Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Demam berdarah dengue/ dengue hemorrhagic fever merupakan penyebab


utama morbiditas dan mortalitas di Asia tropik termasuk Indonesia.1 Beberapa dekade
terakhir ini, insiden demam dengue menunjukkan peningkatan yang sangat pesat
diseluruh penjuru dunia. Sebanyak dua setengah milyar atau dua perlima penduduk
dunia beresiko terserang demam dengue dan sebanyak 1,6 milyar (52%) dari
penduduk yang beresiko tersebut hidup di wilayah Asia Tenggara. WHO
memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi dengue tiap tahunnya.(1)

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah


tanah air.Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD tahun 2010 di
Asean, dengan jumlah kasus 156.086 dan kematian 1.358 orang. Di Rektorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL kemkes RI),
melaporkan kasus DBD tahun 2011 di Indonesia menurun dengan jumlah kasus
49.486 dan jumlah kematian 403 orang.(1)

Demam Berdarah Dengue terutama menyerang kelompok umur balita sampai


dengan umur 15 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Kejadian Luar Biasa(KLB)
biasanya terjadi di daerah endemis ( kawasan berkembangnya penyakit tertentu) dan
berkaitan dengan datangnya musim penghujan. Di Indonesia penyakit ini mulai
menyerang beberapa minggu setelah datangnya musim penghujan. Endemi mencapai
angka tertinggi pada sebulan setelah curah hujan mencapai puncak tertinggi untuk
kemudian menurun sejalan dengan menurunnya curah hujan. KLB di Indonesia

1
umumnya terjadi mulai Oktober-April. Ketika DBD mulai mewabah di suatu
wilayah, kerapkali menimbulkan kepanikan dalam masyarakat. Instansi kesehatan
seperti Rumah Sakit, puskesmas dan klinik kewalahan menangani pasien.(2,3)

Penyakit Demam Berdarah di daerah tropis dan subtropis di berbagai belahan


dunia terutama di musim hujan yang lembab. Organisasi kesehatan dunia
WHO(World Health Organization) memperkirakan sekitar 50-100 juta kasus infeksi
virus dengue di seluruh dunia.(2,3)

Pada tahun 2014, jumlah penderita DBD di seluruh wilayah di Kota Makassar
ada 273 kasus dengan angka kesakitan/IR= 19,6 per 100.000 penduduk di antaraya
terdapat 11 kasus kematian karena DBD, jumlah tersebut meningkat dibandung tahun
2013 dan 2014 sebanyak 75 dan 86 kasus dengan angka kesakitan 6,3 per 100.000
penduduk dan terdapat 4 kematian. Kejadian Luar Biasa (KLB) demam berdarah
yang terjadi di Makassar tahun 2014 berlokasi di Puskesmas Kecamatan Antang
Kecamatan Manggala dengan 39 korban, di Puskesmas Cendrawasih Kecamatan
Mamajang sendiri saat ini sudah dilaporkan 15 kasus anak yang telah menderita DBD
dan sebagian besar mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.

Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien dan semakin luas
penyebarannya. Hal ini karena masih tersebarnya nyamuk Aedes aegypthi di seluruh
pelosok tanah air.(1,3)

1.2 Tujuan Dan Manfaat Studi Kasus

Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksana masalah
kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri dari unsur
biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif, preventif,

2
kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila
didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat menerapkan
pelayanan dokter keluarga secara paripurna (komprehensif) dan holistik, sesuai
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis evidence based
medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah
klinis serta prinsip penatalaksanaan pasien DBD berdasarkan kerangka penyelesaian
masalah pasien (problem oriented).

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan etika dalam


pengendalian DBD secara individual, masyarakat maupun pihak terkait.
b. Untuk melakukan pengendalian DBD’
c. Untuk melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada level
individu, keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian DBD.
d. Untuk memanfaatkan sumber informasi terkini dan melakukan kajian ilmiah
dari data di lapangan, untuk melakukan pengendalian DBD.
e. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dalam pengendalian DBD.
f. Untuk dapat menggunakan dan menjelaskan epidemiologi, transmisi dan
patogenesis DBD.
g. Untuk melakukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang,
serta mengintepretasikan hasilnya dalam mendiagnosis DBD.
h. Untuk melakukan prosedur tatalaksana DBD sesuai standar kompetensi dokter
Indonesia.

