Anda di halaman 1dari 9

Pengertian Rasm Utsmani

Rasm Uthmani atau rasm Al-Qur’an ialah suatu ilmu yang membicarakan kaedah penulisan
kalimah-kalimah ayat Al-Quran yang digunakan dan telah dipersetujui oleh
Sayyidina ‘Utsman bin ‘Affan. Istilah Rasm ‘Utsman lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf
‘Utsman, yaitu mushaf yang ditulis oleh empat orang sahabat pakar dalam hal ini iaitu Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Al’Ash, dan Abdurrahman bin Al-Haris. Hukum
mempelajari Rasm Uthmani adala fardhu Kifayah.

B. Perbedaan Sab’atu Ahruf dan Qira’ah Tujuh

adapun perbedaan sab’atu ahruf dan qira’at tujuh yaitu:

qira’ah sab’ah disebut juga Qira’ah tujuh, kata sab’ah itu sendiri itu maksudnya adalah imam-
imam qira’at yang tujuh. Mereka adalah:

1. Abdullah bin Katsir Ad-Dari dari mekah (wafat 120 H).

2. Nafi’ bin Abdul Ar-Rahman bin Abu Na’im dari Madinah(wafat 169 H).

3. Abdullah Al-Yashibi, yang terkenal dengan sebutan Abu ‘Amir Al-Dimasyqi dari
Syam(wafat 118 H).

4. Abu Amr dari Basrah, nama lengkap Abu Amr adalah Zabban bin Al-‘Ala bin Amar(wafat
154 H).

5. Ya’kub berasal dari Basrah, nama lengkapnya adalah Ibnu Ishak Hadhrami( wafat 205 H).

6. Hamzah, nama lengkap Hamzah adalah Ibnu Habib Az-Zayyat (wafat 188 H).

7. ‘Ashim, nama lengkap ‘Asyim adalah Ibnu Abi A n-Najud Al-Asadi(wafat 127 H).

Dengan demikian, qira’ah sab’ah adalah qira’at yang berasal dari ketujuh imam qiraat
tersebut.[1] Dalam satu riwayat, Nabi SAW bersabda :

“ sesungguhnya Al-Qur’an ini telah diturunkan dalam tujuh huruf, maka bacalah olehmu mana
yang mudah dari padanya”

Sab’atu Ahruf adalah tujuh wajah/bentuk. Maksudnya keseluruhan Al-Quran dari awal sampai
akhir tidak akan keluar dari tujuh wajah perbedaan berikut:
1. Perbedaan bentuk isim (mufrad, mutsanna, atau jama’).

2. Perbedaan bentuk fi’il (madi, mudari’, atau amr).

3. Perbedaan bentuk i’rab (rafa’, nasab, jar, atau jazam).

4. Perbedaan bentuk naqis (kurang) atau ziyadah (tambah) .

5. Perbedaan bentuk Taqdim dan Ta’khir (mendahulukan dan mengemudiankan).

6. Perbedaan bentuk Tabdil (pergantian huruf atau kata) .

7. Perbedaan bentuk dialek (lahjah) seperti bacaan Imalah, Taqlil, Idgham, Izhar, dan lain-
lain[2]

C. Enam Kaidah Rasm Usmani

Enam Kaidah Rasm Utmani :

1. Al-Hadzf (membuang, menghilangkan dan mniadakan huruf). Contohnya:

menghilangkan Huruf alif yang terdapat pada ya’ nida’ (ya’ seruan) sebagaimana yang
tercantum dalam bunyi ayat ‫يَااْيها النَاس‬,,huruf alif yang terdapat pada ha at-tanbih (peringatan)
sebagaimana tercantum dalam bunyi ayat ‫هانتم‬, pada lafazh jalalah‫هللا‬, dan dari kata na ‫انجينكم‬

2. Az-Ziyadah (penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelahwawu atau yang


mempunyai hukum jama’ ‫بنوا اسرائيل‬dan menambahkan alif dan setelah hamzah ‫تا هلل تفتؤا‬

3. Al-Hamzah, salah satu kaidahnya berbunyi bahwa


apabila hamzahberharakat sukun, ditulisdengan berharkat yang sebelumnya, contohnya
“i’dzan” ‫ا ئذ ن‬ dan “u’tumin” ‫اؤ تمن‬

