Anda di halaman 1dari 13

PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

Mata Kuliah Hukum Bisnis


(dosen pengampu : Sri Rezeki, SE, M.Si)

disusun oleh :

Nia Artika Melinda (7162210005)


Nurul Indah Budiana (7161210027)
Rizky Insyirah Lubis (7163210059)

Manajemen B
Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Medan

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur ata kehadiratnya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Bisnis
yang berjudul “Penyelesaian Sengketa Bisnis”. Penulis berterima kasih kepada Ibu dosen yang
bersangkutan yang sudah memberikan bimbingan.
Penulis juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan oleh karena itu penulis
minta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan penulis juga mengharapkan kritik dan saran
yang membangun guna kesempurnaan tugas ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih semoga
dapat bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan bagi pembaca.

Medan, Oktober 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………….2

Daftar Isi…………………………………………………………………………………………...3

Bab I – Pendahuluan

Latar Belakang…………………………………………………………………………………….4

Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………4

Tujuan……………………………………………………………………………………………..4

Bab II – Pembahasan

Sengketa Bisnis……………………………..............................………………………………………..6

Penyelesaian sengketa melalui arbitrase……………...………………………………….………..6

Dasar Hukum Arbitrase…………………………………………………………………………...7

Perikatan Arbitrase……………………………………………………………………………….9

Dasar Hukum Arbitrase…………………………………………………………………………10

Bab III-Penutup

Kesimpulan………………………………………………………………………………………12

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………13

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di zaman modern seperti saat ini bangsa Indonesia banyak mengalami berbagai polemic yang
beredar di dalam masyarakat yang menimbulkan suatu pertentang bahkan sampai menimbulkan
perikaian diantara masyarakat. Pertikaian yang ada muncul dari berbagai masalah yang biasanya
timbul karena perbedaan pendapat atau paham yang mereka anut. Pertikaian bermula dari suatu
persoalan yang kecil karena tidak cepat diselesaikan maka persoalan tersebut menjadi besar.
Persoalan ini sebaiknya cepat diselesaikan agar tidak menjadi besar. Di dalam suatu pertikaian
biasanya memerlukan perantara atau biasa disebut pihak ketiga yang dapat membantu
menyelesaikan persoalan tersebut.
Banyak cara menyelesaikan suatu pertikaian diantaranya yaitu dengan Negosiasi, Mediasi, dan
Arbitrase. Ketiga cara penyelesaian ini bisa digunakan agar pertikaian dapat segera
teratasi.bermula dari penyelesaian dengan membicarakan baik – baik diantara kedua pihak yang
bertikai, berlanjut bila pertikaian tidak dapat diselesaikan diantara mereka maka dibutuhkan pihak
ketiga yaitu sebagai mediasi, selanjutnya jika tidak dapat melalui mediasi maka dibutuhkan pihak
yang tegas untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Jika tidak dapat diselesaikan juga maka
membutuhkan badan hokum seperti pengadilan untuk menyelesaikan masalah tersebut, cara ini
bisa disebut dengan Ligitasi. Secara keseluruhan cara – cara tersebut dapat digunakan sehingga
pertikaian dapat terselesaikan.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini akan membahas beberapa hal terkait latar belakang di atas diantaranya :
1. Apa pengertian dari sengketa bisnis?
2. Bagaimana penyelesaian sengketa dengan arbitrase?
3. Apa dasar hukum arbitrase?
4. Bagaimana perikatan arbitrase?
5. Apa saja jenis-jenis arbitrase?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu sengketa bisnis

4
2. Untuk mengetahui bagaimana cara penyelesaian sengketa dengan arbitrase
3. Untuk mengetahui dasar hukum arbitrase
4. Untuk megetahui perikatan arbitrase
5. Untuk mengetahui jenis-jenis arbitrase

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sengketa Bisnis
Pengertian sengketa bisnis menurut Maxwell J. Fulton “a commercial disputes is one which
arises during the course of the exchange or transaction process is central to market economy”.
Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya
oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Menurut Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu – individu atau
kelompok – kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek
kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dngan yang lain.
Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang
berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat
menimbulkan akibat hukum antara keduanya.
Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan
antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya
dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerja sama
bisnis. mengingat kegiatan bisnis yang semakin meningkat, maka tidak mungkin dihindari
terjadinya sengketa diantara para pihak yang terlibat. Sengketa muncul dikarenakan berbagai
alasan dan masalah yang melatar belakanginya, terutama karena adanya conflict of interest
diantara para pihak. Sengketa yang timbul diantara para pihak yang terlibat dalam berbagai macam
kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa bisnis.

