Abstrak
Disaster is an unforeseen circumstance by all human beings, but when disaster comes we
believe that it is a plan and the will of the Ilahi Rabbi. Guidance and Counseling as a science
and profession overall has an obligation and a role to help the victims of natural disasters in
terms of mental and psychological. Collaboration between counselors with various parties
expected to be healers of wounds and solace to the people who suffered to keep the spirit and
future with optimism.
A. Pendahuluan
Indonesia merupakan sebuah negara strategis dengan segala potensi kekayaan alam
yang dimilikinya. Negara kepulauan yang memiliki lebih kurang tujuh belas ribu pulau-pulau
besar dan kecil dengan keadaan geografis yang lengkap disebut sebagai ring of fire mulai
dari pegunungan, lautan, sungai, sumber daya mineral, hutan, hewan dan berbagai sumber
yang tidak terhitung harganya. Namun sesunguhnya potensi yang kaya itu pada akhir-akhir
ini mulai menimbulkan dampak bagi manusia. Dampak itulah yang dinamakan bencana. Dua
tahun terakhir ini saja bencana itu seolah-olah datang silih berganti, mulai dari erupsi gunung
Sinabung di Kabupaten Karo Sumatera Utara selama lebih kurang enam bulan, erupsi gunung
Kelud di Jawa Timur, erupsi Gunung Selamat, banjir di Ibu Kota Jakarta, banjir bandang di
Manado. Semua bencana memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari
kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan masyarakat
tersebut. Tidak ada yang dapat memprediksi kapan bencana itu datang, namun manusia
sebagai makhluk beragama meyakini bahwa semua itu merupakan kehendak ilahi terlepas
apakah semua itu ujian dan cobaan, yang jelas manusia dituntut untuk tetap meghadapi
bencana itu dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan usaha-usaha dengan memaksimalkan
segala potensi yang dimilikinya.
2
Prayitno, Konseling Integritas, (Padang: UNP, 2013), hl. 85.
3
Konselor profesional adalah berpendidikan S1 BK + Pendidikan Profesi Konselor (1 tahun)
4
Prayitno, Wawasan Profesional BK, (Padang: UNP, 2009), hl, 45.
2
tertentu, misalnya bagaimana cara menyelamatkan diri, harta benda yang perlu dahulu
diselamatkan ketika bencana datang, dll.
5. Layanan konseling perorangan, yaitu layanan yang diberikan kepada seorang individu
dengan cara face to face dalam rangka membantu menyelesaikan masalah yang
dihadapinya berkenaan dengan bencana yang sedang dialaminya.
6. Layanan bimbingan kelompok, yaitu layanan yang diberikan oleh konselor kepada
sekelompok individu dalam rangka membantu mengatasi masalah-masalah umum
yang dihadapi kelompok tersebut, serta untuk menumbuhkan sikap kepedulian sosial
dalam suasana bencana.
7. Layanan konseling kelompok, layanan ini diberikan oleh konselor kepada klien dalam
rangka membantu menyelesaikan masalah-masalah pribadi yang dihadapi oleh setiap
anggota kelompok dalam rangka menghadapi keadaan bencana.
8. Layanan konsultasi, yaitu layanan yang diberikan oleh konselor kepada individu
mengenai masalah-masalah yang dihadapinya bisa saja berkaitan dengan pihak ketiga
yang timbul akibat datangnya bencana.
9. Layanan mediasi, layanan ini diberikan oleh konselor kepada individu dalam rangka
menyelesaikan masalah dengan pihak lain, dalam hal ini konselor berfungsi sebagai
mediator.
10. Layanan advokasi, yaitu layanan yang diberikan oleh konselor kepada individu dalam
rangka meningkatkan kembali semangat hidupnya dalam menghadapi bencana yang
sedang melanda.
Dalam rangka menjalankan aktivitas konseling dalam suasana kebencanaan, seorang
konselor harus mampu menyesuaikan dengan keadaan di lapangan, karena dalam keadaan
bencana suasananya jelas jauh berbeda, oleh sebab itudalam situasi ini semua jenis layanan
yang digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat yang menjadi
klien.
