Anda di halaman 1dari 50

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN.

N
DENGAN DIAGNOSA MEDISHIRSCHSPRUNG
DI RUANG SAMOLO 1 RSUD CIANJUR
TAHUN 2014

Disusun Oleh:
EMAN SULAEMAN S,Kep Ners
NIP : 196507291987031003

TUGAS INI DIBUAT SEBAGAI PERSYARATAN


KENAIKAN PANGKAT PNS DI LINGKUNGAN
RSUD CIANJUR
2014
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hirschsprung atau mega kolon kongenital merupakan penyakit
yang menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, tepatnya pada usus
besar. Hirschsprung atau mega kolon congenital juga dikatakan sebagai
suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion
parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah
yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara
spontan, spinkter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah
keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus
terdorong ke bagian segmen yang tidak ada ganglion dan akhirnya feses
dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan
dilatasi usus proksimal. Penyakit hirschprung atau mega kolon congenital
dapat terjadi pada semua usia, namun yang paling sering pada neonatus.
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh
Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan
serta mendeskripsikan mega colon congenital pada tahun 1863 adalah
Harald Hirschsprung. Namun, pada saat itu patofisiologi terjadinya
penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana
Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai
pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal
usus defisiensi ganglion. Penyakit hirschprung terjadi pada 1/5000
kelahiran hidup. Insidensi hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara
pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah
penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit
hirschsprung. Insidens keseluruhan dari penyakit Hirschsprung 1: 5000
kelahiran hidup. laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan
dengan perbandingan 4:1. Biasanya, penyakit Hirschsprung terjadi pada
bayi aterm dengan berat lahir 3kg dan jarang pada bayi prematur. Penyakit
ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down,
sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.
Kelompok RSUD Cianjur Program NERS Stikes Unjani mencatat
12-24 pasien penyakit Hirschprung yang ditangani setiap tahunnya di
Instalasi Bedah Sentral RSUD Cianjur. Penyakit ini ditemukan tanda dan
gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-
48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi. faktor
penyebab penyakit Hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor
genetik dan faktor lingkungan.
Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa dekade ini dapat
dikurangi dengan peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif
neonatus, tekhnik pembedahan dan diagnosis dan penatalaksanaan
hirschsprung dengan enterokolitis. Oleh karena itu, penyakit hirschsprung
sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang dilakukan seperti colok
dubur, pemeriksaan radiologi, barium enema, biopsi rectum dan
manometri anorektal

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi tentang penyakit yang menyerang pada
sistem pencernaan
2. Tujuan Khusus
Untuk memahami tentang hirschprung atau mega colon congenital dan
asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit hirschprung atau
mega colon kongenital

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui mengenai konsep dasar dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit hirschprung atau mega
colon congenital
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat mengetahui tentang gangguan pada system
pencernaan khususnya tentang penyakit hirschprung atau mega kolon
congenital secara lengkap.

D. Sistematika Penulisan
Pada bab 1 dalam makalah ini dibahas tentang latar belakang, tujuan,
manfaat serta sistematika penulisan dari makalah ini. Pada bab 2 dibahas
definisi, etiologi, anatomi fisiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, prognosis dan pathway dari
hirschprung atau mega colon congenital. Pada bab 3 dibahas asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit hirschprung atau mega colon
kongenital. Pada bab 4 berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Penyakit Hirschsprung (mega kolon kongenital) adalah suatu
penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang
tidak adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang
mengendalikan kontraksi ototnya.
Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus
besar paling bawah mulai dari anus hingga usus diatasnya. Saraf yang
berguna untuk membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak
sama sekali atau kalaupun ada sedikit sekali. Namun yang jelas kelainan
ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung sembelit
terus-menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya saraf yang dapat
mendorong kotoran keluar dari anus.
Dalam keadaan normal bahan makanan yang dicerna bisa berjalan
disepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang
melepasi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi
otot-otot tersebut dirangsang oelh sekumpulan saraf yang disebut ganglion
yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit hirschsprung ganglion
ini tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter.
Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristalltik tidak dapat
mendorong bahan-bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan. Penyakit
hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki. Penyakit
ini kadang disertai dengan kelainan bawaan lainnya, seperti sindroma
down.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI COLON

Gambar 1. Letak anatomis usus besar di rongga abdomen

Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu


lekukan berbentuk-S. lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon
sigmoid bersatu membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan
rectum, yang menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri
bila diberi enema. Pada posisi ini, gaya berat membantu mengalirkan air dari
rectum ke fleksura sigmoid. Bagian utama usus besar yang terakhir
dinamakan rectum dan terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (muara ke
bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rectum dinamakan kanalis ani dan
dilindungi oleh sfinter ani eksternus dan internus. Panjang rectum dan kanalis
ani sekitar (5,9 inci (15 cm).
Gambar 2. (a) Struktur makroskopis usus besar (b) perdarahan usus besar

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belah kiri dan kanan sejalan
dengan suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior
memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon asendens dan dupertiga
proksimal kolon transversum), dan arteria mesenterika inferior memperdarahi
belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon transversum, kolon
desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rectum). Suplai darah
tambahan untuk rectum adalah melalui arteri sakralis media dan artera
hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna
dan aorta abdominalis.
Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior melalui vena
mesenterika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu
bagian dari system portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis
media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian
dari sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis
superior, media dan inferior, sehingga peningkatan tekanan portal dapat
mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan
hemoroid.
Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf otonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah control voluntar. Serabut
parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon
transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral mensuplai
bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf
splangnikus untuk mencapai kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan
penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rectum,
sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.
Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus : (1)
Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal, (2)
Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler, (3) Pleksus
Meissner : terletak di sub-mukosa. Pada penderita penyakit Hirschsprung,
tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.

Gambar 3. Persarafan Sistem Pencernaan

Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf


simpatis (N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut
saraf parasimpatis (N. splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus.
Kedua jenis serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan
muskulus levator ani dipersarafi oleh N. sakralis III dan IV. Nervus
pudendalis mempersarafi sphincter ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf
simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol
oleh N. N. splanknikus (parasimpatis). Akibatnya kontinensia sepenuhnya
dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N. splanknikus pelvik (saraf
parasimpatis).
Sistem saraf otonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan
longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada
ketiga pleksus tersebut.
 Patogenesis:
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada
distal colon dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi.
Maka dari itu bagian yang abnormal akan mengalami kontraksi di
segmen bagian distal sehingga bagian yang normal akan mengalami
dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapat
dibagian distal rectum.
Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang
propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter
anus internus yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau
disganglionosis pada usus besar. 2

Gambar 4. Gambaran segmen aganglion pada Morbus Hirschprung

 Hipoganglionosis
Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area
hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi.
Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang
dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari
jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus myentricus
berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai
sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh colon.

Imaturitas dari sel ganglion 2

Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan
pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak
memiliki sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase.

Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel saraf
lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh
reaksi succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada
minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan
oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh selama 2
sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan
hipoganglionosis.

