PENDAHULUAN
1
umumnya terjadi mulai Oktober-April. Ketika DBD mulai mewabah di suatu
wilayah, kerapkali menimbulkan kepanikan dalam masyarakat. Instansi kesehatan
seperti Rumah Sakit, puskesmas dan klinik kewalahan menangani pasien.(2,3)
Pada tahun 2014, jumlah penderita DBD di seluruh wilayah di Kota Makassar
ada 273 kasus dengan angka kesakitan/IR= 19,6 per 100.000 penduduk di antaraya
terdapat 11 kasus kematian karena DBD, jumlah tersebut meningkat dibandung tahun
2013 dan 2014 sebanyak 75 dan 86 kasus dengan angka kesakitan 6,3 per 100.000
penduduk dan terdapat 4 kematian. Kejadian Luar Biasa (KLB) demam berdarah
yang terjadi di Makassar tahun 2014 berlokasi di Puskesmas Kecamatan Antang
Kecamatan Manggala dengan 39 korban, di Puskesmas Cendrawasih Kecamatan
Mamajang sendiri saat ini sudah dilaporkan 15 kasus anak yang telah menderita DBD
dan sebagian besar mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.
Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien dan semakin luas
penyebarannya. Hal ini karena masih tersebarnya nyamuk Aedes aegypthi di seluruh
pelosok tanah air.(1,3)
Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksana masalah
kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri dari unsur
biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif, preventif,
2
kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila
didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat menerapkan
pelayanan dokter keluarga secara paripurna (komprehensif) dan holistik, sesuai
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis evidence based
medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah
klinis serta prinsip penatalaksanaan pasien DBD berdasarkan kerangka penyelesaian
masalah pasien (problem oriented).
3
1.2.3. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Institusi pendidikan.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (Pasien).
Menambah wawasan akan DBD yang meliputi proses penyakit dan
penanganan menyeluruh DBD sehingga dapat memberikan keyakinan untuk
tetap berobat secara teratur.
3. Bagi tenaga kesehatan.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita DBD.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas
wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based dan pendekatan
diagnosis holistik DBD serta dalam hal penulisan studi kasus.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
KLB DBD tersebar tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35, 19 per
100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) = 2%. Pada tahun 1999 IR
menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung
meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (2001); 19,24 (2002); dan 23,87 (2003).
Sejak januari sampai 5 maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia
mencapai 26,015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53%),
5
sehingga pada 16 februari 2004 demam berdara dinyatakan sebagai kejadian luar
biasa nasional. 2
2.3 Etiologi
Demam berdarah ( DHF ) disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ini
merupakan bagian dari family flaviridae. Virus dengue mempunyai 4 serotipe virus
dengue yaitu :
a. DEN – 1
b. DEN – 2
c. DEN – 3
d. DEN – 4
Infeksi dari salah satu serotif virus dengue ini akan menghasilkan imunitas
sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi
perlindungan sementara dan partial terhadap serotipe-serotiipe yang lain. Virus
dengue menunjukan banyak karakteristik yang sama dengan flavivirus lain,
mempunyai genom RNA rantai tunggal yang dikelilingi oleh nukleokapsid
ikosahedral dan terbungkus oleh selaput lipid.4
Virion virus dengue mempunyai diameter kira-kira 50 nm. Genom flavivirus
mempunyai panjang kira-kira II kb ( kilo basses ), dan urutan genom lengkap dikenal
untuk mengisolasi ke4 serotip, megkode untuk nukleokapsid atau protein ini ( c ),
protein yang berkaitan dengan membran ( m ), dan protein pembungkus ( e ), dan
6
tujuh gen protein non struktural ( ns ). Domain-domain bertanggung jawab untuk
netralisasi, fusi dan interaksi denagn reseptor virus berhubungan dengan protein
pembungkus.4
Vektor Virus Demam Berdarah
Agar virus-virus dengue ini dapat masuk kedalam tubuh hostnya yaitu manusia,
maka virus-virus dengue tersebut harus memiliki penghubung vektor yang
membawanya masuk kedalam tubuh manusia. Adapun yang menjadi fektor dari virus
dengue ini adalah nyamuk Aedes Aegypti betina. Sebab nyamuk Aedes Aegypti ini
merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropis yang hidup pada garis diantara
35oLintang Utara ( LU ) dan 35o Lintang Selatan ( LS ), atau kira-kira berhubungan
dengan musim isoterm 10oC.4
Penyebaran penyakit Aedes Aegypti ini dibatasi oleh ketinggian. Nyamuk Aedes
Aegypti merupakan vektor yang paling efisien bagi virus-virus dengue yang
merupakan kelompok aerbovirus. Sebab nyamuk ini sangat antropofilik dan hidupnya
dekat dengan manusia.4
Nyamuk Aedes Aegypti ini hidup berkembangbiak pada tempat-tempat
penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah, seperti :
a. Bak Mandi / WC
b. Tempat Minuman Burung dalam sangkar
c. Air tandon
d. Air dalam Tempayan / gentong yang tidak ditutup rapat.
