Anda di halaman 1dari 20

Berbusana Dalam Islam

Cadar Di Lingkungan Masyarakat Indonesia

Tugas ini dikemukakan untuk memenuhi syarat


Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh:
Kelompok 9

Nama Anggota :
1. Anindiya Putri Ramadani. SM (18312244002)
2. Azizah Ayu Anggraini (18312244011)
3. Nandini Dwi Anandita (18312244012)

Kelas D

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. M. Jandra Bin Mohd. Janan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta
Semester 1
2018
Berbusana Dalam Islam
Cadar Di Lingkungan Masyarakat Indonesia

Anindiya Putri Ramadani. SM


Azizah Ayu Anggraini
Nandini Dwi Anandita

Prodi Pendidikan IPA, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak
Islam mewajibkan setiap muslim dan muslimahnya untuk menutup aurat. Ketentuan batas-
batas aurat yang wajib bagi para muslim dan terutama muslimah sudah dijelaskan dalam
Alquran surat Al-Azhab : 59, Allah, swt berfirman : “ Hai nabi, katakanlah kepada istri-
istrimu, anak – anak perempuanmu dan istri –istri orang ukmin; Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”. Cara berpakaian muslimah saat ini ada bermacam macam model, salah
satunya adalah dengan menggunakan cadar atau niqab. Penggunaan cadar atau niqab ini,
biasanya digunakan untuk menutup aurat, terutama bagian wajah. Hal itu digunakan sebagai
pembatas pandangan muslim kepada muslimahnya. Ulama 4 madzhab semuanya
menganjurkan wanita muslimah untuk memakai cadar, bahkan sebagiannya sampai kepada
anjuran wajib.
Kata kunci : Cadar

Abstract
Islam requires every moslem and moslem woman to cover genitals. Provisions on the
boundaries og genitalia that are mandatory for moslem and moslem women have been
explained in the Quran Al-Azhab 59, Allah, swt believes in “the prophet, the catechism of the
wife of your wife, your daughter and the wife of uknin wife. Because of that they are not
distrubed. And Allah is Forgiving, Most Merciful”. The way to dress moslem women at this
time there are various types of the models, one of which is to use veils or niqab. Is usually used
to cover genitals, especially the face. Used as a barrier to the view of moslems to moslem
women. 4 ulema scholars recommend moslem women to wear veils, even some of them are up
to the mandotary all.
Keyword : Veils.
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar belakang
Pemakaian hijab sebagai penutup aurat bagi muslimah merupakan salah satu
catatan penting diberbagai pelosok dunia khususnya di Indonesia. Sebagai negara
berkembang dengan mayoritas masyarakatnya beragama Islam, penggunaan jilbab atau
lebih utamanya cadar bagi muslimah di Indonesia masih menjadi suatu kontroversi.
Dalam konteks sosial, keberadaan perempuan bercadar masih belum dapat diterima
secara penuh oleh masyarakat. Melihat kondisi dimana wanita bercadar di Indonesia
khususnya menjadi kelompok yang minoritas dalam masyarakat. Wanita atau muslimah
bercadar sering diidentikkan dengan stigma negatif sehingga dalam kehidupannya
wanita bercadar menjadi sulit berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya karena
sebagian besar masyarakat Indonesia berstigma negatif terhadap pemakaian cadar
dikaitkan dengan aliran Islam fundamental yang erat kaitannya dengan tindakan
terorisme, ekstrim dan keras.
Dalam hal ini telah terjadi pemberian atribusi sosial yang negatif terhadap para
perempuan bercadar. Atribusi yang dilakukan mencoba untuk mencari alasan dibalik
penggunaan cadar bagi seorang perempuan muslimah. Atribusi adalah kecenderungan
seseorang untuk menilai orang lain berdasarkan sifat-sifat, tujuan atau kemampuan
tertentu mengharuskan kita untuk membuat kesimpulan tentang mereka. Dan juga
karena banyaknya muslimah yang menggunakan cadar sehingga muncul sebuah
stegmen bahwa cadar merupakan suatu budaya dari masyarakat islam.
II. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang didapatkan dari latar belakang yang ada adalah
Cadar banyak digunakan oleh para muslimah, sehingga muncul stegmen bahwa cadar
merupakan salah satu budaya masyarakat islam itu sendiri sehingga memberi
pandangan buruk kepada muslimah yang bercadar.
III. Pertanyaan penelitian
Dari latar belakang dan rumusan masalah yang ada, didapatkan pertanyaan yaitu
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan cadar?
2. Bagaimana cadar dapat masuk dan berkembang di indonesia?
3. Untuk apa para muslimah menggunakan cadar?
4. Mengapa seorang muslimah yang mengguanakan cadar diberikan atribusi yang
negatif?
IV. Tujuan penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari makalah ini adalah :
1. Dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan cadar.
2. Dapat menjelaskan bagaimana proses masuknya cadar ke indonesia.
3. Dapat menjelaskan apakah seorang muslimah perlu untuk menggunakan cadar.
4. Dapat mengetahui mengapa seorang yang mengguanakan cadar diberikan
atribus yang negatif.
V. Metode pengumpulan data
Metode untuk pengumpulan data ini, dilakukan dengan cara mengkaji buku
yang ada di perpustakaan UPT UNY, tetapi karena banyaknya buku yang tidak
membahas mengenai cdar tersebut. Maka, 90% materi yang kami mencari berasal dari
web dan jurnal yang ada serta relevan dan sesuai dengan masalah yang dibahas dalam
makalah ini. Dan juga kami mengamati serta menganalisis kejadian yang ada di
masyarakat sekitar mengenai kasus cadar ini, sehingga dapat menjadi bahan yang dapat
kami bahas pada makalah kami.
VI. Hasil yang ingin dicapai
Hasil yang ingin dicapai dari melalui makalah ini adalah para muslimah dapat
mengetahui adab adab dalam berpenampilan dan berbusana yang baik dan sesuai
dengan syariat islam yang ada. Juga dapat mengetahui bagaimana pandangan islam
tentang cadar terutama dari masyarakat di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