Kerusakan sel ganglion 2

Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal


dari vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular
adalah infeksi Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), defisiensi
vitamin B1, infeksi kronis seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik
pada sel ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah
pada segmen tersebut, akibat tindakan pull through secara Swenson,
Duhamel, atau Soave.

Tipe Hirschsprung’s Disease:


Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang
terkena. Tipe Hirschsprun disease meliputi:
1. Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat
kecil dari rectum.
2. Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian
kecil dari colon.
3. Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian
besar colon.
4. Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan
rectum dan kadang sebagian usus kecil.

Gambar 5. Tipe Hirschsprung Disease berdasarkan seberapa banyak

colon yang terkena

Gambar 6. foto abdomen


C. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach
dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus kearah
proksimal, 70 % terbatas didaerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh
kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus dan pilorus.
Adapun yang menjadi penyebab hirschsprung atau mega kolon
kongenital adalah diduga karena terjadi faktor genetik dan lingkungan
sering terjadi pada anak dengan Down syndrome, kegagalan sel neural
pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal
pada myentrik dan submukosa pada dinding plexus.
Dalam keadaan normal bahan makanan yang dicerna bisa berjalan
disepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang
melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltiik). Kontraksi
dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion yang terletak
dibawah lapisan otot.

D. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit megakolon ini sendiri memiliki gejala klinis berupa
obstipasi, obstruksi akut (baru lahir) dan yang terkena kebanyakan bayi
yang cukup bulan. Dan trias penyakit ini adalah mekonium terlambat
keluar (>24 jam), perut kembung, dan muntah berwarna hijau. Pada anak
yang lebih besar biasanya juga terjadi diare dan enterokolitis kronik.
Sembilan puluh sembilan persen bayi lahir cukup bulan mengeluarkan
mekonium dalam waktu 48 jam setelah lahir. Penyakit Hirschsprung harus
dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan (penyakit ini tidak biasa terjadi
pada bayi kurang bulan) yang terlambat mengeluarkan tinja. Beberapa
bayi akan mengeluarkan mekonium secara normal, tetapi selanjutnya
memperlihatkan riwayat konstipasi kronis. Gagal tumbuh dengan
hipoproteinemia karena enteropati pembuang protein sekarang adalah
tanda yang kurang sering karena penyakit Hirschsprung biasanya sudah
dikenali pada awal perjalanan penyakit. Bayi yang minum ASI tadak dapat
menampakkan gejala separah bayi yang minum susu formula.
Kegagalan mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi bagian
proksimal usus besar dan perut menjadi kembung. Karena usus besar
melebar, tekanan di dalam lumen meningkat, mengakibatkan aliran darah
menurun dan perintang mukosa terganggu. Stasis memungkinkan
proliferasi bakteri, sehingga dapat menyebabkan enterokolitis (Clostridium
difficile, Staphylococcus aureus, anaerob, koliformis) dengan disertai
sepsis dan tanda-tanda obstruksi usus besar. Pengenalan dini penyakit
Hirschsprung sebelum serangan enterokolitis sangat penting untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Penyakit Hirschsprung pada penderita yang lebih tua harus
dibedakan dari penyebab perut kembung lain dan konstipasi kronis.
Riwayat seringkali menunjukkan kesukaran mengeluarkan tinja yang
semakin berat, yang mulai pada umur minggu-minggu pertama. Massa
tinja besar dapat diraba pada sisi kiri perut, tetapi pada pemeriksaan
rektum biasanya tidak ada tinja. Tinja ini, jika keluar, mungkin akan
keluar berupa butir-butir kecil, seperti pita, atau berkonsistensi cair; tidak
ada tinja yang besar dan yang berkonsistensi seperti tanah pada penderita
dengan konstipasi fungsional. Pada penyakit Hirschsprung masa bayi
harus dibedakan dari sindrom sumbat mekonium, ileus mekonium, dan
atresia intestinal. Pemeriksaan rektum menunjukkan tonus anus normal
dan biasanya disertai dengan semprotan tinja dan gas yang berbau busuk.
Serangan intermitten obstruksi intestinum akibat tinja yang tertahan
mungkin disertai dengan nyeri dan demam.
1. Pada bayi
a. Tidak bisa mengeluarkan meconium (feses pertama) dalam 24-28
jam pertama setelah lahir.
b. Tampak malas mengkonsumsi cairan.
c. Muntah bercampur dengan cairan empedu.
d. Distensi abdomen.
e. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare
f. Demam.
g. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan
tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans, terjadi
distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat
berdarah (Betz, Cecily L, et.al. 2002).
2. Pada anak-anak
a. Konstipasi.
b. Tinja seperti pita dan berbau busuk.
c. Distensi abdomen.
d. Failure to thrive (gagal tumbuh).
e. Nafsu makan tidak ada (anoreksia).
f. Adanya masa di fecal, dapat dipalpasi.
g. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia.
h. Letargi.
i. Infeksi kolon, khususnya anak baru lahir atau yang masih sangat
muda, yang dapat mencakup enterokolitis, infeksi serius dengan
diare, demam dan muntah dan kadang-kadang dilatasi kolon yang
berbahaya (Betz, Cecily L, et.al. 2002).

E. TATALAKSANA
1. Preoperatif
Diet Pada periode preoperatif, neonatus dengan HD terutama
menderita gizi buruk disebabkan buruknya pemberian makanan dan
keadaan kesehatan yang disebabkan oleh obstuksi gastrointestinal.
Sebagian besar memerlukan resulsitasi cairan dan nutrisi parenteral.
Meskipun demikian bayi dengan HD yang didiagnosis melalui suction
rectal biopsy danpat diberikan larutan rehidrasi oral sebanyak 15 mL/
kg tiap 3 jam selama dilatasi rectal preoperative dan irigasi rectal.
2. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan HD dimaksudkan
untuk mempersiapkan usus atau untuk terapi komplikasinya. Untuk
mempersiapkan usus adalah dengan dekompresi rectum dan kolon
melalui serangkaian pemeriksaan dan pemasangan irigasi tuba rectal
dalam 24-48 jam sebelum pembedahan. Antibiotik oral dan intravena
diberikan dalam beberapa jam sebelum pembedahan.
3. Operatif
Tindakan operatif tergantung pada jenis segmen yang terkena.
1. Tindakan Bedah Sementara
Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung
adalah berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal
paling distal. Tindakan ini dimaksudkan guna menghilangkan
obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai salah satu
komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi adalah
menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan bedah
definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita penyakit
Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan dilakukan
anastomosis.
Gambar 10. Teknik pembedahan pada Hirschprung Disease

2. Tindakan Bedah Definiti


o Prosedur Swenson

Gambar 11. Teknik pembedahan pada Hirschprung Disease

o Prosedur Duhamel

Gambar 12. Teknik pembedahan dengan prosedur Duhamel


o Prosedur Soave
o Prosedur Rehbein
3. Post Operatif
Pada awal periode post operatif sesudah PERPT (Primary
Endorectal pull-through), pemberian makanan peroral dimulai
sedangkan pada bentuk short segmen, tipikal, dan long segmen dapat
dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan beberapa bulan kemudian
baru dilakukan operasi definitif dengan metode Pull Though Soave,
Duhamel maupun Swenson. Apabila keadaan memungkinkan, dapat
dilakukan Pull Though satu tahap tanpa kolostomi sesegera mungkin
untuk memfasilitasi adaptasi usus dan penyembuhan anastomosis.
Pemberian makanan rata-rata dimulai pada hari kedua sesudah operasi
dan pemberian nutisi enteral secara penuh dimulai pada pertengahan
hari ke empat pada pasien yang sering muntah pada pemberian
makanan. Intolerasi protein dapat terjadi selama periode ini dan
memerlukan perubahan formula. ASI tidak dikurangi atau dihentikan.