e. Kaleng-kaleng bekas yang dapat menampung air
f. Ban-bban bekas yang dapat menampung air
Di indonesia nyamuk Aedes Aegypti tersebarluas diseluruh pelosok tanah air
baik dikota-kota maupun didesa-desa, kecuali diwilayah yang ketinggiannya > 1000
m diatas permukaan air.
Perkembangan nyamuk Aedes Aegypti dari telur hingga dewasa memerlukan
waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah
7
serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk
jantan tidak bbisa menggigit atau menghisap darah, melainkan hidup dari sari bunga
tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes Aegypti betina berkisar antara 2 minggu
sampai 3 bulan rata-rata 0,5 bulan, tergantung dari suhu kelembapan udara
disekelilingnya.4
Kemampuan terbang nyamuk ini berkisar antara 40-100 m dari tempat
berkembang biaknya. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang
tergantung yang ada dirumah. Seperti gorden, kelambu, dan baju atau pakaian
dikamar yang gelap dan lembab.4
Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada musim hujan, dimana terdapat
banyak genangan air bersih yang dapt menjadi tempat berkembangnya nyamuk Aedes
Aegypti. Selain nyamuk aedes Aegypti,penyakit demam berdarah dapat ditularkan
oleh nyamuk Ae Albopictus, yang kurang berperan dalam menyebarkan penyakit
demam berdarah, jika dibandingkan dengan nyamuk Aedes Aegypti. Hai ini dikarena
nyamuk Ae Albopictus hidup dan berkembangbiak dikebun atau semak-semak,
sehingga lebih jarang kontak denagn manusia dibandingkan dengan nyamuk Aedes
Aegypti yang berada di dalam rumah manusia dan sekitar rumah.4
2.4 Patofisiologi
Fagositosis
Infeksi virus Aktivasi kompleks virus virus bereplikasi
dengue makrofag antibodi non di makrofag
netralisasi
8
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke
ruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah
viremia yang mengakibatkan penderita demam, sakit kepala, mual, nyeri sendi, dan
otot-otot, pegal-pegal pada seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit
(petekie), hiperemis tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesarab
limpa (splenomegali).5
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi serta efusi dan renjatan. (syok)
Hemokosentrasi (peningkatan hemotokrit 20%) menunjukan atau
menggambarkan adanya kebocoran (pembesaran) plasma (plasma leakage) sehingga
nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh
karena itu pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematokrit darah
berkala untuk mengetahui berapa persen hemokonsentrasi terjadi.5
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunujukan
kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung.
Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa
mengalami renjatan. Gangguan hematosis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu :
perubahan vaskuler, trombositopenia, dan gangguan koagulasi.5
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir diseluruh
alat tubuh, seperti dikulit, paru, saluran pencernaan, dan koagulasi nekrosis pada
daerah sentral atau para sentral lobilus hati.5
9
2.5 Faktor Resiko
Secara garis besar kejadian DBD dipengaruhi oleh faktor individu (host), virus
(agent) yang dibawa oleh nyamuk dan epidemiologi. Faktor individu meliputi umur,
jenis kelamin, ras, status gizi, adanya infeksi lain dan respon penderita terhadap virus.
