PENDAHULUAN
Congenital talipes equinovarus (CTEV) yang juga dikenal sebagai ‘club foot’ adalah
istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan deformitas umum terjadi pada anak-anak
dimana kaki berubah dari posisi yang normal, deformitas ini meliputi fleksi dari pergelangan
kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Principles of
Surgery, Schwartz). Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan kelainan
pada kaki yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle-nya. Sedangkan Equinovarus
berasal dari kata Equino (kuda) dan varus (bengkok kearah dalam/medial).
Penyebab kelainan ini belum diketahui dengan pasti. Pada beberapa kelainan adanya
kelainan perkembangan defek fetal dimana terjadi ketidakseimbangan otot invertor dan evertor.
Insiden sedikitnya 1-2 per 1000 kelahiran, sering pada laki-laki daripada perempuan (2:1).
penderita dapat melakukan aktifitas secara normal baik ketika anak-anak maupun setelah tumbuh
dewasa. Penatalaksaan CTEV harus dapat dilakukan sedini mungkin, minimal beberapa hari
setelah lahir, meliputi koreksi pasif, mempertahankan koreksi untuk jangka panjang dan
pengawasan sampai akhir pertumbuhan anak. Pada beberapa kasus diperlukan tindakan
pembedahan. Penatalaksanaan rehabilitas medis pada penderita CTEV sangat penting dalam hal
mencegah terjadinya disabilitas secara dini maupun setelah dilakukan tindakan koreksi secara
operatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Articulatiotalocruralis
Jenis sendi adalah gynglimus synovial yang meliputi tibia, fibula, dan talus. Penguat
sendi ligamentum mediale (deltoideum) pars tibionavicularis, pars tibiocalcanea, pars tibiotalaris
Sumbu gerak pada sendi ini adalah sumbu frontal yang berjalan dari kraniomedialis ujung bawah
malleolus medialis sampai kaudolateralis ujung bawah pada malleolus lateralis, sumbu ini
membentuk sudut pada bidang transversa sebesar 7°. Bila dilihat dari atas anteromedial ke
Gerak sendi fleksi dorsalis meliputi M.tibialis anterior, M.extensor digitorum longus,
M.peroneus tertius, M.extensor hallucis longus. Tulang-tulang kaki selain metatarsal dan falang
disebut tulang tarsal. Tulang-tulang tarsal itu terdiri dari talus, kalkaneus, kuboid, navikular, dan
kuneiformis.
2.2 Definisi
Congenital talipes equinovarus (CTEV) sering disering disebut juga club foot adalah
deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inverse tungkai, adduksi dari kaki depan,
dan rotasi media dari tibia. Taliper berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan
suatu kelaianan pada kaki yang menyebabkan penderitanya erjalan dengan pergelangan kakinya.
Sedangkan Equinovarus berasal dari kata equino (seperti kuda), dan Varus (bengkok kea rah
dalam/medial).
Kelaianan bawaan ini merupakan gabungan beberapa keadaan, yaitu keadaan adduksi,
dan supinasi kaki pada sendi tarso-metotarsal, posisi varus kalkaneus pada sendi subtalar,
kedudukan equinos pada sendi pergelangan kaki, dan deviasi ke arah medial seluruh kaki
terhadap lutut deviasi ke medial kaki disebabkan angulasi leher talus dan torsi tibia kearah
dalam. Tingkatnya dapat ringan sampai berat tergantung pada kekauan dan tahanannya.
Otot pada bagian posterior, terutama m.gastroknemius dan m.tibialis posterior pendek
dan simpai sendinya menjadi lebih tebal dan memendek pada posisi konkaf kelainan ini.
Tidak saja pada tulang yang sedang tumbuh, tetapi juga pada sendi. Oleh karena itu, koreksi
2.3 Epidemiologi
Insiden dari CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin. Insiden CTEV di
Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup. Perbandingan kasus laki-laki
dan perempuan adalah 2:1. Keterlibatan bilateral didapatkan pada 30-50% kasus.
2.4 Etiologi
Teori tertua dan diajukan pertama kali oleh Hipokrates. Dikatakan bahwa kaki
bayi ditahan pada posisi equinovarus karena kompresi eksterna uterus. Parker (1824)
2. Defek neuromuskular
Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu dikarenakan adanya defek
neuromuskular, tetapi banyak penelitian menyebutkan bahwa tidak ditemukan adanya
kelainan histologis dan elektromiografik.
3. Defek plasma sel primer
Irani & Sherman telah melakukan pembedahan pada 11 kaki dengan CTEV dan
14 kaki normal. Ditemukan bahwa pada kasus CTEV leher dari talus selalu pendek,
diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar. Mereka mengemukakan
hipotesa bahwa hal tersebut dikarenakan defek dari plasma sel primer.