F. Komplikasi
Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis post
operatif, konstipasi dan striktur anastomosis. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, hasil jangka panjang dengan menggunakan 3 prosedur sebanding
dan secara umum berhasil dengan baik bila ditangani oleh tangan yang ahli.
Ketiga prosedur ini juga dapat dilakukan pada aganglionik kolon total dimana
ileum digunakan sebagai segmen yang di pull-through. 3
Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya
berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga
konstipasi adalah gejala tersering pada pascaoperasi. 1

G. Prognosis
Terdapat perbedaan hasil yang didapatkan pada pasien setelah melalui
proses perbaikan penyakit Hirschsprung secara definitive. Beberapa peneliti
melaporkan tingkat kepuasan tinggi, sementara yang lain melaporkan
kejadian yang signifikan dalam konstipasi dan inkontinensia. Belum ada
penelitian prospektif yang membandingkan antara masing-masing jenis
operasi yang dilakukan.
Kurang lebih 1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprung
membutuhkan kolostomi permanen untuk memperbaiki inkontinensia.
Umumnya, dalam 10 tahun follow up lebih dari 90% pasien yang mendapat
tindakan pembedahan mengalami penyembuhan. Kematian akibat komplikasi
dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%

H. Pohon Masalah/ PATHWAY

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Suriadi & Rita Yuliani (2001), fokus pengkajian yang
dilakukan pada penyakit hischprung adalah:
a. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama setelah
lahir, biasanya ada keterlambatan.
b. Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk.
c. Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi:
o Adanya mual, muntah, anoreksia, mencret,
o Keadaan turgor kulit biasanya menurun.
o Peningkatan atau penurunan berat badan.
o Penggunaan nutrisi dan rehidrasi parenteral.
d. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi
hiperaktif pada bagian proximal karena obstruksi, biasanya
terjadi hiperperistaltik usus.
e. Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan
o Anak: Kemampuan beradaptasi dengan penyakit,
mekanisme koping yang digunakan.
o Keluarga: Respon emosional keluarga, koping yang
digunakan keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress
menghadapi penyakit anaknya.
f. Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit dan
albumin juga perlu dilakukan untuk mengkaji indikasi
terjadinya anemia, infeksi dan kurangnya asupan protein.

Menurut Donna L. Wong (2003) mengungkapkan pengkajian


pada penyakit hischprung yang perlu ditambahkan selain uraian
diatas yaitu:
a. Lakukan pengkajian melalui wawancara terutama identitas,
keluhan utama, pengkajian pola fungsional dan keluhan
tambahan.
b. Monitor bowel elimination pattern: adanya konstipasi,
pengeluaran mekonium yang terlambat lebih dari 24 jam,
pengeluaran feses yang berbentuk pita dan berbau busuk.
c. Ukur lingkar abdomen untuk mengkaji distensi abdomen,
lingkar abdomen semakin besar seiring dengan
pertambahan besarnya distensi abdomen.
d. Lakukan pemeriksaan TTV, perubahan tanda viatal
mempengaruhi keadaan umum klien.
e. Observasi manifestasi penyakit hirschprung
a) Periode bayi baru lahir (Neonatus)
a) Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam
setelah lahir.
b) Menolak untuk minum air.
c) Muntah berwarna empedu.
d) Distensi abdomen
b) Masa bayi
a) Ketidakadekuatan penembahan berta badan
b) Konstipasi
c) Distensi abdomen
d) Episode diare dan muntah
e) Tanda-tanda ominous (sering menandakan adanya
enterokolitis: diare berdarah, letargi berat
c) Masa kanak-kanak
a) Konstipasi.
b) Feses berbau menyengat dan seperti karbon.
c) Distensi abdomen.
d) Anak biasanya tidak mempunyai nafsu makan dan
pertumbuhan yang buruk.

g. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian


a) Radiasi: Foto polos abdomen yang akan ditemukan
gambaran obstruksi usus letak rendah
b) Biopsi rektal: menunjukan aganglionosis otot
rektum
c) Manometri anorectal: ada kenaikan tekanan
paradoks karena rektum dikembangkan/ tekanan
gagal menurun
2. Diagnosa Keperawatan
2.1. Pre operasi:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan berhubungan dengan masukan
makanan tak adekuat dan rangsangan muntah.
c. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan
defek persyarafan terhadap aganglion usus.
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
muntah, diare dan pemasukan terbatas karena mual.
e. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit, prosedur pengobatan.
2.2. Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan inkontinuitas jaringan
(pembedahan)
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurun
imunitas.
3. Rencana Keperawatan
3.1. Pre operasi
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru.
Tujuan: Pola nafas efektif.
Kriteria Hasil :
 Frekuensi pernafasan dalam batas normal
 Irama nafas sesuai yang diharapkan
 Ekspansi dada simetris.
 Bernafas mudah

