan obat obatan yang menyebabkan 3 faktor
diatas (Pearle et al, 2012).
18
Bila batu mneyumbat muara
ureter hidrouereter hidronefrosis gagal ginjal
19
Obstruksi saluran keluar buli dapat disebabkan banyak hal, tetapi yang
paling sering disebabkan oleh pembesaran prostat.
3.4 Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemui frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang
masih menetes setelah berkemih, merasa tidak puas setelah berkemih, sering
berkemih pada malam hari, penurunan kekuatan, dan ukuran pancaran urine,
mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri saat berkemih,
hematuria, nyeri pinggang, peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, penurunan
fungsi seksual, keluhan gastrointestinal seperti nafsu makan menurun,
mual,muntah dan konstipasi.
b. PemeriksaanFisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik
sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang
ditimbulkan.
Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok
Pemeriksan fisik khusus urologi
Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal
Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:
1. Urinalisa
- Warna kuning, coklat atau gelap.
- pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme
dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah
menyebabkan pengendapan batu asam urat.
20
- Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita
dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
- Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi
dalam proses pembentukan batu saluran kemih.
- Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah
terjadi hiperekskresi.
2. Darah
- Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
- Lekosit terjadi karena infeksi.
- Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
- Kalsium, fosfat dan asam urat.
3. Radiologis
- Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak.
- Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada
keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan
dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang
memadai.
- PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih
- Sistokopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing.
- Foto KUB = Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter,
menunjukan adanya batu.
4. Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, mengeluarkan batu yang kecil.
5. Foto Rontgen
Menunjukan adanya di dalam kandung kemih yang abnormal.
6. IVP ( intra venous pylografi ) :
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,membedakan
derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan
abnormal otot kandung kemih.
21
7. Vesikolitektomi ( sectio alta ):
Mengangkat batu vesika urinari atau kandung kemih.
8. Litotripsi bergelombang kejut ekstra korporeal.
Prosedur menghancurkan batu ginjal dengan gelombang kejut.
9. Pielogram retrograd
10. Ultrasonografi
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih.
Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi
intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam
24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan
volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi
serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam
keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan
terbentuknya batu kandung kemih pada klien.(Tjokro,N.A, et al. 2001 )
d. Terapi
1. Mengatasi gejala
Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis,
berikan spasme analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi
koliks ginjal dan tidak di kontra indikasikan pasang kateter.
2. Pengambilan Batu
Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya melebihi 6
mm.
3. Vesikolithotomi
4. Pengangkatan Batu
1. Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal (ESWL)
Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu.
Litotriptor adalah alat yang digunakan untuk memecahkan batu
tersebut, tetapi alat ini hanya dapat memecahkan batu dalam batas
ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini dapat ditangani
22
dengan gelombang kejut atau sistolitotomi melalui sayatan
prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil
seperti pasir, sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
2. Metode endourologi pengangkatan batu
Bidang endourologi mengabungkan keterampilan ahli radiologi
mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Batu diangkat
dengan forseps atau jaring, tergantung dari ukurannya. Selain itu alat
ultrasound dapat dimasukkan ke selang nefrostomi disertai gelombang
ultrasonik untuk menghancurkan batu.
3. Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan
memasukkan alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat
dihancurkan dengan menggunakan laser, litotrips elektrohidraulik, atau
ultrasound kemudian diangkat.
23
Litotripsi
24
25
Open dan Percutaneous Cystolithotomy
Dahulu pernah menjadi standar emas untuk pengobatan batu kandung
kemih, pendekatan secara terbuka (open cystolithotomy) tidak disukai ketika
teknik yang lebih baru, yang kurang invasif telah muncul. Open cystolithotomy,
meskipun angka keberhasilan sangat memuaskan, tetapi terkait dengan kebutuhan
untuk penggunaan kateterisasi berkepanjangan, peningkatan lama tinggal rumah
sakit, dan dari segi estetika kurang memuaskan.