3
1.2.3. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Institusi pendidikan.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (Pasien).
Menambah wawasan akan DBD yang meliputi proses penyakit dan
penanganan menyeluruh DBD sehingga dapat memberikan keyakinan untuk
tetap berobat secara teratur.
3. Bagi tenaga kesehatan.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita DBD.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas
wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based dan pendekatan
diagnosis holistik DBD serta dalam hal penulisan studi kasus.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang


disebabkan oleh virus dengue. Virus ini dibawa oleh vektor penyakit (nyamuk Aedes
aegypti) dengan masaa tunas (inkubasi) 1-7 hari. Penyakit ini seringkali berakibat
fatal dan berat, dimana kematian terjadi 40%-50% penderita dengan syok.2,3

2.2 Epidemiologi

Secara epidemiologi DBD banyak ditemukan di daerah tropis, dimana suhu yg


hangat, adanya penyimpanan air untuk kepentingan sehari-hari dan samutasi yang
kurang baik menyebabkan terdapatnya populasi Aedes aegypti yang permanen.2

Di Indonesia penyakit DBD ditemukan pertama di surabaya pada tahun 1968.


Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah hingga tahun 1980 seluruh
propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan,
jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun
luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi kejadian luar biasa
(KLB) setiap tahun, dimana jumlah penderita meningkat lebih dari dua kali pada
penderita yang sama.2

KLB DBD tersebar tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35, 19 per
100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) = 2%. Pada tahun 1999 IR
menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung
meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (2001); 19,24 (2002); dan 23,87 (2003).
Sejak januari sampai 5 maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia
mencapai 26,015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53%),

5
sehingga pada 16 februari 2004 demam berdara dinyatakan sebagai kejadian luar
biasa nasional. 2

Meningkatkan jumlah kasus serta bertambanya wilayah yang terjangkit,


disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
nyamuk (PSN), terdapatnya vektor hampir diseluruh pelosok tanah air serta adanya
tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.3

2.3 Etiologi

Demam berdarah ( DHF ) disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ini
merupakan bagian dari family flaviridae. Virus dengue mempunyai 4 serotipe virus
dengue yaitu :

a. DEN – 1

b. DEN – 2

c. DEN – 3

d. DEN – 4

Infeksi dari salah satu serotif virus dengue ini akan menghasilkan imunitas
sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi
perlindungan sementara dan partial terhadap serotipe-serotiipe yang lain. Virus
dengue menunjukan banyak karakteristik yang sama dengan flavivirus lain,
mempunyai genom RNA rantai tunggal yang dikelilingi oleh nukleokapsid
ikosahedral dan terbungkus oleh selaput lipid.4
Virion virus dengue mempunyai diameter kira-kira 50 nm. Genom flavivirus
mempunyai panjang kira-kira II kb ( kilo basses ), dan urutan genom lengkap dikenal
untuk mengisolasi ke4 serotip, megkode untuk nukleokapsid atau protein ini ( c ),
protein yang berkaitan dengan membran ( m ), dan protein pembungkus ( e ), dan

6
tujuh gen protein non struktural ( ns ). Domain-domain bertanggung jawab untuk
netralisasi, fusi dan interaksi denagn reseptor virus berhubungan dengan protein
pembungkus.4
Vektor Virus Demam Berdarah
Agar virus-virus dengue ini dapat masuk kedalam tubuh hostnya yaitu manusia,
maka virus-virus dengue tersebut harus memiliki penghubung vektor yang
membawanya masuk kedalam tubuh manusia. Adapun yang menjadi fektor dari virus
dengue ini adalah nyamuk Aedes Aegypti betina. Sebab nyamuk Aedes Aegypti ini
merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropis yang hidup pada garis diantara
35oLintang Utara ( LU ) dan 35o Lintang Selatan ( LS ), atau kira-kira berhubungan
dengan musim isoterm 10oC.4
Penyebaran penyakit Aedes Aegypti ini dibatasi oleh ketinggian. Nyamuk Aedes
Aegypti merupakan vektor yang paling efisien bagi virus-virus dengue yang
merupakan kelompok aerbovirus. Sebab nyamuk ini sangat antropofilik dan hidupnya
dekat dengan manusia.4
Nyamuk Aedes Aegypti ini hidup berkembangbiak pada tempat-tempat
penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah, seperti :
a. Bak Mandi / WC
b. Tempat Minuman Burung dalam sangkar
c. Air tandon
d. Air dalam Tempayan / gentong yang tidak ditutup rapat.
e. Kaleng-kaleng bekas yang dapat menampung air
f. Ban-bban bekas yang dapat menampung air
Di indonesia nyamuk Aedes Aegypti tersebarluas diseluruh pelosok tanah air
baik dikota-kota maupun didesa-desa, kecuali diwilayah yang ketinggiannya > 1000
m diatas permukaan air.
Perkembangan nyamuk Aedes Aegypti dari telur hingga dewasa memerlukan
waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah

7
serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk
jantan tidak bbisa menggigit atau menghisap darah, melainkan hidup dari sari bunga
tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes Aegypti betina berkisar antara 2 minggu
sampai 3 bulan rata-rata 0,5 bulan, tergantung dari suhu kelembapan udara
disekelilingnya.4
Kemampuan terbang nyamuk ini berkisar antara 40-100 m dari tempat
berkembang biaknya. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang
tergantung yang ada dirumah. Seperti gorden, kelambu, dan baju atau pakaian
dikamar yang gelap dan lembab.4
Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada musim hujan, dimana terdapat
banyak genangan air bersih yang dapt menjadi tempat berkembangnya nyamuk Aedes
Aegypti. Selain nyamuk aedes Aegypti,penyakit demam berdarah dapat ditularkan
oleh nyamuk Ae Albopictus, yang kurang berperan dalam menyebarkan penyakit
demam berdarah, jika dibandingkan dengan nyamuk Aedes Aegypti. Hai ini dikarena
nyamuk Ae Albopictus hidup dan berkembangbiak dikebun atau semak-semak,
sehingga lebih jarang kontak denagn manusia dibandingkan dengan nyamuk Aedes
Aegypti yang berada di dalam rumah manusia dan sekitar rumah.4

2.4 Patofisiologi

Fagositosis
Infeksi virus Aktivasi kompleks virus virus bereplikasi
dengue makrofag antibodi non di makrofag
netralisasi

Disfungsi Sekresi Produksi aktivasi T


endotel mediator limfokin dan helper dan T
inflamasi interferon sitotoksisk
gamma.
Kebocoran Hemokonsentrasi
plasma meningkat

8
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke
ruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah
viremia yang mengakibatkan penderita demam, sakit kepala, mual, nyeri sendi, dan
otot-otot, pegal-pegal pada seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit
(petekie), hiperemis tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesarab
limpa (splenomegali).5
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi serta efusi dan renjatan. (syok)
Hemokosentrasi (peningkatan hemotokrit 20%) menunjukan atau
menggambarkan adanya kebocoran (pembesaran) plasma (plasma leakage) sehingga
nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh
karena itu pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematokrit darah
berkala untuk mengetahui berapa persen hemokonsentrasi terjadi.5
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunujukan
kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung.
Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa
mengalami renjatan. Gangguan hematosis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu :
perubahan vaskuler, trombositopenia, dan gangguan koagulasi.5
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir diseluruh
alat tubuh, seperti dikulit, paru, saluran pencernaan, dan koagulasi nekrosis pada
daerah sentral atau para sentral lobilus hati.5

9
2.5 Faktor Resiko

Secara garis besar kejadian DBD dipengaruhi oleh faktor individu (host), virus
(agent) yang dibawa oleh nyamuk dan epidemiologi. Faktor individu meliputi umur,
jenis kelamin, ras, status gizi, adanya infeksi lain dan respon penderita terhadap virus.
Dari aspek epidemiologi DBD dipengaruhi oleh banyaknya orang yang rentan
terhadap DBD, kepadatan vektor, sirkulasi virus dan endemisitas wilayah. Sedang
faktor agent meliput keganasan (virulence) dan jenis virus (serotype).4,5

Berkaitan dengan pengendalian nyamuk sebagai vektor pembawa virus dengue,


terdapat empat komponen yang mempengaruhi keberadaan nyamuk yaitu: jenis
nyamuk (Aedes aegypti, Aedes albopictus), perilaku manusia/host (kebiasaan
menguras tempat penampungan air, kebiaan menggantung pakaian), lingkungan fisik
(tempat penampunhan air, ketinggian tempat, iklim dan tata guna tanah), lingkungan
biologis (tanaman sekitar rumah, tanaman hias, pemeliharaan ikan) dan lingkungan
kimiawi (penggunaan pestisida dan abatisasi).4,5