4. Badal (penggantian), seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada
kata ‫الصلوة الز كو ة الحىوة‬

5. Washal dan Fashl (penyambungan dan pemisahan). Seperti kata kul yang diiringi dengan
maditulis dengan disambung‫كلما‬

6. Kata yang dapat dibaca dua bunyi. Penulisan kata yang dapat dibaca dua bunyi
disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Di dalam mushaf Utsmani kata semacam itu ditulis
dengan menghilangkan alif, misalnya maliki yaumiddin” ‫ملك يوم الدين‬. ayat diatas bolreh dibaca
dengan menetapkan alif (yakni dua alif) boleh juga dengan hanya menurut bunyi harakat (yakni
dibaca satu alif(

D. Enam Buah Mushaf Utsmani yang Masyhur

Telah terjadi perbedaan pendapat ulama mengenai jumlah mushaf yang ditulis pada masa
Utsman dan disebarluaskan olehnya ke berbagai pelosok negri. Satu pendapat mengatakan
bahwa mushaf yang disebarkan bejumlah 6 buah, dan pendapat lain mengatakan jumlahnya
lebih banyak dari itu. Al-Qurthubi mengatakan di dalam tafsirnya bahwa menurut satu pendapat,
mushaf tersebut berjumlah tujuh buah, dan pendapat lain mengatakan brjumlah empat buah. Ini
adalah pendapat mayoritas, dan Utsman menyebarkannya ke berbagai pelosok. Dia
mengirimkan masternya (ummahat) ke Irak, Syam, dan Mesir, kemudian diambil oleh para qari
pelosok negri sesuai dengan pilihan dan kesepakatan mereka, tanpa ada yang membantah
mushaf tersebut sebagaimana adanya yang sampai kepada mereka. Adapun 6 buah mushaf
Utsmani yang mashur yakni mushaf kuffiy, mushaf Bashriy, mushaf Syamiy ,mushaf Kuffy ,
mushaf Bashriy mushaf madaniy[3]

E. Tokoh-Tokoh yang meriwayatkan Rasm Utsmani

adapun tokoh-tokoh yang meriwayatkan rasm Utsmani diantaranya yaitu:

di zaman sahabat, para qari dan huffaz yang terkenal adalah Utsman bi Affan, Ali bin
Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, Zaid bi Tsabit, Ibnu Mas’ud, Abu Darda ‘, dan Abu Musa Al Asy’ari.
Merekalah yang dikirim leh khalifah Utsman ke wilayah Islam bersama mashaf Utsmani yang
telah disediakan.

Dari hasil didikan generasi tabi’in, maka semakin banyak orang yang cendrung dan
berminat tentang ilmu qira’at. Banyak diantara mereka yang memusatkan perhatian terhadap
ilmu qira’at, sehingga di beberapa kota besar terdapat pula pakar-pakar qira’at dari generasi ini.
Seperti d Mekah terdapat Imam Ibnu Katsir, yang menjadi salah satu imam qiraat. Hami bin
Qa’is Al-A’raj dan Muhammad bin Muhaisin. Di Madinah terdapat nama-nama seperti Abu Jafar
Yazin bin Ya’kub, Syaibah bin An-Nasah dan Wafi’ bin Nu’if (Salah seorang Imam Qira’at).
Dikufah nama-nama yang termasyur adalh Yahya bin Wathab, ‘Asim bin ABI Nujdud, Hamzah
dan Kisa’i. Tiga nama yang terakhir itu termasuk imam qira’at yang tujuh. Mana kala para qari
yang tinggal di Basrah ialah Abdullah bin Abu Ishak, Isa bin Umar, Abu Amir bin Al-a’la ( salah
seorang imam qiraat ), Atiyah bin Qais Al-Qilabi, Ismail bin Abdullah bin Muhajir, Yahya bin
Haris dan Syuraikh bin Yazid Al-Hadrami.

F. Faidah Rasm Utsmani

Adapun kaidah rasm utsmani yaitu :

1. Memelihara dan melestarikan penulisan al-Qur’an sesuai dengan pola penulisan al-Qur’an
pada awal penulisan dan pembukuannya.

Mengetahui penunjukan sebagian bahasa yang fasih.

Kemungkinan dapat menunjukkan keaslian harakat (syakal) suatu lafaz.