I. Pengertian Cadar
Cadar adalah kain penutup muka atau sebagian wajah wanita, hanya matanya saja
yang tampak, dalam bahasa Arabnya khidr, tsiqab, sinonim dengan burqu’ (Mulhandi
Ibnu Haj, 2006:6). Untuk itu cadar dipahami sebagai pakaian wanita yang menutup
wajah. Umat Islam diluar daerah Arab mengenal cadar atau niqab dari salah satu
penafsiran ayat al-quran di surat An-Nur (ayat: 31) dan surat Al-Ahzab (ayat: )yang
diuraikan oleh sebagian sahabat Nabi, sehingga pembahasan cadar wanita dalam islam
masuk ke dalam salah satu pembahasan disiplin ilmu islam termasuk fiqh dan sosial.
Cadar adalah sesuatu yang menutupi tubuh wanita, merupakan salah satu hijab
yang dikenal di beberapa tempat, dahulu cadar tidak hanya menutupi wajah tetapi juga
menutupi seluruh tubuh wanita agar tidak terlihat oleh pria asing. Al- Khaba’adalah
tempat tinggal wanita yang tertutup dari pandangan. (nasarudin umar, 1996 : 36)

Cadar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti kain penutup kepala
atau muka (bagi perempuan). Dalam bahasa Arab cadar disebut dengan niqab. Niqob
bentuk jamaknya Nuquub. Dalam kamus Al-Munawwir Niqab berarti kain tutup muka.
Dalam kamus Lisaanul Arab kata niqab yaitu kain penutup wajah bagi perempuan
hingga hanya kedua mata saja yang terlihat. Dari arti kata cadar di atas, dapat dipahami
bahwa cadar adalah suatu nama yang diperuntukkan bagi pakaian yang berfungsi untuk
menutup wajah bagi perempuan.

II. Keistimewaan Cadar

Cadar adalah model pakaian yang memiliki beberapa keistimewaan:


1. Di dalamnya terkandung suatu kelembutan wanita. Indra penglihatan tetap berfugsi
sebagaimana diciptakan oleh Allah SWT, tanpa penghalang, sehingga wanita dapat
melihat manusia dan mengenali segala keindahan ciptaan Allah dengan jelas dan
terang. Mahabenar Allah dengan firman-Nya,
Surat al-a’raf ayat 32 dan artinya
2. Cadar menutup sebagian wajah dan menampakkan sebagian yang lain,
menunjukkan kepada pemakainya hingga batas tertentu, dan membatasi sebagian
raut wajah, sehingga memungkinkan untuk mengenali pemakainya jika dilihat
berulang kali
3. Jika padanya terdapat penutupan yang halus terhadap sebagian wajah, maka
padanya juga terdapat penampakan yang halus terhadap sebagian yang lain. Dan
jika pada penutupan yang halus itu terdapat sedikit kesopanan, maka pada
penampakannya yang halus juga terdapat sedikit penghiasan diri. Kadang-kadang
kadar yang tampak lebih indah daripada kadar yang tertutup, yakni menampakkan
apa yang lebih indah pada wajah dan menyembunyikan apa yang kurang indah.
Kadar yang tampak itu kadang-kadang juga membangkitkan rasa ingin tahu kaum
laki-laki untuk melihat kadar yang tersembunyi.

III. Karakteristik yang baik bagi cadar


Adapun karakteristik cadar yang baik, yaitu:
1. Cadar (kain yang diikatkan di atas hidung hingga leher) tidak menutup wajah secara
keseluruhan. Maka dengan demikian tidak menyembunyikan jati diri wanita dan
memberikan kesempatan untuk berkenalan, khususnya di dalam masyarakat-
masyarakat kecil
2. Oleh karena cadar menolerir perkenalan, maka mendorong peran serta wanita dalam
kehidupan sosial. Diantaranya silaturahmi dengan laki-laki yang bukan mahram.
Sebaliknya menutup wajah secara total akan mendorong wanita untuk menjauhkan
diri dari kehidupan sosial
3. Karena cadar menampakkan kedua mata dan kedua kelopaknya, maka
memungkinkan lawan bicara wanita memahami perasaannya, seperti senang atau
susah, ridha atau terganggu, menerima atau mnolak
4. Karena cadar menampakkan kedua mata, maka membantu wanita yang lemah untuk
menjaga dari rasa malu, jika ia ingin memandang orang yang berlalu lalang. Hal itu
disebabkan tampaknya kedua mata akan membuka keberaniannya. Ini berbeda
dengan penutup yang menutup semua wajahnya.