Orang yang menguras tempat penampungan air dengan frekuens lebih dari
seminggu mempunyai kemungkinan terkena DBD 2,8 kali dibandingan dengan orang
yang melakukan pengurasan kurang dari seminggu sekali (95% Cl OR= 1,4-5,4) p =
0,002. Kebiasaan tidur siang mempunyai kemungkinan menderita DBD 4,8 kali (95%
Cl OR= 1,2-15,2) p = 0,044

2.6 Manifestasi Klinis

Demam Dengue
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari ( pada umumnya 5-8 hari ). Awal penyakit
biasanya mendadak, disertai gejala prodormal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai
bagian tubuh, anoreksia, rasa mengigil & malaise. Dijumpai trias sindrom, yaitu
demam tinggi, nyeri padaanggota badan, dan timbulnya ruam ( rash ). Ruam timbul
pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada hari sakit ke 3-5

10
berlangsung selama 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada
tekanan. Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak,
disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung,
otot, sendi dan disertai rasamengigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk
kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau bifasik, tetapi pada penelitian
selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga tidak dapat
dianggap patognomonik. Kelainan darah tepi demam dengue ialah leucopenia selama
periode pra demam dan demam, neutrofilia relative dan limfopenia, disusul oleh
neutropenia relative dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa
konvalesens. Eosinofil menurun atau menghilang pada permulaan dan pada puncak
penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma
meningkat pada periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya trombositopenia.
Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu. Komplikasi demam
dengue walaupun jarang dilaporkan ialah orkhitis atau ovaritis,keratitis, dan retinitis.
Berbagai kelainan neurologis dilaporkan, diantaranya menurunnya kesadaran,
paralisis sensorium yang bersifat sementara, meningismus, dan ensefalopati.
Diagnosis banding mencakup berbagai infeksi virus (termasuk chicungunya), bacteria
dan parasit yang memperlihatkan sindrom serupa. Menegakkan diagnosis klinis
infeksi virus dengue ringan adalah mustahil, terutrama pada kasus-kasus sporadic.6
Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam
tinggi,perdarahan terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran
darah (circulatory failure). Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat
penyakit dan membedakan DBD & DD ialah peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia & diathesis
hemoragik. Patokan diagnosis DBD ( WHO, 1975 ) berdasarkan gejala klinis
& laboraturium.6
Klinis:

11
Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
1. Manifestasi perdarahan, minimal uji turniket positif dan salah satu bentuk
perdarahan lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hemetemesis dan ataumelena.
2. Pembesaran hati
3. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun (≤
20mmHg ), tekanan darah menurun ( tekanan sistolik ≤ 80 mmHg ) disertai kulit
yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien
menjadi gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.

Laboratorium:
Trombositopenia (≤ 100.000 / ul ) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari
peningkatannilai Ht ≥ 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa sebelum
sakit atau masa konvalesen. Ditemukannya 2 atau 3 patokan klinis pertamai disertai
trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis
DBD.
WHO ( 1975 ) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat:
 Derajat I : demam tidak khas, uji Tourniquet positif
 Derajat II : derajat I + perdarahan spontan
 Derajat III : kegagalan sirkulasi (gelisah, nadi cepat & lembut, tekanan darah
turun ≥ 20mmHg, hipotensi, sianosis, akral dingin & lembab)
 Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tek.darah tak terukur

2.7 Diagnosis Banding


Demam fase akut mencakup spectrum infeksi bakteri dan virus yang luas. Pada
hari Hari pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dari morbili dan idiopathic
thrombocytopenic purpura (ITP ) yang disertai demam. Pada hari demam ke 3-4,
kemungkinan diagnosis DBD akan lebih besar, apabila gejala klinis seperti

12
manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjad nyata.Kesulitan kadang-kadang
dialami dalam membedakan syok pada DBD dengan sepsis dalam hal ini
trombositopenia dan hemokonsentrasi disamping penilaian gejala klinis lain seperti
tipe dan lama demam dapat membantu.6

2.8 Derajat Penyakit DBD


Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau lebih  Leukopenia


tanda: sakit kepala, nyeri  Trombositopenia (-)
retroorbital, mialgia, atralgia  Serologi dengue Positif

