Anda di halaman 1dari 5

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................


1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................
1.2 TUJUAN PENELITIAN ..........................................................................
1.3 BATASAN MASALAH ..........................................................................
1.4 METODELOGI PENELITIAN ...............................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................
2.1 ENHANCED OIL RECOVERY .............................................................
2.1.1 EOR DI DUNIA ............................................................................
2.1.2 EOR DI INDONESIA ...................................................................
2.2 CHEMICAL INJECTION EOR................................................................
2.3 SURFACTANT INJECTION ....................................................................
BAB III
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.2 TUJUAN PENELITIAN


Adapun tujuan penelitian pada tugas akhir ini yaitu :
1. Menentukan solvent yang tepat dalam melarutkan dua jenis surfaktan anionic dan
nonionic.
2. Menetukan konposisi solven yang dapat melarutkan dua jenis surfaktan anionic
dan nonionic.
3. Menetukan konsentrasi optimum pada solven yang digunakan dalm melarutkan
dua jenis surfaktan tersebut.

1.3 BATASAN MASALAH


Agar penelitian ini tidak keluar dari tujuan yang diharapkan, maka penelitian
hanya dilakukan pada laboratorium untuk menemukan solven yang dapat melarutkan
kedua jenis surfaktan serta menemukan komposisi serta konstrasi optimum yang akan
digunakan dalam melarutka kedua jenis surfaktan tersebut, serta beberapa batasan
lainnya yaitu :
1. Penelitian ini
2.

1.4 METODELOGI PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan dilaboratorium dengan menggunakan alat titration
potential meter sertra alat pendukung lainnya untuk menentukan konsentrasi optimum
solven yang akan melarutkan dua jenis surfaktan anionic dan nonionic.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ENHANCED OIL RECOVERY (EOR)


Secara umum operasi pengurasan hidrokarbon dibagi dalam tiga tahapan
yaitu: primer, sekunder, dan tersier. Primary recovery atau tahap produksi awal,
dihasilkan dari perpindahan energi secara alami dari dalam reservoir itu sendiri.
Secondary recovery atau tahap kedua produksi, biasanya dilakukan bila produksi
pada tahap primary recovery mulai menurun. Pada umumnya secondary recovery
berupa waterflooding, pressure maintenance, dan injeksi gas. Tertiary recovery,
tahap ketiga produksi, adalah metode yang digunakan setelah waterflooding (atau
metode secondary recovery apapun yang digunakan). Tertiary recovery
menggunakan miscible gases, bahan kimia, dan/atau energi panas (thermal) untuk
meningkatkan produksi minyak jika secondary recovery sudah tidak ekonomis lagi
(Sheng, 2011).
Saat ini metode pengurasan hidrokarbon menjadi hal utama dari produksi
minyak yang diambil dari reservoir. Jika rata-rata recovery factor diseluruh dunia dari
reservoir hidrokarbon dapat meningkat, maka hal ini dapat mengatasi beberapa
masalah menyangkut pasokan energi global. Hingga pada saat ini, produksi minyak
yang diambil dari lapangan langsung tidak seimbang dengan meningkatnya
kebutuhan minyak dunia (Kokal & Al-Kaabi, 2010). Maka dari itu, berbagai
teknologi pada enhance oil recovery (EOR) menjadi salah satu solusi dalam
penyelesaian masalah ini.
Metode EOR telah berfokus pada pemulihan sisa cadangan dari reservoir yang
telah kehabisan energi selama penerapan metode primary recovery dan secondary
recovery. Sebagian besar minyak yang telah diambil dari ladang minyak, telah dicoba
beberapa metode EOR yang menawarkan untuk meningkatkan produksi mulai 30%
hingga 60% (atau lebih banyak) dari original oil in place sebelumnya (Speight, 2009).
2.1.1 EOR DI DUNIA
2.1.2 EOR DI INDONESIA
2.2 CHEMICAL INJECTION EOR
2.3 SURFACTANT INJECTION EOR
Surfaktan (surface active agent) adalah suatu zat yang bersifat aktif
permukaan yang dapat menurunkan tegangan antar muka, antara minyak dan air
karena strukturnya yang amphifilik, yaitu adanya dua gugus yang memiliki derajat
polaritas yang berbeda pada molekul yang sama. Gugus hidrofilik bersifat mudah
larut dalam air, sedangkan gugus hidrofobik bersifat mudah larut dalam minyak
(Pratomo 2005).
Surfaktan biasanya senyawa organik yang amphifilik, berarti mereka terdiri
dari hidrokarbon rantai (kelompok hidrofobik, "ekor") dan kelompok hidrofilik
("kepala"). Oleh karena itu, mereka larut dalam pelarut organik dan air. Mereka
mengadsorpsi atau berkonsentrasi di permukaan atau antarmuka fluida/cairan untuk
mengubah sifat permukaan secara signifikan, khususnya untuk mengurangi tegangan
permukaan atau tegangan antar muka (IFT) (Sheng 2011).
Surfaktan berdasarkan gugus hidrofilnya dibagi menjadi empat kelompok
yaitu surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan non-ionik, dan surfaktan
amfoterik (Rosen 2004). Data jumlah konsumsi surfaktan dunia menunjukkan bahwa
surfaktan anionik merupakan surfaktan yang paling banyak digunakan yaitu sebesar
50%, kemudian disusul non-ionik 45%, kationik 4%, dan amfoterik 1% (Watkins
2001).
Surfaktan anionik adalah yang paling banyak digunakan dalam injeksi kimia
untuk Enhanced Oil Recovery karena mereka menunjukkan adsorpsi yang relatif
rendah pada batuan pasir yang permukaannya bermuatan negatif. Surfaktan non ionik
terutama berfungsi sebagai co-surfaktan untuk memperbaiki kelakuan fasa. Meskipun
surfaktan non ionik lebih toleran terhadap salinitas yang tinggi, tetapi sebagian besar
tidak tahan terhadap panas yang tinggi, yang membuat IFT-nya naik pada suhu yang
tinggi. Cukup sering, campuran anionik dan nonionik digunakan untuk meningkatkan
toleransi terhadap salinitas. Surfaktan kationik jarang digunakan dalam reservoir batu
pasir karena adsorpsinya yang tinggi pada bautan pasir, surfaktan kationik sering
digunakan pada batuan digunakan dalam batuan karbonat untuk mengubah wettability
dari oil wet menjadi water wet. Surfaktan zwitterionic mengandung dua kelompok
aktif. Jenis surfaktan nonionik zwitterionic dapat-anionik, atau non ionic tergantung
pH medianya. Surfaktan ini tahan terhadap suhu dan salinitas, tetapi harganya relatif
mahal (Lake 1989).
Menurut Matheson (1996) surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan
negatif pada bagian hidrofilik atau aktif permukaan (surface-active). Sifat hidrofilik
disebabkan karena keberadaan gugus ionik yang sangat besar, seperti gugus sulfat
atau sulfonat. Beberapa contoh surfaktan anionik yaitu linear alkilbenzen sulfonate
(LAS), alkohol sulfat (AS), alkohol eter sulfat (AES), alfa-olefin sulfonate (AOS),
parafin (secondary alkane sulfonate, SAS), dan metil ester sulfonat (MES).

Anda mungkin juga menyukai