Jenis kegiatan pendukung juga seharusnya dilaksanakan oleh konselor, namun situasi
bencana adalah isidental oleh sebab itu konselor harus mampu melihat bantuan apa yang
seharusnya dan secepatnya dilaksanakan antara lain: Aplikasi instrumentasi, Konferensi
kasus, Kunjungan rumah, Tampilan kepustakaan dan Alih tangan kasus.
Untuk bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan ini maka akan disesuaikan
dengan pemakaiannnya sesuai dengan kedaaan dan kondisi di lapangan bencana yang
dilasanakan sesuai dengan program-program yang telah direncanakan sebelumnya.
3
B. Kondisi Klien dan Konselor yang Efektif
Bencana merupakan suasana yang terjadi yang tidak bisa ditebak kapan terjadinya.
Oleh sebab itu keadaan masyarakat yang tertimpa bencana sudah barang tentu bermacam-
macam masalah dan situasi yang dihadapinya. Konselor harus bisa memahami bahwa klien
dalam kondisi sedih, berduka karena kehilangan harta benda maupun kehilangan sanak
saudaranya. Oleh sebab itu konselor harus memahami peran dan tugasnya yang mulia dalam
rangka membantu masyarakat. Carl Rogers menyebutkan sedikitnya tiga kualitas utama yang
harus dimiliki oleh setiap konselor adalah5:
1. Konselor yang memiliki kualitas kongruen, yaitu konselor yang dalam perilaku dan
aktifitasnya menunjukkan sebagai dirinya sendiri yang asli, utuh, dan menyeluruh
baik dalam kehidupan pribadinya maupun dalam kehidupan profesionalnya.
2. Konselor harus memiliki sikap empati yang tinggi, dapat merasakan pikiran dan
perasaan masyarakat yang terkena bencana, merasa memiliki dan kepedulian yang
tinggi dari seorang konselor.
3. Unconditional positive regards (penerimaan positif tanpa syarat), adalah sikap yang
harus ditunjukkan oleh konselor dalam rangka menerima bagaimanapun keadaan
klien yang dihadapinya, apalagi dalam situasi bencana, hal ini merupakan suatu hal
yang perlu diperhatikan, konselor tidak boleh takut, jijik, tidak suka dengan keadaan
masyarakat. Apapun keadaannya semua masyarakat adalah mulia disisi Allah Swt,
dan mereka sangat memerlukan bantuan konselor.
Oleh sebab itu sebelum terjun ke lapangan bencana setiap konselor perlu
mengamalkan dalam hati mereka bahwa tugas mereka adalah begitu mulia dan sangat
dibutuhkan oleh masyarakat yang sedang menghadapi bencana dan kesulitan. Masyarakat
korban bencana tidak hanya butuh bantuan materi namun jauh lebih dari itu mereka
membutuhkan bantuan moril untuk kembali menumbuhkan rasa percaya diri, optimistis,
semangat mereka dalam menyongsong hidup kedepannya, tugas itu menjadi kewajiban setiap
konselor untuk membantunya.
Sebelum terjun membantu masyarakat bencana berikut ini merupakan sikap dan
pribadi yang harus dipersiapkan oleh konselor antara lain:
1. Niat yang tulus dalam hati, dengan berserah diri pada Allah swt, niatkanlah dalam hati
bahwa tugas yang mulia ini adalah tulus dan ikhlas untuk membantu saudara-saudara
yang sedang kesulitan dalam menghadapi bencana.
5
Mamat Supriatna, Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi , (Bandung: PT Raja Grafindo
Persada, 2010), hl. 21.
4
2. Persiapkanlah mental dan psikologis karena suasana bencana tidak bisa terduga
keadaannya, oleh sebab itu apapun keadaan yang terjadi di sana setiap konselor harus
tetap bertahan membantu masyarakat yang sedang memerlukan bantuan.
3. Bawalah perlengkapan kesehatan, sandang dan pangan, agar dalam menjalankan tugas
sebagai konselor merasa fokus dan pikiran tidak akan bercabang kemana-mana.
4. Sebisa mungkin meyakinkan keluarga seperti istri, suami, orang tua dan kerabat
lainnya yang ditinggalkan. Yakinkan kepada mereka bahwa tugas konselor di pusat
kebencanaan adalah mulia karena membantu saudara-saudara yang sedang kesulitan.