Rencana tindakan:
 Monitor frekuensi, ritme, kedalamam pernafasan
 Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan.
 monitor pola nafas bradipnea , takipnea, hiperventilasi.
 Auskultasi suara pernafasan.
 Monitor aliran oksigen.
 Pertahankan jalan nafas yang paten.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan berhubungandengan masukan
makanan tak adekuat dan rangsangan muntah.
b.1. Tujuan: Gangguan nutrisi teratasi.
b.2. Kriteria Hasil:
 Tidak terjadi penurunan BB/ BB ideal.
 Nafsu makan membaik.
Rencana tindakan:
 Monitor intake nutrisi dan output.
 Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
 Timbang Berat badan.
 Anjurkan pada keluarga pasien untuk memberikan ASI.
 Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
 Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb dan
albumin).
c. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan
defek persyarafan terhadap aganglion usus.
c.1.Tujuan: Pola eliminasi normal/ konstipasi teratasi.
c.2. Kriteri Hasil:
 Warna feses kunin kecoklatan.
 Feses lunak/ lembut dan berbentuk.
 Bau feses tidak menyengat.
Rencana Tindakan:
 Berikan bantuan enema dengan cairan fisiologis NaCl
0,9%.
 Auskultasi bising usus.
 Observasi pengeluaran feces per rektal bentuk,
konsistensi, dan jumlah.
 Observasi intake yang mempengaruhi pola dan
konsistensi feses.
 Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau
pemberian obat oral (laksatif).
 Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah
dianjurkan.
 Kolaborasi dalam pemberian obat pencahar.
d. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit
berhubungan dengan muntah, diare dan pemasukan terbatas
karena mual.
d.1. Tujuan: Kekurangan cairan tidak terjadi.
d.2. Kriteria Hasil:
 Keseimbangan intake dan output 24 jam
 Mata tidak cekung.
 Kulit lembab (tidak kering).
 Membran mukosa mulut lembab
Rencana tindakan:
 Pertahankan intake dan output yang akurat.
 Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah).
 Monitor vital sign
 Dorong masukan oral
 Kolaborasikan pemberian cairan IV
 Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
(elektrolit).
e. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan kurang
pengetahuan tentang penyakit, prosedur pengobatan.
e.1. Tujuan: Cemas teratasi.
e.2. Kriteria Hasil:
 Tidak gelisah/ klien tampak tenang.
 TD da nadi dalam batas normal.
Rencana Tindakan:
 Catat petunjuk perilaku yang menunjukkan ansietas.
 Dorong keluarga untuk menyatakan perasaan dan
berikan umpan balik.
 Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang
penyakit anak dan apa yang harus dilakukan.
 Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta
obat-obatan pada keluarga pasien dan jelaskan semua
prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi
pasien.
2.3. Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan inkontinuitas jaringan
(pembedahan).
a.1. Tujuan: Nyeri teratasi
a.2. Kriteria hasil”
 Tidak ada keluhan nyeri.
 Klien tampak tenang.
 TTV dalam batas normal.
Rencana Tindakan:
 Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi
, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri dan faktor-faktor
presipitasi.
 Observasi isyarat-isyarat non verbal dari
ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan
untuk komunikasi secara efektif.
 Kaji faktor-faktor yang dapat meningkatkan/
menghilangkan nyeri.
 Berikan tindakan nyaman, seperti pijat penggung, ubah
posisi.
 Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (ex: temperatur ruangan ,
penyinaran).
 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya:
relaksasi, guided imagery, distraksi, terapi bermain,
terapi aktivitas).
 Kolaborasi pemberian analgetik.
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurun imunitas,
luka terbuka.
b.1. Tujuan: Tidak terjadi infeksi.
b.2. Kriteria Hasil:
 Tidak ada tanda-tanda infeksi.
 Suhu dalam batas normal.
 Hasil lab normal (leukosit).
Rencana tindakan:
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
 Monitor kerentanan terhadap infeksi.
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas dan drainase.
 Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah.
 Dorong masukan nutrisi yang cukup.
 Lakukan keperawatan pada kolostomi atau perianal.
 Kolaborasi pemberian antibiotik dalam penatalaksanaan
pengobatan terhadap mikroorganisme.
BAB III
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK “N’ dengan HIRSCHFRUNG

DI RUANG SAMOLI 1 RSUD CIANJUR

1. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Identitas
a. Anak
1). Nama : An “N”
2). Umur : 2 tahun
3). Tanggal lahir : 12 oktober 1012
4). Jenis Kelamin : Perempuan
5). Agama : Islam
6). Pendidikan : Belum sekolah
7). Anak ke : pertama
8). Tanggal masuk RS : 15 oktober 2014
9). Tanggal pengkajian : 22 oktober 2014
10). No RM : 659757
11). Dx Medik : Hirschfrung, post op colostomy H + 1
b. Orang tua / Penanggung Jawab.
1. Nama : Ny. S
2. Umur : 35 tahun
3. Agama : Islam
4. Pendidikan : Sekolah Dasar
5. Pekerjaan : IRT
6. Suku bangsa : Indonesia
7. Alamat : Campaka Cianjur
8. Hubungan dg anak : Ibu Kandung
2. Identitas Saudara Kandung
No Nama Usia Anak ke Status Kesehatan
- - - - -

3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
1). Nyeri
2). Keluhan saat Saat di kaji
Klien mengeluh nyeri dan perih di area luka operasi
b. Riwayat kesehatan sekarang (P,Q,R,S,T)
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal tanggal 22 Oktober 2014 Klien
mengeluh nyeri di daerah luka operasi dengan sekala nyeri 3 dari ( 0-5 ),
skala nyeri ,nyeri seperti di tusuk-tusuk, nyeri hilang timbul, nyeri hilang
apabila tidak ada pergerakan / istirahat dan nyeri timbul apabila bergerak
dan nyeri dirasakan tidak menentu waktunya.

c. Riwayat Kesehatan lalu


Klien mempunyai riwayat konstipasi sejak lahir sampai dengan 22 hari
sebelum masuk Rumah Sakit , pernah di beri pengobatan di puskesmas
akan tetapi tidak ada perubahan, klien sejak lahir bisa BAB walaupun
sedikit sampai dengan usia 1 tahun, selanjutnya BAB 5 hari sekali sedikit
sedikit dan keluarnya menyeupai pita dan baunya sangat menyengat, lalu
sejak 22 hari sebelum masuk Rumah sakit klien tidak bisa BAB sama
sekali, perut kembung dan ada muntah. Selanjutnya klien dibawa ke
Rumah Sakit atas rujukan dari dr Puskesmas dan saran dari dr RS klien
harus dilakukan operasi .
d. Riwayat kesehatan keluarga
Menurut cerita dari keluarga klien, keluarga besarnya mulai dari kakek
dan nenek serta orang tuanya tidak ada yang mempunyai penyakit
gangguan BAB seperti yang di derita klien.

4. Riwayat Kehamilan
a. Pre Natal
1. HPHT : ibu mengatakan lupa
2. Kehamilan : anak yang diharapkan
3. Penerimaan kehamilan :
ibu dan ayahnya serta keluarga besarnya sangat menerima akan
kehamilan dan kelahiran anaknya
4. Kesehatan ibu selama mengandung :
Selama mengandung ibu tidak pernah mengalami gangguan defekasi
dan menderita penyakit infeksi.
5. Gizi ibu selama mengandung:
Ibu selama hamil selalu makan makanan yang cukup kalori dan
protein (mengkonsumsi nasi ditambah ikan, telor sayuran dan buah
buahan) sehari tiga kali.
6. Makanan yang di pantang :
Ibu selama hami tidak memantang makanannya
7. Penambahan berat badan selama hamil :
Ibu selama hamil berat badan bertambah sekitar 7 kg ( sebelum hamil
35 kg ketika hamil 42 kg)
8. Masalah selama keamilan :
Ibu pada waktu hamil trisemester pertama mendapat keluhan mual ,
muntah , pusing .
9. Penyakit kehamilan :
Ibu selama kehamilan tidak pernah mendapatkan penyakit infeksi
kronis.
10. Imunisasi TT:
Ibu sebetum hamil sudah mendapatkan vaksinasi TT di Puskesmas
oleh petugas puskesmas
11. Pemeriksaan kehamilan
Ibu memeriksakan kehamilanya kepada bidan puskesmas dengan
frekwensi tiga bulan sekali dan menjelang kelahiran dua kali.
12. Penggunaan obat obatan
Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat tanpa petunjuk dokter, tidak
merokok dan belum pernah mengkonsumsi alkohol

b. Natal
Ibu melahirkan anaknya di rumah sendiri ditolong oleh bidan dengan
lama persalinan sekitar 1 jam, berat badan bayi waktu lahir 2700 grm,
panjang badan bayi 50 cm, posisi janin waktu lahir letak kepala, tidak
menggunakan cara lain untuk memudahkan persalinan dan tidak ada
komplikasi pendarahan sesudah kelahiran bayinya,

c. Post Natal ( 24 jam )


