Anda di halaman 1dari 6

REVIEW PAPER

Finite element model of Cairo metro tunnel-Jalur 3 performance

Terowongan adalah sebuah solusi efektif untuk mengatasi tantangan kepadatan


populasi seperti rel bawahtanah, air dan pembuangan limbah. Terowongan Metro dianggap
sebagai proyek besar di Kota Kairo. Beberapa teknologi yang digunakan seperti TBM,
NATM, immersed-tube tunneling system dan cut and cover method. Terowongan Metro-
Jalur 3 yang dipakai dalam studi kali ini dibangun sejak tahun 2011. Metode Elemen Hingga
(MEH) 2-D digunakan untuk memahami performa dari sistem terowongan berbasis pada
studi kasus. MEH 2-D juga diadopsi untuk memperkirakan penurunan pada permukaan dan
perpindahan vertikal pada lokasi dan tingat berbeda di sekitar sistem terowongan.

Gambar 1. Cross section Terowongan Metro Jalur-3


Model konstitutif yang digunakan menggunakan material elasto-plastic. Jenis Yielding
function digunakan adalah Mohr-Coulomb dan Jenis plastic potential function digunakan
adalah jenis Drucker-Prager.
Model boundaries dan Volume losses didiskusikan untuk memahami performa
Terowongan Metro. Hasil yang diperoleh dari MEH 2-D dibandingkan dengan nilai yang
diperoleh di lapangan untuk menjamin akurasi.
Terowongan Metro-Jalur 3 bergerak melalui serangkaian luas dari kondisi tanah. Dari
Stasiun Abbasia menuju Stasiun Attaba sepanjang 4,3 km. Diameter internal dari terowongan
adalah 8,3 m ditunjukan oleh Gambar 1. Wilayah pembangunan terowongan berada di bawah
Alluvial Plain. Hasil investigasi ditemukan lima lapisan tanah (Gambar 2) yang berbeda di
sepanjang Jalur 3. Profil tanah terdiri dari lapisan surficial fill dari 2 hingga 4 m. Diikuti
lapisan upper sand yang bervariasi dari dense hingga very dense yang secara buruk
merupakan gradasi dari pasir lanauan dengan ketebalan 2,1 hingga 6,6 m. Dibawah lapisan
upper sand, lapisan tanah yang ditemukan disebut middle sand, yang merupakan very dense
sand, dengan ketebalan 5,5 hingga 10 m. Di bawah lapisan middle sand, ada very stiff silty
clay yang memiliki variasi ketebalan 1,5 – 4,4 m. Selanjutnya di bawah lapisan silty clay,
lapisan tanah adalah lapisan pasir. Lapisan ini disebut dengan lapisa lower sand—yang
merupakan very dense gravely sand. Muka airtanah berada antara 2-4 meter dari bawah
permukaan.

Gambar 2. Cross section parameter tanah sepanjang Jalur-3


Tunnel Jalurr diasumsikan menunjukkan perilaku Jalurar dalam MEH 2-D.
Karakteristik tunnel Jalurr ditunjukan dalam tabel 1. Efektif stress yang digunakan untuk
analisis terletak pada lapisan lower sand. Variasi dari modulus tanah dengan confining
pressure berhubungan dengan efektif stress berdasar pada persamaan Empiris Janbu.
Tabel 1. Karakteristik tunnel Jalurr

