Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar

pengaruhnya terhadap peningkatan pembangunan dan kelangsungan jalannya roda

pemerintahan karena jumlahnya relative stabil. Dalam perpajakan terdapat istilah

pajak keluaran yaitu pajak terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha kena

pajak yang melaukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dan

pajak masukan yaitu pajak yang seharusnya sudah dibayar oleh pengusaha kena

pajak karena perolehan barang kena pajak atau penerimaan jasa kena pajak.

Apabila pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran maka wajib pajak akan

mengalami lebih bayar dan wajib pajak mempunyai hak untuk melakukan

restitusi, karena selain mempunyai kewajiban untuk memungut pajak dari rakyat,

pemerintah juga memiliki kewajiban untuk merestitusi kelebihan pajak yang telah

dibayar oleh wajib pajak.

Pada dasarnya wajib pajak tidak menginginkan terjadinya restitusi pajak, kecuali

jika restitusi tersebut memaang tidak dapat dihindari. Wajib pajak menginginkan

besarnya pajak yang telah dibayar sudah sesui dengan yang seharusnya tidak lebih

dan tidak kurang. Kelebihan pajak dapat terjadi pada semua jenis pajak baik PPh,

PPn, PPnBm dan sebagainya. Kelebihan pajak terjadi akibat adanya kelebihan

pembayaran atau adanya kesalahan dalam pemotongan atau pemungutan yang

dilakukan oleh wajib pajak sendiri


1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Restitusi Pajak

Istilah restitusi pajak atau pengembalian pajak tercantum dalam pasal 17

Undang-Undang No. 6 Tahun 193 tentang ketentuan umumdan tata cara

perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-

Undang Np. 2 Tahun 2007 (UU KUP). Restitusi pajak adalah permohonan

pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak

kepada negara. Kelebihan pembayaran pajak tersebut merupakan hak bagi wajib

pajak. UU KUP secara umum menyebutkan restitusi sebagai pengembalian

kelebihan pajak yang artinya negara membayar kembali aytau mengembalikan

pajak yang telah di bayar oleh wajib pajak. Pengembalian kelebihan pembayaran

pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar

lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran

pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan WP tidak punya hutang

pajak lain.

Tata Cara Restitusi Pajak

Sejak berlakunya UU KUP dan peraturan pemerintah No. 74 Taahun 2011 tentang

tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan untuk

mendapatkan restitusi pajak terdapat tiga cara yaitu verifikasi, pemerksaan dan

penelitian. Tata cara pengembalian atas restitusi pajak adalah sebagai berikut :
1. Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur
Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
2. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:

 Untuk PPh, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang
terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang.

 Untuk PPN, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang
terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang. Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut
PPN , maka jumlah pajak yang terutang adalah jumlah pajak Keluaran
setelah dikurangi Pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut

 Untuk PPnBM, jika Pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak
yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak
seharusnya terutang.

3. SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lambat 12 (dua belas)
bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, kecuali untuk kegiatan
tertentu ditetapkan lain dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak.
4. Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Direktur
Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap
dikabulkan, dan SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan
setelah jangka waktu berakhir

Dasar Hukum

Dengan terbitnya peraturan menteri keuangan No. 39/PMK.03/2018 tentang tata


cara pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak,
mengklasifikasikan persyaratan menjadi 3 subjek pajak melalui prosedur
pemeriksaan sesuai pasal 17B UU KUP sebagai berikut :