Ibu melahirkan bayinya dengan kondisi menangis dengan nilai APGAR
Score 1 menit pertama 5 dan 5 menit kemudian nilai 10. Bayi dapat
mengeluarkan meconium dari duburnya berwarna coklat kehitaman.
setelah 2 x 24 jam , sejak lahir frekwensi BAB klien tidak teratur ,
selanjutnya sejak di usia 2 thn klien mengalami kesulitan BAB sama
sekali.

5. Pola kebutuhan sehari hari

a. Nutrisi.

a.1. Dirumah.

Klien sebelum masuk rumah sakit selalu menghabiskan makanannya


apa bila di beri makan oleh ibunya dengan jenis makananya nasi
lembek di tambah lauk pauk, dengan frekwensi makan setiap hari 3
kali dan klien suka jajan diwarung sekitar rumahnya.

a.2. Di RS

klien selama di rawat di RS menurut cerita ibunya susah makan, tidak


nafsu kecuali minun, di beri makan makanan biasa dengan lauk pauk
dan buah oleh RS 3 kali sehari hanya habis setengah forsi saja.

b. Eliminasi
Klien berkemih frekwensinya tidak terukur karena memakai fempers
dengan warna urin kuning jernih.
Klien BAB frekwensinya tidak terukur karena klien BAB melalui lubang
colostomy dan tidak dtampung konsistensi lembek, warna kuning dan
baunya sangat menyengat.
c. Istirahat dan tidur
c.1. Dirumah.
Klien dirumah istirahat di malam hari selama 8 jam dan siang 2 jam,
klien tidurnya sering di temani ibunya dengan kebiasaan sebelum
tidur klien minta di gendong dulu.
c.2. Di RS.
Klien istirahat di RS sangat kurang, anaknya rewel kalau tidur hanya
sebentar-sebentar lalu bangun kembali walau di temani ibunya dan
di gendong.
d. Bermain dan rekreasi.
d.1. Dirumah.
Klien aktifitas bermainnya cerita dari ibunya sangat lincah mau
berbaur dengan teman temannya.

d.2. Di RS.
Klien tidak mau diajak bermain semenjak di rawat di RS.

e. Kebersihan perorangan.
e.1. Dirumah.
Klien mandi, gosok gigis etiap hari 2 kali masih di bantu oleh ibunya,
dan keramas 2 kali seminggu serta kebersihan kukunya bersih dan
tidak panjang.
e.2. di RS
Selama di RS kebersihan perseorangannya kurang baik, kebersihan
kulitnya hanya di seka, tidah gosok gigi dan keramas belum pernah
serta kuku tidak terawat.

1. Data Pertumbuhan Perkembangan


a. BB : 11 kg
b. TB : 97 cm
c. Motorik kasar :
Menurut informasi dari ibunya klien sudah misa berlari lari, berjinjit
dengan satu kaki dan kakinya dapat dipakai mendorong benda seterli
main bola kaki
d. Motorik halus :
Menurut informasi dari ibunya klien sudah dapat memegang pensil untuk
mencooba memberi warna padaa gambar dan sutah bisa mencoret coret
pensilnya pada kertas.
e. Bicara dan bahasa :
Menurut informasi dari ibunnya klien sudah bisa berbicara memanggil
ayah dan ibunya dan anak sudah bisa di perintah seperti disuruh
mengambil sesuatu di dekatnya.
f. Emosi dan hubungan sosial :

2. Riwayat Imunisasi
Klien telah mendapatkan imunisasi lengkap di podyandu
3. Data Psokososial.
Klien menurut keterangan ibunya dia anak yang baik sangat dekat dengan
tantenya, dengan teman sebayanya sangat akrab.
4. Pemeriksaan fisik
a. Pengukuran antropometri
 TB : 97 cm
 BB sekarang : 11 kg
 BB sebelum sakit : 12 kg
 Lingkar kepala : tidak terkaji.
b. Pengukuran fisiologis
 Tensi : tidakdi ukur,
 Nadi : 128 x/mnt,
 Respirasi :32x/mnt,
 Suhu badan : 36,5 derajat celsius
c. Penampilan umum ( observasi wajah, postur, kebersihan )
Secara keseluruhan wajah klien tidak ada masalah, anak kelihatan
bersih akantetapi rambut lenget karenakan rambut belum di cuci dan
pertumbuhan badannya normal
d. Tingkat kesadaran ( GCS )
Tingkat kesadarannya composmentis dengan nilai GCS 15.
e. Pemeriksaan Head to toe
1. Kepala :
Bentuk kepala klien bulat tidak terdapat benjolan di sekitar kepala,
rambut tumbuh lebat agak lengket dan kulit kepala bersih.
2. Wajah :
Wajah klien simetris tidak ada kelainan.
3. Telinga:
Telinga simetris, daun telinga bersih akan tetapi pada lubang
telinga terdapat serumen.
4. Mata :
Mata klien simetris, pupil mata isokor, konjungtiva tidak anemis,
sklera mata tidak ikterik, paalfebra tidak ada kelainan.
5. Hidung :
Hidung klien simetris, lubang hidung tidak ada kelaian, terdapat
lendir di lubang hidung klien berwarna putih,
6. Leher :
Leher klien panjang dan di sekitar leher tidak teraba adanya
kelenjar KGB yang membesar.
7. Mulut dan kerongkongan:
Mulut dan kerongkongan klien normal, tidah kelihatan ada toncil
yang membesar, gigi susu tumbuh dan tidak ada karies, gigi
kelihatan agak kotor.
8. Dada :
Bentuk dada klien simetris, tidak kelihatan adanya retraksi otot
pernafasan apabila klien bernafas, auskultasi bunyi jantung
terdengan normal.
9. Perut :
Pasca operasi tidak terlihat adanya distensi, kembung berkurang,
pada perut sebelah kiri bawah terdapat luka operasi kolostomy.
Klien menangis Saat dilakukan penggantian balutan operasi
10. Punggung:
Punggung klien tidak terlihat ada tanda tanda decubitus.
11. Genitalia :
Genetalia klien kelihatan bersih dan menurut informasi ibunya
tidak ada keluhan pada daerah genetalianya.
12. Anus :
Anus klien kelihatan menyempit, sekitar anus tidak terdapat
gangguan integritas kulit.
13. Ekstremitas: Daerah extremitas klien baik ekstrermitas atas
ataupun bawah tidak tampak ada kelainan kelemahan otot, nilai
kekuatan otot 5 dari sekala ( 0-5 )
14. Kuku dan kulit:
kuku klien sedikit panjang dan kotor sedangkan kulit badannya
cukup bersih tapi agak lengket karena keringat. Saat dikaji suhu
tubuh 37 C , ibu klien mengatakan anaknya mengalami demam
setelah operasi.
5. Reaksi Hospitalisasi :
Ketika perawat hendak memberikan obat suntik dan
membersihkan luka operasinya klien menangis. Ibu klien mengatakan
anaknya ketakutan ketika didekati oleh petugas

