N
DENGAN DIAGNOSA MEDISHIRSCHSPRUNG
DI RUANG SAMOLO 1 RSUD CIANJUR
TAHUN 2014
Disusun Oleh:
EMAN SULAEMAN S,Kep Ners
NIP : 196507291987031003
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hirschsprung atau mega kolon kongenital merupakan penyakit
yang menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, tepatnya pada usus
besar. Hirschsprung atau mega kolon congenital juga dikatakan sebagai
suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion
parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah
yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara
spontan, spinkter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah
keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus
terdorong ke bagian segmen yang tidak ada ganglion dan akhirnya feses
dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan
dilatasi usus proksimal. Penyakit hirschprung atau mega kolon congenital
dapat terjadi pada semua usia, namun yang paling sering pada neonatus.
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh
Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan
serta mendeskripsikan mega colon congenital pada tahun 1863 adalah
Harald Hirschsprung. Namun, pada saat itu patofisiologi terjadinya
penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana
Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai
pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal
usus defisiensi ganglion. Penyakit hirschprung terjadi pada 1/5000
kelahiran hidup. Insidensi hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara
pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah
penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit
hirschsprung. Insidens keseluruhan dari penyakit Hirschsprung 1: 5000
kelahiran hidup. laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan
dengan perbandingan 4:1. Biasanya, penyakit Hirschsprung terjadi pada
bayi aterm dengan berat lahir 3kg dan jarang pada bayi prematur. Penyakit
ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down,
sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.
Kelompok RSUD Cianjur Program NERS Stikes Unjani mencatat
12-24 pasien penyakit Hirschprung yang ditangani setiap tahunnya di
Instalasi Bedah Sentral RSUD Cianjur. Penyakit ini ditemukan tanda dan
gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-
48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi. faktor
penyebab penyakit Hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor
genetik dan faktor lingkungan.
Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa dekade ini dapat
dikurangi dengan peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif
neonatus, tekhnik pembedahan dan diagnosis dan penatalaksanaan
hirschsprung dengan enterokolitis. Oleh karena itu, penyakit hirschsprung
sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang dilakukan seperti colok
dubur, pemeriksaan radiologi, barium enema, biopsi rectum dan
manometri anorektal
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi tentang penyakit yang menyerang pada
sistem pencernaan
2. Tujuan Khusus
Untuk memahami tentang hirschprung atau mega colon congenital dan
asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit hirschprung atau
mega colon kongenital
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui mengenai konsep dasar dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit hirschprung atau mega
colon congenital
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat mengetahui tentang gangguan pada system
pencernaan khususnya tentang penyakit hirschprung atau mega kolon
congenital secara lengkap.
D. Sistematika Penulisan
Pada bab 1 dalam makalah ini dibahas tentang latar belakang, tujuan,
manfaat serta sistematika penulisan dari makalah ini. Pada bab 2 dibahas
definisi, etiologi, anatomi fisiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, prognosis dan pathway dari
hirschprung atau mega colon congenital. Pada bab 3 dibahas asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit hirschprung atau mega colon
kongenital. Pada bab 4 berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Penyakit Hirschsprung (mega kolon kongenital) adalah suatu
penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang
tidak adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang
mengendalikan kontraksi ototnya.
Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus
besar paling bawah mulai dari anus hingga usus diatasnya. Saraf yang
berguna untuk membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak
sama sekali atau kalaupun ada sedikit sekali. Namun yang jelas kelainan
ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung sembelit
terus-menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya saraf yang dapat
mendorong kotoran keluar dari anus.
Dalam keadaan normal bahan makanan yang dicerna bisa berjalan
disepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang
melepasi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi
otot-otot tersebut dirangsang oelh sekumpulan saraf yang disebut ganglion
yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit hirschsprung ganglion
ini tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter.
Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristalltik tidak dapat
mendorong bahan-bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan. Penyakit
hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki. Penyakit
ini kadang disertai dengan kelainan bawaan lainnya, seperti sindroma
down.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI COLON
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belah kiri dan kanan sejalan
dengan suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior
memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon asendens dan dupertiga
proksimal kolon transversum), dan arteria mesenterika inferior memperdarahi
belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon transversum, kolon
desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rectum). Suplai darah
tambahan untuk rectum adalah melalui arteri sakralis media dan artera
hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna
dan aorta abdominalis.
Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior melalui vena
mesenterika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu
bagian dari system portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis
media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian
dari sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis
superior, media dan inferior, sehingga peningkatan tekanan portal dapat
mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan
hemoroid.
Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf otonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah control voluntar. Serabut
parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon
transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral mensuplai
bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf
splangnikus untuk mencapai kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan
penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rectum,
sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.
Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus : (1)
Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal, (2)
Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler, (3) Pleksus
Meissner : terletak di sub-mukosa. Pada penderita penyakit Hirschsprung,
tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.
Hipoganglionosis
Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area
hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi.
Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang
dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari
jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus myentricus
berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai
sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh colon.
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan
pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak
memiliki sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase.
Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel saraf
lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh
reaksi succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada
minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan
oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh selama 2
sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan
hipoganglionosis.
D. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit megakolon ini sendiri memiliki gejala klinis berupa
obstipasi, obstruksi akut (baru lahir) dan yang terkena kebanyakan bayi
yang cukup bulan. Dan trias penyakit ini adalah mekonium terlambat
keluar (>24 jam), perut kembung, dan muntah berwarna hijau. Pada anak
yang lebih besar biasanya juga terjadi diare dan enterokolitis kronik.
Sembilan puluh sembilan persen bayi lahir cukup bulan mengeluarkan
mekonium dalam waktu 48 jam setelah lahir. Penyakit Hirschsprung harus
dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan (penyakit ini tidak biasa terjadi
pada bayi kurang bulan) yang terlambat mengeluarkan tinja. Beberapa
bayi akan mengeluarkan mekonium secara normal, tetapi selanjutnya
memperlihatkan riwayat konstipasi kronis. Gagal tumbuh dengan
hipoproteinemia karena enteropati pembuang protein sekarang adalah
tanda yang kurang sering karena penyakit Hirschsprung biasanya sudah
dikenali pada awal perjalanan penyakit. Bayi yang minum ASI tadak dapat
menampakkan gejala separah bayi yang minum susu formula.
Kegagalan mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi bagian
proksimal usus besar dan perut menjadi kembung. Karena usus besar
melebar, tekanan di dalam lumen meningkat, mengakibatkan aliran darah
menurun dan perintang mukosa terganggu. Stasis memungkinkan
proliferasi bakteri, sehingga dapat menyebabkan enterokolitis (Clostridium
difficile, Staphylococcus aureus, anaerob, koliformis) dengan disertai
sepsis dan tanda-tanda obstruksi usus besar. Pengenalan dini penyakit
Hirschsprung sebelum serangan enterokolitis sangat penting untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Penyakit Hirschsprung pada penderita yang lebih tua harus
dibedakan dari penyebab perut kembung lain dan konstipasi kronis.
Riwayat seringkali menunjukkan kesukaran mengeluarkan tinja yang
semakin berat, yang mulai pada umur minggu-minggu pertama. Massa
tinja besar dapat diraba pada sisi kiri perut, tetapi pada pemeriksaan
rektum biasanya tidak ada tinja. Tinja ini, jika keluar, mungkin akan
keluar berupa butir-butir kecil, seperti pita, atau berkonsistensi cair; tidak
ada tinja yang besar dan yang berkonsistensi seperti tanah pada penderita
dengan konstipasi fungsional. Pada penyakit Hirschsprung masa bayi
harus dibedakan dari sindrom sumbat mekonium, ileus mekonium, dan
atresia intestinal. Pemeriksaan rektum menunjukkan tonus anus normal
dan biasanya disertai dengan semprotan tinja dan gas yang berbau busuk.
Serangan intermitten obstruksi intestinum akibat tinja yang tertahan
mungkin disertai dengan nyeri dan demam.
1. Pada bayi
a. Tidak bisa mengeluarkan meconium (feses pertama) dalam 24-28
jam pertama setelah lahir.
b. Tampak malas mengkonsumsi cairan.
c. Muntah bercampur dengan cairan empedu.
d. Distensi abdomen.
e. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare
f. Demam.
g. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan
tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans, terjadi
distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat
berdarah (Betz, Cecily L, et.al. 2002).