4. Perkembangan fetus yang terhambat
Selama masa perkembangan tungkai janin yang normal (minggu 9-38),
kondrifikasi kaki diselesaikan, proses osifikasi dimulai, ruang sendi dan pembentukan
ligament diselesaikan, dan tungkai distal rotasi ke medial. Proses rotasi ini
memungkinkan tumit kaki menapak ke tanah, daripada menetap dengan tumit
menghadap ke dalam seperti terlihat pada kaki pada embrionik akhir. Proses pronasi
berlanjut setelah lahir.
5. Herediter
Wynne dan Davis mengemukakan bahwa adanya faktor poligenik mempermudah
fetus terpapar faktor-faktor eksterna (infeksi Rubella, penggunaan Talidomide).
6. Hipotesis vaskular
Atlas dkk (1980), menemukan adanya abnormalitas pada vaskulatur kasus-kasus
CTEV. Didapatkan adanya bloking vaskular setinggi sinus tarsalis. Pada bayi dengan
CTEV didapatkan adanya muscle wasting pada bagian ipsilateral, dimana hal ini
kemungkinan dikarenakan berkurangnya perfusi arteri tibialis anterior selama masa
perkembangan.
2.4 Patofisiologi
Beberapa teori yang mendukung patogenesis terjadinya CTEV, antara lain:
a. Terhambatnya perkembangan fetus pada fase fibular
b.Kurangnya jaringan kartilagenosa talus
c. Faktor neurogenik
Telah ditemukan adanya abnormalitas histokimia pada kelompok otot peroneus
pada pasien CTEV. Hal ini diperkirakan karena adanya perubahan inervasi
intrauterine karena penyakit neurologis, seperti stroke. Teori ini didukung dengan
adanya insiden CTEV pada 35% bayi dengan spina bifida.
d.Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan ligamen.
Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan kolagen yang
sangat longgar dan dapat teregang pada semua ligamen dan struktur tendon (kecuali
Achilees). Sebaliknya, tendon achilles terbuat dari jaringan kolagen yang sangat padat
dan tidak dapat teregang. Zimny dkk, menemukan adanya mioblast pada fasia
medialis menggunakan mikroskop elektron. Mereka menegemukakan hipotesa bahwa
hal inilah yang menyebaban kontraktur medial.
e. Anomali pada insersi tendon
Inclan mengajukan hipotesa bahwa CTEV dikarenakan adanya anomali pada
insersi tendon. Tetapi hal ini tidak didukung oleh penelitian lain. Hal ini dikarenakan
adanya distorsi pada posisi anatomis CTEV yang membuat tampak terlihat adanya
kelainan pada insersi tendon.
f. Variasi iklim
Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim dengan insiden
epidemiologi kejadian CTEV. Hal ini sejalan dengan adanya variasi yang serupa pada
insiden kasus poliomielitis di komunitas. CTEV dikatakan merupakan keadaan
sequele dari prenatal poliolike condition. Teori ini didukung oleh adanya perubahan
motor neuron pada spinal cord anterior bayi-bayi tersebut.
2.4 Klasifikasi
1. Typical clubfoot : merupaka clubfoot klasik yang hanya menderita clubfoot saja tanpa
disertai kalainan lain. Umumnya dapat dikoreksi setelah lima kali pengepian dan dengan
manajemen ponseti mempunyai hasil jangka panjang yang baik atau memuaskan
2. positional clubfoot : sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga akibat jepitan
intrauterine. Pada umumnya koreksi dapat dengan satu atau dua kali pengepian.
3. Delayed treated clubfoot : ditemukan pada anak usia 6 bulan atau lebih
4. Recurrent typical clubfoot : dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya ditangani dengan
metode ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih jarang terjadi dengan metode
ponseti dan umumnya diakibatkan pelepasan brace yang terlalu dini. Rekurensi supinasi
dan equinus paling serng terjadi. Awalnya bersifat dinamik namun dengan berjalannya
waktu menjadi fixect.
5.Aalternatively treated typical clubfoot : termasuk clubfoot yang ditangani secara operatif
atau pengepian dengan metode non-ponseti.
6. Atypical clubfoot : kategori ini pada biasanya berhubungan dengan penyakit lain.
Mulailah penanganan dengan meode ponseti. Koreksi umumnya lebih sulit.
