PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
Osteoporosis Internasional) dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko
terkena penyakit osteoporosis (Depkes, 2006).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Osteoporosis pada lanjut usia?
2. Sebutkan macam-macam Osteoporosis pada lanjut usia?
3. Sebutkan etiologi dari Osteoporosis pada lanjut usia?
4. Sebutkan tanda dan gejala Osteoporosis pada lanjut usia?
5. Jelaskan patofisiologi dari Osteoporosis pada lanjut usia?
6. Jelaskat pathway dari Osteoporosis pada lanjut usia?
7. Sebutkan pemeriksaan penunjang Osteoporosis pada lanjut usia?
8. Sebutkan penatalaksanaan medis Osteoporosis pada lanjut usia?
9. Jelaskan asuhan keperawatan osteoporosis pada lanjut usia?
C. TUJUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
B. KLASIFIKASI
1. Osteoporosis primer adalah kehilangan masa tulang yang terjadi sesuai
dengan proses penuaan, sedangkan osteoporosis sekunder didefinisikan
sebagai kehilangan massa tulang akibat hal hal tertentu. Sampai saat ini
osteoporosis primer masih menduduki tempat utama karena lebih banyak
ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada
wanita menopouse dan usia lanjut merupakan contoh osteoporosis primer.
2. Osteoporosis sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis
tertentu termasuk kelainan endokrin, efek samping obat-obatan,
imobilisasi, pada osteoporosis sekunder terjadi penurunan densitas tulang
3
yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik akibat faktor
ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal
kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme,
varian status hipogonade, dan lain-lain.
C. ETIOLOGI
4
gangguan endokrin) mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Obat-obatan
misalnya isoniasit, heparin, tetrasiklin, antasida yang mengandung
alumunium, kortikosteroid) mempengaruhi tubuh dan metabolisme kalsium.
Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat fraktur
kompressi pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12 ) adalah:
E. PATOFISIOLOGI
5
pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan berat badan pasien
menurun dan terdapat lengkung vertebrata abnormal (kiposis). Osteoporosis
pada kolumna femoris sering merupakan predisposisi terjadinya fraktur
patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering terjadi pada pasien
usia lanjut.
6
F. PATHWAY
OSTEOPOROSIS
Resiko
tinggi
trauma
7
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologis
Gejala radiolologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang
meurun yang dapat dilihat pada vertebrata spinalis. Dinding dekat korpus
vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks
dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering
ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan
menyebabkan deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral
vertebra di atas 110 mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra
atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada
hampir semua klien yang mengalami fraktur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukan kelainan yang nyata.
b. Kadar HPT (pada pascamenopouse kadar HPT meningkat) dan Ct
(terapi ekstrogen merangsang pembentukan Ct).
c. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun
d. Ekskresi fosfst dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat
kadarnya
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
8
setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu
diresepkan preparat (kalsium karbonat).
9
I. ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS PADA LANJUT USIA
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomer register,
diagnosa medik, alamat, semua data mengenal identitas klien tersebut
untuk menuntukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan
jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien
dan alamat.
c. Riwayat kesehatan
1) Rasa nyeri atau sakit tulang punggung bagian bawah, leher dan
pinggang
2) Berat badan menurun
3) Biasanya diatas 45 tahun
4) Jenis kelamin sering pada wanita
5) Pola latihan dan aktivitas
d. Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga,
pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, toilet.
Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan
merasa lebih baik. Selain itu olahraga dapat mempertahankan tonus
otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat
untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktivitas tubuh memerlukn
interaksi yang kompleks antara saraf dan muskuloskeletal. Beberapa
perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak
persendian adalah agility (kemampuan gerak cepat dan lancar) menuun
dan stamina menurun.
10
e. Aspek penunjang
1) Radiologi
Gejala radiolologis yang khas adalah densitas atau masa tulang
yang meurun yang dapat dilihat pada vertebrata spinalis. Dinding
dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling
berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal
merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus
vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari
nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
2) CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up.
Mineral vertebra di atas 110 mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan
fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra
dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami
fraktur.
3) Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breathing)
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan
tulang belakan.
Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskltasi : pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara
ronki
b) B2 (Blood)
Pengisian kapeler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat
dingin dan pesing. Adanya pulsus perifer memberi makna
terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan
dengan efek obat.
11
c) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih
parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah. Kepala dan
wajah ada sianosis, mata sklera biasanya tidak ikterik,
konjungtiva tidak anemis, leher biasanya JVP dalam normal.
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal
yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya satu fraktur
atau lebih, frakktur kompresi vertebra.
d) B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada
keluhan pada sistem perkemihan
e) B5 (Bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eliminasi namun
perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
f) B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien
osteoporosis sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s
hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada
perubahan gaya berjalan, dformitas tulang, leg-length
inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi
adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
f. Riwayat Psikososial
Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul
kecemasan, takut melakukan aktivitas dan perubahan konsep diri
perawat perlu mengkaji masalah-masalh psikologis yang timbul akibat
proes ketuaan dan efek penyakit yang menyertainya.
12
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d fraktur dan spasme otot.
2. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan muskuloskeletal, penurunan
kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh .
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
1. Nyeri akut 1. Pain level Pain management
b.d fraktur 2. Pain control 1. Lakukan
dan spasme 3. Comfort level pengkajian
otot Kriteria hasil nyeri secara
1. Mampu komperhensi
mengontrol nyeri f termasuk
(tahu penyebab lokasi,
nyeri, mampu karakteristik,
menggunakan durasi,
teknik frekuensi,
nonfarmakologi kualitas dan
untuk faktor
mengurangi presipitasi.
nyeri, mencari 2. Observasi
bantuan) reaksi
2. Melaporkan nonverbal
bahwa nyeri dari
berkurang ketidaknyam
dengan anan.
menggunakan 3. Gunakan
manajemen nyeri teknik
3. Mampu komunikasi
mengenali nyeri terapeutik
(skala, intensitas, untuk
frekuensi dan mengetahui
tanda nyeri pengalaman
4. Nyatakan rasa nyeri pasien.
nyaman setelah 4. Kaji kultur
nyeri berkurang yang
mempengaru
hi respon
nyeri.
5. Evaluasi
pengalaman
nyeri masa
13
lampau.
6. Evaluasi
bersama
pasien dan
tim
kesehatan
lain tentang
ketidakefekti
fan kontrol
nyeri masa
lampau.
7. Bantu pasien
dan keluarga
untuk
mencari dan
menemukan
dukungan.
8. Kontrol
lingkungan
yang dapat
mempengaru
hi nyeri
seperti suhu
ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
9. Kurangi
faktor
presipitasi
nyeri.
10. Pilih dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi
,
nonfarmakol
odi dan
interpersonal
)
11. Kaji tipe dan
sumber nyeri
14
untuk
menentukan
intervensi.
12. Evaluasi
keefektifan
kontrol
nyeri.
15
pasien.
3. Gangguan 1. Body image Body image
citra tubuh 2. Self esteem enhacement
Kriteria hasil 1. Kaji secara
verbal dan
1. Body image
nonverbal
2. Mampu
respon klien
mengidentifikasi
terhadap
kekuatan
tubuhnya.
personal.
2. Fasilitasi
3. Mendeskripsikan
kontak
secara factual
dengan
perubahan fungsi
individu lain
tubuh.
dalam
4. Mempertahanka
kelompok
n interaksi
kecil.
social.
3. Jelaskan
tentang
pengobatan,
perawatan,
kemajuan
dan
prognosis
penyakit.
4. Dorong
klien
mengungkap
kan
persaannya
5. Identifikasi
arti
pengurangan
pemakaian
alat bantu.
16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total.
Terdapat pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi tulang
lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan
masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah
patah. Tulang menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan
menimbulkan pada tulang normal (Sharif La Ode, 2012).
B. SARAN
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya mahasiswa
keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih tentang asuhan keperawatan
osteoporosis. Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber literature yang
layak digunakan untuk mahasiswa, dan menambah wawasan yang lebih luas.
17
DAFTAR PUSTAKA
18