2. Pada anak-anak
a. Konstipasi.
b. Tinja seperti pita dan berbau busuk.
c. Distensi abdomen.
d. Failure to thrive (gagal tumbuh).
e. Nafsu makan tidak ada (anoreksia).
f. Adanya masa di fecal, dapat dipalpasi.
g. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia.
h. Letargi.
i. Infeksi kolon, khususnya anak baru lahir atau yang masih sangat
muda, yang dapat mencakup enterokolitis, infeksi serius dengan
diare, demam dan muntah dan kadang-kadang dilatasi kolon yang
berbahaya (Betz, Cecily L, et.al. 2002).
E. TATALAKSANA
1. Preoperatif
Diet Pada periode preoperatif, neonatus dengan HD terutama
menderita gizi buruk disebabkan buruknya pemberian makanan dan
keadaan kesehatan yang disebabkan oleh obstuksi gastrointestinal.
Sebagian besar memerlukan resulsitasi cairan dan nutrisi parenteral.
Meskipun demikian bayi dengan HD yang didiagnosis melalui suction
rectal biopsy danpat diberikan larutan rehidrasi oral sebanyak 15 mL/
kg tiap 3 jam selama dilatasi rectal preoperative dan irigasi rectal.
2. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan HD dimaksudkan
untuk mempersiapkan usus atau untuk terapi komplikasinya. Untuk
mempersiapkan usus adalah dengan dekompresi rectum dan kolon
melalui serangkaian pemeriksaan dan pemasangan irigasi tuba rectal
dalam 24-48 jam sebelum pembedahan. Antibiotik oral dan intravena
diberikan dalam beberapa jam sebelum pembedahan.
3. Operatif
Tindakan operatif tergantung pada jenis segmen yang terkena.
1. Tindakan Bedah Sementara
Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung
adalah berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal
paling distal. Tindakan ini dimaksudkan guna menghilangkan
obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai salah satu
komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi adalah
menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan bedah
definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita penyakit
Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan dilakukan
anastomosis.
Gambar 10. Teknik pembedahan pada Hirschprung Disease
o Prosedur Duhamel
F. Komplikasi
Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis post
operatif, konstipasi dan striktur anastomosis. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, hasil jangka panjang dengan menggunakan 3 prosedur sebanding
dan secara umum berhasil dengan baik bila ditangani oleh tangan yang ahli.
Ketiga prosedur ini juga dapat dilakukan pada aganglionik kolon total dimana
ileum digunakan sebagai segmen yang di pull-through. 3
Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya
berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga
konstipasi adalah gejala tersering pada pascaoperasi. 1
G. Prognosis
Terdapat perbedaan hasil yang didapatkan pada pasien setelah melalui
proses perbaikan penyakit Hirschsprung secara definitive. Beberapa peneliti
melaporkan tingkat kepuasan tinggi, sementara yang lain melaporkan
kejadian yang signifikan dalam konstipasi dan inkontinensia. Belum ada
penelitian prospektif yang membandingkan antara masing-masing jenis
operasi yang dilakukan.
Kurang lebih 1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprung
membutuhkan kolostomi permanen untuk memperbaiki inkontinensia.
Umumnya, dalam 10 tahun follow up lebih dari 90% pasien yang mendapat
tindakan pembedahan mengalami penyembuhan. Kematian akibat komplikasi
dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Suriadi & Rita Yuliani (2001), fokus pengkajian yang
dilakukan pada penyakit hischprung adalah:
a. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama setelah
lahir, biasanya ada keterlambatan.
b. Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk.
c. Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi:
o Adanya mual, muntah, anoreksia, mencret,
o Keadaan turgor kulit biasanya menurun.
o Peningkatan atau penurunan berat badan.
o Penggunaan nutrisi dan rehidrasi parenteral.
d. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi
hiperaktif pada bagian proximal karena obstruksi, biasanya
terjadi hiperperistaltik usus.
e. Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan
o Anak: Kemampuan beradaptasi dengan penyakit,
mekanisme koping yang digunakan.
o Keluarga: Respon emosional keluarga, koping yang
digunakan keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress
menghadapi penyakit anaknya.
f. Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit dan
albumin juga perlu dilakukan untuk mengkaji indikasi
terjadinya anemia, infeksi dan kurangnya asupan protein.