1. WP “kriteria tertentu” (Pasal 17 UU KUP) diatur dalam BAB III PMK


39/2018 dengan kriteria :
a. Tepat waktu menyampaikan SPT
1) SPT tahunan (3 tahun pajak terakhir)
2) SPT Masa Januari-November (tahun pajak terakhir)
3) Bila terdapat keterlambatan penyampaian SPT masa :
 Maksimal 3 masa pajak bagi setiap jenis pajak dan tidak
berturut-turut
 Tidk lewat batas waktu penyampaian SPT masa berikutnya
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak, kecuali dengan izin meunda atau
mengangsur :
1) Keadaan pada 31 Desember tahun terakhir
2) Selain utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan
c. Memiliki laporan keuangan yang diaudit dengan pendapat WTP selama 3
tahun berturut-turut :
1) Diaudit oleh akuntan public atau lembaga pengawas keuangan
pemerintah
2) Laporan keuangan yng dilampirkan dalam SPT tahunan
d. Tidak pernah dipidana di bidang perpajakan dalam 5 tahun terakhir
2. Wajib pajak “persyaratan tertentu” (Pasal 17D UU KUP) diatur dalam BAB
V1 PMK 39/2018 yang meliputi 4 kriteria :
a. WP OP tidak menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (nilai LB
di SPT tahun PPh tidak dibahas)
b. WP OP menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (nilai LB di
SPT tahunan PPh maksimal 100 juta)
c. WP badan (nilai LB di SPT masa PPh maksimal 1 M)
d. Pengusaha kena pajak (nilai LB di SPT masa PPh maksimal 1 M)
3. PKP berisiko rendah (pasal 9 ayat 4c UU PPN)terdiri dari, perusahaan yang
sahamnya diperdagangkan di bursa efek, BUMN/BUMD, Mitra Utama
Kepabean (MITA), Operator Ekonomi Bersertifikat, pabrikan atau produsen
yang memiliki tempat produksi, PKP dengan nilai LB restitusi sampai dengan
1 M. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi oleh subyek pajak untuk
menjadi PKP berisiko rendah yaitu :
a. Tidak sedang dilakukan bukper/penyidikan
b. Tidak pernah dipidana 5 tahun terakhir
c. Khusus utk PKP pabrikan/produsen, menyampaikan SPT masa PPN tepat
waktu selama 12 bulan terakhir

2.2 Penyebab Terjadinya Lebih Bayar Pada PPn

Kelebihan PPn hanya dapat terjadi pada pengusaha kena pajak yang dalam
menghitung besarnya PPn harus dibayar setiap bulannya dengan mekanisme
pengkreditan antara pajak keluaran dengan pajak masukan. Pada dasarnya
kelebihan bayar dapat terjadi apabila besarnya pajak masukan dikreditkan
terhadap pajak keluaran yang lebih besar.

Pajak masukan yang mengakibatkan lebih bayar dan dapat diminta kembali
dengan syarat sebagai berikut :

 Perolehan pajak masukan berkaitan dengan kegiatan usaha atau produk


yang akan diekspor atau dijual
 Tidak diperlakukan sebagai biaya
 Tidak dikreditkan melebihi tiga bulan dari masa diperolehnya pajak
masukan

Kelebihan PPn Akibat Ketentuan Perpajakan

Kelebihan PPn dapat terjadi karena adanya berbagai ketentuan perpajakan antara
lain sebagai berikut :

a. Tarif PPn Pada Ekspor 0%

Adanya tariff PPn pada ekspor sebesar 0% akan menyebabkan terjadinya


kelebihan pembayaran PPn pada wajib pajak karena pada saat membeli barang
kena pajak maupun jasa kena pajak yang berkaitan dengan kegiatan usaha atau
industry atas produk yang akan diekspor, wajib pajak yang telah dipungut PPn
yang merupakan pajak masukan
b. Pemungutan PPn Oleh Bendaharawan pemerintah

Wajib pajak yang akan melakukan transaksi dengan bendaharawan pemerintah


baik pusat maupun daerah, besarnya pajak keluaran yang seharusnya dibayar
setiap bulan adalah setelah diperhitungkan dengan pajak masukan, teatapi oleh
bendaharawan pemerintah, pajak keluaran tersebut telah dipungut terlebih dahulu
sehingga apabila wajib pajak mempunyai pajak masukan, maka pajak masukan
tersebut dikreditkan sehingga menjadi lebih bayar.