IV. Sejarah Perkembangan Cadar


Berikut adalah rentang waktu dari sejarah perkembangan cadar, yaitu :
a. Sejarah Penggunaan Cadar Sebelum dan di Masa Islam

Sebelum mengulas sejarah penggunaan cadar (Arab: niqab) dalam Islam pertama
kali yang harus ditegaskan di sini adalah bahwa cadar sebelum Islam datang sudah
digunakan oleh perempuan di wilayah “gurun pasir”.

b. Cadar di Masa Pra Islam

Abdul Halim Abu Syuqqah dalam An-Niqab fi Syariat al-Islam, (2008: 48)
menyatakan bahwa niqab merupakan bagian dari salah satu jenis pakaian yang
digunakan oleh sebagian perempuan di masa Jahiliyyah. Kemudian model pakaian
ini berlangsung hingga masa Islam. Nabi Muhammad SAW tidak
mempermasalahkan model pakaian tersebut, tetapi tidak sampai mewajibkan,
menghimbau ataupun menyunahkan niqab kepada perempuan. Andaikan niqab
dipersepsikan sebagai pakaian yang dapat menjaga marwah perempuan dan
“wasilah” untuk menjaga keberlangsungan hidup mereka -sebagaimana klaim
sejumlah pihak- niscaya Nabi Muhammad SAW akan mewajibkannya kepada isteri-
isterinya yang dimana mereka (isteri-isteri Nabi) adalah keluarga yang paling berhak
untuk dijaga oleh Nabi. Namun justru Nabi tidak melalukannya. Juga tidak berlaku
bagi sahabat-sahabat perempuan Nabi. Hal ini merupakan bukti bahwa niqab -
meskipun terus ada hingga di masa Islam- hanyalah sebatas jenis pakaian yang
dikenal dan dipakai oleh sebagian perempuan. Kemudian bagi ummahat al-
mukminin (isteri-isteri Nabi) memiliki perbedaan dimana mereka dikhususkan atas
kewajiban mengenakan hijab di dalam rumah dan menutup semua badan dan
wajahnya ketika keluar dari rumah sebagai bentuk memperluas hijab yang
diwajibkan di dalam rumah.

V. Sejarah Perkembangan Hijab

Secara bahasa hijab diartikan sebaga pembatas yang memisahkan dua obyek. Jadi
apapun yang memisahkan kedua obyek tersbut daopat dikatakan hijab. Hijab dalam arti
bahasa ini dapat berupa tembok, kain, atau yang serupa dengan tujuan untuk menjadi
tirai yang memisahkan kedua obyek. Trend belakangan ini, hijab dimaknai dengan
pakaian muslimah yang syar’i. Menarik untuk kita cermati bersama, hijab dalam arti
pembatas hingga berubah menjadi pakaian muslimah dari sejarah yang telah berlalu,
sehingga tulisan ini berupaya memberikan gambaran asal mula penamaan hijab hingga
masa sekarang.

a. Perkembangan Hijab Bangsa Kuno Selain Arab Jahiliah

Hijab telah dikenal oleh berbagai bangsa dan masyarakat Timur kuno sejak dahulu.
Bentuk hijab yang dikenal oleh bangsa-bangsa tersebut sangat beragam. Hijab yang
dikenal oleh wanita Yunani kuno berbeda dengan hijab yang dipakai oleh wanita
Romawi dan Arab Jahiliah.

Menurut Eipstein konsep hijab dalam arti menutup kepala sudah di kenal sebelum
datangnya agama-agama samawi (Yahudi, Nasrani dan Islam). Tradisi penggunaan
kerudung yang merupakan bagian dari hijab, sudah dikenal dalam hukum
kekeluargaan Asyiria.

Hukum ini mengatur bahwa istri, anak perempuan, janda, bila bepergian ke tempat
umum harus menggunakan kerudung. Bahkan lebih jauh lagi ketika Adam dan hawa
di turunkan ke bumi maka persoalan pertama yang dialami ialah bagaimana menutup
kemaluan (aurat) (QS Thoha:121)

Adanya perhatian agama-agama samawi terhadap hijab dapat di ketahui dalam


Taurat-perjanjian lama yang di penuhi oleh ayat- ayat yang berkenaan dengan hijab,
kemudian di tetapkan oleh Isa Al-Masih manakala ia datang membawa injil-
perjanjian baru. Banyak sekali ayat-ayat taurat dan injil yang menetapkan bahwa
wanita pada zaman itu harus memakai hijab dan cadar.