Rencana tindakan:
Monitor frekuensi, ritme, kedalamam pernafasan
Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan.
monitor pola nafas bradipnea , takipnea, hiperventilasi.
Auskultasi suara pernafasan.
Monitor aliran oksigen.
Pertahankan jalan nafas yang paten.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan berhubungandengan masukan
makanan tak adekuat dan rangsangan muntah.
b.1. Tujuan: Gangguan nutrisi teratasi.
b.2. Kriteria Hasil:
Tidak terjadi penurunan BB/ BB ideal.
Nafsu makan membaik.
Rencana tindakan:
Monitor intake nutrisi dan output.
Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
Timbang Berat badan.
Anjurkan pada keluarga pasien untuk memberikan ASI.
Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb dan
albumin).
c. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan
defek persyarafan terhadap aganglion usus.
c.1.Tujuan: Pola eliminasi normal/ konstipasi teratasi.
c.2. Kriteri Hasil:
Warna feses kunin kecoklatan.
Feses lunak/ lembut dan berbentuk.
Bau feses tidak menyengat.
Rencana Tindakan:
Berikan bantuan enema dengan cairan fisiologis NaCl
0,9%.
Auskultasi bising usus.
Observasi pengeluaran feces per rektal bentuk,
konsistensi, dan jumlah.
Observasi intake yang mempengaruhi pola dan
konsistensi feses.
Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau
pemberian obat oral (laksatif).
Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah
dianjurkan.
Kolaborasi dalam pemberian obat pencahar.
d. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit
berhubungan dengan muntah, diare dan pemasukan terbatas
karena mual.
d.1. Tujuan: Kekurangan cairan tidak terjadi.
d.2. Kriteria Hasil:
Keseimbangan intake dan output 24 jam
Mata tidak cekung.
Kulit lembab (tidak kering).
Membran mukosa mulut lembab
Rencana tindakan:
Pertahankan intake dan output yang akurat.
Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah).
Monitor vital sign
Dorong masukan oral
Kolaborasikan pemberian cairan IV
Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
(elektrolit).
e. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan kurang
pengetahuan tentang penyakit, prosedur pengobatan.
e.1. Tujuan: Cemas teratasi.
e.2. Kriteria Hasil:
Tidak gelisah/ klien tampak tenang.
TD da nadi dalam batas normal.
Rencana Tindakan:
Catat petunjuk perilaku yang menunjukkan ansietas.
Dorong keluarga untuk menyatakan perasaan dan
berikan umpan balik.
Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang
penyakit anak dan apa yang harus dilakukan.
Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta
obat-obatan pada keluarga pasien dan jelaskan semua
prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi
pasien.
2.3. Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan inkontinuitas jaringan
(pembedahan).
a.1. Tujuan: Nyeri teratasi
a.2. Kriteria hasil”
Tidak ada keluhan nyeri.
Klien tampak tenang.
TTV dalam batas normal.
Rencana Tindakan:
Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi
, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri dan faktor-faktor
presipitasi.
Observasi isyarat-isyarat non verbal dari
ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan
untuk komunikasi secara efektif.
Kaji faktor-faktor yang dapat meningkatkan/
menghilangkan nyeri.
Berikan tindakan nyaman, seperti pijat penggung, ubah
posisi.
Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (ex: temperatur ruangan ,
penyinaran).
Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya:
relaksasi, guided imagery, distraksi, terapi bermain,
terapi aktivitas).
Kolaborasi pemberian analgetik.
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurun imunitas,
luka terbuka.
b.1. Tujuan: Tidak terjadi infeksi.
b.2. Kriteria Hasil:
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Suhu dalam batas normal.
Hasil lab normal (leukosit).
Rencana tindakan:
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
Monitor kerentanan terhadap infeksi.
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas dan drainase.
Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah.
Dorong masukan nutrisi yang cukup.
Lakukan keperawatan pada kolostomi atau perianal.
Kolaborasi pemberian antibiotik dalam penatalaksanaan
pengobatan terhadap mikroorganisme.