Mengethui persambungan sanad mengenai Al-Qur’an. Oleh karena itu, sesorang tidak tidak
boleh membaca Al-Qur’an atau membacakannya kepada orang lain kecuali
melalui sanad dan muttashil.[4]

G.Hukum dan Kedudukan Rasm Utsmani

Kedudukan rasm Usmani diperselisihkan para ulama, apakah pola penulisan merupakan
petunjuk Nabi atau hanya ijtihad kalangan sahabat. Adapun pendapat mereka adalah sebagai
berikut:

1. Kelompok pertama (jumhur ulama) mengatakan bahwa pola rasm Usmani bersifat taufiqi,
dengan alasan bahwa para penulis wahyu adalah sahabat-sahabat yang ditunjuk dan dipercaya
Nabi SAW. Setelah masa nabi berlalu, al-Qur’an masih tertulis seperti itu, tak mengalami
perubahan dan penggantian. Dengan demikian, menurut pendapat ini Rasm Utsmani
mendapatkan hal-hal yang masing-masing pantas untuk dihargai dan wajib diikuti. Hal-hal itu
merupakan pengakuan Rasulullah SAW terhadapnya, perintah beliau dengan menggunakan
undang-undang, kesepakatan sahabat yang jumlahnya lebih dari dua belas ribu orang dan
kesepakatan umat pada masa tabi’in dan para imam mujtahid.

2. kelompok kedua berpendapat, rasm Utsmani bukan tauqifi tapi wajib diikuti. Banyak ulama
yang menyatakan bahwa rasm Utsmani bukan ketetapan Nabi (bukan tauqifi). Rasm Utsmani
itu suatu cara penulisan yang disetujui oleh khalifah Utsman bin affan dan diterima umat Islam
dengan baik. Karenanya menjadi keharusan dan tidak boleh dilanggar.

3. Kelompok ketiga berpendapat, rasm Utsmani bukan tauqifi dan tidak wajib diikuti. Rasm ini
hanyalah sebuah istilah, Abu Bakar al-Baqilani dalam bukunya al-Intishar mengatakan: “adapun
penulisan, maka Allah SWT tidak mewajibkan sedikitpun kepada umat, karena Dia tidak
menetapkan rasm tertentu atas para penulis wahyu, dan menyuruh meninggalkan rasm yang
lain.” Bahkan sunnah sendiri memperbolehkan menggunakan rasm mana saja yang mudah.
Karena Rasulullah memerintahkan tanpa menyebut rasm tertentu. Beliau juga tidak pernah
melarang seseorang menulisnya, karena itulah terjadi perbedaan dalam penulisan mushaf. Ada
yang menulis suatu kata lebih atau kurang dari bunyi pengucapanny, karena dia tahu bahwa hal
itu bersifat istilah dan bukan tauqifi.[5]

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Rasm Uthmani atau rasm Al-Qur’an ialah suatu ilmu yang membicarakan kaedah penulisan
kalimah-kalimah ayat Al-Quran yang digunakan dan telah dipersetujui oleh
Sayyidina ‘Utsman bin ‘Affan. Istilah Rasm ‘Utsman lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf
‘Utsman, yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri atas Zaid bi Tsabit, Abdullah
bin Zubair, Sa’id bin Al’Ash, dan Abdurrahman bin Al-Haris. Hukum mempelajari Rasm Uthmani
adala fardhu Kifayah. Dalam penulisan Al-qur’an terdapat kaidah-kaidah yang harus
diperhatikan seperti, selain itu penulisan Al-Qur’an juga terdapat banyak faidah
yakni Memelihara dan melestarikan penulisan al-Qur’an sesuai dengan pola penulisan al-
Qur’an pada awal penulisan dan pembukuannya, Mengetahui penunjukan sebagian bahasa
yang fasih dan sebgainya.
KELEBIHAN DAN KEISTIMEWAAN RASM UTHMANI

Terdapat beberapa keistimewaan yang dapat dicungkilkan dan diberi perhatian. Antara
keistimewaan Rasm Uthmani ialah:

Bersifat Tauqifi daripada Rasulullah s.a.w.