c. PPn Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah

Lebih bayar dapat terjadi karena PPn keluaran tidak dipunggut oleh pihak penjual
atau dapat pula karena ditanggung pemerintah sehingga apabila wajib pajak
mempunyai PPn masukan atau ditanggung pemerintah. PPn masukan tidak
ditanggung pemerintah dan PPn masukan berkaitan dengan kegiatan usaha
apabila dikreditkan terhadap pajak keluaran maka akan terjadi lebih bayar

Kelebihan PPn Akibat Pembelian Lebih Besar dari Penjualan

Adanya fluktuasi penjualan dan pembelian setiap bulan memungkinkan akan


terjadi jumlah penjualan lebih tinggi dari pembeliaan dan pasa masa yang lain
jumlah pembeian lebih tinggi dari pejualan, apabila jumlah pembelian lebih tinggi
dari penjualan maka jumlah pajak masukan pada masa tersebut diprediksi lebih
tinggi dari pajak keluaran yang menyebabkan PPn lebih bayar

Kelebihan PPn Akibat Pengaturan Pajak Masukan

Pajak masukan seharusnya dikreditkan kepajak keluaran pada masa yang sama,
namun demikian masih diperkenakan untuk dikreditkan setelah masa tiga bulan,
yang apabila digabung dengan pajak masukan masa yang berkaitan dengan pajak
keluaran maka akan menyebabkan terjadinya lebih bayar

Kelebihan PPn Akibat Pengaturan Pajak Keluaran

Kelebihan PPn yang dipunggut oleh pihak lain juga dapat terjadi karena
penundaan pengakuan dari pajak keluaran oleh pengusaha kena pajak. Pada
dasarnya pengakuan penjualan harus diakui oleh pengusaha kena pajak
berdasarkan system akrual basis menyebabkan penjualan harus diaui walaupun
masih berupa piutang termasuk yang berupa uang muka meskipun barang yang
akan dibeli masih dalam tahap pemesanan. Pada saat terjadi transaksi penjualan
termasuk pesanan barang yang sudah dibayar dengan uang muka pengusaha harus
menerbitkan aktur pajak baik sederhana maupun standard an sejak pembuatan
faktur, PKP harus melaporkan sebagai pajak keluaran yang akan diperhitungkan
dengan pajak masukan.

Pengaturan pajak keluaran dari penjualan dapat dilakukan dengan membuat


tanggal mundur dari faktur penjualan atau faktur pajak yang dibuat oleh PKP.
Bagi pembeli yang akan melakukan pembayaran secara tunai, pengunduran
pembuatan faktur sangat merugikan karena pajak keluaran bagi pembeli
merupakan pajak masukan yang akan diperhitungkan sebagai kredit pajak, namun
bagi pembeli kredit penundaan pembuatan faktur ini dimungkinkan karena
walaupun pajak masukan atas barang yang dibeli tersebut dapat dikreditkan tetapi
pembayaran belum dilakukan memungkinkan pembeli akan menerima perlakuan
tersebut.

2.3 Kelebihan Pajak Pada PPh

Kelebihan pajak pada PPh dapat terjadi karena adanya kelebihan pembayaran
dana tau pemotongan/pemungutan PPh atau adanya kesalahan pemotongan atau
pemungutan PPh atau adanya ketentuan perpajakan yang menyebabkan terjadinya
lebih bayar. PPh yang dipunggut oleh pihak lain dapat diperlakukan sebagai kredit
pajak pada akhir tahun kecuali PPh tersebut diperlakukan sebagai PPh
final.kelebihan PPh pada yang terajadi pada saat pemotongan maupun
pemungutan baik disebbakan oleh adanya kesalahan tarif atau kesalahn
pemotongan maupun pemungutan dapat dirinci per jenis pajak menjadi sebagai
berikut :
Kelebihan Pemotongan PPh Pasal 21

Pemotongan PPh pasal 21 dilakukan oleh pemberi kerja kepada karywan baik
yang berstatus sebagai karyawan tetap, tidak tetap, bulanan, mingguan, harian dan
lainnya. Pemotongan PPh pasal 21 dapat dilakuakan oleh pemberi kerja yang
menyebabkan adanya pembayaran yang lebih besar dari seharusnya, hal ini terjadi
karena berbagai kemungkinan antara lain sebagai berikut ;