Program metode elemen hingga yang digunakan adalah COSMOS/M. Model elemen
hingga mempertimbangkan pengaruh overburden pressure, lateral earth pressure, the non-
Jalurar properties, dan Jalurar properties dari metro tunel Jalurr. Pemodelan numerik
mencerminkan karakteristik dari ground continuum dan terowongan Metro. Sebagai
tambahan, menghubungkan antara media tanah dan tunnel Jalurr harus diidealkan dalam
model numerik. 2-D plane strain elements digunakan untuk memodelkan media tanah dan 2-
D beam elements untuk memodelkan metro tunnel Jalurr.
Analisis elemen hingga dilakukan untuk mensimulasikan pembangunan Jalur 3.
Perubahan stress di sekitar tanah karena terowongan diselidiki untuk mempelajari perilaku
tanah rinci di sekitar terowongan metro. Tekanan di lapisan tanah telah mengalami tiga fase
perubahan. Pada fase ini, langkah-langkah pemuatan konstruksi terowongan metro
disimulasikan menggunakan analisis elemen hingga 2-D.
Pertama, tekanan utama awal dihitung dengan tidak adanya terowongan metro.
Kedua, penggalian terowongan metro dimodelkan dengan menggunakan metode elemen
hingga. Penggalian disimulasikan dengan menghilangkan elemen-elemen di dalam batas
permukaan terowongan metro yang akan diekspos oleh penggalian. Batas terowongan yang
digali bebas untuk bergerak sampai tanah bersentuhan dengan Metro Tunnel Jalurr yang
dihasilkan dari kehilangan volume. Kehilangan volume dianggap dalam penelitian ini.
Ketiga, perubahan yang dihitung dalam stress kemudian ditambahkan ke stress utama awal
yang dihitung dari tahap pertama untuk menentukan stress utama akhir yang dihasilkan dari
pembangunan terowongan metro. Gambar 3. menunjukkan stress vertikal akhir di sekitar
sistem terowongan metro.
Gambar 3. Vertikal Stress sekitar sistem Terowongan Metro
Studi parameter digunakan untuk memilih batas geometri yang cocok untuk 2-D
numerical model. Vertikal stress sebelum dan sesudah penerowongan ditunjukan pada
Gambar 4. Hasil menunjukkan bahwa ketika kedalaman tanah di bawah saluran yang masuk
terowongan metro melebihi tiga kali diameter terowongan, tidak ada perubahan dalam soil
stress karena proses tunneling, seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Berdasarkan pada 2-D
FEM yang diusulkan, perubahan vertikal stress yang dihitung dalam tanah karena konstruksi
terowongan pada 54 m di bawah permukaan tanah sama dengan nilai nol. Pada 54 m di
bawah permukaan tanah, tidak ada pemindahan tanah karena terowongan. Hasilnya juga
mengungkapkan bahwa tanah di atas mahkota terowongan metro menurun ke bawah. Tanah
di bawah invert dari penggalian terowongan metro terangkat saat tekanan vertikal akhir
bergerak ke atas.
Batas geometrik yang sesuai (lebar model dan tinggi model) dipelajari untuk
mencerminkan kinerja sistem terowongan. Berdasarkan perubahan tegangan tanah di
sepanjang batas-batas model geometrik, studi parametrik dilakukan untuk menentukan
dimensi yang sesuai di luar yang tidak ada perubahan dalam tekanan tanah dan perpindahan
vertikal yang terjadi. Dalam studi ini, lebar model bervariasi dari 40 m hingga 120 m.
Gambar 4. Perubahan vertikal stress sebelum dan sesudah penerowongan

Gambar 5. Perhitungan penurunan permukaan


Berdasarkan penelitian sebelumnya, analisis elemen hingga 2-D non-Jalurar
digunakan untuk memprediksi kinerja terowongan Metro dan menilai keakuratan model
numerik (Jalur 3). Hasil numerik dibandingkan dengan pengukuran lapangan yang direkam.
Perbandingan disajikan antara hasil yang dihitung dan nilai yang terukur di permukaan tanah
jika volume kehilangan 3%. Perbandingan antara hasil yang dihitung menggunakan MEH 2-
D dan hasil nilai yang terukur disajikan pada Gambar 8. Penelitian ini menunjukkan bahwa
hasil yang dihitung oleh MEH 2-D memiliki kesesuaian dengan hasil pengukuran lapangan.
Penurunan permukaan yang dihitung sepanjang garis tengah Jalur 3 ditunjukkan pada
Gambar 6 pada tingkat yang berbeda. Penurunan mahkota pada terowongan metro dihitung
dan disajikan pada Gambar 6. Hasil menunjukkan bahwa tanah di atas mahkota terowongan
metro bergerak turun karena perubahan soil stress. Perubahan tegangan tanah di atas
terowongan mahkota mendorong tanah untuk bergerak ke bawah. Tanah di bawah saluran
masuk terowongan metro naik karena perubahan tegangan tanah di sekitar penggalian
terowongan. Perubahan tegangan tanah di bawah terowongan membalikkan mendorong tanah
untuk bergerak ke atas.

Gambar 6. Penurunan permukaan vertikal sepanjang garis tengah Jalur 3


Analisis elemen hingga 2-D digunakan untuk memahami kinerja sistem terowongan
metro-Jalur 3. Analisis ini mempertimbangkan perubahan dalam stress, perilaku tanah non-
Jalurar, dan kemajuan konstruksi. Kesimpulan berikut dapat ditarik mengenai kinerja
terowongan metro di bawah pengaruh berbagai faktor.
1. Model numerik 2-D dapat diterapkan untuk menganalisis dan memprediksi kinerja
terperinci dari sistem terowongan metro-Jalur 3.
2. Hasil yang dihitung oleh model elemen hingga 2-D yang diusulkan memiliki
kesesuaian dengan data lapangan. Penurunan permukaan yang diprediksi diperkirakan
hingga 10% untuk Jalur 3
3. Lebar minimum dari model numerik 2-D diatur menjadi sepuluh kali diameter
terowongan metro.
4. Ground loss merupakan efek parameter penting pada kinerja sistem terowongan
metro.

Anda mungkin juga menyukai