Dalam hijab, Injil pasal kejadian, ayat 65, bagian 24 disebutkan : “Ia berkata kepada
hamba-Nya : Siapa laki-laki yang berjalan menuju taman berjalan menuju kita?
‘Hamba itu menjawab : “Dia adalah tuanku. maka Maryam mengambil tudung dan
menutup dirinya”. “Maha Ishaq memasukkan Maryam kepada khaba’. milik ibunya,
kemudian ia memuliakannya.dan akhirnya wanita itu menjadi istri yang di cintainya.

Hijab merupakan tradisi bagi Yunani dan Romawi sebelum datangnya Islam beratus-
ratus tahun sebelumnya. Hijab memiliki peran yang penting dalam masyarakat
Yunani, peradaban Yunani dapat hidup betahan lebih lama selama wanitanya masih
mempertahankan tudung dan hijabnya.

Akhirnya peradaban yang maju itu mengalami kemerosotan dan kemunduran karena
wanitanya dibiarkan bebas mutlak untuk melepaskan hijabnya dan mereka boleh
mengerjakan apa saja, termasuk pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya dikerjakan
oleh kaum laki- laki, demi kebebasan.

Al-Allamah Larus mengungkapkan pendapatnya tentang pentingnya hijab: “Dahulu


para wanita mengenakan kerudung bila hendak keluar. Mereka menutupi wajah-
wajah mereka. Dan kain penutup wajah itu kni terbuat dari kain tenun tipis yang
dipakai untuk melindungi wajah mereka dari debu dan embun.

Manakala, wanita Romawi tidak memakai hijab lagi dan mulai meninggalkan
rumahnya, Imperium Romawi mengalami kemunduran hebat yang mengakibatkan
runtuhnya Imperium Romawi yang besar itu.

b. Perkembangan Hijab Menurut Bangsa Arab Jahiliah

Bangsa arab pada zaman Jahiliah telah mengenal hijab. Mereka menganggapnya
sebagai salah satu tradisi persahabatan dan percintaan. Anak wanita yang sudah
mencapai usia masa kawin dan mulai menampakkan rasanya malunya, maka ia
mengenakan hijab sebagai pertanda ia minta lekas dinikahkan, dan biasanya mereka
dalam memakai hijab tidak hanya terbatas pada wajahnya, kecuali bila sedang
ditimpa musibah. Ada beberapa syair tentang hijab yang ditulis oleh para penyair
Arab di zaman Jahiliah :

Sejak Zubair bin Salma (yang menceritakan keluarga Al- Husain) : “Aku tidak tahu
dan aku mesti akan tahu, Apakah aku sedang berdiri didepan keluarga Husain atau
dihadapan para wanita, Bila dikatakan para wanita yang bersembunyi, Maka
benarlah bahwa wanita yang melindungi dirinya mendapat ke hormatan.”Sajak
Taufail bin Auf-Ghanawi: “Dengan penutup muka tidak akan mengurangi
kehormatannya kemuliaannya tetap terjaga, dan kecantikannya dapat di nikmati bila
telah tiba saatnya.”
Hijab memiliki berbagai macam bentuk. Diantara bentuk tersebut adalah cadar.
Sajak Taubah bin Al-Humair (buat kekasihnya, Laila Al-Akhliyah) “Manakala aku
mendatangi Laila yang sedang bercadar, Aku ragu akan dia karena cadar yang di
pergunakan”.

Bentuk hijab lain adalah kerudung (an-niqab). Penyair mengatakan “Kalau kerudung
di kharamkan penggunaannya untuk wanita. Maka tidak di ragukan lagi mereka akan
berubah menjadi jelek. Bentuk hijab lain adalah sejenis kerudung (al-khimar). Sajak
An-Nabigyani : “Kerudung terjatuh padahal tidak hendak menjatuhkannya, Dengan
sigap ia menyambarnya dengan tangan, Di remang cahaya, seakan jemarinya meraih
kelembutan.”

Makna hijab lebih luas dari yang tersebut diatas. Ia mencangkup kamar pribadi
wanita, yang dalam bahasa arab disebut dengan al-khaba’ dan al-khudr. Dua kata
itulah yang sering di pakai oleh para penyair karena mengandung muatan makna
keagungan, kesucian, dan keluhuran.

Sebab makna kata tersebut setara dengan tempat tinggal dan perlindungan wanita
yang tidak mungkin terjamah oleh lelaki asing. Umru’ul Qays pernah
mengungkapkan khaba’ kekasihya, Unaizah, sebagai berikut: “Putih kamar pribadi
wanita tidak meragukan, Diriku meras puas mencandainya di bilik itu tanpa gusar.