BAB III
LAPORAN KASUS
1. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Identitas
a. Anak
1). Nama : An “N”
2). Umur : 2 tahun
3). Tanggal lahir : 12 oktober 1012
4). Jenis Kelamin : Perempuan
5). Agama : Islam
6). Pendidikan : Belum sekolah
7). Anak ke : pertama
8). Tanggal masuk RS : 15 oktober 2014
9). Tanggal pengkajian : 22 oktober 2014
10). No RM : 659757
11). Dx Medik : Hirschfrung, post op colostomy H + 1
b. Orang tua / Penanggung Jawab.
1. Nama : Ny. S
2. Umur : 35 tahun
3. Agama : Islam
4. Pendidikan : Sekolah Dasar
5. Pekerjaan : IRT
6. Suku bangsa : Indonesia
7. Alamat : Campaka Cianjur
8. Hubungan dg anak : Ibu Kandung
2. Identitas Saudara Kandung
No Nama Usia Anak ke Status Kesehatan
- - - - -
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
1). Nyeri
2). Keluhan saat Saat di kaji
Klien mengeluh nyeri dan perih di area luka operasi
b. Riwayat kesehatan sekarang (P,Q,R,S,T)
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal tanggal 22 Oktober 2014 Klien
mengeluh nyeri di daerah luka operasi dengan sekala nyeri 3 dari ( 0-5 ),
skala nyeri ,nyeri seperti di tusuk-tusuk, nyeri hilang timbul, nyeri hilang
apabila tidak ada pergerakan / istirahat dan nyeri timbul apabila bergerak
dan nyeri dirasakan tidak menentu waktunya.
4. Riwayat Kehamilan
a. Pre Natal
1. HPHT : ibu mengatakan lupa
2. Kehamilan : anak yang diharapkan
3. Penerimaan kehamilan :
ibu dan ayahnya serta keluarga besarnya sangat menerima akan
kehamilan dan kelahiran anaknya
4. Kesehatan ibu selama mengandung :
Selama mengandung ibu tidak pernah mengalami gangguan defekasi
dan menderita penyakit infeksi.
5. Gizi ibu selama mengandung:
Ibu selama hamil selalu makan makanan yang cukup kalori dan
protein (mengkonsumsi nasi ditambah ikan, telor sayuran dan buah
buahan) sehari tiga kali.
6. Makanan yang di pantang :
Ibu selama hami tidak memantang makanannya
7. Penambahan berat badan selama hamil :
Ibu selama hamil berat badan bertambah sekitar 7 kg ( sebelum hamil
35 kg ketika hamil 42 kg)
8. Masalah selama keamilan :
Ibu pada waktu hamil trisemester pertama mendapat keluhan mual ,
muntah , pusing .
9. Penyakit kehamilan :
Ibu selama kehamilan tidak pernah mendapatkan penyakit infeksi
kronis.
10. Imunisasi TT:
Ibu sebetum hamil sudah mendapatkan vaksinasi TT di Puskesmas
oleh petugas puskesmas
11. Pemeriksaan kehamilan
Ibu memeriksakan kehamilanya kepada bidan puskesmas dengan
frekwensi tiga bulan sekali dan menjelang kelahiran dua kali.
12. Penggunaan obat obatan
Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat tanpa petunjuk dokter, tidak
merokok dan belum pernah mengkonsumsi alkohol
b. Natal
Ibu melahirkan anaknya di rumah sendiri ditolong oleh bidan dengan
lama persalinan sekitar 1 jam, berat badan bayi waktu lahir 2700 grm,
panjang badan bayi 50 cm, posisi janin waktu lahir letak kepala, tidak
menggunakan cara lain untuk memudahkan persalinan dan tidak ada
komplikasi pendarahan sesudah kelahiran bayinya,
a. Nutrisi.
a.1. Dirumah.
a.2. Di RS
b. Eliminasi
Klien berkemih frekwensinya tidak terukur karena memakai fempers
dengan warna urin kuning jernih.
Klien BAB frekwensinya tidak terukur karena klien BAB melalui lubang
colostomy dan tidak dtampung konsistensi lembek, warna kuning dan
baunya sangat menyengat.
c. Istirahat dan tidur
c.1. Dirumah.
Klien dirumah istirahat di malam hari selama 8 jam dan siang 2 jam,
klien tidurnya sering di temani ibunya dengan kebiasaan sebelum
tidur klien minta di gendong dulu.
c.2. Di RS.