Rasm Uthmani merupakan satu kaedah yang diajar oleh Rasulullah s.a.w. kepada para sahabat
secara langsung. Ini bermakna rasm ini sebenarnya datang daripada Allah S.W.T. Ini kerana
Rasulullah s.a.w. tidak mengajar sesuatu kepada para shabat melainkan perintah wahyu
daripada Allah. Kenyataan ini dibuktikan dengan firman Allah S.W.T. yang berbunyi:

Maksudnya:

Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya
itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

(Surah Al-Najm : 3 – 4)

Rasm Uthmani Adalah Sebahagian Rukun Bacaan Al-Quran

Membaca al-Quran adalah suatu yang digalakkan dan mendapat ganjaran pahala bagi yang
membacanya. Setiap pembacaan yang mendapat ganjaran ialah pembacaan yang menepati
rukun. Para ulama telah bersepakat mengatakan bahawa rukun bacaan al-Quran yang betul
ada tiga perkara iaitu hendaklah bertepatan dengan salah satu daripada mushaf-mushaf
Uthmani, sama ada yang dihantar ke Madinah, Mekah, Kufah, Basrah, Syam atau pun mushaf
yang disimpan oleh Sayyidina Uthman iaitu mushaf al-Imam. Selain daripada itu, bacaan al-
Quran hendaklah mutawatir iaitu sampai sanadnya kepada Rasulullah s.a.w. serta bertepatan
dengan salah satu daripada wajah-wajah bahasa Arab. Seharusnya kita ingat bahawa
pembacaan yang tidak menepati rukun dikira syaz atau bacaan itu ditolak.

Meliputi Tujuh Huruf

Satu lagi faktor yang sangat penting sehingga menjadikan Rasm Uthmani itu perlu itu perlu
diberi keutamaan ialah kerana kaedah penulisannya berkaitan dengan tujuh huruf al-Quran dan
ini menjadikan ianya bertepatan dengan wajah-wajah qiraat yang pernah diajar oleh Rasulullah
s.a.w. kepada para sahabat.

Terdapat banyak hadith yang berkaitan dengan tujuh huruf, dan pelbagai pendapat
ulama mengenai maksudnya. Antara hadith yang menunjukkan al-Quran diturunkan dalam tujuh
huruf ialah sabda baginda s.a.w. :

‫أقرأني جبريل علي حرف فراجعته فلم أزل أستزيده ويزدني حتي انتهى الي سبعة أحرف‬

Maksudnya:

“Jibril a.s. telah mengajar kepadaku satu huruf, maka aku sentiasa mengulanginya dan aku
sentiasa memintanya supaya ditambahkan, dan akhirnya ia menambahkan kepadaku sehingga
selesai tujuh huruf”.

Salah satu pendapat yang disepakati oleh para ulama ialah tujuh huruf bacaan itu
merangkumi perselisihan nama sama ada ia mufrad, muthanna atau jama’dan sama
ada muzakkar atau muannath, perselisihan pada cara i’rab, perselisihan
pada tasrif, perselisihan sama adamendahulukan atau mengakhirkan sesuatu huruf atau
kalimah, perselisihan dari segi ibdal, perselisihan dari segi menambah atau mengurangkan
sesuatu huruf atau kalimah dan perselisihan pada lahjah sama ada tebal,
nipis, tashil, isymam dan sebagainya.

Bertepatan Dengan Pembentangan Terakhir

Terdapat satu lagi faktor yang penting yang membuktikan bahawa Rasm Uthmani
sangat diutamakan dalam penulisan al-Quran, iaitu ianya bertepatan dengan pembentangan
terakhir al-Quran oleh Rasulullah s.a.w. bersama malaikat Jibril a.s.

Semasa Rasulullah s.a.w. melakukan semakan terakhir al-Quran di hadapan malaikat


Jibril a.s., salah seorang daripada sahabat nabi iaitu Zaid bin Thabit turut hadir bersama-sama.
Oleh itu apabila beliau diberi tanggungjawab untuk menulis dan mengumpulkan al-Quran pada
masa khalifah Abu Bakar r.a. dan khalifah Uthman r.a., maka beliau menulis dengan
berpandukan kepada apa yang telah beliau dengar semasa pembentangan terakhir. Sebab
itulah Zaid tidak menulis ayat yang tidak dibentangkan semasa pembentangan terakhir dalam
suhuf atau mushaf, kerana beliau menganggap ayat itu telah dinasakhkan.

Anda mungkin juga menyukai