Dari aspek epidemiologi DBD dipengaruhi oleh banyaknya orang yang rentan
terhadap DBD, kepadatan vektor, sirkulasi virus dan endemisitas wilayah. Sedang
faktor agent meliput keganasan (virulence) dan jenis virus (serotype).4,5
Orang yang menguras tempat penampungan air dengan frekuens lebih dari
seminggu mempunyai kemungkinan terkena DBD 2,8 kali dibandingan dengan orang
yang melakukan pengurasan kurang dari seminggu sekali (95% Cl OR= 1,4-5,4) p =
0,002. Kebiasaan tidur siang mempunyai kemungkinan menderita DBD 4,8 kali (95%
Cl OR= 1,2-15,2) p = 0,044
Demam Dengue
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari ( pada umumnya 5-8 hari ). Awal penyakit
biasanya mendadak, disertai gejala prodormal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai
bagian tubuh, anoreksia, rasa mengigil & malaise. Dijumpai trias sindrom, yaitu
demam tinggi, nyeri padaanggota badan, dan timbulnya ruam ( rash ). Ruam timbul
pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada hari sakit ke 3-5
10
berlangsung selama 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada
tekanan. Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak,
disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung,
otot, sendi dan disertai rasamengigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk
kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau bifasik, tetapi pada penelitian
selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga tidak dapat
dianggap patognomonik. Kelainan darah tepi demam dengue ialah leucopenia selama
periode pra demam dan demam, neutrofilia relative dan limfopenia, disusul oleh
neutropenia relative dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa
konvalesens. Eosinofil menurun atau menghilang pada permulaan dan pada puncak
penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma
meningkat pada periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya trombositopenia.
Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu. Komplikasi demam
dengue walaupun jarang dilaporkan ialah orkhitis atau ovaritis,keratitis, dan retinitis.
Berbagai kelainan neurologis dilaporkan, diantaranya menurunnya kesadaran,
paralisis sensorium yang bersifat sementara, meningismus, dan ensefalopati.
Diagnosis banding mencakup berbagai infeksi virus (termasuk chicungunya), bacteria
dan parasit yang memperlihatkan sindrom serupa. Menegakkan diagnosis klinis
infeksi virus dengue ringan adalah mustahil, terutrama pada kasus-kasus sporadic.6
Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam
tinggi,perdarahan terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran
darah (circulatory failure). Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat
penyakit dan membedakan DBD & DD ialah peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia & diathesis
hemoragik. Patokan diagnosis DBD ( WHO, 1975 ) berdasarkan gejala klinis
& laboraturium.6
Klinis:
11
Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
1. Manifestasi perdarahan, minimal uji turniket positif dan salah satu bentuk
perdarahan lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hemetemesis dan ataumelena.
2. Pembesaran hati
3. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun (≤
20mmHg ), tekanan darah menurun ( tekanan sistolik ≤ 80 mmHg ) disertai kulit
yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien
menjadi gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.
Laboratorium:
Trombositopenia (≤ 100.000 / ul ) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari
peningkatannilai Ht ≥ 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa sebelum
sakit atau masa konvalesen. Ditemukannya 2 atau 3 patokan klinis pertamai disertai
trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis
DBD.
WHO ( 1975 ) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat:
Derajat I : demam tidak khas, uji Tourniquet positif
Derajat II : derajat I + perdarahan spontan
Derajat III : kegagalan sirkulasi (gelisah, nadi cepat & lembut, tekanan darah
turun ≥ 20mmHg, hipotensi, sianosis, akral dingin & lembab)
Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tek.darah tak terukur
12
manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjad nyata.Kesulitan kadang-kadang
dialami dalam membedakan syok pada DBD dengan sepsis dalam hal ini
trombositopenia dan hemokonsentrasi disamping penilaian gejala klinis lain seperti
tipe dan lama demam dapat membantu.6
13
2.9 Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai
akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat
diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan
perawatan intensif. 6
2.10 Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :6
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan
perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
Menguras bak mandi/penampungan air, sekurang-kurangnya sekali
seminggu.
Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu
sekali.
Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar
rumah dan lain sebagainya.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
14
Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup,
menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara
ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,
memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang
obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.6
15
pada tiap anggota keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap DBD
jika keluarga sudah dapat mengenal masalah kesehatan yang berhubungan dengan
DBD begitupun dalam penanggulangan penyakit ini.
16
1. Lingkungan, metode ini digunakan untuk mengendalikan perkembangbiakan
nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN),
memakai pakaian dengan lengan panjang untuk menghindari gigitan nyamuk
penyebab DBD, menghindari tidur siang, menggunakan kelambu saat tidur,
merapikan pakaian kotor yang bergantungan di balik pintu.