Klien istirahat di RS sangat kurang, anaknya rewel kalau tidur hanya
sebentar-sebentar lalu bangun kembali walau di temani ibunya dan
di gendong.
d. Bermain dan rekreasi.
d.1. Dirumah.
Klien aktifitas bermainnya cerita dari ibunya sangat lincah mau
berbaur dengan teman temannya.
d.2. Di RS.
Klien tidak mau diajak bermain semenjak di rawat di RS.
e. Kebersihan perorangan.
e.1. Dirumah.
Klien mandi, gosok gigis etiap hari 2 kali masih di bantu oleh ibunya,
dan keramas 2 kali seminggu serta kebersihan kukunya bersih dan
tidak panjang.
e.2. di RS
Selama di RS kebersihan perseorangannya kurang baik, kebersihan
kulitnya hanya di seka, tidah gosok gigi dan keramas belum pernah
serta kuku tidak terawat.
2. Riwayat Imunisasi
Klien telah mendapatkan imunisasi lengkap di podyandu
3. Data Psokososial.
Klien menurut keterangan ibunya dia anak yang baik sangat dekat dengan
tantenya, dengan teman sebayanya sangat akrab.
4. Pemeriksaan fisik
a. Pengukuran antropometri
TB : 97 cm
BB sekarang : 11 kg
BB sebelum sakit : 12 kg
Lingkar kepala : tidak terkaji.
b. Pengukuran fisiologis
Tensi : tidakdi ukur,
Nadi : 128 x/mnt,
Respirasi :32x/mnt,
Suhu badan : 36,5 derajat celsius
c. Penampilan umum ( observasi wajah, postur, kebersihan )
Secara keseluruhan wajah klien tidak ada masalah, anak kelihatan
bersih akantetapi rambut lenget karenakan rambut belum di cuci dan
pertumbuhan badannya normal
d. Tingkat kesadaran ( GCS )
Tingkat kesadarannya composmentis dengan nilai GCS 15.
e. Pemeriksaan Head to toe
1. Kepala :
Bentuk kepala klien bulat tidak terdapat benjolan di sekitar kepala,
rambut tumbuh lebat agak lengket dan kulit kepala bersih.
2. Wajah :
Wajah klien simetris tidak ada kelainan.
3. Telinga:
Telinga simetris, daun telinga bersih akan tetapi pada lubang
telinga terdapat serumen.
4. Mata :
Mata klien simetris, pupil mata isokor, konjungtiva tidak anemis,
sklera mata tidak ikterik, paalfebra tidak ada kelainan.
5. Hidung :
Hidung klien simetris, lubang hidung tidak ada kelaian, terdapat
lendir di lubang hidung klien berwarna putih,
6. Leher :
Leher klien panjang dan di sekitar leher tidak teraba adanya
kelenjar KGB yang membesar.
7. Mulut dan kerongkongan:
Mulut dan kerongkongan klien normal, tidah kelihatan ada toncil
yang membesar, gigi susu tumbuh dan tidak ada karies, gigi
kelihatan agak kotor.
8. Dada :
Bentuk dada klien simetris, tidak kelihatan adanya retraksi otot
pernafasan apabila klien bernafas, auskultasi bunyi jantung
terdengan normal.
9. Perut :
Pasca operasi tidak terlihat adanya distensi, kembung berkurang,
pada perut sebelah kiri bawah terdapat luka operasi kolostomy.
Klien menangis Saat dilakukan penggantian balutan operasi
10. Punggung:
Punggung klien tidak terlihat ada tanda tanda decubitus.
11. Genitalia :
Genetalia klien kelihatan bersih dan menurut informasi ibunya
tidak ada keluhan pada daerah genetalianya.
12. Anus :
Anus klien kelihatan menyempit, sekitar anus tidak terdapat
gangguan integritas kulit.
13. Ekstremitas: Daerah extremitas klien baik ekstrermitas atas
ataupun bawah tidak tampak ada kelainan kelemahan otot, nilai
kekuatan otot 5 dari sekala ( 0-5 )
14. Kuku dan kulit:
kuku klien sedikit panjang dan kotor sedangkan kulit badannya
cukup bersih tapi agak lengket karena keringat. Saat dikaji suhu
tubuh 37 C , ibu klien mengatakan anaknya mengalami demam
setelah operasi.