1. Kesalahan tarff PPh pasal 21 yang mengakibatkan lebih bayar, tariff PPh
pasal 21 diterapkan menggunakan cara progresif “semakin besar penghasilan
kena pajak akan semakin tinggi pula besaran tariff PPh terutang”. Apabila
peotongan PPh pasal 21 ini salah, mengunakan tariff yang lebih tinggi dari
yang seharusnya maka kelebihan pemotongan PPh pasal 21 akan terjadi.
Contoh : CV Mawadah pada than 2010 mempunyai penghasilan kena pajak
Rp 45.000.000 seharusnya PPh terutang sebesar ;
5% x Rp 25.000.000 = Rp 1.250.000
0% x Rp 20.000.000 = Rp 2.000.000 +
Jumlah PPh pasal 21 terutang = Rp 3.250.000
Tetapi dipotong dengan perhitungan seperti dibawah ini
10% x Rp 45.000.000 + Rp 4.500.000
Lebih bayar PPh pasal 21 yang dipotong adalah Rp 1.250.000
2. Kesalahan dasar pengenaan PPh pasal 21 yang mengakibatkan lebih bayar,
pemotongam PPh pasal 21 dapat lebih besar dari yang seharusnya dapat
terjadi karena berbagai kemungkinan seperti :
 Adanya kesalahan pada pengakuan penghasilan
 Adanya kesalahan pada pengakuan PTKP
 Adanya kesalahan pada cara perhitungan PPh
2.3.2 Kesalahan Tarif PPh pasal 22 Mengakibatkan Lebih Bayar

Pemungutan PPh pasal 22 dapat dilakuakn oleh beberapa pihak sebagai berikut ;

 Bendaharawan Pemerintah
 Ditjen Bea dan Cukai
 Industri tertentu

Perlakuan dan tariff PPh pasal 22 adalah sebagai berikut

Tabel Tarif dan Pelakuan PPh Pasal 22


No Pemungutan Atas Tarif Perlakuan
1 Bendaharawan Pemerintah Pengadaan barang 1,5% Dikreditan
2 Industri/Exportir Barang peertanian 0.5% Dikreditan
3 Bea Cukai Inpor dengan API 2.5% Dikreditan
4 Industri Tembakau Produk tembakau 0.15% Final
5 Industri Semen Produk semen 0.25% Final
6 Industri Kertas Produk kertas 0.2% Dikreditan
7 Industri Baja Produk baja 0.3% Dikreditan
8 Industri Otomotif Produk otomotif 0.45% Dikreditan

Pemungutan PPh pasal 21 dapat menyebabkan adanya pengutan yang lebih besar
dari seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena berbagai kemungkinan antara lain :

1. Kesalahan tarif PPh pasal 22 yang mengakibatkan lebih bayar apabila PPh
pasal 22 ini terjadi kesalahan, menggunakan tarif yang lebih tinggi dari
seharusnya maka akan terjadi kelebihan pemungutan PPh pasal 22.
Contoh : bendaharawan melakukan transaksi pengadaaan barang senilai
Rp 5.500.000 dan dipunggut PPh pasal 22 sebesar 2.5% atau sebesar Rp
125.000.
Seharusnya PPh apsal 22 yang diunggut adalah sebesar :
1.5% x 100/110 x Rp 5.500.000 = Rp 75.000
Sehingga terjadi lebih bayar sebesar Rp 50.000
2. Kesalahan dasar pengenaan PPh pasal 22 yang mengakibatkan lebih bayar,
dimana dasar pemungutan PPh pasal 22 adalah DPP atau harga jual tidak
termasuk PPn apabila pemungutan PPh pasal 22 dalam memungutnya
mempergunakan dasar harga jual termasuk PPn maka akan terjadi salah
penggut yang menyebabkan lebih bayar.Contoh : Bendaharawan
melakukan transaksi pengadaan barang senilai RP 5.500.000 dan dipungut
PPh pasal 22 sebesar 1.5% dari harga jual termasuk PPn sebesar Rp
82.500.
Seharusnya PPh pasal 22 yang dipungut adalah sebesar :
1.5% x 100/110 x Rp 5.500.000 = Rp 75.000
Sehingga terjadi lebih bayar sebesar Rp 7.500.