6. Pemeriksaan diagnostik:
Pemeriksaan diagnostik yang sudah di lakukan pada klien adalah :
a. Colok dubur.
Pada tanggal 15 oktober 2014 klien di periksa colok dubur oleh dokter di
UGD dengan hasil :
Hasil pemeriksaan colok dubur pada klien keluar angin dan cairan feses
ketika jarikelingking dokter yang memeriksa dikeluarkan dari dubur klien.
b. Pemerilsaan Laboratorium :
Pada tanggal 15 oktober 2014 klien diperiksa laboratorium dengan hasil :
HB 13 gr%, HT 40,2%, Eritrocit 5.17, leucocit 10,2, trombocit 590, SGOT
42, SGPT 20, Urium 25.6 mg%, Kreatinin 0.5 gr %, Natrium 141 gr %,
Kalium 5.28, Calium 1.17.
c. Pemeriksaan USG.
Klien pada tanggal 15 oktober 2014 diperiksa Ultra Sono Grafi dengan hasil :
Berkesan adanya Distensi usus di daerah rectum dan abdomen kiri bagian
bawah.
d. Pemeriksaan foto Abdomen (Colon In Loop).
Klien diperiksa foto abdomen colon in loop pada tanggal 16 oktober 2014
dengan hasil :
Berkesan mendukung adanya gambaran hirschfruung disease.

7. Therapy:
Klien dirawat di ruang samoli 1 oleh dokter DPJP diberi pengobatan:
 Infus cairan Ringer Laktat 12 gtt/menit
 Obat Injeksi setelah tindakan operasi:
- Cefotaxim 3 x 200 mg ( intra vena )
- Ketorolac 2 x 5 mg ( intra vena )
 Obat oral untuk di rumah :
- Cepotaxim sirup 2 x 1 sendok teh
- Ibuprofrn 2 x 1 sendok teh
B. ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS : Anak rewel, merasa Nyeri
tidak nyaman akibat Intervensi pembedahan
tindakan operasi
colostomy pada perut Putusnya kontinuitas
kiri bawah.
DO: BAB Melalui lubang jaringan akibat
colostomy, terdapat pembedahan
lubang colostomy di
perut kiri bawah, nyeri
Klien nangis ketika di
bersikan dari kotoran
faeces di dekat luka
colostominya.
DO: Klien terasa demam Obstruksi kolon froksimal Resiko infeksi
DS: Badan klien
hipertermi dengan Intervensi pepbedahan
suhu tubuhnya 37 colostomy
derajat selsius.
Terputusnya kontinuitas
jaringan

Invasi kuman pada luka


operasi

Resiko infeksi
DO: Belum terkaji Pembedahan gangguan
DS: klien terdapat luka integritas kulit
kolostomi di daerah Pembuatan colostomy
perut kiri bawah,
kelurfeses pada Resiko paparan feses pada
lubang periostomi, daerah periostomi
terpasang kolostomy
bag gangguan integritas kulit
DS: - Klien rewel ketika Pembedahan Cemas anak
di dekati petugas
kesehatan, ketakutan. Pembuatan colostomy
DO: - Klien ketika
perawat memberikan Resiko paparan feses pada
obat suntikan nangis. daerah periostomi
- Perawat ketika
membersihkan luka Resiko gangguan integritas
operasinya nangis kulit
- TTV : Nadi 120 x /
mt Nyeri
RR 32 x / mt
Anak cemas dengan prosedur
perawatan dan pengobatan
DS : Ibu kelihatan cemas Pembedahan Cemas keluarga
melihar anaknya
rewel. Pembuatan colostomy
DO: Ibu sering bertanya
tanya ttg anaknya Resiko paparan feses pada
mengenai perawatan daerah periostomi
dan pengobatan di
rumah. Resiko gangguan integritas
kulit

Ketidak tahuan perawatan


dan pengobatan anaknya di
rumah
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan karena luka
operasi .
2. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya paparan faeces pada luka operasi.
3. Resiko terjadingan gangguan integritas kulit berhubungan dengan paparan
faeces pada daerah peristomal.
4. Cemas pada anak berhubungan dengan hospitalisasi
5. Cemas keluarga berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perawatan
anaknya setelah pulang dari Rumah Sakit.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN
(SMART)
1 Nyeri Setelah klien di 1. Kaji intensitas 1. segera
berhubungan rawat 1 x 24 nyeri mengetahui
dengan jam Rasa tingkatan
terputusnya nyaman klien nyeri untuk
kontinuitas terpenuhi menentukan
jaringan karena dengan kriteria langkah
luka operasi hasil : 2. Berikan selanjutnya.
colostomi. Klien tidak tindakan 2. upaya
rewel, tenang, kenyamanan: distraksi dapat
istirahat tidur -menggendong mengurangai
terpenuhi. sebelum tidur. rasa nyeri
- Suara dengan
lembut.
- ketenangan
suasana.

3. Berikan obat
analgetik sesuai
program 3. Dapat
mengurangi
atau
menghilangka
n rasa nyeri
yang kerjanya
pada sisitim
sarafpusat

2 Resiko infeksi Setelah klien di 1. kaji tanda tanda 1.Untuk


berhubungan rawat 3 x 24 jam infeksi (adakah mengetahui
dengan infeksi pada tumor rubor, tanda infeksi
adanya sekitar luka dolor,kalor daan lebih dini dan
paparan colostomy tidak fungsiolaesa) untuk
kuman pada terjadi dengan menentukan
luka kriteria hasil : 2. ganti perban langkah
colostomy. Tanda tanda dan mengganti selanjutnya.
infeksi tumor, colostomi bag
rubor dolor kalor dengan dengan 2. bekerja
dan fungsiolaesa memperhatikan dengan
tidah terjadi. septic dan anti memperhatikan
septic septic dan anti
septin mencegah
memaparkan
3. Periksa
kuman terhadap
laboratorium
luka.
rutin.
4. Kolaburasi
dengan perawat
wound care
dalam
3.segera dapat
perawatan
mengetahui
colostomy
adanya
5. Berikan obat
lekositosis
anti biotik
4. dapat
sesuai program
rekomendasi
cara perawata
luka stoma untuk
klien di RS / di
rumah
5.untuk
pencegahan/men
gobati
tumbuhnya
kuman yang
mengakibatkan
infeksi