Ada bentuk hijab yang lain seperti: sarung, selimut baju besi dan jilbab, serta
sekedup yang dipakai untuk membawa wanita yang diletakkan diatas punggung
unta.

c. Perkembangan Hijab Pada Masa Islam

Konsep hijab sebenarnya bukanlah milik Islam, jauh sebelum zaman Nabi saw,
tradisi berkerudung sudah ada dan menjadi tradisi berbusana santun di kalangan
perempuan-perempuan yang hidup jauh sebelum kelahiran Nabi saw.Tradisi
penggunaan hijab dalam Islam berbeda dengan tradisi Yahudu dan Nasrani.
Dalam Islam, tradisi penggunaan hijab tidak ada keterkaitan sama sekali dengan
kutukan atau menstruasi. Dalam Islam, hijab dan menstruasi pada perempuan
mempunyai konteksnya sendiri.

Penggunaan hijab lebih dekat pada etika dan estetika dari pada kepersoalan substansi
ajaran. Perintah penggunaan hijab dalam Islam di dasarkan pada dua ayat dalam Al-
Qur’an yaitu QS. Al-Ahzab/33:59 dan QS.An Nur/24:31.

Kedua ayat di atas turun setelah peristiwa fitnah keji terhadap Aisyah yang di
lakukan oleh Abdullah Ibn Saba’ dan teman-temannya dari kaum munafik Madinah.
Peristiwa terhadap Siti Aisyah ini disebut peristiwa Al-Ifk.

Peristiwa ini sangat menghebohkan, sehingga untuk mengakhiri harus di tegaskan


dengan diturunkannya lima ayat yaitu (QS.An-Nur/24:11-15) khusus untuk
membersihkan nama baik Aisyah.

Sejak peristiwa tersebut, turun ayat lain yang cenderung membatasi ruang gerak
keluarga Nabi, khususnya dalam dua ayat di atas. Ayat ini turun (QS. Al-Ahzab/59
dan QS. An-Nur/31), karena masyarakat Madinah ketika itu berada dalam keadaan
tidak tentram, yaitu situasi perang yang beruntun dan berkepanjangan.

Ketika itu kaum bangsawan mangenakan jilbab. Kaum ini hampir tidak pernah
mendapatkan pelecehan seksual dari laki-laki nakal. Sehingga untuk melindungi
masyarakat muslim di perintahkanlah untuk memakai jilbab.

d. Perkembangan Hijab di Indonesia

Seiring dengan perkembangan zaman, di Indonesia dikenal dengan pakaian penutup


kepala yang lebih umum di sebut kerudung, tetapi tahun 1980 an lebih populer
dengan jilbab. Jilbab pada masa Nabi Muhammad saw ialah pakaian luar yang
menutupi segenap anggota badan dari kepala hingga kaki perempuan dewasa.

Di beberapa negara Islam pakaian sejenis jilbab dikenal dengan beberapa istilah,
seperti cadar di Iran, pardeh di India dan Palestina, milayat di libya, abayadi di Irak,
charshaf di Turki, hijab di beberapa negara Afrika seperti Mesir, sudan, Yaman.
Pergeseran makna hijab dari semula tabir berubah makna menjadi pakaian penutup
aurat perempuan pada abad 4 H.

Beryi Causai Syamwil, yang termasuk generasi awal pemakaian jilbab di Indonesia.
Dia menunjukan selendang tipis yang di kenakan perempuan Indonesia untuk
menutupi sebagian rambutnya sebagai bukti dan proses menuju penggunaan jilbab.
Selain itu Beryi juga menunjukan proses baju bodo, busana baju bugis yang pada
awalnya hanya berupa selembar sutera halus yang tembus pandang, namun
kemudian menjadi tujuh lapis ketika Islam masuk.

VI. Cadar sebagai budaya arab atau islam.

1. Berdasarkan fakta

Justru pakaian tradisional dan budaya Arab itu tidak memakai cadar, bahkan
ada yang tidak menutup kepala dan terlihat rambut mereka.

2. Berdasarkan dalil

Dahulunya sebelum turun ayat jilbab, mereka tidak berjilbab apalagi memakai
cadar. Jika memang budaya Arab memakai cadar, tentu mereka sudah memakai
cadar. Ketika turun ayat agar wanita memakai jilbab, maka para sahabiyah yang
sebelumnya sebagian tidak memakai jilbab, mereka langsung memakai jilbab
dan memakai cadar.

Perhatikan firman Allah,

َ‫سآ ِء ْال ُمؤْ ِمنِينَ يُدْنِينَ َعلَ ْي ِه َّن ِمن َجالَبِيبِ ِه َّن ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُ ْع َر ْفنَ فَالَ يُؤْ ذَيْنَ َو َكان‬ ِ ‫ي قُل أل َ ْز َو‬
َ ِ‫اجكَ َوبَنَاتِكَ َون‬ ُّ ِ‫يَآأَيُّ َها النَّب‬
‫ورا َّر ِحي ًما‬ ً ُ‫غف‬ َ ُ ‫هللا‬

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri


orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke tubuh mereka.”
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al
Ahzab: 59)
Di dalam Kitab Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa mereka menjulurkan sampai ke
wajah mereka,

َ ‫ي ي ُْر ِخينَ بَ ْعض َها َعلَى ْال ُو ُجوه إذَا َخ َرجْ نَ ِل َحا َجتِ ِه َّن َّإَّل‬
ِ ‫ع ْينًا َو‬
‫احدَة‬ ْ َ ‫ِي ْال ُم َال َءة الَّتِي ت َ ْشت َِمل بِ َها ْال َم ْرأَة أ‬
َ ‫َوه‬

“Pakaian besar yang menutupi perempuan, yaitu menjulurkan sebagiannya ke atas


wajah-wajah mereka ketika keluar untuk suatu keperluan hingga tidak
menampakkannya kecuali hanya satu mata saja.”