2. Biologi, pencegahan DBD dengan metode biologi antara lain keluarga dapat
memelihara ikan pemakan jentik jika di rumah mereka terdapat kolam
3. Kimiawi, cara pencegahan DBD dengan menggunakan metode kimiawi antara
lain keluarga dapat memberikan bubuk abate pada tempat-tempat
penampungan air dengan dosis takaran 1 gram bubuk abate untuk 10 liter air
dan keluarga juga dapat melakukan pengasapan atau fogging dan
menggunakan obat nyamuk (obat nyamuk bakar, obat nyamuk semprot dan
lotion anti nyamuk)
Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cara yang paling efektif dalam
pencegahan dan penanggulangan DBD adalah dengan kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk yaitu menguras, menutup dan mengubur serta tindakan lainnya seperti
memberikan bubuk abate, memasang obat nyamuk, dan melakukan pemeriksaan
jentik berkala.6
17
BAB III
18
BAB IV
Nama : M.A
Umur : 12 thn
Agama : Islam
B. Anmnesis
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang anak umur 12 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan demam
yang dialami sejak 3 hari yang lalu, demam bersifat terus menerus dan turun jika
diberi obat penurun panas. Sakit kepala ada, mual ada, muntah tidak ada, nyeri
ulu hati ada, nyeri pada otot ada.
Buang air besar : kesan normal
Buang air kecil : lancer
Riwayat Penyakit Sebelumnya : tidak ada
Riwayat Keluhan yang sama dalam keluarga: Dua saudara pasien menderita
Demam berdarah dan pernah dirawat di RS
19
C. Pemeriksaan Fisis
Keadaan Umum : sakit sedang/composmentis/gizi cukup
Tanda vital :
Tekanan darah : 110/70 mmhg
Nadi : 94 kali per menit
RR : 12 kali per menit
Suhu : 38,60 C
Kepala / Leher:
Konjungtiva anemis tidak, ikterus tidak ada, pupil isokor 2,5/2,5 mm, udem
palpebra tidak ada.
Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada
Kaku kuduk tidak ada
Thorax:
Cor :
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi: ictus cordis di ICS IV-V midclavicular line sinistra
Perkusi: batas jantung kesan normal
Auskultasi: S1 S2 regular, murmur tidak ada
Pulmo:
Inspeksi: retraksi otot-otot pernapasan (-)
Palpasi: gerak napas simetris kiri sama dengan kanan
Perkusi: sonor/sonor
Auskultasi: suara paru vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen:
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi: peristaltik ada kesan Normal
20
Ekstremitas:
Peteki (-), Purpura (-)
Superior : akral hangat +/+, edema -/-
Inferior : akral hangat +/+, edema -/-
Motorik : Lateralisasi (-)
Reflex fisiologis: BPR : +N/+N, TPR : +N/+N
KPR: +N/+N, APR: +N/+N
Reflex patologis : Babinsky -/-, Chaddock -/-
Uji rumpelede (+)
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan di puskesmas pertiwi terhadap
kasus DBD ialah pemeriksaan NS1 yang hasilnya positif (+)
E. Penatalaksaan
Paracetamol 500 mg 3x1
Vitamin C 2x1
F. Anjuran
Istirahat cukup
Banyak minum air
Biasakan tidur menggunakan lotion anti nyamuk
Makan makanan bergizi untuk meningkatkan imunitas
G. Pencegahan
1. Rajin menguras bak mandi minimal seminggu sekali
2. Menutup rapat wadah penampungan air
3. Mengubur kaleng-kaleng bekas
21
4. Hindari menggantung pakaian yang menjadi tempat persembunyian
nyamuk
4.2 Pembahasan
a. Anamnese
Aspek Personal
Pasien dibawa ke Puskesmas dengan keluhan demam yang dialami sejak 7 hari
yang lalu, demam bersifat hilang timbul. Sakit kepala ada, mual ada, muntah tidak
ada, nyeri ulu hati ada.