DBD I Gejala di atas ditambah uji  Trobositopenia


bendung positif  Adanya kebocoran
plasma
DBD II Gejala di atas ditambah  Trobositopenia
pendarahan spontan  Adanya kebocoran
plasma
DBD III Gejala di atas ditambah  Trobositopenia
kegagalan sirkulasi (kulit dingin  Adanya kebocoran
dan lemah serta gelisah) plasma

DBD IV Syok berat disertai dengan  Trobositopenia


tekanan darah dan nadi tidak  Adanya kebocoran
terukur plasma

Tabel 1.2. Klasifikasi Derajat Penyakit DBD

13
2.9 Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai
akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat
diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan
perawatan intensif. 6

2.10 Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :6
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan
perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
 Menguras bak mandi/penampungan air, sekurang-kurangnya sekali
seminggu.
 Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu
sekali.
Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
 Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar
rumah dan lain sebagainya.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:

14
 Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
 Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup,
menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara
ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,
memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang
obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.6

2.11 Peranan Keluarga Dalam Penanggulangan DBD

Duvall ( 1985) menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang


dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan
dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional
dan sosial dari tiap anggota. Undang-Undang No.10 tahun 1992 menyatakan bahwa
keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anak
atau ayah, ibu dan anak. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1998)
menyebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang tediri
dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat
di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Tugas kesehatan keluarga dalam upaya pencegahan dan penanggulangan DBD


adalah keluarga pertama kli harus mampu mengenal masalah yang berkaitan dengan
penyakit DBD, keluarga dapat mengenal masalah DBD dengan beberapa cara seperti
penyuluhan dari petugas kesehatan, informasi dari majalah ataupun peran aktif
keluarga untuk mencari tahu informasi mengenai DBD. Kesadaran akan tumbuh

15
pada tiap anggota keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap DBD
jika keluarga sudah dapat mengenal masalah kesehatan yang berhubungan dengan
DBD begitupun dalam penanggulangan penyakit ini.

Tugas kesehatan keluarga selanjutnya adalah keluarga harus mampu


memutuskan tindakan yang tepat jika salah satu anggota keluarga yang terkena
penyakit DBD, keluarga harus dengan cepat memutuskan tindakan yang tepat pada
anggot keluargana yang terkena DBD dengan membawanya ke Rumah Sakit.
Keputusan harus diambil keluarga karena keluarga yang dapat memantau anggota
keluarganya yang terkena DBD.

Tugas kesehatan keluarga selanjutnya adalah keluarga harus dapat menciptakan


lingkungan yang sehat. Kemampuan keluarga ini sangat erat kaitannya dengan
pencegahan penyakit DBD karena nyamuk penyebab DBD dapat berkembang biak
di lingkungan rumah yang tidak diperhatikan oleh keluarga. Keluarga dapat
melakukan tindakan 3 M pada lingkungan rumahnya untuk mencegah terjadinya
DBD.

Tugas kesehatan keluarga yang terakhir adalah keluarga harus dapat


memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada untuk membantu anggota keluarganya
yang terkena DBD. Pemerintah Indonesia telah membebaskan biaya untuk pasien
DBD, jika tidak ada alasan bagi keluarga untuk tidak membawa anggotanya
keluarganya yang terkena DBD karena penyakit ini akan menimbulkan kematian
yang sangat cepat jika penderitanya tidak dibawa ke rumah sakit dengan segera.

Perilaku keluarga yang dimaksud dalam pencegahan DBD adalah keterlibatan


semua anggota keluarga baik tanggung jawab secara mental dan emosional.
Pengelolaan sarana yang diadakan agar tetap terjamin dan terpelihara sehingga tidak
menjadi tempat perkembangbiakan vektor penyakit DBD. Maironah (2005) dan
Yatim (2001) mengatakan bahwadalam melakukan pencegahan DBD keluarga perlu
memerlukan beberapa metode yang tepat diantaranya:

16
1. Lingkungan, metode ini digunakan untuk mengendalikan perkembangbiakan
nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN),
memakai pakaian dengan lengan panjang untuk menghindari gigitan nyamuk
penyebab DBD, menghindari tidur siang, menggunakan kelambu saat tidur,
merapikan pakaian kotor yang bergantungan di balik pintu.
2. Biologi, pencegahan DBD dengan metode biologi antara lain keluarga dapat
memelihara ikan pemakan jentik jika di rumah mereka terdapat kolam
3. Kimiawi, cara pencegahan DBD dengan menggunakan metode kimiawi antara
lain keluarga dapat memberikan bubuk abate pada tempat-tempat
penampungan air dengan dosis takaran 1 gram bubuk abate untuk 10 liter air
dan keluarga juga dapat melakukan pengasapan atau fogging dan
menggunakan obat nyamuk (obat nyamuk bakar, obat nyamuk semprot dan
lotion anti nyamuk)