Sikap-sikap pribadi konselor ini merupakan sebuah keniscayaan bagi seorang
konselor yang profesional, diharapkan dengan memiliki sikap, pribadi dan persiapan yang
matang tersebut konselor akan terhindar dari sikap-sikap negatif yang tidak boleh ada dalam
diri konselor, seperti yang dikatakan Guy dalam Gladding menyebutkan sedikitnya enam
sikap yang tidak boleh ada di dalam diri seorang konselor yaitu6:
1. Distres emosi yaitu konselor yang mempunyai trauma yang sulit untuk disembuhkan
2. Vicarious coping yaitu konselor yang memakai kehidupan orang lain untuk dirinya
alih-alih menjalani hidupnya sendiri dengan penuh arti
3. Kesepian dan isolasi yaitu konselor yang tidak mempunyai teman dan berusaha
mencari teman dengan menjadi konselor
4. Keinginan untuk berkuasa yaitu konselor yang selalu merasa ketakutan dan tidak
berdaya, yang berusaha mencariu kekuatan untuk mengatur orang lain
5. Keinginan untuk dicintai yaitu konselor yang narsistik dan impresif, yang percaya
bahwa semua masalah dapat dipecahkan melalui cinta
6. Vicarious rebellion yaitu konselor dengan kemarahan yang tidak tersalurkan, yang
menggunakan perilaku tidak patuh dari klien untuk mengeluarkan pikiran dan
perasaaannya.
Dengan menghindari sikap-sikap negatif yang ada di dalam diri konselor di atas dan
menumbuhkan sikap-sikap efektif untuk menjadi konselor yang profesional, maka diharapkan
ketika melaksanakan bantuan konseling di lokasi bencana, konselor dapat bekerja secara
maksimal, seutuhnya dan terfokus. Dengan demikian maka dapat dipastikan bahwa profesi
konselor adalah benar-benar profesi yang bermanfaat dan bermartabat di mata masyarakat.
6
Samuel T. Gladding, Konseling Profesi yang Menyeluruh edisi keenam, alih bahasa Winarno dan
Lilian, (Jakarta: Indeks, 2012), hl. 39.
5
Membuat program merupakan sebuah aplikasi atas pelaksanaan konseling di lokasi
bencana, oleh sebab itu beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum membuat program
bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan yaitu latar belakang klien dalam hal ini
usia, jenis kelamin dan orinentasi klien. Dalam hal situasi bencana ini konselor perlu melihat
usia klien apakah anak-anak, remaja, orang dewasa dan lansia, jenis kelamin kali-laki dan
perempuan, orientasi klien maksudnya adalah tujuan, latar belakang pekerjaan, tugas
perkembangan dll. Semua itu perlu diperhatikan oleh konselor agar program yang dibuat
efektif dan efisien dalam membantu masyarakat. Program yang dibuat oleh konselor dapat
berupa program harian, mingguan, bulanan, semesteran dan tahunan sesuai dengan lamanya
dan situasi di lokasi bencana.
Berikut ini contoh program bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan yang
disesuaikan dengan dasar penyusunan program ABKIN7.
PROGRAM MINGGUAN
PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
BERWAWASAN KEBENCANAAN
LOKASI BENCANA : ERUPSI GUNUNG SINABUNG
Waktu : Minggu I November 2013
Tempat: lokasi pengungsian Zona 1 Desa Simalem
Konselor : Rizky Andana Pohan
Materi Bidang Pengembangan
No Kegiatan
Pribadi Sosial Belajar Karir Agama Keluarga
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Layanan sosialisasi sosialisasi sosialisasi
orientasi
2 Layanan Menjadi Meningkat Meningka Tauhid Menyanya
informasi pribadi kan tkan ngi
yang kuat kepedualia rencana keluarga
n sosial masa
depan
3 Layanan Membuat Mening
penempatan kreatifitas katkan
dan penyaluran di ibadah
pengungsia
n
4 layanan Pemahama Membuka Belajar
penguasaan n diri usaha sholat
7
ABKIN, Panduan Umum Pelayanan Bimbingan dan Konseling , (ABKIN: Jakarta, 2013). hl, 77.