2.2 Cara Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase


Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaanuntuk
menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”. Selain itu Pengertian arbitrase juga
termuat dalam pasal 1 angka 8 Undang Undang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian
sengketa Nomor 30 tahun 1999: “Lembaga Arbitrase adalah
badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai

6
sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikatmengenai
suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.”
Dalam Pasal 5 Undang- undang No.30 tahun 1999 disebutkan bahwa: ”Sengketa yang
dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan hak
yangmenurut hukum peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa.”
Dengan demikian arbitrase tidak dapat diterapkan untuk masalah-masalah dalam lingkup
hukum keluarga. Arbitase hanya dapat diterapkan untuk masalah-masalah perniagaan.
Bagi pengusaha, arbitrase merupakan pilihan yang paling menarik guna menyelesaikan sengketa
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka Keberadaan arbitrase sebagai salah satu alternatif
penyelesaian sengketa sebenarnyasudah lama dikenal meskipun jarang dipergunakan.

2.3 Dasar Hukum Arbitrase


Secara singkat sumber Hukum Arbitrase di Indonesia adalah sebagai berikut:
A. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menentukan bahwa “semua peraturan yang ada masih
langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.” Demikian pula halnya
dengan HIR yang diundang pada zaman Koloneal Hindia Belanda masih tetap berlaku, karena
hingga saat ini belum diadakan pengantinya yang baru sesuai dengan Peraturan Peralihan UUD
1945 tersebut.
B. Pasal 377 HIR
Ketentuan mengenai arbitrase dalam HIR tercantum dalam Pasal 377 HIR atau Pasal 705
RBG yang menyatakan bahwa :
“Jika orang Indonesia atau orang Timur Asing menghendaki perselisihan mereka diputus oleh juru
pisah atau arbitrase maka mereka wajib memenuhi peraturan pengadilan yang berlaku bagi orang
Eropah”. Sebagaimana dijelaskan di atas, peraturan pengadilan yang berlaku bagi Bangsa Eropah
yang dimaksud Pasal 377 HIR ini adalah semua ketentuan tentang Acara Perdata yang diatur dalam
RV.
C. Pasal 615 s/d 651 RV
Peraturan mengenai arbitrase dalam RV tercantum dalam Buku ke Tiga Bab
Pertama Pasal 615 s/d 651 RV, yang meliputi :

7
– Persetujuan arbitrase dan pengangkatan para arbiter (Pasal 615 s/d 623 RV)
– Pemeriksaan di muka arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV)
– Putusan Arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV)
– Upaya-upaya terhadap putusan arbitrase (Pasal 641 s/d 674 RV)
– Berakhirnya acara arbitrase (Pasal 648-651 RV)
D. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 14 /1970
Setelah Indonesia merdeka, ketentuan yang tegas memuat pengaturan lembaga arbitrase
dapat kita temukan dalam memori penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan “ Penyelesaian perkara
diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit atau arbitrase tetap diperbolehkan”.
E. Pasal 80 UU NO. 14/1985
Satu-satunya undang-undang tentang Mahkamah Agung yang berlaku di Indonesia yaitu
UU No. 14/1985, sama sekali tidak mengatur mengenai arbitrase. Ketentuan peralihan yang
termuat dalam Pasal 80 UU No. 14/1985, menentukan bahwa semua peraturan pelaksana yang
telah ada mengenai Mahkamah Agung, dinyatakan tetap berlaku sepanjang peraturan tersebut
tidak bertentangan dengan Undang-Undang Mahkamah Agung ini. Dalam hal ini kita perlu
merujuk kembali UU No. 1/1950 tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah
Agung Indonesia. UU No. 1/1950 menunjuk Mahkamah Agung sebagai pengadilan yang memutus
dalam tingkat yang kedua atas putusan arbitrase mengenai sengketa yang melibatkan sejumlah
uang lebih dari Rp. 25.000,- (Pasal 15 Jo. Pasal 108 UU No. 1/1950).
F. Pasal 22 ayat (2) dan (3) UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing
Dalam hal ini Pasal 22 ayat (2) UU No. 1/1967 menyatakan:
“Jikalau di antara kedua belah pihak tercapai persetujuan mengenai jumlah, macam,dan cara
pembayaran kompensasi tersebut, maka akan diadakan arbitrase yang putusannya mengikat kedua
belah pihak”.
Pasal 22 ayat (3) UU No. 1/1967 :
“Badan arbitrase terdiri atas tiga orang yang dipilih oleh pemerintah dan pemilik modal masing-
masing satu orang, dan orang ketiga sebagai ketuanya dipilih bersama-sama oleh pemerintah dan
pemilik modal”.
G. UU No. 5/1968