Teknik perkutaneous dalam era ini telah menjadi pilihan unggulan ,
khususnya pada pasien tanpa akses uretra yang baik , seperti pasien yang telah
menjalani rekonstruksi leher kandung kemih atau penutupan . Metode ini
umumnya melibatkan penciptaan dan dilatasi dari saluran suprapubik setelah
kandung kemih didistensikan . Selubung Amplatz digunakan dalam sebagian
besar teknik yang dilaporkan , meskipun keprihatinan atas hilangnya akses telah
memaksa beberapa orang untuk menggunakan trocar Hasson. Kombinasi energi
ultrasonik dan pneumatik digunakan untuk memecah batu ; fragmen kecil dapat
disedot sementara fragmen yang lebih besar dikeluarkan menggunakan forsep
batu . Suprapubik atau kateter transurethral drainase diperlukan untuk 1 sampai 5
hari.
26
kemih perforasi dengan lithotripsy elektrohidrolik , meskipun hal ini belum
dilaporkan dalam seri modern.
Laser Holmium lithotripsy telah menjadi modalitas pilihan , karena
kemampuannya untuk mengobati batu besar sementara menimbulkan kerusakan
kolateral minimal. Kebanyakan pasien yang menjalani laser yang lithotripsy akan
bebas dari batu dalam satu prosedur tanpa komplikasi yang besar. Penggunaan
laser satu sisi - menembak disukai oleh beberapa orang, karena peningkatan
stabilitas dan manuver serat serta waktu operasi lebih pendek.
Untuk mencegah potensi cedera traumatis ke uretra akibat pasase instrumen
berulang-ulang, satu kelompok pendukung penggunaan Amplatz selubung
transurethral setelah uretra didilatasi dengan baik. Haruskah selubung tidak dapat
digunakan , lubrikasi uretra yang bagus dan meatotomy pra operasi yang
dianjurkan oleh orang lain untuk mengurangi kejadian penyakit striktur pasca
operasi , meskipun keberhasilan jangka panjang dari strategi ini belum
dilaporkan.Transurethral reseksi prostat dapat dilakukan jika perlu , meskipun
hati-hati disarankan karena terkait komplikasi setinggi 21 %.
Shockwavelithotripsy
Extracorporealshockwavelithotripsy telah berhasil digunakanuntuk pengobatan
batu kandung kemih. Pasien ditempatkan dalam posisi rawan untuk
menghilangkan kebingungan pada fluoroscopy oleh panggul dan tulang belakang
sakral. Sebuah kateter Foley dipasang untuk memungkinkan pengisian dan
drainase kandung kemih, yang terakhir yang menyediakan untuk imobilitas batu
selama fragmentasi, meskipun metode ini tidak digunakan oleh semua penulis.
Evakuasi cystoscopic fragmen batu diperlukan untuk batu yang lebih besar.
Persesi1000-4800 guncangan umumnya diperlukan untuk menghasilkan
fragmentasi yang memadai, dan pengobatan ulang biasanya diperlukan pada 10%
sampai 25% dari pasien.
27
f. Komplikasi
Batu buli yang tidak disingkirkan, walaupun yang tidak mempunyai gejala bisa
menyebabkan komplikasi seperti: disfungsi buli kronis jika dibiarkan, batu buli
dapat menyebabkan masalah jangka panjang, seperti nyeri dan berkemih yang
sering. Infeksi traktus urinarius infeksi yang terjadi pada traktus urinarius dapat
menyebabkan batu buli.
28
BAB IV
ANALISIS KASUS
29
DAFTAR PUSTAKA
Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US: FA
Davis Company; 2007.
Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies;
2001.
Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisisologi Kedokteran. Edisi II. EGC: Jakarta
Purnomo, Basuki 2007. Dasar-dasar Urologi. edisi kedua. Sagung seto: Jakarta
Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai Penerbit
FKUI : Jakarta
Syamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034. EGC :
Jakarta.
Oswari, Jonatan; Adrianto, Petrus. 1995. Buku Ajar bedah, EGC: Jakarta
Rasyad, Syahriar, dkk. 1998. Radiologi Diagnostik, Ed.4, Balai Penerbit FKUI:
Jakarta.
Shires, Schwartz. Intisari prinsip – prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC : Jakarta. 588-
589
Pearle, M.S., Lotan, Y. 2012. Campbell Walsh Urology 10th Edition: Urinary
Lithiasis. Amerika Serikat: Saunders Elsevier
Stoller, M.L., 2008. Smith’s General Urology 18th Edition: Urinary Stone
Disease. Amerika Serikat: McGraw Hill
Coe, F.L., Evan, A., Worcester, E., 2005. Kidney Stone Disease. Journal of
Clinical Investigation.
30