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cara yang paling efektif dalam
pencegahan dan penanggulangan DBD adalah dengan kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk yaitu menguras, menutup dan mengubur serta tindakan lainnya seperti
memberikan bubuk abate, memasang obat nyamuk, dan melakukan pemeriksaan
jentik berkala.6

17
BAB III

METODOLOGI STUDI KASUS

3.1 Jenis Studi Kasus


Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari hubungan
antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan memilih
kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian mengikuti sepanjang
periode waktu tertentu untuk melihat berapa banyak subjek dalam masing-masing
kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah kesehatan.untuk melakukan
penerapan pelayanan dokter layanan primer secara paripurna dan holistik terutama
tentang pendekatan diagnosis holistik penderita DBD di Puskesma Pertiwi pada tahun
2015.

3.2 Lokasi dan Waktu melakukan Studi Kasus.


Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di puskesmas
Pertiwi pada tanggal 20 April 2015. Selanjutnya dilakukan home visit untuk
mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.

3.3 Pengumpulan data /informasi


Semua yang berkaitan dengan penyakit atau permasalahan kesehatan penderita
informasinya dikumpulkan dengan melakukan komunikasi personal dengan pasien
dan atau keluarganya dan analisis data.

3.4 Cara Pengumpulan data/informasi


Dilakukan dengan komunikasi personal dengan pasien/keluarganya secara
langsung dengan menggunakan pertanyaan what, why, who, where, when dan how.

18
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Studi Kasus


A. Identitas Pasien

Nama : M.A

Umur : 12 thn

Suku Bangsa : Makassar

Agama : Islam

Status Marital : Belum Kawin

Alamat : Jln. Nuri lorong 100

B. Anmnesis
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang anak umur 12 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan demam
yang dialami sejak 3 hari yang lalu, demam bersifat terus menerus dan turun jika
diberi obat penurun panas. Sakit kepala ada, mual ada, muntah tidak ada, nyeri
ulu hati ada, nyeri pada otot ada.
Buang air besar : kesan normal
Buang air kecil : lancer
Riwayat Penyakit Sebelumnya : tidak ada
Riwayat Keluhan yang sama dalam keluarga: Dua saudara pasien menderita
Demam berdarah dan pernah dirawat di RS

19
C. Pemeriksaan Fisis
Keadaan Umum : sakit sedang/composmentis/gizi cukup
Tanda vital :
Tekanan darah : 110/70 mmhg
Nadi : 94 kali per menit
RR : 12 kali per menit
Suhu : 38,60 C
Kepala / Leher:
Konjungtiva anemis tidak, ikterus tidak ada, pupil isokor 2,5/2,5 mm, udem
palpebra tidak ada.
Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada
Kaku kuduk tidak ada
Thorax:
Cor :
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi: ictus cordis di ICS IV-V midclavicular line sinistra
Perkusi: batas jantung kesan normal
Auskultasi: S1 S2 regular, murmur tidak ada
Pulmo:
Inspeksi: retraksi otot-otot pernapasan (-)
Palpasi: gerak napas simetris kiri sama dengan kanan
Perkusi: sonor/sonor
Auskultasi: suara paru vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen:
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi: peristaltik ada kesan Normal

20
Ekstremitas:
Peteki (-), Purpura (-)
Superior : akral hangat +/+, edema -/-
Inferior : akral hangat +/+, edema -/-
Motorik : Lateralisasi (-)
Reflex fisiologis: BPR : +N/+N, TPR : +N/+N
KPR: +N/+N, APR: +N/+N
Reflex patologis : Babinsky -/-, Chaddock -/-
Uji rumpelede (+)

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan di puskesmas pertiwi terhadap
kasus DBD ialah pemeriksaan NS1 yang hasilnya positif (+)

E. Penatalaksaan
Paracetamol 500 mg 3x1
Vitamin C 2x1

F. Anjuran
Istirahat cukup
Banyak minum air
Biasakan tidur menggunakan lotion anti nyamuk
Makan makanan bergizi untuk meningkatkan imunitas