8
yaitu mengenai persetujuan atas “Konvensi Tentang Penyelesaian Perselisihan Antara
Negara dan Warga Asing Mengenai Penanaman Modal” atau sebagai ratifikasi atas “International
Convention On the Settlement of Investment Disputes Between States and Nationals of Other
States”.
Dengan undang-undang ini dinyatakan bahwa pemerintah mempunyai wewenang untuk
memberikan persetujuan agar suatu perselisihan mengenai penanaman modal asing diputus
oleh International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSD) di Washington.
H. Kepres. No. 34/1981
Pemerintah Indonesia telah mengesahkan “Convention On the Recognition
and Enforcement of Foreign Arbitral Awards” disingkat New York Convention (1958), yaitu
Konvensi Tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Luar Negeri, yang diadakan
pada tanggal 10 Juni 1958 di Nww York, yang diprakarsaioleh PBB.
I. Peraturan Mahkamah Agung No. 1/1990
Selanjutnya dengan disahkannya Konvensi New York dengan Kepres No. 34/1958 , oleh
Mahkamah Agung di keluarkan PERMA No. 1/1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan
Arbitrase Asing, pada tanggal 1 maret 1990 yang berlaku sejak tanggal di keluarkan.
J. UU No. 30/1999
Sebagai ketentuan yang terbaru yang mengatur lembaga arbitrase, maka
pemerintah mengeluarkan UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, pada tanggal 12 Agustus 1999 yang dimaksudkan untuk mengantikan
peraturan mengenai lembaga arbitrase yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan
kemajuan perdagangan internasional. Oleh karena itu ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 615 s/d 651 RV, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 RBG, dinyatakan tidak
berlaku lagi. Dengan demikian ketentuan hukum acara dari lembaga arbitrase saat ini telah
mempergunakan ketentuan yang terdapat dalam UU NO. 30/1999.

2.4 Perikatan Arbitrase


Perikatan arbitrase adalah perikatan yg lahir dari perjanjian yg dapat dilihat dari isi
perjanjian yg disepakati para pihak dgn ketentuan-ketentuan hukum harus dibuat dalam suatu akte
baik dalam bentuk kompromitendo maupun kompromis.
Dalam perikatan arbitrase ada dua macam klausula arbitrase, yakni:

9
1. Pactum de compromitendo, perjanjian pokok sebelum terjadi sengketa sebagai antisipasi
terjadinya sengketa.

2. Acta compromis, perjanjian setelah terjadi sengketa dan kedua belah pihak sepakat
diselesaikan dengan jalan arbitrase.

Perjanjian arbitrase adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh para pihak yang
bersengketa dimana para pihak sepakat untuk menyerahkan sengketa yang sementara dihadapi atau
sengketa yang mungkin terjadi di masa datang untuk diselesaikan melalui arbitrase.

Perjanjian arbitrase yang dimulai dengan adanya kesepakatan para pihak dipandang
sebagai hal mendasar dan utama dari arbitrase perdagangan internasional karena prinsip dasar dari
suatu arbitrase adalah adanya persetujuan antara para pihak untuk membawa sengketa mereka ke
“Panggung” arbitrase. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa suatu perjanjian arbitrase harus
dalam bentuk tertulis (to be in writing). Hal ini dikarenakan validitas suatu perjanjian arbitrase
sangatlah ditentukan dalam bentuk apa perjanjian arbitrase dituangkan., sehingga merujuk pada
validitas tersebut maka suatu Tribunal Arbitase tidak memiliki jurisdiksi untuk memutus sengketa
diantara para pihak.
Disamping validitas suatu perjanjian arbitrase ditentukan oleh bentuk tertulis dari perjanjian
arbitrase, hal lain yang dapat digunakan untuk mengukur validitas suatu perjanjian arbitrase adalah
ketentuan hukum mana yang akan digunakan. Dalam hal ini, perjanjian arbitrase akan merujuk
pada Uncitral Model Law.
Suatu perjanjian arbitrase tidak dapat memperluas lingkup permasalahan yang menjadi objek
nya seperti hal-hal yang bertentangan dengan kebijakan publik. Akan tetapi, suatu perjanjian
arbitrase dapat mengatur secara khusus mengenai tempat arbitrase, prosedur arbitrase yang dapat
diikuti, arbitrase tribunal, dan ketentuan hukum apa yang dapat digunakan terhadap substansi
sengketa yang dihadapi. Dalam hal ini para pihak dapat menyetujui untuk memilih arbitrase yang
tunduk pada ketentuan International Chamber of Commerce (ICC)