5. Reaksi Hospitalisasi :
Ketika perawat hendak memberikan obat suntik dan
membersihkan luka operasinya klien menangis. Ibu klien mengatakan
anaknya ketakutan ketika didekati oleh petugas
6. Pemeriksaan diagnostik:
Pemeriksaan diagnostik yang sudah di lakukan pada klien adalah :
a. Colok dubur.
Pada tanggal 15 oktober 2014 klien di periksa colok dubur oleh dokter di
UGD dengan hasil :
Hasil pemeriksaan colok dubur pada klien keluar angin dan cairan feses
ketika jarikelingking dokter yang memeriksa dikeluarkan dari dubur klien.
b. Pemerilsaan Laboratorium :
Pada tanggal 15 oktober 2014 klien diperiksa laboratorium dengan hasil :
HB 13 gr%, HT 40,2%, Eritrocit 5.17, leucocit 10,2, trombocit 590, SGOT
42, SGPT 20, Urium 25.6 mg%, Kreatinin 0.5 gr %, Natrium 141 gr %,
Kalium 5.28, Calium 1.17.
c. Pemeriksaan USG.
Klien pada tanggal 15 oktober 2014 diperiksa Ultra Sono Grafi dengan hasil :
Berkesan adanya Distensi usus di daerah rectum dan abdomen kiri bagian
bawah.
d. Pemeriksaan foto Abdomen (Colon In Loop).
Klien diperiksa foto abdomen colon in loop pada tanggal 16 oktober 2014
dengan hasil :
Berkesan mendukung adanya gambaran hirschfruung disease.
7. Therapy:
Klien dirawat di ruang samoli 1 oleh dokter DPJP diberi pengobatan:
Infus cairan Ringer Laktat 12 gtt/menit
Obat Injeksi setelah tindakan operasi:
- Cefotaxim 3 x 200 mg ( intra vena )
- Ketorolac 2 x 5 mg ( intra vena )
Obat oral untuk di rumah :
- Cepotaxim sirup 2 x 1 sendok teh
- Ibuprofrn 2 x 1 sendok teh
B. ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS : Anak rewel, merasa Nyeri
tidak nyaman akibat Intervensi pembedahan
tindakan operasi
colostomy pada perut Putusnya kontinuitas
kiri bawah.
DO: BAB Melalui lubang jaringan akibat
colostomy, terdapat pembedahan
lubang colostomy di
perut kiri bawah, nyeri
Klien nangis ketika di
bersikan dari kotoran
faeces di dekat luka
colostominya.
DO: Klien terasa demam Obstruksi kolon froksimal Resiko infeksi
DS: Badan klien
hipertermi dengan Intervensi pepbedahan
suhu tubuhnya 37 colostomy
derajat selsius.
Terputusnya kontinuitas
jaringan
Resiko infeksi
DO: Belum terkaji Pembedahan gangguan
DS: klien terdapat luka integritas kulit
kolostomi di daerah Pembuatan colostomy
perut kiri bawah,
kelurfeses pada Resiko paparan feses pada
lubang periostomi, daerah periostomi
terpasang kolostomy
bag gangguan integritas kulit
DS: - Klien rewel ketika Pembedahan Cemas anak
di dekati petugas
kesehatan, ketakutan. Pembuatan colostomy
DO: - Klien ketika
perawat memberikan Resiko paparan feses pada
obat suntikan nangis. daerah periostomi
- Perawat ketika
membersihkan luka Resiko gangguan integritas
operasinya nangis kulit
- TTV : Nadi 120 x /
mt Nyeri
RR 32 x / mt
Anak cemas dengan prosedur
perawatan dan pengobatan
DS : Ibu kelihatan cemas Pembedahan Cemas keluarga
melihar anaknya
rewel. Pembuatan colostomy
DO: Ibu sering bertanya
tanya ttg anaknya Resiko paparan feses pada
mengenai perawatan daerah periostomi
dan pengobatan di
rumah. Resiko gangguan integritas
kulit
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN
(SMART)
1 Nyeri Setelah klien di 1. Kaji intensitas 1. segera
berhubungan rawat 1 x 24 nyeri mengetahui
dengan jam Rasa tingkatan
terputusnya nyaman klien nyeri untuk
kontinuitas terpenuhi menentukan
jaringan karena dengan kriteria langkah
luka operasi hasil : 2. Berikan selanjutnya.
colostomi. Klien tidak tindakan 2. upaya
rewel, tenang, kenyamanan: distraksi dapat
istirahat tidur -menggendong mengurangai
terpenuhi. sebelum tidur. rasa nyeri
- Suara dengan
lembut.