G. Pencegahan
1. Rajin menguras bak mandi minimal seminggu sekali
2. Menutup rapat wadah penampungan air
3. Mengubur kaleng-kaleng bekas

21
4. Hindari menggantung pakaian yang menjadi tempat persembunyian
nyamuk

4.2 Pembahasan

Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis secara holistic


yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek resiko internal, dan aspek resiko
eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan melakukan pendekatan
menyeluruh dan pendekatandiagnosis holistik.

a. Anamnese
Aspek Personal

Pasien dibawa ke Puskesmas dengan keluhan demam yang dialami sejak 7 hari
yang lalu, demam bersifat hilang timbul. Sakit kepala ada, mual ada, muntah tidak
ada, nyeri ulu hati ada.

Buang air besar : kesan normal


Buang air kecil : lancer

Aspek Klinik

1. Demam yang dialami sejak kurang lebih 3 hari yang lalu


2. Sakit kepala
3. Mual tapi tidak sampai muntah
4. Nyeri ulu hati

Aspek Faktor Resiko Internal

Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan


terutama mengenai pentingnya menguras bak mandi minimal seminggu sekali,
mengubur kaleng-kaleng bekas yang mungkin bisa menjadi wadah

22
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, menutup rapat wadah penampungan
air dan hindari mengaggantung pakian yang akan menjadi tempat persembunyian
nyamuk penyebab DBD.

Aspek Faktor Resiko Eksternal.


Ada dua orang anggota keluarga pasien yang juga menderita demam berdarah
dan tempat tinggal mereka berdekatan.
Derajat Fungsional
Pasien masih berstatus pelajar di salah satu sekolah menengah pertama

b. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital: TD 110/70 mmHg, Nadi 94x/menit, napa 12 x/menit, Suhu 38,6 oC
Uji rumpelede positif (+)

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan NS1 yang hasilnya
positif.

d. Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)


Diagnose Klinis: Demam berdarah dengue

e. Penatalaksaan
Paracetamol 500 mg 3x1
Vitamin C 2x1
f. Pencegahan
1. Rajin menguras bak mandi minimal seminggu sekali
2. Menutup rapat wadah penampungan air
3. Mengubur kaleng-kaleng bekas
4. Hindari menggantung pakaian yang menjadi tempat persembunyian
nyamuk

23
5. Menggunakan kelambu dan lotion anti nyamuk ketika tidur
6. Lakukan larvasidasi, yaitu menambahkan bubuk jentik (abate 1G altosid,
1,3 G dan sumilarv 0,5 G) di tempat-tempat yang sulit dikuras atau
didaerah yang sulit air

g. Hasil Kunjungan Rumah

Kunjungan rumah dilaksanakan untuk melihat keadaan lingkungan sekitar


pasien dan hubungan antara lingkungan dengan penyakit yang diderita. Dengan
demikian pasien dan keluarga dapat memahami bagaimana pengaruh lingkungan
terhadap suatu penyakit dan sebaliknya bagaimana suatu penyakit dapat
mempengaruhi lingkungan

Biodata Personil Keluarga

Ayah

Nama :Muh.Dayat

Umur : 53 Tahun

Tanggal Lahir : 01 Maret 1962

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SLTA

Ibu

Nama : Hastutik

Umur : 45 Tahun

Tanggal Lahir :01 Mei 1970

Pekerjaan :Wiraswasta

Pendidikan :SLTA

24
Profil Keluarga

Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya serta satu kakak laki-lakinya, yang
merupakan keluarga inti. Ayah bekerja sebagai penjual makanan ringan dan Ibu
bekerja sebagai penjual nasi kuning. Dalam rumah tersebut ada 4 orang personil
dalam rumah tersebut. Anggota keluarga yang lain tidak ada yang menderita
ataupun pernah menderita DBD.

Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga

Pasien adalah seorang siswa di salah satu SMP di Cendrawasi Makassar.


Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya yang bekerja sebagai wirausahawan di
Pasar Senggol Makassar.

Keadaan rumah yang ditinggali pasien cukup bersih. Di lantai bawah hanya
terdiri dari ruang tamu, 1 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan dapur. Peralatan rumah
tangga cukup lengkap, tetapi pengaturannya kurang baik. Terdapat sebuah
kendaraan bermotor berupa sepeda motor. Riwayat Penyakit Keluarga, tidak ada
riwayat penyakit DBD di dalam keluarga atau penyakit lainnya yang berhubungan
dengan kelainan darah.