Lebih Bayar Akibat Pemotongan PPh Pasal 23

Pada dasarnya tarif PPh pasal 23 adalah dibawah tariff PPh orang pribadi, yaitu
sebesar 5%, namun demikian masih terdapat tariff pemotongan PPh pasal 23 yang
lebih tinggi dibanding tariff minimal PPh orang pribadi 5%. Demikian dengan
pemotongan PPh pasl 23 yang dilakukan oleh perusahaan kontrak karya yang
diatur khusus sesuai perjanjian yang tarifnya dapat melebihi 5% bahkan sampai
10%. Lebih bayar pemotongan PPh pasal 23 dapat terjadi karena beberapa sebab
yaitu ;

 Kesalahan dasar pemotongan PPh


 Kesalahan tariff

Dasar Pemotongan PPh Pasal 23 Lebih Tinggi

Kesalahan pemotongan PPh pasal 23 dapat terjadi karena dasar pemotongan yang
salah yang memungkinkan terjadinya lebih bayar PPh pasal 23

Tabel Penghasilan Neto Jasa dan Sewa

No Jenis Kegiatan Tariff PPh Sifat PPh

1 Dividen, bunga, royalty, hadiah penghargaan 15% Dikreditkan

2 Sewa dan penghasilan sehubungan dengan 2% Dikreditkan


penggunaan harta khusus kendaraan
angkutan darat dan sewa dan penghasilan
lain sehubungan dengan penggunaan harta

3 Jasa teknik, jasa manajemen. Jasakonsultan, 2% Dikreditkan


jasa lainnya

4 Jasa pembasmi hama, pembersih katering 1.5% Dikreditkan

Penghasilan neto dari penghasilan jasa, sewa, bunga, royalty maupun dividen

tersebut dihitung setelah PPn kecuali jika terhadap jasa, sewa, bunga, royalty

maupun dividen tersebut tidak terutang PPn maka dihitung dari penghasilan

brutonya.
Kelebihan PPh Akibat Penurunan Usaha

Lebih bayar dapat terjadi apabila wajib pajak mengalami penurunan usaha setelah

pertengahan tahun di mana wajib pajak telah melakukan PPh pasal 25 pada tahun

bersangkutan sesuai SPT tahun sebelumnya. Lebih bayar akibat adanya penurunan

usaha dapat dihindari apabila pada saat diketahui adanya penurunan kegiatan

usaha dan menurut prediksi akan terjadi sampai akhir tahun wajib pajak harus

segera mengajukan pengurangan angsuran pembayaran PPh apsal 25. Apabila

wajib pajak telah melakukan pengurangan angsuran pembayaran tanpa

mendapatkan persetujuan penguranan angsuran maka ats pengurangan angsuran

PPh pasal 25 tersebut diterbitkan SPT oleh fiskus dimana pokok STP tersebut

dibayar atau tidak dibauyar oleh WP akan tetap merupakan kredit pajak sehingga

lebih bayar tetap akan terjadi.

Kelebihan Pajak Hasil Keberatan dan banding

Keputusan keberatan maupun banding yang diterbitkan atas pemohon wajib pajak

dapat mengakibatkan terjadinya lebih bayar. Pada saat mengajukan keberatan atau

banding wajib pajak diharuskan melakukan pembayaran sebesar yang diakui

kebenarannya oleh wajib pajak pada saat closing antara pemeriksa pajak dan

wajib pajak sebelum diterbitkannya ketetapan pajak yang menjadi dasar

pengajuan keberatan atau banding. Apabila besarnya pajak yang telah dibayar atas

ketetapan pajak tersebut lebih besar disbanding pajak yang kurang bayar hasil
keputusan keberatan maupun banding maka akan terjadi kelebihan pembayaran

pajak.

