Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat


ini masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara
berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta
penduduk, 1 diantar 2-3 wanita post menopouse dan lebih dari 50 % penduduk
di atas umur 75-80 tahun. Sekitar 80% menderita penyakit osteoporosis
adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami perhertian siklus
menstruasi (amenorhea). Hilangnya hormon esterogen setelah menopouse
meningkatkan risiko terkena osteoporosis.

Penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, para pria tetap


memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita,
penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi esterogen. Bedanya, laki-
lakitidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat.
Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam
kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000
diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta padatahun 2015.

Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat


meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasarkan studi di
Indonesia: pravelensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk
wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-275, untuk umur diatas 70 tahun
untuk wanita 53,6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis
pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. (Yayasan
Osteoporosis Internasional) mereka yang rata-rata berusis di atas 50 tahun.
(Yayasan Osteoporosis Internasional) satu dari tiga perempuan dan satu dari
lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. (Yayasan

1
Osteoporosis Internasional) dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko
terkena penyakit osteoporosis (Depkes, 2006).

Berdasarkan data Depkes jumlah penderita osteoporosis di Indonesia


jauh lebih besar dan merupakan negara dengan penderita osteoporosis terbesar
ke 2 setelah cina. Peran perawat adalah memberikan pengetahuan mengenai
osteoporosis, program pencegahan, pengobatan, cara mengurang nyeri, dan
mencegah terjadinya fraktur.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Osteoporosis pada lanjut usia?
2. Sebutkan macam-macam Osteoporosis pada lanjut usia?
3. Sebutkan etiologi dari Osteoporosis pada lanjut usia?
4. Sebutkan tanda dan gejala Osteoporosis pada lanjut usia?
5. Jelaskan patofisiologi dari Osteoporosis pada lanjut usia?
6. Jelaskat pathway dari Osteoporosis pada lanjut usia?
7. Sebutkan pemeriksaan penunjang Osteoporosis pada lanjut usia?
8. Sebutkan penatalaksanaan medis Osteoporosis pada lanjut usia?
9. Jelaskan asuhan keperawatan osteoporosis pada lanjut usia?

C. TUJUAN

Untuk mengetahui asuhan keperawatan osteoporosis pada lanjut usia


beserta definisi, klasifikasi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, pathway,
pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan medis pada pasien Osteoporosis
lanjut usia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang


total. Terdapat pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi
tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan
penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh
dan mudah patah. Tulang menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak
akan menimbulkan pada tulang normal (Sharif La Ode, 2012).

Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai


dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan
tulang, yang mengakibatkan meningkatnya fragilitas tulang sehingga tulang
cenderung untuk mengalami fraktur spontan atau akibat trauma minimal
(Consensus Development Conference, 1993).

Osteoporosis didefinisikan sebagai kelainan skeletal sistematik yang


dikarakteristikan dengan kekuatan otot yang berkurang yang merupakan
predisposisi pada peningkatan risiko fraktur.

B. KLASIFIKASI
1. Osteoporosis primer adalah kehilangan masa tulang yang terjadi sesuai
dengan proses penuaan, sedangkan osteoporosis sekunder didefinisikan
sebagai kehilangan massa tulang akibat hal hal tertentu. Sampai saat ini
osteoporosis primer masih menduduki tempat utama karena lebih banyak
ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada
wanita menopouse dan usia lanjut merupakan contoh osteoporosis primer.
2. Osteoporosis sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis
tertentu termasuk kelainan endokrin, efek samping obat-obatan,
imobilisasi, pada osteoporosis sekunder terjadi penurunan densitas tulang

3
yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik akibat faktor
ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal
kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme,
varian status hipogonade, dan lain-lain.
C. ETIOLOGI

Remodeling tulang normal pada orang dewasa akanmeningkatkan


masa tulang sampai sekitar usia 35 tahun. Genetik, nutrisi, pilihan gaya hidup
dan aktifitas fisik mmpengaruhi puncak masa tulang menhilangkan estrogen
pada saat menopause dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorsi
tulang dan berlangsung terus menerus selama bertahun tahun
pascamenopouse. Pria mempunyai massa tulang yang lebih besar dan tidak
mengalami perubahan hormonal mndadak. Akibatnya, insidensi osteoporosis
lebih rendah pada pria. Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan
osteoporosis. Vitamin D penting untuk absorpsi kalsium dan vitamin D harus
mencukupi untuk mempertahankan remodeling tulang dan fungsi tubuh.

Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun


tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan allowence)
kalsium meningkat pada adoleaseans dan dewasa muda (11-24 tahun) sampai
1200 mg untuk memaksimalkan puncak massa tulang. RDA untuk orang
dewasa tetap 800 mg, tapi 1000-1500 mg/hari untuk diet kurang efisien dan
mensekresikannya lebih cepat melalui ginjal maka wanita pascamenopause
dan lansia perlu mengkonsumsi kalsium dalam jumlah talk terbatas. Bahan
katabolic endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen (dari sumber luar)
dapat menyebabkan osteoporosis. Kortikosteroid berlebih, syndrom chusing,
hipertiroidsme dan hiperparatiroidesme menyebabkan kehilangan tulang.
Derajat osteoporosis berhubungan dengan durasi terapi kortikosteroid. Ketika
terapi dihentikan atau masalah metabolisme telah diatasi, perkembangan
osteoporosis akan berhenti namun restorasi kehilangan massa tulang biasanya
tidak terjadi. Keadaan medis menyerta (misalnya sindrom malabsorpsi
intoleransi laktosa, penyalahgunaan alcohol, gagal ginjal, gagal hepar, dan

4
gangguan endokrin) mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Obat-obatan
misalnya isoniasit, heparin, tetrasiklin, antasida yang mengandung
alumunium, kortikosteroid) mempengaruhi tubuh dan metabolisme kalsium.

D. TANDA DAN GEJALA


Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai puluhan
tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang
menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang.
Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau
gejala sebagai berikut:
1. Tinggi badan berkurang
2. Bungkuk atau bentuk tubuh berubah
3. Patah tulang
4. Nyeri bila ada patah tulang

Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat fraktur
kompressi pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12 ) adalah:

1. Nyeri timbul mendadak


2. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
3. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
4. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena
melakukan aktivitas
5. Deformitas vertebra thorakalis

E. PATOFISIOLOGI

Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis


umumnya tidak mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut
mengalami fraktur. Osteoporosis mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling
sering menimbulkan gejala pada daerah-daerah yang menyanggah berat badan
atau pada daerah yang mendaat tekanan (tulang vertebrata dan kolumna
femoris). Korpus vertebrata menunjukan adanya perubahan bentuk,

5
pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan berat badan pasien
menurun dan terdapat lengkung vertebrata abnormal (kiposis). Osteoporosis
pada kolumna femoris sering merupakan predisposisi terjadinya fraktur
patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering terjadi pada pasien
usia lanjut.

Masa tulang yang terkena mengalami penurunan dan menunjkan


penipisan korteks serta trabekula. Padakasus ringan, diagnosis sulit ditegakan
karena adanya variasi ketebalan trabekular pada individu “normal” yang
berbeda. Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun
histologist jika osteoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti
yang ditentukan secara analisis kimia dari abu tulang tidak menunjukan
adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai kalsium, fosfat, dan alkali
fosfatase yang normal dalam serum. Osteoporosis terjadi karena adanya
interaksi yang menahun antara faktor genetik fan faktor lingkungan. Faktor
genetik meliputi usia, jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah
melahirkan dan faktor lingkungan meliputi merokok, alkohol, kopi, defisiensi
vitamin, gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa, dan pemakaian obat-
obatan.

Kedua faktor diatas menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap


kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin,
tidak tercapainya masa tulang yanf maksimal dengan resobsi tulang menjadi
lebih cepat yang selanjutnta menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak
dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunana masa tulang
total yang disebut osteoporosi.

6
F. PATHWAY

Penyerapan tulang lebih


banyak daripada
pembentukan baru

Penurunan masa tulang

OSTEOPOROSIS

Tulang menjadi rapuh dan Koleps bertahap


mudah patah

Fraktur Fraktur Fraktur Fraktur Kifosis progresif


colles femur kompresi kompresi
lumbalis vertebra
torakalis Tinggi badan

Gangguan fungsi Kompresi


ekstremitas atas/bawah : saraf Perubahan Perubahan postural
pergerakan fragmen pencerna postural
tulang, spasme otot an ileus Relaksasi otot abdominal,
puralitik perut menonjol
Deformitas
skeletal
nyeri konstipasi
Insufiensi paru
Dowanger’s
Hambatan mobilitas fisik Gangguan hump dipsnea
eliminasi
alvi
Gangguan Pola nafas tidak efektif
Kemampuan citra diri :
pergerakan inkontinen
sia

Resiko
tinggi
trauma

7
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologis
Gejala radiolologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang
meurun yang dapat dilihat pada vertebrata spinalis. Dinding dekat korpus
vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks
dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering
ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan
menyebabkan deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral
vertebra di atas 110 mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra
atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada
hampir semua klien yang mengalami fraktur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukan kelainan yang nyata.
b. Kadar HPT (pada pascamenopouse kadar HPT meningkat) dan Ct
(terapi ekstrogen merangsang pembentukan Ct).
c. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun
d. Ekskresi fosfst dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat
kadarnya

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukuoi dan seimbang


sepanjang hidup, dengan peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur
pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3
gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau makan lain yang tinggi
kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya)

8
setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu
diresepkan preparat (kalsium karbonat).