3 Resiko Setelah klien di 1. Mengkaji tanda 1.Untuk


terjadingan rawat 3 x 24 jam tanda integritas mengetahui
gangguan integritas kulit kulit (adakah tanda integritas
integritas sekitar luka lesi, pruritus kulit di sekitar
kulit kolostomy tidak dan nekrotik luka colostomy
berhubungan terjadi dengan pada luka lebih dini dan
dengan kriteria hasil : kolostomy) untuk
paparan Tanda tanda lesi menentukan
faeces pada atau perlukaan 2.Berikan langkah
daerah di sekitar luka perawatan luka selanjutnya.
periostomi colostomy tidak operasi yang
dan sekitar terjadi bersih. 2.mencegah
luka terjadinya
kolostomi. 2. infeksi yang
dapat membuat
terjadinya
3.Hindari kerusakan
terjadinya integritas kulit
infeksi pada lebih lanjut.
luka operasi 3.adanya infeksi
yang dapat dapat membuat
membuat kerusakan
parahnya integritas kulit
integritas kulit
dengan
memperhatikan
septik dan anti
septic

4. Pemberian 4.pemberian
antibiotik antibiotik
sistemik dapat
membantu
membasmi
bakteri
sehingga
infeksi kulit
tidak meluas

4 Cemas pada Diharapkan 1. Kaji tingkat 1.Untuk


anak setelah kecemasan menentukan
berhubungan dilakukan anak. langkah-
dengan intervensi, anak langkah
hospitalisasi kelihatan tenang selanjutnya.
dan nyaman. 2. Lakukan 2. Melakukan
Kriteria hasil : pendekatan pendekatan
cemas yang secara family dengan orang
dialami klien antered care tua klien agar
berkurang anak mau
bahkan hilang. menerima
perawat untuk
melakukan
intervensi
terhadapnya.

3. Lakukan 3.melakukan
pendekatan intervensi
secara keparawatan
atraumatik care dengan tidak
menakutkan
dan penuh
kelembutan
biasanya anak
akan mudah
mengikutinya.
4. coba petugas 4. pakaian tidak
kesehatan putih bila perlu
(perawat) di buat lucu
menggunakan biasanya anak
pakaian yang akan senang
dapat diterima tidak
oleh anak menakutkan.
5 Cemas Diharapkan 1. 1. Beritahu dan 1. menghilangka
keluarga setelah jelaskan tentang n kecemasan
berhubungan dilakukan prognosa dan orangtua klien
dengan intervensi, orang diagnose karena
ketidak tua memahami penyakit yang ketidaktahuan
mengertiannya dan mengerrti dialami oleh tentang
perawatan tentang prognosa anaknya. prosedur.
anaknya dan diagnose .
setelah pulang penyakit yang 2. 2.Jelaskan
dari Rumah dialami oleh tindakan 2.menghilangka
Sakit. anaknya, yang akan n kecemasan
Kriteria hasil : dilakukan orangtua klien
cemas yang terhadap karena
dialami orangtua anaknya ketidaktahuan
klien berkurang sebelum tentang
bahkan hilang. tindakan prosedur
dilakukan.

3.Libatkan 3.mengindari
orangtua dalam persepsi yang
perawatan salah dan
terhadap membantu ibu
anaknya. untuk belajar
merawat
anaknya.
4. 4.Berikan 4. membantu
informasi menghilangka
bahwa penyakit n kecemasan
ini dapat orangtua
membaik

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

NO DIAGNOSA HARI/ IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWA TANGGAL/ (SOAP)
TAN JAM
1 Nyeri Rabu 1. Mengkaji intensitas S. Klien terlihat
berhubungan 22-10-2014 nyeri: perih, sekala menangis
dengan 13.00 wib nyeri 3 (0-10) O. didekati dan dipegang
terputusnya kakinya nangis, nafas
kontinuitas 2. Memberikan tindakan 34x/mnt, nadi
jaringan 13.15 wib kenyamanan: 120x/nmt, klien
karena luka -menggendong sebelum setelah di beri obat
operasi tidur. intravena anlgetik 200
colostomi. - Suara dengan lembut. mg dan apabila
- ketenangan suasana. digendong dan di elus
elus kepalanya klien
3. Memberikan obat bisa tidur,
analgetik sesuai A. Masalah belum
program teratasi.
13.30 wib P. intervensi diteruskan
2. Resiko infeksi Kmis 1.Mengkaji tanda tanda S. –
berhubungan 23-10-2014 infeksi (adakah tumor O. Tanda tanda infeksi
dengan 09.00 wib rubor, dolor,kalor daan tidak nampak, Nadi
adanya fungsiolaesa) 120x/mnt, RR
paparan 28x/mnt, suhu 37
faeces pada 09.30 wib 2.Mengganti perban dan derajat selsius, luka
luka mengganti colostomi kolostomi bersih,
colostomy. bag dengan dengan colostomi bag bersih,
memperhatikan septic obt anti biotik di
dan anti septic berikan.
10.05 wib 3.memeriksakan A. Masalah belum
laboratorium rutin. tampak.
10.30 wib 4.berkolaburasi dengan P. intervensi selalu
perawat wound care memperhatikan septik
dalam perawatan dan anti septic.
colostomy
13.05 wib 5.memberikan obat anti
biotik sesuai program
3 Resiko Kamis 1.Mengkaji tanda tanda S. –
terjadingan 23-10-2014 integritas kulit O. Tanda tanda infeksi
gangguan 09.00 wib (adakah lesi, pruritus dan gangguan
integritas kulit dan nekrotik pada luka integritas kulit tidak
berhubungan kolostomy) nampak, Nadi
dengan 120x/mnt, RR
paparan 10.30 wib 2.memberikan perawatan 28x/mnt, suhu 37
faeces pada luka operasi yang derajat selsius, luka
daerah bersih. kolostomi bersih,
periostomi colostomi bag bersih,
dan sekitar 10.30wib 2. 3.menghindari obt anti biotik di
luka terjadinya infeksi pada berikan.
kolostomi. luka operasi yang dapat A. Masalah belum
membuat parahnya tampak.
integritas kulit dengan P. intervensi selalu
memperhatikan septik memperhatikan septik
dan anti septik dan anti septic.
13.05 wib 5. 4.mememberian
antibiotik sistemik

4 Cemas pada Jumat 1.mengkaji tingkat S. Klien rewel


anak 24-10-2014 kecemasan anak. O. Klien apabila di dekati
berhubungan 09.0 wib perawat akan
dengan 2.melakukan pendekatan memberikan tindakan
hospitalisasi 10.30wib secara family entered selalu nangis
care walaupun sudah
berusaha melakukan
3.melakukan pendekatan pendekatan dengan
secara atraumatik care ibunya dan tidak
10.30wib memakai pakaian
4.mencoba petugas putih.
10.30wib kesehatan (perawat) A. Masalah belum
menggunakan pakaian teratasi.
yang dapat diterima P.intervensi diteruskan
oleh anak

5 Cemas Jumat 1. 1. Memberitahu dan S. ibu tidak banyak tanya


keluarga 24-10-2014 menjelaskan tentang lagi tentang anaknya
berhubungan 12.30wib prognosa dan diagnose O. ibu menerima akan
dengan ketidak penyakit yang dialami keadaan anaknya, ibu
mengertiannya 12.00
oleh anaknya.
w siap melakukan
perawatan . i peawatan pada luka
anaknya 2. 2.Menjelaskan
b tindakan kolostomi di rumah
setelah pulang 12.30wib yang akan dilakukan setelah klien di
dari Rumah terhadap anaknya pulangkan.
Sakit. sebelum tindakan A. Masalah Teratasi
dilakukan. P. -

13.00wib 3.Melibatkan orangtua


dalam perawatan luka
terhadap anaknya.