Kelebihan pajak yang telah dibayar dapat diperoleh kembali melalui proses

restitusi dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% perbulan sejak saat dibayar

sampai dengan restitusi tersebut diterbitkan. Dengan imbalan bunga 2% cukup

memadai untuk mengganti kerugian wajib pajak atas kerugian dari pembayaran

ketetapan pajak yang seharusnya tidak perlu dibayar. Namun demikian imbalan

bunga sebesar 2% tersebut dapat merugikan wajib pajak jika waktu mengedapnya

cukup lama, walaupun pada tingkat bunga diluar lebih rendah 2%.

2.4 Tindakan Wajib Pajak Berkaitan Kelebihan Pajak

Kembali oleh wajib pajak atau pengusaha kena pajak yang mengalami klebihan

bayar atau yang mengalami kelebihan pemotonga atau pemungutan pajak.

Kelebihan bayar dapat dimintai kembali dengan cara melalui restitusi dan melalui

banding.

Tindakan Wjib Pajak Berkaitan Permohonan Kelebihan Kelebihan Pajak Melalui

Restitusi

Permohonan kelebihan pembayaran pajak melalui restitusi dapat dilakukan

menurut jenisnya yaitu :

a. Tindakan Wajib Pajak Berkaitan Permohonan Kelebihan PPn Melalui

Restitusi
Permohonan kelebihan PPn melalui restitusi dapat dilakukan menggunakan surat

permohonan tersendiri atau dengan surat permohonan yang ada pada SPT.

Walaupun surat permohonan restitusi dibuat tersendiri, tetapi SPT PPn sejak

terjadinya lebih bayar harus tetap dibuat oleh wajib pajak, bahkan sejak wajib

pajak dikukuhkan senagai PKP, kewajiban laporan SPT masa bulan harus

dilakukan baik dalam kondisi lebih bayar maupun dalam kondisi kurang bayar.

Pada dasarnya kelebihan PPn hanya dapat dimintai kembali apabila wajib pajak

melaporkan SPT PPn sejak terjadinya lebih bayar sampai dengan saat dimintai

restitusi.

Bagi wajib pajak yang mempunyai pajak masukan maka harus dikreditkan dalam

SPT masanya tidak melebihi jangka waktu 3 bulan sejak diperolehnya pajak

amsukan tersebut, namun apabila pajak masukan diterima oleh wajib pajak setelah

lewat dari 3 bulan maka wajib pajak harus membentulkan SPT masnya sesuai

dengan masa yang diperkenankan agar pajak masukan tersebut dapat dikreditkan.

Apabila wajib pajak telah memutuskan untuk melakukan restitusi PPh maka wajib

pajak harus benar-benar mempersiapkan diriterutama denga kelengkapan dan

kebenaran data maupun dokumen yang meliputi ;

1. Kebenaran Pajak Masukan

Pajak masukan yang diakui oleh wajib pajak, bagi penjual merupakan pajak

keluaran yang harus dilaporkan pada SPT masa PPn dari penjual, termasuk dalam

rangkaian penelitian kebenaran pajak masukan, pemerikasaan pajak yang akan

dikonfirmasi pada KPP dimana WP penjual tersebut melaporkan SPTnya.


Apabila hasil konfirmasi dinyatakan bahwa pajak masukan tersebut telah diakui

sebagai pajak keluaran oleh penjual maka pajak masukan yang akan direstitusi

tersebut dapat diproses lebih lajut, tetapi apabila berdasarkan hasil konfirmasi

dinyatakan bahwa pajak masukan tidak ada atau tidak cocok, maka pajak

masukan tersebit tidak dapat diproses lebih lanjut.