Pada menopause terapi pergantian hormone (HRT = hormone


replacemenet therapy) dengan estrogen dapat diresepkan untuk memperlambat
kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang uang diakibatkannya.
Wanita yang telah mengalami pengangkatan ovarium atau telah menjalani
menopause prematur dapat mengalami osteoporosis pada usia cukup muda ;
pergantian hormon perlu dipikirkan pada pasien ini estrogen menurunkan
resorpsi tulang tapi tidak meningkatkan massa tulang. Penggunaan hormon
adalah jangka panjang masih dievaluasi. Estrogen tidak akna mengurangi
kecepatan kehilangan tulang dengan pasti. Terapi estrogen sering
dihubungkan dengan sedikit peningkatan insiden kanker payudara dan
endometrial. Maka selama HRT pasien harus diperiksa payudaranya setiap
bulan dan diperiksapanggunya termasuk masukan papanicaloaou dan biopsi
endometrial (bila ada indikasi), sekali atau dua kali setahun.

Obat-obat lain yang dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis


termasuk kalsitonin, natrium fluorida, dan natrium etidronat. Kalsitonin
secara primer menekan kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi
subkutan atau intra muscular. Efek samping (misal gangguan gastrointestina,
aliran panas, frekuensi urin) biasanya ringan dan kadang-kadang dialami.
Natrium fluoride memperbaiki aktifitas osteoblastik dan pembentukan tulang;
namun, kualitas tulang yang baru masih dalam pengkajian. Natrium etidronat,
yang menghalangi resorpsi tulang osteoklastik, sedang dalam penelitian untuk
efisiensi penggunaannya sebagai terapi osteoporosis.

9
I. ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS PADA LANJUT USIA
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomer register,
diagnosa medik, alamat, semua data mengenal identitas klien tersebut
untuk menuntukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan
jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien
dan alamat.
c. Riwayat kesehatan
1) Rasa nyeri atau sakit tulang punggung bagian bawah, leher dan
pinggang
2) Berat badan menurun
3) Biasanya diatas 45 tahun
4) Jenis kelamin sering pada wanita
5) Pola latihan dan aktivitas
d. Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga,
pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, toilet.
Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan
merasa lebih baik. Selain itu olahraga dapat mempertahankan tonus
otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat
untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktivitas tubuh memerlukn
interaksi yang kompleks antara saraf dan muskuloskeletal. Beberapa
perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak
persendian adalah agility (kemampuan gerak cepat dan lancar) menuun
dan stamina menurun.

10
e. Aspek penunjang
1) Radiologi
Gejala radiolologis yang khas adalah densitas atau masa tulang
yang meurun yang dapat dilihat pada vertebrata spinalis. Dinding
dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling
berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal
merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus
vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari
nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
2) CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up.
Mineral vertebra di atas 110 mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan
fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra
dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami
fraktur.
3) Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breathing)
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan
tulang belakan.
Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskltasi : pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara
ronki
b) B2 (Blood)
Pengisian kapeler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat
dingin dan pesing. Adanya pulsus perifer memberi makna
terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan
dengan efek obat.

11
c) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih
parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah. Kepala dan
wajah ada sianosis, mata sklera biasanya tidak ikterik,
konjungtiva tidak anemis, leher biasanya JVP dalam normal.
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal
yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya satu fraktur
atau lebih, frakktur kompresi vertebra.

d) B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada
keluhan pada sistem perkemihan
e) B5 (Bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eliminasi namun
perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
f) B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien
osteoporosis sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s
hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada
perubahan gaya berjalan, dformitas tulang, leg-length
inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi
adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
f. Riwayat Psikososial
Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul
kecemasan, takut melakukan aktivitas dan perubahan konsep diri
perawat perlu mengkaji masalah-masalh psikologis yang timbul akibat
proes ketuaan dan efek penyakit yang menyertainya.

12
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d fraktur dan spasme otot.
2. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan muskuloskeletal, penurunan
kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh .

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
1. Nyeri akut 1. Pain level Pain management
b.d fraktur 2. Pain control 1. Lakukan
dan spasme 3. Comfort level pengkajian
otot Kriteria hasil nyeri secara
1. Mampu komperhensi
mengontrol nyeri f termasuk
(tahu penyebab lokasi,
nyeri, mampu karakteristik,
menggunakan durasi,
teknik frekuensi,
nonfarmakologi kualitas dan
untuk faktor
mengurangi presipitasi.
nyeri, mencari 2. Observasi
bantuan) reaksi
2. Melaporkan nonverbal
bahwa nyeri dari
berkurang ketidaknyam
dengan anan.
menggunakan 3. Gunakan
manajemen nyeri teknik
3. Mampu komunikasi
mengenali nyeri terapeutik
(skala, intensitas, untuk
frekuensi dan mengetahui
tanda nyeri pengalaman
4. Nyatakan rasa nyeri pasien.
nyaman setelah 4. Kaji kultur
nyeri berkurang yang
mempengaru
hi respon
nyeri.
5. Evaluasi
pengalaman
nyeri masa

13
lampau.
6. Evaluasi
bersama
pasien dan
tim
kesehatan
lain tentang
ketidakefekti
fan kontrol
nyeri masa
lampau.
7. Bantu pasien
dan keluarga
untuk
mencari dan
menemukan
dukungan.
8. Kontrol
lingkungan
yang dapat
mempengaru
hi nyeri
seperti suhu
ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
9. Kurangi
faktor
presipitasi
nyeri.
10. Pilih dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi
,
nonfarmakol
odi dan
interpersonal
)
11. Kaji tipe dan
sumber nyeri

14
untuk
menentukan
intervensi.
12. Evaluasi
keefektifan
kontrol
nyeri.

2. Hambatan 1. Join movement : Exercise therapy :


mobilitas aktif ambulation
fisik b.d 2. Mobility level 1. Monitoring
gangguan 3. Self care : ADLs vital sign
muskuloskel 4. Tranfer sebelum atau
etal, performance sesudah
penurunan Kriteria hasil latihan dan
kekuatan otot lihat respon
1. Klien meningkat
dalam aktivitas pasien.
fisik. 2. Bantu pasien
2. Mengerti tujuan untuk
dari peningkatan menggunaka
dari mobilitas. n tongkat
3. Memverbalisasik pada saat
an perasaan berjalan dan
dalam cegah
meningkatkan terhadap
kekuatan dan cidera.
kemampuan 3. Ajarkan
berpindah. pasien dan
4. Memperagakan tenaga
penggunaan alat kesehatan
bantu untuk lain tentang
mobilisasi teknik
(walker) ambulasi.
4. Konsultasika
n dengan
terapi fisik
tentang
rencana
ambulasi
sesuai
dengan
kebutuhan

15
pasien.
3. Gangguan 1. Body image Body image
citra tubuh 2. Self esteem enhacement
Kriteria hasil 1. Kaji secara
verbal dan
1. Body image
nonverbal
2. Mampu
respon klien
mengidentifikasi
terhadap
kekuatan
tubuhnya.
personal.
2. Fasilitasi
3. Mendeskripsikan
kontak
secara factual
dengan
perubahan fungsi
individu lain
tubuh.
dalam
4. Mempertahanka
kelompok
n interaksi
kecil.
social.
3. Jelaskan
tentang
pengobatan,
perawatan,
kemajuan
dan
prognosis
penyakit.
4. Dorong
klien
mengungkap
kan
persaannya
5. Identifikasi
arti
pengurangan
pemakaian
alat bantu.

16
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total.
Terdapat pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi tulang
lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan
masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah
patah. Tulang menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan
menimbulkan pada tulang normal (Sharif La Ode, 2012).

B. SARAN
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya mahasiswa
keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih tentang asuhan keperawatan
osteoporosis. Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber literature yang
layak digunakan untuk mahasiswa, dan menambah wawasan yang lebih luas.

17
DAFTAR PUSTAKA

Kushariyadi. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta


: Salaemba Medika

La Ode, Sharif. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik Berstandarkan


Nanda, NIC dan NOC dilengkapi Teori Dan Contoh Kasus Askep.
Yogyakarta : Nuha Medika

Black, Joyce M. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis


untuk Hasil yang Diharapkan. Indonesia: CV Pentasada Media
Edukasi.

18

Anda mungkin juga menyukai