4. 4.Memberikan
informasi bahwa
penyakit ini dapat
hilang dengan
sendirinya.

F. CATATAN PERKEMBANGAN / EVALUASI (SOAPIER)


TANGGAL/ NO. CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
JAM DX DAN
KEP NAMA
22-10-2014 1 S. Klien terlihat nangis Komarudin
14.30 wib O. didekati dan dipegang kakinya nangis,
nafas 34x/mnt, nadi 120x/nmt, klien
setelah di beri obat intravena anlgetik
200 mg dan apabila digendong dan di
elus elus kepalanya klien bisa tidur,
A. Masalah belum teratasi.
P. intervensi diteruskan
23-10-2014 1 S. Klien masih terlihat nangis Komarudin
14.30 wib O. didekati dan dipegang kakinya masih
menangis, nafas 34x/mnt, nadi
120x/nmt, klien setelah di beri obat
intravena anlgetik 200 mg dan apabila
digendong dan di elus elus kepalanya
klien bisa tidur,
A. Masalah belum teratasi.
2 P. intervensi diteruskan
S. –
O. Tanda tanda infeksi tidak nampak,
Nadi 120x/mnt, RR 28x/mnt, suhu 37
derajat selsius, luka kolostomi bersih,
colostomi bag bersih, obt anti biotik di
berikan.
A. Masalah belum tampak.
P. intervensi selalu memperhatikan septik
3 dan anti septic.

S. –
O. Tanda tanda infeksi dan gangguan
integritas kulit tidak nampak, Nadi
120x/mnt, RR 28x/mnt, suhu 37
derajat selsius, luka kolostomi bersih,
colostomi bag bersih, obt anti biotik di
berikan.
A. Masalah belum tampak.
P. intervensi selalu memperhatikan septik
dan anti septic.
24-10-2014 1 S. Klien mulai tenang dan mau istirahat di Komarudin
14.30 wib tempat tidurnnya serta tidak di gendong
terus.
O. didekati dan dipegang kakinya
meringis tidak menangis, nafas
28x/mnt, nadi 1116x/nmt, klien setelah
di beri obat intravena anlgetik 200 mg
klien bisa tidur,
A. Masalah teratasi sebagian.
2 P. intervensi diteruskan
S. –
O. Tanda tanda infeksi tidak nampak,
Nadi 116x/mnt, RR 28x/mnt, suhu
36.5 derajat selsius, luka kolostomi
bersih, colostomi bag bersih, obt anti
biotik di berikan.
A. Masalah belum tampak.
P. intervensi selalu memperhatikan septik
dan anti septic.
3 S. –
O. Tanda tanda infeksi dan gangguan
integritas kulit tidak nampak, Nadi
116x/mnt, RR 28x/mnt, suhu 37
derajat selsius, luka kolostomi bersih,
colostomi bag bersih, obt anti biotik di
berikan.
A. Masalah belum tampak.
P. intervensi selalu memperhatikan septik
4 dan anti septic.

S. Klien sedikit rewel


O. Klien apabila di dekati perawat akan
memberikan tindakan masih suka
nangis walaupun sudah berusaha
melakukan pendekatan dengan ibunya
5 dan tidak memakai pakaian putih.
A. Masalah belum teratasi.
P.intervensi diteruskan
S. ibu tidak banyak tanya lagi tentang
anaknya
O. ibu menerima akan keadaan anaknya,
ibu siap melakukan peawatan pada
luka kolostomi di rumah setelah klien
di pulangkan.
A. Masalah Teratasi
BAB IV

SIMPULAN SARAN

A. Kesimpulan

Penyakit Hirschsprung (mega kolon kongenital) adalah suatu


penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang
tidak adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang
mengendalikan kontraksi ototnya. Hirschsprung terjadi karena adanya
permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah mulai dari anus
hingga usus diatasnya. Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan
yang menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter
ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk
anus sampai rektum. Penyakit ini disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion
para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.

Berdasarkan penelusuran literatur tersebut dapat disimpulkan beberapa


hal sebagai berikut:
1. Hirschsprung adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus
auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Sembilan puluh persen (90%)
terletak pada rectosigmoid.

2. Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf


parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal.

3. Dasar patofisiologi karena tidak adanya gelombang propulsive dan


abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang
disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus
besar

4. Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena


meliputi:Ultra short segment, Short segment, Long segment, Very longs
segment.
5. Gejala kardinalnya yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama
kehidupan, distensi abdomen dan muntah.

6. Pemeriksaan penunjang diantaranya Colok dubur, Barium enema, Anorectal


manometry dan Biopsy rectal sebagai gold standard.

7. Tatalaksana operatif dengan cara tindakan bedah sementara dan bedah


definitive (Prosedur Swenson, Duhamel, Soave dan Rehbein)

8. Komplikasi utama adalah enterokolitis post operatif, konstipasi dan striktur


anastomosis.

9. Prognosis baik. Umumnya, dalam 10 tahun follow up lebih dari 90% pasien
yang mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan.

B. Saran

Perawat harus mengerti dan memahami penyakit hirschsprung (mega


kolon kongenital). Dengan memahami dan mengerti penyakit hirschprung
dan mengerti dalam melakukan prosedur keperawatannya, maka perawat
bisa memberikan asuhan keperawatan pada klien dan dapat
menginformasikan / penyuluhan kesehatan kepada keluarganya dengan baik
dan benar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2003. Mengenal Penyakit Hirschsprung (Aganglionic


Megacolon). Disitasi dari http://www.indosiar.co.id/v2003/pk. pada
tanggal 26 Oktober 2010.
2. Behrman, dkk.1996. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta:
EGC.
3. Budi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung. Disitasi
dari http://www.mediakeperawatan.com/?id=budixtbn. pada tanggal 26
Oktober 2010.
4. Yuda. 2010. Penyakit Megacolon. Disitasi
dari http://dokteryudabedah.com/wp-content/uploads2010/01/mega-
colon pada tanggal 26 Oktober 2010.
5. Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media
Aesculapius, Jakarta.
6. Ngastiyah, 1997, Perawatan

Anda mungkin juga menyukai