Bahkan dikisahkan mereka seperti pemandangan sekumpluan gagak-gagak hitam


sebagaimana yang diceritakan oleh Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, beliau
berkata,

‫ يدنين عليهن من جالبيبهن خرج نساء األنصار كأن علي رؤوسهن الغربان من األكسية‬:‫لما نزلت‬

“Ketika turun firman Allah (yang artinya), “Hendaknya mereka (wanita-wanita


beriman) mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” [Al-Ahzab :59],
wanita-wanita Anshar keluar seolah-olah pada kepala mereka terdapat burung-
burung gagak karena warna (warna hitam-red) kain-kain (mereka).

Demikian juga riwayat dari ‘Aisyah

‫ أخﺬن أزرهن فشﻘﻘنها من قبل الحواﺷي فاختمرن بها‬, ‫ } وليضربن بﺨمرهن على جيوبهن‬: ‫لما نزلت هﺬه اﻵية‬

“Ketika turun ayat ini, yaitu: ‘Dan perintahkanlah agar mereka menjulurukan kain
kudung mereka hingga dada-dada mereka.’ Mereka langsung mengambil kain-kain
mereka dan merobek ujung-ujungnya, maka mereka berkhimar dengannya.”

Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan maksud “berkhimar dengannya” yaitu


menutup wajah mereka, beliau berkata,

: ‫ يأ )قولﻪ‬: ‫نرمتخاف (نههوجو نيﻄغ‬

“Yaitu menutup wajah-wajah mereka“

Banyak dalil-dalil dan pendapat ulama yang menerangkan bahwa hukum cadar
adalah sunnah dan ada juga di antara mereka yang berpendapat wajibnya cadar.
Alasan mereka melarang cadar karena budaya Arab juga tidak masuk akal, karena
seharusnya mereka melarang juga budaya lainnya seperti jins ketat, pacaran,
valentine, rok mini yang bukan budaya Indonesia juga.

VII. Cadar Adalah Budaya Islam

Memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah sekedar budaya timur-tengah,


namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam
sebagai pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat
Islam, bukan kepada masyarakat timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam
ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat timur-tengah, maka
tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang
muslim berbudaya Islam.

Diantara bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :

1. Sebelum turun ayat yang memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya


masyarakat arab Jahiliyah adalah menampakkan aurat, bersolek jika keluar
rumah, berpakaian seronok atau disebut dengan tabarruj. Oleh karena itu
Allah Ta’ala berfirman:

‫َوقَ ْرنَ فِي بُيُوتِ ُك َّن َو ََّل تَبَ َّرجْ نَ تَبَ ُّر َج ْال َجا ِه ِليَّ ِة ْاألُولَى‬

“Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian


dan janganlah kalian ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita
jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33)

Sedangkan, yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika


Rasulullah Shallalahu’alihi Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang,
Islam mengubah budaya buruk ini dengan memerintahkan para wanita untuk
berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal
dari Islam.

2. Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada
Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa
saja yang bisa menutupi aurat mereka. ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:
َ َ‫ت َه ِﺬ ِه ْاﻵيَة ُ ) َو ْليَض ِْربْنَ بِ ُﺨ ُم ِره َِّن َعلَى ُجيُوبِ ِه َّن ( أ َ َخﺬْنَ أ ُ ْز َره َُّن ف‬
َ‫شﻘَّ ْﻘنَ َها ِم ْن قِ َب ِل ْال َح َوا ِﺷي فَا ْخت َ َم ْرن‬ ْ َ‫َّما نَزَ ل‬
‫بِ َها‬

“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka


menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Al Ahzab An
Nuur: 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung
dengannya.” (HR. Bukhari 4759)

Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi


aurat-aurat mereka sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam
rangka untuk mentaati ayat tersebut.

Singkat kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar
bagi wanita. Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya
sunnah. Tidak ada diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini
hanya berlaku bagi wanita muslimah arab atau timur-tengah saja. Sehingga
tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam
beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri arab.