- ketenangan
suasana.
3. Berikan obat
analgetik sesuai
program 3. Dapat
mengurangi
atau
menghilangka
n rasa nyeri
yang kerjanya
pada sisitim
sarafpusat
4. Pemberian 4.pemberian
antibiotik antibiotik
sistemik dapat
membantu
membasmi
bakteri
sehingga
infeksi kulit
tidak meluas
3. Lakukan 3.melakukan
pendekatan intervensi
secara keparawatan
atraumatik care dengan tidak
menakutkan
dan penuh
kelembutan
biasanya anak
akan mudah
mengikutinya.
4. coba petugas 4. pakaian tidak
kesehatan putih bila perlu
(perawat) di buat lucu
menggunakan biasanya anak
pakaian yang akan senang
dapat diterima tidak
oleh anak menakutkan.
5 Cemas Diharapkan 1. 1. Beritahu dan 1. menghilangka
keluarga setelah jelaskan tentang n kecemasan
berhubungan dilakukan prognosa dan orangtua klien
dengan intervensi, orang diagnose karena
ketidak tua memahami penyakit yang ketidaktahuan
mengertiannya dan mengerrti dialami oleh tentang
perawatan tentang prognosa anaknya. prosedur.
anaknya dan diagnose .
setelah pulang penyakit yang 2. 2.Jelaskan
dari Rumah dialami oleh tindakan 2.menghilangka
Sakit. anaknya, yang akan n kecemasan
Kriteria hasil : dilakukan orangtua klien
cemas yang terhadap karena
dialami orangtua anaknya ketidaktahuan
klien berkurang sebelum tentang
bahkan hilang. tindakan prosedur
dilakukan.
3.Libatkan 3.mengindari
orangtua dalam persepsi yang
perawatan salah dan
terhadap membantu ibu
anaknya. untuk belajar
merawat
anaknya.
4. 4.Berikan 4. membantu
informasi menghilangka
bahwa penyakit n kecemasan
ini dapat orangtua
membaik
4. 4.Memberikan
informasi bahwa
penyakit ini dapat
hilang dengan
sendirinya.
S. –
O. Tanda tanda infeksi dan gangguan
integritas kulit tidak nampak, Nadi
120x/mnt, RR 28x/mnt, suhu 37
derajat selsius, luka kolostomi bersih,
colostomi bag bersih, obt anti biotik di
berikan.
A. Masalah belum tampak.
P. intervensi selalu memperhatikan septik
dan anti septic.
24-10-2014 1 S. Klien mulai tenang dan mau istirahat di Komarudin
14.30 wib tempat tidurnnya serta tidak di gendong
terus.
O. didekati dan dipegang kakinya
meringis tidak menangis, nafas
28x/mnt, nadi 1116x/nmt, klien setelah
di beri obat intravena anlgetik 200 mg
klien bisa tidur,
A. Masalah teratasi sebagian.
2 P. intervensi diteruskan
S. –
O. Tanda tanda infeksi tidak nampak,
Nadi 116x/mnt, RR 28x/mnt, suhu
36.5 derajat selsius, luka kolostomi
bersih, colostomi bag bersih, obt anti
biotik di berikan.
A. Masalah belum tampak.
P. intervensi selalu memperhatikan septik
dan anti septic.
3 S. –
O. Tanda tanda infeksi dan gangguan
integritas kulit tidak nampak, Nadi
116x/mnt, RR 28x/mnt, suhu 37
derajat selsius, luka kolostomi bersih,
colostomi bag bersih, obt anti biotik di
berikan.
A. Masalah belum tampak.
P. intervensi selalu memperhatikan septik
4 dan anti septic.
SIMPULAN SARAN
A. Kesimpulan
9. Prognosis baik. Umumnya, dalam 10 tahun follow up lebih dari 90% pasien
yang mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan.
B. Saran