7.Rigid atau Resistant atypical clubfoot : dapat kurus atau gemuk. Kasus dengan kaki yang
gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek, gemuk dengan
lekukan kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian belakang pergelangan kaki,
terdapat pemendekan metatarsal pertama dengan hiperekstensi sendi
metatarsophalangeal. Deformitas ini terjadi pada bayi yang menderita clubfoot saja tanpa
disertai kelainan yang lain.
8. syndromic clubfoot : selain clubfoot ditemukan juga kelainan kongenial lain. Jadi clubfoot
merupakan bagian dari suatu sindroma. Metode ponseti tetap merupakan standar
penanganan, tetapi mungkin lebih sulit dengan hasil kurang dapat diramalkan. Hasil akhir
penanganan lebih ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada clubfootnya
sendiri
9. tetralogic clubfoot : seperti pada congenital tarsal synchondrosis
10.neurogenic clubfoot : berhubungan dengan kelainan neurologi seperti meningomyelocele.
11. acquired clubfoot : seperti pada streeter dysplasia.
2.5 Manifestasi klinis
Gambaran klinisnya dapat dibagi 2 :
1. Type rigid (intrinsic) (resistent) tidak dapat dikoreksi dengan manipulasi. Tumit kecil,
equinus, dan inversi. Kulit dorsolateral pergelangan kaki tipis dan teregang, sedangkan
kulit medial terlipat
2. Type fleksibel (ekstrinsik) (easy) dapat dimanipulasi. Tumit normal dan terdapat
lipatan kulit pada bagian dorsolateral pergelangan kaki.
Cari riwayat adanya CTEV atau penyakit neuromuskuler dalam keluarga.
Lakukan pemeriksaan keseluruhan agar dapat mengidentifikasi ada tidaknya kelainan
lain. Periksa kaki dengan bayi dalam keadaan tengkurap, sehingga dapat terlihat bagian
plantar. Periksa juga dengan posisi bayi supine untuk mengevaluasi adanya rotasi internal
dan varus.
Deformitas yang serupa dapat ditemui pada myelomeningocele dan
arthrogryposis. Pergelangan kaki berada dalam posisi equinus dan kaki berada dalam
posisi supinasi (varus) serta adduksi.
Tulang navicular dan kuboid bergeser ke arah lebih medial. Terjadi kontraktur
pada jaringan lunak plantar pedis bagian medial. Tulang kalkaneus tidak hanya berada
dalam posisi equinus, tetapi bagian anteriornya mengalami rotasi ke arah medial disertai
rotasi ke arah lateral pada bagian posteriornya.
Tumit tampak kecil dan kosong. Pada perabaan tumit akan terasa lembut (seperti
pipi). Sejalan dengan terapi yang diberikan, maka tumit akan terisi kembali dan pada
perabaan akan terasa lebih keras (seperti meraba hidung atau dagu).
Karena bagian lateralnya tidak tertutup, maka leher talus dapat dengan mudah
teraba pada sinus tarsalis. Normalnya leher talus tertutup oleh navikular dan badan talus.
Maleolus medial menjadi susah diraba dan pada umumnya menempel pada navikular.
Jarak yang normal terdapat antara navikular dan maleolus menghilang. Tulang tibia
sering mengalami rotasi internal.
Tanda lain :
Betis seperti tangkai pipa (pipe sterm colf)
Tendo archiles pendek
Bagian distal fibula menonjol
Kaki lebar dan pendek
Metatarsal pendek
2.6 Gambaran radiologi
x-ray dibuat bayi umur 3-6 bulan, menilai keberhasilan serial plateringm menentukan apa perlu
tindakan operasi untuk memperoleh koreksi yang maksimal, menentukan berat ringannya CTEV.
Cara yang paling sederhana yaitu membuat foto AP dan akan kelihatan talus dan calcaneus
tumpang tindih. Penting untuk menilai x-ray apakah ada paralelisme antara sumbu talus dan
calcaneus yang terjadi pada CTEV.
Normal besar sudut sumbu talus dan calcaneus 30 (sudut dari kite). Demikian pula x-ray posisi
lateral dimana kaki dibuat dorsofleksi maksimal juga akan memberikan gambaran “paralelisme”
pada CTEV. Pada kaki yang normal ujung talus dan calcaneus selalu overlap (tumpang tindih),
sedangkan pada CTEV tidak ada, menunjukkan adanya kapsul posterior yang tegang dan varus.
Lateral x-ray juga bisa untuk melihat adanya “ricket bottom: yaitu garis yang melalui tepi bawah
calcaneus melewati bagian bawah sendi calcaneocuboid, dan juga bisa untuk melihat adanya flat
tropped talus. Sering x-ray selain untuk operatif dan posy-operatif di pakai intraoperatif untuk
melihat apakah release dan realigment sudah cukup