VIII. Alasan penggunaan cadar bagi muslimah

Menurut Atmaja (2005), menyatakan bahwa diantara alasan penggunaan cadar


adalah sebagai berikut :

1. Memenuhi peradaban sehingga tidak menyinggung rasa kesusilaan

2. Memenuhi syarat kesehatan yakni melindungi tubuh dari gangguan luar

3. Memenuhi rasa keindahan sesuai syariat dan peradaban

Sedangkan menurut Amini, mengenai alasan penggunaan cadar sebagai berikut :

1. Melindungi secara lebih baik nilai nilai sosial terhadap upaya busuk yang
menjadikan wanita sebagai objek tontonan

2. Dapat terlindung dari perbuatan kotor dan tidak terpuji


3. Memberikan ketenangan dan ketentraman lahir dan batin.

IX. Atribusi negatif masyarakat indonesia bagi muslimah bercadar

Sudah tidak heran jika kita melihat seorang wanita berhijab dengan
menggunakan cadar di Negara lain seperti di Negara Saudi Arabia, sebaliknya
di Indonesia. Indonesia sangat tabu dengan sosok wanita yang bercadar sampai
menutupi seluruh badan kecuali mata. Cadar dalam islam adalah jilbab yang
tebal dan longgar dan cadar pun hanya untuk menutup aurat perempuan itu saja.

Di sisi lain, bila kita lihat dari sudut pandang psikologis perempuan
memiliki kecenderungan untuk menarik perhatian lawan jenis untuk memenuhi
kebutuhan tahap perkembangannya. Hyde dan Rosenberg , mengungkapkan
bahwa semenjak pubertal perempuan telah mendapatkan sosialisasi dari
masyarakat bahwa terdapat kelebihan dari bentuk tubuh perepuan yang
menjanjikan penerimaan lingkungan, popularitas dan cinta. Ketika perempuan
tengah menginjak masa dewasa akan timbul kebutuhan seksualitas yang
mendalam, dimana hal ini tidak mungkin akan terwujud bila ia tidak mampu
untuk menarik lawan jenisnya yang biasa dilakukan dengan menggunakan
pakaian yang menarik atau berdandan.

Dalam konteks sosial, keberadaan perempuan bercadar masih belum


dapat diterima secara penuh oleh masyarakat. Terhadap persepsi sosial yang
negative terhadap perilaku bercadar yang mereka lakukan. Kondisi yang
berkembang saat ini juga menempatkan cadar lekat dengan fenomena teroris
ataupun gerakan-gerakan islam radikal. Fenomena radikalisme kegamaan dulu
berupa terror peledakan yang melambungkan beberapa nama seperti Amrozi,
Imam Samudra dan Ali Imron, kerap menyisikan sosok perempuan bercadar
yang berada dibalik mereka. Dengan dasar inilah kemudian sebagian
masyarakat mengasosiasikan keberadaan setiap perempuan bercadar dengan
teroris. Sikap yang ditunjukan oleh masyarakat ini disebut oleh Baron dan
Byrne, dengan istilah prasangka. Telah terbentuk sebuah prasangka yang
negative dalam masyarakat terhadap perempuan bercadar atau dengan kata lain
timbul sikap negative sebagian masyarakat terhadap perempuan bercadar
dikarenakan keberadaan yang dianggap sebagain dari kelompok teroris.

Sementara itu sebagian masyarakat juga merasa bahwa keberadaan


perempuan bercadar mengganggu proses integrasi sosial, mereka beranggapan
bahwa alasan di balik penggunaan cadar oleh muslimah adalah keengganan
mereka untuk bersosialisasi dengan masyarakat, cadar dikaitkan dengan symbol
penolakan seorang individu untuk bergabung dengan masyarakat.

Dalam hal ini telah terjadi sebuah pemberian atribusi sosial yang
negative terhadap para perempuan bercadar. Atribusi yang dilakukan mencoba
untuk mencari alasan dibalik penggunaan cadar bagi seorang perempuan
muslimah. Myres, menyebutkan bahwa atribusi terjadi dikarenakan
kecenderungan manusia untuk menjelaskan segala sesuatu, termasuk alasan di
balik perilaku orang lain, dalam hal ini penggunaan cadar bagi seorang
muslimah.

Dengan adanya persepsi, prasangka dan pemberian atribusi sosial yang


negative terhadap keberadaan perempuan bercadar, maka jelas mereka akan
mengalami kesulitan untuk bergabung dan bersosialisasi dalam masyarakat. Hal
ini menjadi suatu permasalahan tersendiri mengingat pada dasarnya manusia
adalah makhluk sosial yang memebutuhkan orang lain. Dimana menurut
Erikson (dalam Wiliams) seorang individu pada tahapan perkembangan ini
mulai membuat komitmen hubungan dengan orang lain. Ketika hubungan yang
dijalin dengan oranglain tidak berhasil, individu akan merasakan dirinya
terisolasi dari lingkungannya. Bila seorang perempuan dewasa muda bercadar
sulit untuk bergaul dengan lingkungan sosialnya maka ia tidak akan mampu
untuk menjalin hubungan sosialnya dengan orang lain segngga kebutuhan
psikologisnya tidak akan terpenuhi dan pada akhirnya menjadi individu yang
selalu merasa sendirian.

Selain itu perempuan dewasa muda juga sedang berada dalam tahap
pemilihan pendidikan dan pengembangan karir. Menurut Hyde dan Rosenberg,
paradigm yang berkembang di masyarakat saat ini mendorong seorang istri
untuk juga bekerja keluar rumah dibandingkan hanya menjadi ibu rumah tangga.
Hal ini dikarenakan pemberian nilai yang rendah oleh masyarakat terhadap
seorang perempuan yang hanya menjadi ibu rumah tangga saja. Schacter-Singer
teori ini berpendapat bahwa emosi yang dialami seseorang berasal dari
interpretasi terhadap keadaan jasmani yang bangkit/siaga.
BAB III

PENUTUP

Cadar adalah kain penutup muka atau sebagian wajah wanita, hanya matanya saja yang
tampak, dalam bahasa Arabnya khidr, tsiqab, sinonim dengan burqu’ (Mulhandi Ibn
Haj, 2006:6). Untuk itu cadar dipahami sebagai pakaian wanita yang menutup wajah.
Umat Islam diluar daerah Arab mengenal cadar atau niqab dari salah satu penafsiran
ayat al-quran di surat An-Nur (ayat: 31) dan surat Al-Ahzab (ayat: )yang diuraikan oleh
sebagian sahabat Nabi, sehingga pembahasan cadar wanita dalam islam masuk ke
dalam salah satu pembahasan disiplin ilmu islam termasuk fiqih dan sosial.
Berdasarkan persoalan yang telah kita bahas pada makalah ini, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan.
1. Cadar dipahami sebagai pakaian wanita yang menutup wajah. Umat Islam diluar
daerah Arab mengenal cadar atau niqab dari salah satu penafsiran ayat al-quran di
surat An-Nur (ayat: 31) dan surat Al-Ahzab (ayat: )yang diuraikan oleh sebagian
sahabat Nabi, sehingga pembahasan cadar wanita dalam islam masuk ke dalam
salah satu pembahasan disiplin ilmu islam termasuk fiqh dan sosial.
2. Seiring dengan perkembangan zaman, di Indonesia dikenal dengan pakaian
penutup kepala yang lebih umum di sebut kerudung (jilbab). Jilbab pada masa Nabi
Muhammad SAW ialah pakaian luar yang menutupi segenap anggota badan dari
kepala hingga kaki perempuan dewasa. Beryi Causai Syamwil, yang termasuk
generasi awal pemakaian jilbab di Indonesia. Dia menunjukan selendang tipis yang
di kenakan perempuan Indonesia untuk menutupi sebagian rambutnya sebagai
bukti dan proses menuju penggunaan jilbab

3. Alasan muslimah menggunakan cadar adalah memenuhi syarat peradaban


sehingga tidak menyinggung rasa kesusilaan, memenuhi syarat kesehatan yakni
melindungi tubuh dari gangguan luar, memenuhi rasa keindahan sesuai syariat dan
peradaban, melindungi secara lebih baik nilai nilai sosial terhadap upaya busuk
yang menjadikan wanita sebagai objek tontonan serta memberikan ketenangan dan
ketentraman lahir dan batin.

4. Kecenderungan memberikan atribusi negatif kita sebagai masyarakat tidak


memiliki akses tentang pikiran pribadi, motif maupun perasaan orang lain, intinya
masyarakat membua kesimpulan mengenai sifat sifat muslimah yang bercadar
berdasarkan perilaku yang dapat diamati saja.
DAFTAR PUSTAKA

Heru Basuki. 2008 . Psikologi Umum . Jakarta : Universitas Gunadarma.

Diunduh dari https://muslim.or.id/6207-hukum-memakai-cadar-dalam-pandangan-4-


madzhab.html pada hari Senin tanggal 15 Oktober 2018 pukul 17.15 wib

Diunduh dari https://www.tongkronganislami.net/sejarah-perkembangan-hijab/ pada


Selasa 18 September 2018 pukul 15.03 wib

Diunduh dari http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml pada hari


Minggu tanggal 14 Oktober 2018 pukul 14.00 wib

Diunduh https://muslim.or.id/6207-hukum-memakai-cadar-dalam-pandangan-4-
madzhab.html pada Selasa 18 September 2018 pukul 15.24 wib

Diunduh dari http://staibengkalis.ac.id/2018/03/06/fenomena-cadar/ pada Selasa 18


September 2018 pukul 15.20 WIB

Diunduh dari http://www.nu.or.id/post/read/86873/cadar-syariat-islam-atau-budaya-


arab-ini-penjelasan-kiai-ishom pada Selasa 18 September 2018 pukul 15.10 wib

Diunduh dari https://muslim.or.id/36848-benarkah-cadar-budaya-arab.html pada selasa


18 September 2018 pukul 15. 07 wib

Diunduh dari https://www.tongkronganislami.net/sejarah-perkembangan-hijab/ pada


Selasa 18 September 2018 pukul 15.03 wib

Diunduh dari https://islami.co/sejarah-penggunaan-cadar-sebelum-dan-di-masa-islam/


pada Selasa 18 September 2018 pukul 15.00 wib

Anda mungkin juga menyukai