6
konten sampinga dan
n mengaji
5 Layanan Masalah Masalah Malas Putus asa Malas Pertengkara
konseling trauma stres sosial belajar di untuk beribada n dalam
perorangan
lokasi hidup h keluarga
bencana
7
program sebaiknya konselor melaksanakan need asesment sebelum membuat program dan
materinya, mulai dari himpunan data, pengadministrasian instrumen jika dimungkinkan,
wawancara, observasi dll. Sehingga dengan demikian program yang dibuat sesuai dengan
tujuan dan sasarannya seperti kepada anak-anak, remaja, orang dewasa, orang tua lanjut usia.
Konselor tidak boleh menyamakan materi dan cara pelaksanaan layanan kepada semua orang.
Dengan mengkelempokkan dari usia maka diharapkan pelayanan yang diberikan oleh
konselor benar-benar bermanfaat, efektif, efisien bagi para masyarakat yang sedang tertimpa
bencana.
PEMERINTAH
PMI KONSELOR
MASYRAKAT KORBAN DAN
WILAYAH BENCANA
8
NGO dan PEMUKA AGAMA
LSM lain-lain DAN PEMUKA
ADAT
PSIKOLOG
TAGANA dan PETUGAS
DAN
BASARNAS KESEHATAN
PSIKIATER
2. Evaluasi
Tahap demi tahap yang telah dilaksanakan oleh konselor mulai dari need asesment,
penyusunan program, implementasi program dengan dukungan sitem, maka tahap yang
terkahir dan juga sangat penting adalah tahap evaluasi. Sebaik apapun program dan kinerja
konselor evaluasi merupakan sarana pengembangan kemampuan dan keahlian
keprofesionalan seorang konselor.
Pada tahap ini kita akan melihat bagaimana evaluasi yang seharusnya dilakukan oleh
konselor dalam pelaksanaan programnya di kawasan bencana. Mengutip pendapat A. Muri
Yusuf yang mengatakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses pemberian makna, arti, nilai
atau kualitas tentang suatu objek yang dievaluasi atau penyusunan suatu keputusan tentang
suatu objek berdasarkan asesmen.8
Dari pengertian tersebut dapatlah dipahami bahwa evaluasi bimbingan dan konseling
kebencanaan dilakukan mulai dari input yaitu pada saat need asesment, observasi,
wawancawa, studi dokumentasi. Evaluasi proses pada saat implementasi dan pelaksanaan
program. Evaluasi hasil pada saat program telah dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan
oleh konselor itu sendiri maupun konselor-konselor independen dan pihak-pihak yang terlibat
seperti pemerintah tanpa bermaksud menghakimi. Setelah evaluasi maka yang terakhir adalah
8
A. Muri Yusuf, Asesmen dan Evaluasi pendidikan, (Padang: UNP Press, 2011), hl. 21.
9
tindak lanjut atas segala evaluasi yang telah dilakukan, sehingga program-program konselor
berikutnya akan kaya dengan khasanah teori, praksis dan implementasi lapangan yang
bermuara pada kebermanfaatan dan kebermartabatan profesi konseling itu sendiri.
E. Penutup
Profesi konseling merupakan sebuah profesi yang unik dan mulia, unik karena tidak
semua individu mampu mewujudkan sikap-sikap yang dibutuhkan untuk menjadi seorang
konselor. Mulia karena profesi ini membantu para individu maupun kelompok yang sedang
mengalami masalah, hambatan yang dihadapinya agar mampu mandiri dan mengendalikan
diri secara efektif. Peran konselor dalam membantu masyarakat yang ditimpa musibah
bencana merupakan peran yang profesional dan bermanfaat, jika satu konselor mampu
mengimplementasikan program secara baik dan benar maka dibutuhkan peran konselor yang
begitu banyak bagi rekonstruksi masyarakat pacsca bencana. Jika itu terlaksana maka sudah
bisa dipastikan profesi konseling bermanfaat dan bermartabat itu akan segera dirasakan oleh
masyarakat, bangsa, negara dan agama.
DAFTAR PUSTAKA
10
11