2.5 Jenis-Jenis Arbitrase


Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui
badan permanen (institusi). Arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang
sengajadibentuk untuk tujuan arbitrase, misalnya UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbritrase dan

10
Alternatif Penyelesaian Sengketa atau UNCITRAL Arbitarion Rules. Pada umumnya arbitrase ad-
hoc direntukan berdasarkan perjanjian yang menyebutkan penunjukan majelisarbitrase serta
prosedur pelaksanaan yang disepakati oleh para pihak. Penggunaan arbitraseAd-hoc perlu
disebutkan dalam sebuah klausul arbitrase.

Arbitrase institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai
badanarbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini dikenal
berbagaiaturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase seperti Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau yang internasional seperti The Rules of Arbitration
dari The International Chamber of Commerce (ICC) di Paris, The Arbitration Rules dari
TheInternational Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington.
Badan- badan tersebut mempunyai peraturan dan sistem arbitrase sendiri-sendiri.BANI (Badan
Arbitrase Nasional Indonesia) memberi standar klausul arbitrase sebagai berikut:

"Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI,yang
keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, sebagai keputusandalam tingkat
pertama dan terakhir".Standar klausul arbitrase UNCITRAL (United Nation Comission
ofInternational Trade Law)adalah sebagai berikut:"Setiap sengketa, pertentangan atau tuntutan
yang terjadi atau sehubungan dengan perjanjianini, atau wan prestasi, pengakhiran atau sah
tidaknya perjanjian akan diselesaikan melalui arbitrase sesuai dengan aturan-aturan UN CITRAL.”
Menurut Priyatna Abdurrasyid, Ketua BANI, yang diperiksa pertama kali adalah klausul arbitrase.
Artinya ada atau tidaknya, sah atau tidaknya klausul arbitrase, akan menentukanapakah suatu
sengketa akan diselesaikan lewat jalur arbitrase. Priyatna menjelaskan bahwa bisa saja klausul atau
perjanjian arbitrase dibuat setelah sengketa timbul.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang
menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu
diantara keduanya. Tembok-tembok yuridis yang sukar ditembusi oleh para pencari keadilan,
khususnya jika pencari keadilan tersebut adalah pelaku bisnis dengan sengketa yang menyangkut
dengan bisnis. Maka mulailah dipikirkan alternatif-alternatif lain untuk menyelesaikan sengketa,
diantaranya adalah lewat badan arbitrase.

3.2 Saran
Perlu ditekankan dalam melakukan perikatan dengan kontrak atau perjanjian harus
dibuat secara matang dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan resiko yang terjadi.
Dalam pembuatannya pun perlu melibatkan pihak hukum yang ahli sehingga jika terjadi hal di
luar perjanjian dapat langsung diselesaikan. Dalam penyelesaian sengketa, sebaiknya
mengutamakan musyawarah atau negosiasi yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang
bersengketa. Selain lebih murah, efisien waktu, kerahasiaan tetap terjaga.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://blackangelinhell.wordpress.com/2010/06/08/arbitrase-pengertian-dan-dasar-hukum/
https://datakata.wordpress.com/2014/11/12/arbitrase-sebagai-alternatif-penyelesaian-sengketa-
bisnis/
https://www.scribd.com/document/243105364/Arbitrase-Sebagai-Alternatif-Penyelesaian-
Sengketa
http://iwojima94.blogspot.com/2015/09/penyelesaian-sengketa-bisnis-melalui.html

13

Anda mungkin juga menyukai