Pola konsumsi keluarga tersebut cukup baik sesuai dengan apa yang
dibutuhkan, yaitu dengan mengkonsumsi makanan bergizi seperti nasi, telur, ikan,
tahu, tempe,dan sayur secara rutin.

Lingkungan

Lingkungan sekitar rumah cukup padat dan lembab disebabkan sekitar rumah
berada dalam gang yang sempit dan mendapatkan pencahayaan yang kurang

Hal lain yang berkenaan juga dapat dilihat dari:

 Tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat perindukan nyamuk

25
Bak Air : Jentik Nyamuk Aedes aegypti (-)

Kaleng-kaleng bekas : Jentik Nyamuk Aedes aegypti (-)

Penampung Air lain : Jentik Nyamuk Aedes aegypti (-)

 Tingkat Kepadatan Hunian


Rumah dengan L: 5x6: 30 m2 dihuni oleh 3 orang anggota keluarga dengan
perbandingan 1:10 (tidak padat)

 Ventilasi rumah :Hanya terdapat 1 ventilasi dalam rumah yang jarang dibuka,
begitupun jendela yang hanya 1 buah sehingga sirkulasi udara kurang.
 Pencahayaan : Karena situasi musim penghujan, padatnya sekitaran rumah
dan rumah menghadap ke belakang sehingga rumah pasien memiliki
pencahayaan yang kurang
 Tempat peristirahatan nyamuk : Masih terdapat pakaian yang digantung
sehingga memungkinkan nyamuk beristirahat

Kondisi kamar mandi Penampungan air/bak mandi

26
Perilaku terhadap Nyamuk

Dalam kesehariannya, dari wawancara yang kami lakukan diketahui bahwa


pola prilaku keluarga dan pasien sendiri terhadap nyamuk kurang baik, hal ini dapat
dinilai dengan

 Saat tidur tidak memakai kelambu


 Saat tidur tidak menyalakan obat nyamuk/ elektrik pembunuh nyamuk
 Saat tidur tidak memakai baju, biasanya hanya menggunakan sarung

27
BAB V

PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus DBD yang dilakukan di Puskesmas Pertiwi
mengenai penatalaksanaan penderita DBD dengan pendekatan diagnose
holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang dilakukan, maka
pasien atas nama M.A menderita demam berdarah dengue
2. Lingkungan anggota keluarga ada yang menderita DBD yaitu kedua
sepupu pasien yang rumahnya tidak jauh dari rumah pasien.
3. Kondisi rumah pasien Nampak sanitasi yang kurang dan kelembaban yang
tinggi serta pencahayaan yang kurang

6.2 Saran
1. Kepada anak yang menderita DBD agar selalu menjaga kesehatan dan
pola makan yang baik untuk meningkatkan imunitas pasien.
2. Sebaiknya peranan keluarga dalam memelihara kesehatan dan lingkungan
sehat lebih ditingkatkan lagi dalam upaya pencegahan DBD terutama
pada keluarga dengan anak yang menderita DBD.
3. Sebaiknya dilakukan pencegahan penyakit DBD disekitar wilayah kerja
puskesmas dengan lebih intensif, terutama saat musim hujan.
4. Promosi kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerja puskesmas
berkaitan dengan gaya hidup, sanitasi dan lingkungan sekitar akan sangat
membantu dalam penanggulangan penyakit DBD.
5. Pemerintah setempat sebaiknya memberikan perhatian lebih terhadap
masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah yang rentan terhadap
serangan penyakit DBD.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Hairani LK, Gambaran Epidemiologi Demam Berdarah di Indonesia.FKM UI.


2009
2. Wahono TD, Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan:2004
3. Anggia SD. Gambaran Klinis Penderita Demam Berdarah Dengue yang
dirawat di Bagian Ilmu penyakit dalam periode 1 Januari-31 Desember 2005.
Pekanbaru,2006: 27-37
4. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue.
Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Editor : Sudoyo AW
dkk. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta :
2007.
5. Lestari K. Epidemiologi dan pencegahan Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Farmaka. 2007 ; 5:12-29.
6. Sanford JP. Infeksi Arbovirus dalam Harrison prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 13. Volume 2. Jakarta : EGC, 1999 : 955-6.

29

Anda mungkin juga menyukai