2. Kebenaran Pajak Keluaran

Pajak keluaran yang diakui oleh wajib pajak harus benar, tidak ada terdapat

penjual yang belum diakui pada SPT masa, karena akan berakibat PPn lebih

bayar menjadi kurang bayar. Apabila PPn lebih bayar menjadi kurang bayar,

selain dikenai sanksi keterlambatan bayar, juga dapat dikenai sanksi karena tidak

seharusnya mengompensasikannya. Faktur pajak yang berkaitan dengan pajak

keluaran juga harus diteliti kebenarannya, karena apabila faktur pajak berkaitan

dengan pajak keluaran dianggap cacat maka kepada wajib pajak dapat dikenakan

sanksi denda yang akan mengurangi jumlah kelebihan PPn

3. Kebenaran Persediaan

Salah satu penyebab lebih bayar PPn adalah karena pembelian lebih besar dari

penjualan yang berarti besarnya persediaan baik berupa bahan baku dan bahan

bantu, maupun barang dalam proses dan barang jadi akan meningkat.

Meningkatnya persediaan dapat dilihat pada pembukuan maupun pada laporan

keuangan wajib pajak. Demikian pula meningkatnya persediaan pada pembukuan

harus sama dengan menigkatnya persediaan secara fisik yang tentu saja akan

menambah besarnya persediaan pada gudang wajib pajak.


b. Tindakan Wajib Pajak Berkaitan Permohonan Kelebihan PPh Melalui

Restitusi

Permohonan restitusi pada PPh dapat terjadi atas PPh yang lebih bayar pada akhir

tahun atau kelebihan pembayaran PPh pada masa tertentu. Permohonan kelebihan

PPh melalui restitusi dapat dilakukan menggunakan surat permohonan tersendiri

atau melalui surat permohonan yang ada pada SPT pada masa PPh saat terjadinya

lebih bayat yang harus dibuat oleh wajib pajak. Bahkan sejak wajibb pajak

mendapatkan pengahsilan, kewajiban pelaporan SPT tahunan maupun masa PPh

harus dilakukan baik dalam kondisi lebih bayar, nihil maupun dalam kondisi

kurang bayar.

Bagi wajib pajak yang mempunyai kredit pajak PPh harus dikreditkan pada PPh

terutang dalam masa SPT sama, namun demikian apabila kredit pajak PPh

diterima oleh wajib pajak setelah masa SPT tahunan bersangkutan maka wajib

pajak harus membetulkan SPT tahunan pada masa kredit pajak terkait agar kredit

pajak tersebut dapat dikreditkan.

Apabila wajib pajak telah mengambil sikap untuk melakukan restitusi PPh, maka

wajib pajak harus benar-benar mempersiapkan diri terutama berkaitan dengan

kelengkapan dan kebenaran data maupun dokumen yang meliputi :

1. Kebenaran Kredit Pajak


Yang dapat direstitusi oleh wajib pajak dapat berupa kelebihan pembayaran satu

jenis pembayaran PPh dapat berupa kelebihan kredit PPh terhadap PPh terutang

pada akhir tahun. Kredit PPh bagi pemotong pajak harus dibayar oleh pemotong

pajak dan harus dilaporkan pada SPT amsa PPh masing-masing, seperti PPh apsal

21, PPh pasal 22, PPh 22 Impor, PPh apsal 23. Termasuk dalam rangkaian

penelitian kebenaran kredit pajak pemeriksa pajak akan melakukan konfirmasi

pada KPP dimana WP PPh tersebut melaporkan SPTnya.

2. Kebenaran Pajak Terutang

Kebenaran pajak terutang akan dihitung lagi oleh pemeriksa berdasarkan data

penghasilan dan biaya yang diakui wajib pajak baik pada pembukuan atau data

pendukungnya. Wajib pajak dalam perhitungan besarnya PPh terutang harus

cermat. Apabila ternyata besarnya PPh terutang akan dikoreksi oleh pemeriksa

pajak maka besarnya kelebihan PPh tersebut akan berkurang bahkan dapat

menjadi kurang bayar.