Aspek Klinik
22
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, menutup rapat wadah penampungan
air dan hindari mengaggantung pakian yang akan menjadi tempat persembunyian
nyamuk penyebab DBD.
b. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital: TD 110/70 mmHg, Nadi 94x/menit, napa 12 x/menit, Suhu 38,6 oC
Uji rumpelede positif (+)
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan NS1 yang hasilnya
positif.
e. Penatalaksaan
Paracetamol 500 mg 3x1
Vitamin C 2x1
f. Pencegahan
1. Rajin menguras bak mandi minimal seminggu sekali
2. Menutup rapat wadah penampungan air
3. Mengubur kaleng-kaleng bekas
4. Hindari menggantung pakaian yang menjadi tempat persembunyian
nyamuk
23
5. Menggunakan kelambu dan lotion anti nyamuk ketika tidur
6. Lakukan larvasidasi, yaitu menambahkan bubuk jentik (abate 1G altosid,
1,3 G dan sumilarv 0,5 G) di tempat-tempat yang sulit dikuras atau
didaerah yang sulit air
Ayah
Nama :Muh.Dayat
Umur : 53 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SLTA
Ibu
Nama : Hastutik
Umur : 45 Tahun
Pekerjaan :Wiraswasta
Pendidikan :SLTA
24
Profil Keluarga
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya serta satu kakak laki-lakinya, yang
merupakan keluarga inti. Ayah bekerja sebagai penjual makanan ringan dan Ibu
bekerja sebagai penjual nasi kuning. Dalam rumah tersebut ada 4 orang personil
dalam rumah tersebut. Anggota keluarga yang lain tidak ada yang menderita
ataupun pernah menderita DBD.
Keadaan rumah yang ditinggali pasien cukup bersih. Di lantai bawah hanya
terdiri dari ruang tamu, 1 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan dapur. Peralatan rumah
tangga cukup lengkap, tetapi pengaturannya kurang baik. Terdapat sebuah
kendaraan bermotor berupa sepeda motor. Riwayat Penyakit Keluarga, tidak ada
riwayat penyakit DBD di dalam keluarga atau penyakit lainnya yang berhubungan
dengan kelainan darah.
Pola konsumsi keluarga tersebut cukup baik sesuai dengan apa yang
dibutuhkan, yaitu dengan mengkonsumsi makanan bergizi seperti nasi, telur, ikan,
tahu, tempe,dan sayur secara rutin.
Lingkungan
Lingkungan sekitar rumah cukup padat dan lembab disebabkan sekitar rumah
berada dalam gang yang sempit dan mendapatkan pencahayaan yang kurang
25
Bak Air : Jentik Nyamuk Aedes aegypti (-)
Ventilasi rumah :Hanya terdapat 1 ventilasi dalam rumah yang jarang dibuka,
begitupun jendela yang hanya 1 buah sehingga sirkulasi udara kurang.
Pencahayaan : Karena situasi musim penghujan, padatnya sekitaran rumah
dan rumah menghadap ke belakang sehingga rumah pasien memiliki
pencahayaan yang kurang
Tempat peristirahatan nyamuk : Masih terdapat pakaian yang digantung
sehingga memungkinkan nyamuk beristirahat
26
Perilaku terhadap Nyamuk
27
BAB V
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus DBD yang dilakukan di Puskesmas Pertiwi
mengenai penatalaksanaan penderita DBD dengan pendekatan diagnose
holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang dilakukan, maka
pasien atas nama M.A menderita demam berdarah dengue
2. Lingkungan anggota keluarga ada yang menderita DBD yaitu kedua
sepupu pasien yang rumahnya tidak jauh dari rumah pasien.
3. Kondisi rumah pasien Nampak sanitasi yang kurang dan kelembaban yang
tinggi serta pencahayaan yang kurang
6.2 Saran
1. Kepada anak yang menderita DBD agar selalu menjaga kesehatan dan
pola makan yang baik untuk meningkatkan imunitas pasien.
2. Sebaiknya peranan keluarga dalam memelihara kesehatan dan lingkungan
sehat lebih ditingkatkan lagi dalam upaya pencegahan DBD terutama
pada keluarga dengan anak yang menderita DBD.
3. Sebaiknya dilakukan pencegahan penyakit DBD disekitar wilayah kerja
puskesmas dengan lebih intensif, terutama saat musim hujan.
4. Promosi kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerja puskesmas
berkaitan dengan gaya hidup, sanitasi dan lingkungan sekitar akan sangat
membantu dalam penanggulangan penyakit DBD.
5. Pemerintah setempat sebaiknya memberikan perhatian lebih terhadap
masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah yang rentan terhadap
serangan penyakit DBD.
28
DAFTAR PUSTAKA
29