Tindakan Wajib Paajak Berkaitan Permohonan Kelebihan Pajak Melalui

Keberatan

Disbanding dengan permohonan kelebihan pajak melalui restitusi, permohonan

kelebihan pajak melalui keberatan lebih sederhana. Hanya saja pajak yang

diminta kembali melalui proses keberatan hanyalah yang sal dalam hal

pemotongan atau pemungutan, baik kesalahan tariff ataupun kesalahan dasar

pemotonagn atau pemungutan. Tindakan yang diperlukan dari wajib pajak yang

pemotongan atau pemungutan teralalu besar berkaitan dengan transaksi yang


dilakukan denga segera mengajukan keberatan paling lama 3 bulan sejak

dipotongnya atau dipungutnya pajak dengan mempergunakan surat keberatan.

Dokumen yang perlu disiapkan oleh wajib pajak dalam pengajuan keberatan ini

adalah dokumen yang berkaitan dengan bukti pemotongan atau pemungutan

pajak. Apanila pemotonagn atau pemungutan yang terlalu besar tersebut tidak

bersifat final tidak perlu mengajukan permohonan keberatan karena pada akhir

tahun PPh akan diperhitungkan pada PPh terutang terkucuali wajib pajak

menganggap bahwa apabila kelebihan tersebut diperhitungkan pada akhir tahun

maka akan menjadi lebih bayar.

Contoh Kasus :

PT Argo telah melakukan pembayaran PPh pasal 25 mulai bulan januari – Mei :

Bulan Jumlah
Januari Rp 10.000.000
Februari Rp 10.000.000
Maret Rp 10.000.000
April Rp 15.000.000
Mei Rp 15.000.000

Pada bulan juni perusahaan merasakan penurunan omzet. Setelah dipelajari maka

disimpulkan kemungkinan penurunan omzet akan terjadi sampai akhir tahun dan

diprediksi bahwa penghasilan kena pajak tahun ini akan mencapai Rp

100.000.000

No Bulan Tidak Mengajukan Mengajukan Selisih


Pengurangan Pengurangan
1 Januari 10.000.000 10.000.000 0
2 Februari 10.000.000 10.000.000 0
3 Maret 10.000.000 10.000.000 0
4 April 15.000.000 15.000.000 0
5 Mei 15.000.000 15.000.000 0
6 Juni 15.000.000 8.000.000 7.000.000
7 Juli 15.000.000 8.000.000 7.000.000
8 Agustus 15.000.000 8.000.000 7.000.000
9 September 15.000.000 8.000.000 7.000.000
10 Oktober 15.000.000 8.000.000 7.000.000
11 November 15.000.000 8.000.000 7.000.000
12 Desember 15.000.000 8.000.000 7.000.000
165.000.000 116.000.000 49.000.000

Wajib pajak segera mengajukan prmohonan angsuran PPh pasal 25 kepada fiskus

dan mulai bulan juni besarnya PPh pasal 25 hanya menjadi 8.000.000.

Bagaimana perbandingan pembayaran PPh 25 antara WP yang mengajukan

pengurangan pembayaran PPh 25 dan yang tidak mengajukan angsuran PPh 25 ?

Realisasi penghasilan kena pajak pada akhir tahun ternyata sebesar Rp

550.000.000, sehingga besarnya PPh terutang adalah Rp 147.500.000. dari

besarnya PPh terutang sebesar Rp 147.500.000 tersebut, apabila wajib pajak tidak

mengajukan permohonan pengurangan angsuran maka akan terjadi lebih bayar

sebesar Rp 165.000.000 – Rp 147.500.00 atau sebesar Rp 17.500.000. Karena

wajib pajak mengajukan permohonan pengurangan PPh 25 maka posisi SPT

tahunan PPh 25 tahun ini menjadi kurang bayar sebesar Rp 147.500.00 – Rp

116.000.000 atau sebesar Rp 49.000.000.

Memang pada akhir tahun pembayaran PPh pasal 29 akan menjadi lebih besar

tetapi bagi wajib pajak akan lebih menguntungkan menunda pembayaran PPh

pasal 29 daripada membayar di depan PPh pasal 25 bahkan kalaupun harus terjadi

lebih bayar.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai