Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING

Feeding pada Domba

Disusun Oleh :

Kelas C
Kelompok 4

Ailla Jiwandini 200110160142


Yvette Fevrier F H 200110160166
Shofiyatun Nisa’ 200110160172
Muhammad Refah 200110160243
Ryanda Diaz 200110160247

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-

Nya penulis bisa menyelesaikan laporan Praktikum Produksi Domba dan

Kambing dengan tema Feeding pada Domba. Laporan ini ditujukan untuk

memenuhi tugas praktikum mata kuliah Produksi Domba dan Kambing.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Diky Ramdani, S.Pt,

M.Anim.St.I selaku dosen pengampu matakuliah Produkdi Domba dan Kambing,

serta teman-teman seperjuangan yang telah memberikan masukan dan

penyempurnaan dalam penyusunan makalah ini dan begitupun dengan asisten

dosen yang telah membingbing dalam pelaksanaan praktikum. Penulis

mengucapkan banyak terimkasih kepada semua pihak yag telah mendukung dalam

penyusunan makalah ini hingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulis

mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun atas penyusunan laporan

ini, yang bertujuan agar hal ini dapat dijadikan pelajaran untuk penyusunan

laporan berikutnya.

Sumedang, 3 Mei 2018

Penyusun
ii

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ iii
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................1

1.3 Maksud dan Tujuan ................................................................................1

1.4 Waktu dan Tempat .................................................................................2

II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Pakan Ternak dan Ruminansia ...............................................................3

2.2 Bahan Pakan ...........................................................................................5


2.3 Preferensi dan Palatabilitas ..................................................................16

III ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR

3.1 Alat dan Bahan ....................................................................................18

3.2 Prosedur ..............................................................................................18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil ....................................................................................................20

4.2 Pembahasan ..........................................................................................21


iii

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ..........................................................................................24

5.2 Saran .....................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

NOMOR HALAMAN
1. Tabel Penimbangan Bahan Pakan................................................20

2. Tabel Pengamatan Palatabilitas dan Preferensi............................20


3. Tabel Pengamatan Berat Bahan Pakan yang Tersisa....................21
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Persiapan Pakan dalam Wadah dan Penimbangan ..................................

2. Pembauan dan Pemberian Pakan pada Domba.........................................

3. Penimbangan Pakan Setelah dimakan Domba..........................................


I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pakan ternak adalah semua bahan pakan yang bisa diberikan dan

bermanfaat bagi ternak serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap tubuh

ternak. Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang diberi pakan

hijauan. Hijauan memiliki jenis yang beragam yang dapat diberikan kepada ternak

domba. Domba akan memberikan respon dari setiap hijauan yang diberikan

kepadanya.

Indonesia merupakan Negara yang banyak mengembangkan peternakan

domba, oleh karena itu proses pemberian dan jenis pakan untuk domba dari setiap

peternakan tentunya berbeda. Perbedaan pemberian pakan tersebut menimbulkan

tingkat preferensi dan palatabilitas domba terhadap pakan yang berbeda pula. Ada

beberapa percobaan yang harus dilakukan untuk mengetahui bagaimana tingkat

preferensi dan palatabilitas domba terhadap pakan yang diberikan kepadanya.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apa itu preferensi domba terhadap pakan.

2. Apa itu palatabilitas domba terhadap pakan.

1.3 Maksud dan Tujuan

1. Untuk mengetahui preferensi domba terhadap pakan.

2. Untuk mengetahui palatabilitas domba terhadap pakan.


2

1.4 Waktu dan Tempat

Hari/Tanggal : Kamis, 24 April 2018

Waktu : Pukul 07.30 s.d. 09.30 WIB.

Tempat : Kandang Domba Fakultas Peternakan Universitas

Padjadjaran
3

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pakan Ternak Ruminansia

Kebutuhan akan energy dan protein utuk domba di daerah beriklim sejuk

telah banyak dilaporkan, antara lain oleh Van de Wiel et al. (1976), Doney (1979),

dan Russel. Namun, informasi mengenai kebutuhan energy dan protein domba di

daerah tropika basah, seperti domba lokal Indonesia relative terbatas (Mathius,

1999). Kebutuhan ternak akan pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap

nutrisi. Jumlah nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur,

fase pertumbuhan, kondisi tubuh dan lingkungan tempat hidupnya serta bobot

badannya (Tomaszewska et al, 1993).

Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat

menyebabkan defisiensi zat makanan sehingga ternak mudah terserang penyakit.

Penyediaan pakan harus diupayakan secara terus-menerus dan sesuai dengan

standar gizi menurut status ternak yang dipelihara (Cahyono, 1998). Untuk

memperoleh pertumbuhan ternak kambing yang baik sangatlah perlu diperhatikan

kandungan zat-zat makanan yang dikandung oleh pakan. Bahan pakan harus

mengandung zat-zat makanan seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan

vitamin-vitamin, serta air yang dibutuhkan ternak. Untuk memenuhi kekurangan

zat makanan yang diperoleh kambing dari hijauan, maka dapat diberikan makanan

penguat (konsentrat) dengan jumlah 200-300 g perhari dengan kandungan protein


4

kasarnya 13-14% yang dapat meningkatkan pertambahan berat badan kambing

(Speddy, 1980).

Ternak ruminansia harus mengkonsumsi hijauan sebanyak 10% dari bobot

badannya setiap hari dan konsentratnya sekitar 1,5 – 2 % dari jumlah tersebut

termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karena itu hijauan dan

sejenisnya terutama rumput dan dari berbagai jenis spesies merupakan sumber

energi utama ternak ruminansia (Pilliang, 1996). Ransum ternak ruminansia

umumnya terdiri dari hijauan dan konsentrat, pemberian ransum berupa

kombinasi dari kedua bahan itu akan memberi peluang terpenuhinya zat-zat gizi.

Namun bisa juga ransum terdiri dari hijauan, maka biaya relative lebih murah

tetapi produksi yang tinggi sulit dicapai. Sedangkan pemberian ransum yang

hanya terdiri dari konsentrat saja akan memungkinkan tercapainya produksi yang

tinggi, tetapi biaya ransum lebih mahal dan kemungkinan terjadinya gangguan

pencernaan (Siregar, 1995).

1. Pakan Kambing

Kambing membutuhkan hijauan yang banyak ragamnya. Kambing sangat

menyukai daun-daunan dan hijauan seperti daun turi, akasia, lamtoro, dadap,

kembang sepatu, nangka, pisang, gamal, puteri malu, dan rerumputan. Selain

pakan dalam bentuk hijauan, kambing juga memerlukan pakan penguat untuk

mencukupi kebutuhan gizinya. Pakan penguat dapat terdiri dari satu macam bahan

saja seperti dedak, bekatul padi, jagung, atau ampas tahu dan dapat juga dengan

mencampurkan beberapa bahan tersebut. (Sarwono, 2005).

Ditinjau dari sudut pakan, kambing tergolong dalam kelompok herbivora,

atau hewan pemakan tumbuhan. Secara alamiah, karena kehidupan awalnya di

daerah-daerah pegunungan, kambing lebih menyukai rambanan (daun-daunan)


5

daripada rumput. (Sodiq, 2002). Pakan sangat dibutuhkan oleh kambing untuk

tumbuh dan berkembang biak, pakan yang sempurna mengandung kelengkapan

protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin dan mineral (Sarwono, 2005). Pemberian

pakan dan gizi yang efisien, paling besar pengaruhnya dibanding faktor-faktor

lain, dan merupakan cara yang sangat penting untuk peningkatan produktivitas

(Devendra dan Burns, 1994).

2. Pakan domba

Pakan domba dapat berupa pakan hijauan seperti rumput maupun pakan
buatan. Complete feed merupakan pakan yang dibuat dari limbah pertanian seperti

kulit kacang, tumpi jagung, jerami kedelai, tetes tebu, kulit kakao, kulit

kopi,ampas tebu, pucuk tebu, tongkol jagung, bungkil biji kapuk, dedak padi,

onggok kering, dan bungkil kopra. Pakan terebut diformulasikan sedemikian rupa

sehingga semua nutrisi kebutuhan ternak domba bisa dipengaruhi.

Hijauan makanan ternak bahan makanan yang berupa daun-daunan,

kadang-kadang masih bercampur dengan batang, ranting, serta bunganya yang

umumnya masih berasal dari tanaman sebangsa rumput (Graminea, Cyperaceae)

atau daun kacang-kacangan (Leguminosae) atau jenis lainnya (Lubis, 2007). Zea

mays merupakan salah satu biji-bijian yang sangat penting dan secara geografis

paling banyak ditanam karena jagung adalah sumber protein pada ternak (NH.

Mon.eith,E.H, 2000).

2.2 Bahan Pakan

1. Hijauan

Hijauan Makanan Ternak (HMT) merupakan salah satu hal yang sangat

penting bagi dunia peternakan. Tanpa manajemen pakan yang baik, niscaya ternak
6

kambing yang kita pelihara akan merana, karena makanan yang diberikan ke

ternak tidak dapat tersedia secara tetap. Oleh karena itu, diperlukan suatu cara

yang tepat untuk mengatur agar supaya HMT yang diperlukan oleh ternak tidak

terganggu pengadaannya. Ada beberapa macam hijauan makan ternak yang layak

dan disukai oleh kambing dan domba antara lain :

a. Rumput Gajah

Banyak di jumpai di persawahan. Tingginya bisa mencapai 5 m, berbatang

tebal dan keras, daun panjang, dan dapat berbunga seperti es lilin. Rumput gajah

mempunyai beberapa varietas, antara lain varietas Afrika, ditandai dengan batang

dan daun yang kecil, tumbuh tegak, berbunga dan produksi lebih rendah jika

dibandingkan dengan rumput varietas hawai. Dan varietas Hawai, ditandai dengan

batang dan daun yang lebar, pertumbuhan rumpun sedikit menyebar, produksi

cukup tinggi, dan berbunga.

Panen pertama pada rumput gajah dapat di lakukan pada umur 90 hari

setelah tanam. Panen selanjutnya setiap 40 hari sekali pada musim hujan dan 60

hari sekali pada musim kemarau. Tinggi potongan dari permukaan tanah antara

10-15 cm. Produksi hijauan rumput gajah antara 100-200 ton rumput

segar/hektar/tahun. Alangkah lebih baik kalau sehabis pemanenan rumput gajah

diberi pupuk, pupuk dapat berupa pupuk kimia (urea, npk, tsp/kcl) ataupun pupuk

alami (kotoran kambing). Sehingga pertumbuhan rumput itu akan semakin bagus

dikemudian hari.

b. Rumput Raja atau King Grass

Mempunyai karakteristik tumbuh tegak berumpun-rumpun, ketinggian

dapat mencapai kurang lebih 4 m, batang tebal dan keras, daun lebar agak tegak,

dan ada bulu agak panjang pada daun helaian dekat liguna. Permukaan daun luas
7

dan tidak berbunga kecuali jika di tanam di daerah yang dingin. Rumput raja

dapat di tanam di daeah yang subur di dataran rendah sampai dataran tinggi,

dengan curah hujan tahunan lebih dari 1.000 mm. Produksi hijauan rumput raja

dua kali lipat dari produksi rumput gajah, yaitu dapat mencapai 40 ton rumput

segar/hektar sekali panen atau setara 200-250 ton rumput segar/hektar/tahun.

Mutu hijauan rumput raja lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumput gajah

Hawai ataupun rumput Afrika.

c. Rumput Setaria (Setaria Lampung)

Rumput setaria tumbuh tegak, berumpun lebat, tinggi dapat mencapai 2 m,

berdaun halus dan lebar berwarna hijau gelap, berbatang lunak dengan warna

merah keungu-unguan, pangkal batang pipih, dan pelepah daun pada pangkal

batang tersusun seperti kipas. Rumput setaria sangat cocok di tanam di tanah yang

mempunyai ketinggian 1200 m dpl, dengan curah hujan tahunan 750 mm atau

lebih, dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, dan tahan terhadap genangan air.

Pembiakan dapat di lakukan dengan memisahkan rumpun dan menanamnya

dengan jarak 60 x 60 cm. Pemupukan di lakukan pada tanaman berumur kurang

lebih dua minggu, dengan pupuk urea 100 kg/hektar lahan, dan sebulan sekali di

tambah dengan 100 kg urea/hektar. Produksi hijauan rumput setaria dapat

mencapai 100 ton rumput segar/hektar/tahun.

d. Turi

Sifat khusus dari tanaman turi adalah pertumbuhannya yang begitu cepat,

tinggi tanaman bisa mencapai 10 meter, dan bunga berbentuk seperti kupu-kupu

berwarna merah muda atau putih. Turi dapat beradaptasi pada tanah asam yang

tidak subur, kadang-kadang juga tumuh subur pada tanah yang tergenang air.

Daun turi merupakan hijauan makanan ternak yang potensial.


8

e. Kaliandra

Tinggi tanaman Kaliandra dapat mencapai 8 m. Tanaman Kaliandra dapat

tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1500 m dpl, toleran terhadap tanah

yang kurang subur, dapat tumbuh cepat dan berbintil akar sehingga mampu

menahan erosi tanah dan air. Manfaat kaliandra pada makana ternak adalah

sebagai bank protein. Penanaman Kaliandra pada tanah-tanah yang kurang

produktif dapat menekan pertumbuhan gulma. Selain itu tanaman ini dapat

digunakan sebagai tanaman penahan erosi dan penyubur tanah. Daun kaliandra

mudah dikeringkan dan dapat dibuat sebagai tepung makanan ternak kambing.

f. Rumput Benggala

Rumput Benggala merupakan salah satu rumput yang biasanya digunakan

sebagai pakan ternak ruminansia sebagai asupan protein kasar, lemak kasar, dan

juga kandungan lainnya. Rumput benggal ini berasal dari Zimbabwe, Afrika

dengan penyebaran yang sangat cepat diberbagai wilayah terutamanya Indonesia.

Rumput ini sangat di kenal dan juga banyak di manfaatkan bagi peternak dan

juga sebagian orang ada yang budidayakan rumput ini sebagai pakan ternak.

2. Konsentrat

Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan

pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan

dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur sebagai pakan pelengkap (Hartadi et

al., 1991). Konsentrat atau pakan penguat dapat disusun dari biji-bijian dan

limbah hasil proses industri bahan pangan seperti jagung giling, tepung kedelai,

menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes dan umbi. Peranan konsentrat adalah

untuk meningkatkan nilai nutrien yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal

hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Akoso, 1996). Penambahan
9

konsentrat dalam ransum ternak merupakan suatu usaha untuk mencukupi

kebutuhan zat-zat makanan, sehingga akan diperoleh produksi yang tinggi. Selain

itu dengan penggunaan konsentrat dapat meningkatkan daya cerna bahan kering

ransum, pertambahan bobot badan serta efisien dalam penggunaan ransum

(Holcomb et. al., 1984).

Menurut Koddang (2008) bahwa tingkat pemberian konsentrat

berpengaruh sangat nyata terhadap daya cerna bahan kering ransum pada sapi bali

jantan yang mendapatkan rumput Raja (Pennisetum purpurephoides) secara ad

libitum. Semakin tinggi tingkat pemberian konsentrat disertai dengan

meningkatnya daya cerna ( BK ) ransum. Menurut Parakkasi (1995) tingkat

konsumsi dapat disamakan dengan palatabilitas atau menggambarkan

palatabilitas. Dijelaskan lebih lanjut oleh Kartadisastra (1997) bahwa keadaan

fisik dan kimiawi pakan yang dicerminkan kenampakan, bau, rasa, dan tekstur

menunjukkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya.

Penambahan pakan konsentrat pada ransum secara ekonomi dinilai sangat tidak

efisien karena besarnya porsi biaya konsentrat antara 70-90% dari total biaya

pakan. Makin besar biaya konsentrat maka pendapatan peternak terkuras dan

sebaliknya bila biaya pakan konsentrat dapat ditekan maka pendapatan peternak

dapat ditingkatkan. Perlu diingat bahwa pemberian pakan konsentrat yang

berkualitas tinggi akan mempercepat pertumbuhan ternak, sehingga berat badan

yang diharapkan dapat tercapai dalam waktu yang singkat. Namun, pemberian

pakan konsentrat dalam jumlah yang besar mungkin kurang baik karena dapat

menyebabkan pH dalam rumen menurun. Hal ini disebabkan karena pemberian

konsentrat akan menekan kerja buffer dalam rumen karena mastikasi berkurang

akibatnya produksi saliva menurun dan meningkatkan produksi volatile fatty acid
10

/VFA (Arora, 1995). Penurunan pH tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan

dan aktivitas mikroba dalam rumen, yang berperan dalam proses pencernaan

pakan dan selanjutnya akan mengakibatkan kecernaan pakan serta produktivitas

ternak menurun. Derajat keasaman (pH) rumen yang normal berkisar antara 6,0-

7,0. Pada kisaran pH ini, pertumbuhan mikroba rumen maksimal sehingga

aktivitas fisiologisnya meningkat, terutama yang berhubungan dengan fermentasi

rumen (Putra dan Puger, 1995).

Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan

pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan

dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur sebagai pakan pelengkap (Hartadi et

al., 1991). Konsentrat atau pakan penguat dapat disusun dari biji-bijian dan

limbah hasil proses industri bahan pangan seperti jagung giling, tepung kedelai,

menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes dan umbi. Peranan konsentrat adalah

untuk meningkatkan nilai nutrien yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal

hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Akoso, 1996). Penambahan

konsentrat dalam ransum ternak merupakan suatu usaha untuk mencukupi

kebutuhan zat-zat makanan, sehingga akan diperoleh produksi yang tinggi. Selain

itu dengan penggunaan konsentrat dapat meningkatkan daya cerna bahan kering

ransum, pertambahan bobot badan serta efisien dalam penggunaan ransum

(Holcomb et. al., 1984).

Menurut Koddang (2008) bahwa tingkat pemberian konsentrat

berpengaruh sangat nyata terhadap daya cerna bahan kering ransum pada sapi bali

jantan yang mendapatkan rumput Raja (Pennisetum purpurephoides) secara ad

libitum. Semakin tinggi tingkat pemberian konsentrat disertai dengan

meningkatnya daya cerna ( BK ) ransum. Menurut Parakkasi (1995) tingkat


11

konsumsi dapat disamakan dengan palatabilitas atau menggambarkan

palatabilitas. Dijelaskan lebih lanjut oleh Kartadisastra (1997) bahwa keadaan

fisik dan kimiawi pakan yang dicerminkan kenampakan, bau, rasa, dan tekstur

menunjukkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya.

Penambahan pakan konsentrat pada ransum secara ekonomi dinilai sangat tidak

efisien karena besarnya porsi biaya konsentrat antara 70-90% dari total biaya

pakan. Makin besar biaya konsentrat maka pendapatan peternak terkuras dan

sebaliknya bila biaya pakan konsentrat dapat ditekan maka pendapatan peternak

dapat ditingkatkan

Perlu diingat bahwa pemberian pakan konsentrat yang berkualitas tinggi

akan mempercepat pertumbuhan ternak, sehingga berat badan yang diharapkan

dapat tercapai dalam waktu yang singkat. Namun, pemberian pakan konsentrat

dalam jumlah yang besar mungkin kurang baik karena dapat menyebabkan pH

dalam rumen menurun. Hal ini disebabkan karena pemberian konsentrat akan

menekan kerja buffer dalam rumen karena mastikasi berkurang akibatnya

produksi saliva menurun dan meningkatkan produksi volatile fatty acid /VFA

(Arora, 1995). Penurunan pH tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

aktivitas mikroba dalam rumen, yang berperan dalam proses pencernaan pakan

dan selanjutnya akan mengakibatkan kecernaan pakan serta produktivitas ternak

menurun. Derajat keasaman (pH) rumen yang normal berkisar antara 6,0-7,0.

Pada kisaran pH ini, pertumbuhan mikroba rumen maksimal sehingga aktivitas

fisiologisnya meningkat, terutama yang berhubungan dengan fermentasi rumen

(Putra dan Puger, 1995). Konsentrat dibedakan dua kelompok, yaitu konsentrat

sumber enegi (carbonaseous concentrate) dan konsentrat sumber protein

(proteinaseous concentrate). Carbonaseous concentrate merupakan konsentrat


12

yang mengandung energi tinggi, protein rendah dengan protein kasar kurang dari

20 persen dan serat kasar 18 persen, sedangkan proteinaseous concentrate adalah

konsentrat yang mengandung protein tinggi dengan protein kasar lebih dari 2

persen (Prawirokusumo, 1994).

a. Konsentrat Sumber Protein

Semua macam bahan pakan yang mengandung protein kasar >20%.

Penggunaan konsentrat protein terutama ditujukan untuk ternak muda, ternak

tumbuh cepat dan ternak produksi tinggi. Berdasarkan sumbernya, bahan


konsentrat protein berasal dari:

 Limah dari ikan laut

 Hewan darat

 Tanaman

 Asam amino sintetik

Konsentrat protein dapat dibuat dengan cara menghilangkan komponen

nonprotein seperti lemak, karbohidrat, mineral, dan air, sehingga kandungan

protein produk menjadi lebih tinggi dibandingkan bahan baku aslinya (Amoo et

al. 2006). Penghilangan komponen nonprotein pada pembuatan konsentrat protein

dapat dilakukan dengan proses ekstraksi. Ekstraksi dapat dilakukan dengan

menggunakan larutan alkohol atau larutan asam. Pelarut alkohol yaitu aseton

merupakan pelarut organik yang bersifat polar yang memiliki kemampuan untuk

memisahkan fraksi gula larut air dan lemak tanpa melarutkan proteinnya. (Amoo

et al. 2006).

b. Konsentrat Sumber Energi


13

Semua macam bahan pakan yang merupakan sumber energi dan

memenuhi syarat tertentu (serat kasar < 18%, dinding sel <35% dan protein <

20%). Kegunaannya konsentrat sumber energi yaitu untuk menaikkan jumlah

konsumsi energi atau untuk menaikkan densitas energi di dalam ransum. Energi

yang terkandung di dalam konsentrat energi terutama berasal dari karbohidrat

yang mudah larut ataupun minyak dan lemak Bahan pakan yang tinggi kandungan

energinya (DE, ME atau NE) pada umumnya mengandung protein rendah sampai

sedang, walaupun ada beberapa macam yang mengandung protein tinggi. Ternak

lebih mudah mendapat energi dari konsentrat energi daripada yang berasal forase

walaupun energi bruto atau gross energy (GE) hampir sama. Bahan Konsentrat

Energi meliputi:

 Berbagai macam bahan pakan butiran sebangsa padi termasuk hasil

sampingnya.

 Berbagai macam umbi

 Berbagai macam tetes dan yang sejenis

 Berbagai macam minyak dan lemak

Pollard (Triticum aestivum) merupakan bahan pakan konsentrat untuk sapi

perah yang banyak digunakan oleh peternak sebagai sumber energi dan protein.

Selain itu menurut Arditya (2010), dalam 100% BK nilai gizi yang terdapat dalam

pollard adalah 8,81% serat kasar, 5,1% lemak kasar, 45,0% bahan ekstrak tanpa

nitrogen dan 24,1% abu. Budi Harjho, (2003) mengatakan “Bahan-bahan sumber

mineral kalsium yang sering ditambahkan kedalam pakan ternak untuk menambah

kandungan nutrisi mineral kalsium antara lain:

a. Tepung tulang
14

Tepung tulang yang diproses ini mengandung kalsium 24%. Dibeberapa

pabrik makanan ternak mempergunakan tepung tulang yang tercampur dengan

sisa-sisa daging atau limbah rumah potong. Sesuai dengan namanya maka tepung

tulang ini digunakan untuk tambahan dan juga sebagai pelengkap untuk

melengkapi kandungan nutrisi mineral kalsium pada pakan ternak.

b. Tepung kerang

Tepung karang atau CaCO3 merupakan sumber kalsium yang baik

mengandung kalsium 38% atau 98% kalsium karbonat, bila menggunakan tepung
karang sebagai bahan makanan ternak sifatnya hanya sebagai pelengkap dan tidak

harus di tambahkan tujuanya adalah untuk menambah nilai mineral kalsium pada

pakan ternak.

c. Garam

Garam dapur atau NaCl ini merupakan bahan alami yang digunakan untuk

melengkapi mineral-mineral lainnaya yang dibutuhkan oleh ternak, bila

menggunakan garam sebagai tambahan makanan ternak maka tidak boleh lebih

dari 0,25%. Disamping itu masih banyak lagi sumber mineral kalsium yang kini

sudah tidak digunakan lagi karena sudah ada buatan pabrik seperti kapur makan,

rock phosphate, dicalsiumphosfate, aragonite, dan gypsum.

Bahan pakan nabati adalah bahan pakan yang berasal dari tumbuh-

tumbuhan. Bahan pakan nabati ini umumnya mempunyai serat kasar tinggi,

misalnya dedak dan daun-daunan yang suka dimakan oleh ayam buras. Disamping

itu bahan pakan nabati banyak pula yang mempunyai kandungan protein tinggi

seperti bungkil kelapa.bungkil kedele dan bahan pakan asal kacang-kacangan.


15

Dan tentu saja kaya akan energi seperti jagung. Berikut penjelasan sekilas tentang

bahan pakan tersebut (E. Salamah, 2006).

Kulit pisang mengandung kabohidrat cukup tinggi yaitu 18,50% sehingga

dapat digunakan untuk pengganti sebagian jagung atau dedak dalam pakan. Hasil

analisis kimia menunjukkan bahwa komposisi kulit pisang banyak mengandung

air yaitu 68,90% dan karbohidrat sebesar 18,50%. padahal kulit pisang memiliki

kandungan kabohidrat yang masih baik digunakan sebagai pengganti bahan pakan

konvensional (jagung) untuk menekan biaya produksi. Kandungan zat makanan

kulit pisang Ambon menurut Hanum(1989), kadar air 68,90%; pati 8,17%; serat

kasar 12,66%. Kandungan protein kasar berkisar antara 6,52%. (Hanum, 2005).

Tanaman jagung termasuk jenis tanaman pangan yang diketahui banyak

mengandung serat kasar dimana tersusun atas senyawa kompleks lignin,

hemiselulose dan selulose (lignoselulose), dan masing-masing merupakan

senyawa-senyawa yang potensial dapat dikonversi menjadi senyawa lain secara

biologi. Tanaman jagung yang diambil khasiatnya adalah bagian buah ,tongkol,

kulit dan menir jagun,semua itu berguna bagi pakan ternak. Selulose merupakan

sumber karbon yang dapat digunakan mikroorganisme sebagai substrat dalam

proses fermentasi untuk mengahsilkan produk yang mempunyai nilai ekonomi

tinggi (Suprapto dan Rasyid, 2002).

Pemberian vitamin harus cukup tinggi untuk mencegah tanda-tanda

defisiensi dan menghasilkan pertumbuhan maximum seperti pemberian vitamin

A, B komplek yang dalam hal ini kebutuhan akan riboflavin akan dipengaruhi

oleh takaran protein dalam makanan karena pemberian vitamin sangat penting

untuk keperluan metabolisme KH tubuh (Allen D. Tilman dkk, 2003)


16

Hasil ikutan tanaman tebu merupakan pakan sumber serat atau energi yang

dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia adalah pucuk tebu, daun

tebu, ampas tebu (bagase), blotong dan tetes (molases). Pucuk tebu memiliki daya

cerna dan nilai gizi yang relatif rendah, hal tersebut dapat dilihat dari kandungan

serat kasarnya yang cukup tinggi (42,30%). Akan tetapi dengan tindakan

pengolahan kimiawi, hayati dan fisik, secara signifikan mampu meningkatkan

daya cerna, kandungan gizi dan konsumsi pakan (Dwiyanto, dkk, 2001).

2.3 Prefensi dan Palatabilitas

Preferensi adalah tingkat kesukaan ternak pada suatu pakan yang pertama
dipilih oleh ternak tersebut. Namun meskipun pakan tersebut yang utama dipilih
atau dihampiri oleh ternak tapi tidak menjadi makanan yang paling banyak untuk
dikonsumsi oleh ternak tersebut (Prakkasi, 1999). Palatabilitas merupakan faktor
yang sangat penting untuk menentukan tingkat konsumsi pakan, dimana
palatabilitas pakan ditentukan oleh rasa, bau dan warna yang merupakan pengaruh
faktor fisik dan kimia pakan (Parakkasi,1986). Palatabilitas didefinisikan sebagai
respon yang diberikan oleh ternak terhadap pakan yang diberikan dan hal ini tidak
hanya dilakukan oleh ternak ruminansia tetapi juga dilakukan oleh hewan
mamalia lainnya terutama dalam memilih pakan yang diberikan (Chruch dan
Pond, 1988). Pemberian ransum atau pakan disamping harus memenuhi zat-zat
nutrisi yang dibutuhkan dengan jumlah yang tepat, pakan tersebut harus
memenuhi syarat-syarat seperti aman untuk dikonsumsi, palatabel ekonomis dan
berkadar gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak (Afriyanti, 2002).

Palatabilitas merupakan hasil keseluruhan dari faktor-faktor yang

menentukan apakah dan sampai dimana suatau pakan menarik bagi ternak. Faktor-

faktor tersebut adalah bau, rasa, bentuk dan temperatur pakan (Lawrence, 1990).
17

Pond et al. (1995) mendefinisikan palatabilitas sebagai daya tarik suatu pakan

atau bahan pakan untuk menimbulkan selera makan dan langsung dimakan oleh

ternak. Palatabilitas biasanya diukur dengan cara memberikan dua atau lebih

pakan kepada ternak sehingga ternak dapat memilih dan memakan pakan mana

yang lebih disukai. Palatabilitas ransum merupakan faktor penting dalam sistem

cafeteria feeding. Palatabilitas dapat diuji dengan cafeteria feeding yaitu dengan

cara memberi kesempatan pada ternak untuk memilih sendiri makanan atau bahan

ransum yang ada untuk dikonsumsi lebih banyak, agar kebutuhan zat-zat makanan

terpenuhi (Patrick dan Schaible, 1980). Bahan ransum yang mempunyai

palatabilitas tinggi akan dikonsumsi lebih banyak (Ewing,1963). Penentuan

tingkat palatabilitas ini dinyatakan dalam jumlah konsumsi total bahan kering per

hari oleh suatu ternak.

Palatabilitas makanan adalah derajat kesukaan pada makanan tertentu yang

terpilih dan dimakan. Berdasarkan Provenza (1995), preferensi makan sebagai

interaksi antara rasa dan umpan balik postingestive, ditentukan oleh kondisi

fisiologis hewan dan karakteristik kimia makanan. Preferensi makan akan

meningkat ketika nutrisi makanan memadai dan akan menurun jika kekurangan

gizi. Satwa menyukai makanan tertentu dari kebiasaan, dan tidak menyukai

makanan yang baru. Faktor yang mempen garuhi tingkat kesukaan makanan yaitu

rasa atau bau, kandungan nutrisi seperti karbohidrat, protein, lemak, serat kasar,

vitamin serta kadar air.


18

III

ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

3.1 Alat

Praktikum tentang feeding domba yang dilakukan dikandang domba

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran membutuhkan alat sebagai berikut :


1. Timbangan
2. baskom/wadah
3. stopwatch
4. Konsentrat
5. Rumput benggala
6. Daun Kaliandra

3.2 Prosedur Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan praktikum.

2. Siapkan jenis rumput yang ingin digunakan.

3. Timbang rumput, daun dan konsentrat tersebut (rumput 500 gram, daun

500 gram dan konsentrat 250 gram).

4. Potong rumput kecil-kecil agar ternak mudah untuk mengkonsumsinya.

5. Sediakan 3 wadah untuk masing-masing bahan dan masukkan bahan


tersebut ke dalam wadah.

6. Domba dibiarkan untuk mencium atau mengendus wangi pakan selama

lima menit dan catat mana yang paling diinginkan domba dari pakan yang

disediakan.
19

7. Domba dibiarkan memilih pakan yang dimakan dan dicatat pakan mana

yang pertama kali dan pakan selanjutnya dimakan oleh domba dan dicatat

waktu makan domba tiap pakan yang dimakannya selama lima menit.

8. Pakan ditimbang kembali untuk mengetahui berapa berat pakan yang

sudah dimakan domba selama lima menit.

9. Menulis data dan menyimpulkan pakan yang prefensi dan pakan yang

paling disenangi domba (palatabilitas).


20

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Penimbangan Bahan Pakan

Bahan Pakn Berat (Gram)

Rumput Benggala 500

Kaliandra 500

Konsentrat 250

Tabel 2. Pengamatan Palatabilitas dan Preferensi

Stopwach Durasi (Detik) Pengamatan

(menit)

00.00-05.00 300 Penciuman ke Bahan Pakan

05.00-05.90 9 Domba Mengahampiri Bahan

Pakan untuk yang Pertama

05.09-10.0 291 Domba Mengkonsumsi Rumput

Benggala
21

Tabel 3. Pengamatan Berat Bahan pakan yang Tersisa

Bahan Pakn Berat (Gram)

Rumput Benggala 150

Kaliandra 490

Konsentrat 250

4.2 Pembahasan

Praktikum kali ini praktikan melakukan praktikum mengenai tingkat

palatabilitas dan preferensi suatu bahan pakan yang diuji terhadap ternak domba.
McDonald et al (1988) menjelaskan bahwa palatabilitas bahan pakan

mempengaruhi voluntary feed intake (pakan yang dimakan oleh ternak secara

sukarela) suatu ternak, tetapi palatabilitas yang digunakan untuk menjelaskan

derajat kesediaan suatu bahan pakan untuk dipilih dan dimakan tidak sama dengan

voluntary feed intake. Palatabilitas hanya melibatkan bau, rabaan, dan rasa.

Palatabilitas didefinisikan sebagai respon yang diberikan oleh ternak terhadap

pakan yang diberikan dan hal ini tidak hanya dilakukan oleh ternak ruminansia
tetapi juga dilakukan oleh hewan mamalia lainnya terutama dalam memilih pakan

yang diberikan (Chruch dan Pond, 1988). Palatabilitas dipengaruhi oleh

lingkungan secara langsung melalui suhu udara. Ada hubungan erat antara

konsumsi makanan dengan produksi panas tubuh. Suhu yang tinggi akan

menyebabkan menurunnya nafsu makan dan mengurangi konsumsi ransum

sedangkan konsumsi air lebih banyak.

Penentuan palatabilitas pakan dilakukan dengan memberikan bebrapa

pilihan pakan dihadapan ternak, hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh

Schaible, 1980 yang menyatakan bahwa palatabilitas biasanya diukur dengan cara
22

memberikan dua atau lebih pakan kepada ternak sehingga ternak dapat memilih

dan memakan pakan mana yang lebih disukai. Palatabilitas ransum merupakan

faktor penting dalam sistem cafeteria feeding. Palatabilitas dapat diuji dengan

cafeteria feeding yaitu dengan cara memberi kesempatan pada ternak untuk

memilih sendiri makanan atau bahan ransum yang ada untuk dikonsumsi lebih

banyak, agar kebutuhan zat-zat makanan terpenuhi (Patrick dan). Langkah awal

yang dilakukan untuk mennetukan hal ini adalah dengan menimbang terlebih

dahulu pakan yang digunakan untuk percobaan dengan komposisi 500 gram untuk

rumput benggala dan kaliandra, 250 gram untuk konsentrat. Pakan yang telah

ditimbang kemudian dimasukkan atau diletakkna dikandang atau di tempat

kambing tersebut makan. Terdapat beberapa perlakuan yang diberikan yaitu

dengan meletakkan terlebih dahulu pakan tersebut didepan ternak selama 5 menit,

biarkan ternak mengendus bau yang dihasilkan oleh setiap bahan pakan.

Langkah berikutnya adalah melepaskan domba untuk memakan pakan

yang telah disediakan, kegiatan ini berlangsung selama 5 menit. Berdasarkan

tujuan praktikum kali ini dimana palatabilitas dan preferensi adalah parameter

yang diukur, saat pertama kali domba tersebut dilepaskan domba langsung

menghampiri rumput benggala. Hal ini membuktikan bahwa preferensi domba

terhadapt pakan itu lebih cenderung ke rumput benggala dibandingkan kaliandra

dan konsentrat. Setelah 5 menit berakhir, domba tersebut hanya menghabiskan

rumput benggala dan hanya sekali dia mengahmpiri kaliandra. Setelah uji ini,

didapat hasil bahwa rumput benggala yang lebih banyak dikonsumsi oleh domba,

yaitu sebanyak 150 gr dari 500gr bahan yang disediakan. Legume kaliandra

dikonsumsi sebanyak 10gr dari 500 gr bahan yang disediakan, sendangkan

konsentrat tidak dikonsumsi sama sekali. Hal ini menyimpulkan bahwa


23

palatabilitas dan prefernsi domba terhadap pakan diantara rumput benggala,

kaliandra, dan konsentart adalah pada rumput benggala. Hal tersebut sesuai

dengan kebiasaan domba yang menurut Van Wieren (1996) domba lebih dekat ke

grazer (pemakan rumput). Domba pada saat pemberian pakan tidak berpindah

atau mencoba pakan yang lain apabila tidak diarahkan pada pakan yang lain, hal

ini sesuai dengan pernyataan Church (1988) menyatakan bahwa tingginya kadar

serat bahan pakan yang dikonsumsi menyebabkan tekanan pada dinding rumen

meningkat, dan secara fisiologis berpengaruh pada penurunan selera makan.

Domba lebih banyak memakan rumput benggala dan sedikit memakan daun

kaliandra tetapi untuk konsentrat tidak dimakan sama sekali, hal ini berhubungan

dengan pernyataan menurut Baumont dkk (2000) perbedaan preferensi pakan

merupakan fenomena yang komplek, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor

seperti komposisi kimiawi, karakteristik fisik dan karakteristik morfologis,

sedangkan menurut Parakkasi (1999), bahwa hewan mengkonsumsi makanan

terutama untuk memenuhi kebutuhan energi, semakin tinggi kebutuhan energi

maka konsumsi bahan kering juga meningkat, namun meskipun pakan tersebut

yang utama dipilih atau dihampiri oleh ternak tapi tidak menjadi makanan yang

paling banyak untuk dikonsumsi oleh ternak tersebut.


24

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Preferensi adalah tingkat kesukaan ternak pada suatu pakan yang pertama

dipilih oleh ternak tersebut. Namun meskipun pakan tersebut yang utama

dipilih atau dihampiri oleh ternak tapi tidak menjadi makanan yang paling

banyak untuk dikonsumsi oleh ternak

2. Palatabilitas dapat diartikan sebagai respon yang diberikan oleh ternak

terhadap pakan yang diberikan dan hal ini tidak hanya dilakukan oleh

ternak ruminansia tetapi juga dilakukan oleh hewan mamalia lainnya

terutama dalam memilih pakan yang diberikan.

5.2 Saran

Pelaksanaan praktikum untuk melakukan feeding pada domba sebaiknya

seluruh mahasiswa melakukannya, hal ini bertujuan untuk memberikan

kesempatan untuk mahasiswa yang ingin mencoba dan merasa memiliki

kewajiban untuk melakukan praktikum ini. Persiapan tim pelaksana akan lebih

baik jika ditingkatkan lagi, hal ini berkaitan dengan kelengkapan alat praktikum,

dan akan lebih baik jika ada panduan ataupun modul.


DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B., T. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta.

Amoo IA, OT Adebayo, AO Oyeleye.2006. Chemical Evaluation of Winged


Beans (Psophocarous tetragonolabus), Pitanga Cherries (Eugenia uniflora)
and Orchid Fruit (Orchid fruit myristica). African. J food
Agr.Nutr.Dvlpmnt. 2:1-12

Arditya, D. W. 2010. Pengaruh Penggunaan Bahan Pakan Konsentrat Sumber


Protein Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan dan
Konversi Pakan pada Domba Ekor Gemuk. Skripsi. Fakultas
PeternakanUniversitas Brawijaya. Malang.

Arora, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.

Baumont R, Prache S, Meuret M, Morand-Fehr P. 2000. How forage


characteristics influence behaviour and intake in small ruminant: A
review. Livest Prod Sci. 64:15-28

Bambang, Cahyono. 1998. Beternak Domba dan Kambing, Yogyakarta: Penerbit


Kanisius.

Church, D.C. 1988. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. 2nd Ed. O
& B Book.Oregon. USA.

Devendra dan Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Bandung:


Penerbit ITB.

Holcomb, G., H. Kiesling, and G. Lofgreen, 1984. Digestibility of Diets and


Performance by Steers Feed Varying Energy and Protein Level in Feedlot
Receiving Program. Livestock Research Beefs and Cattle Growers Shorts
Course. New Mexico State University, Mexico

Kartadisastra, H.R., 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak


Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta.
2

Koddang, A. Y. M. 2008. Pengaruh Tingkat Pemberian Kosentrat Terhadap Daya


Cerna Bahan Kering dan Protein Kasar Ransum Pada Sapi Bali Jantan
yang Mendapatkan Rumput Raja ( Pennisetum Parpurephoides ). ad-
libitum, Jurnal Agroland 15 ( 4 ) :343- 348.
Mulyono, Subangkit. 2004. Penggemukan Kambing Potong. Jakarta : Penebar
Swadaya.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press Jakarta

Prawirokusumo, S., 1994. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE Yogyakarta.

Putra, S. dan A. W. Puger. 1995. Manipulasi Mikroba dalam Fermentasi Rumen


Salah Satu Alternatif untuk Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Zat-zat
Makanan. Fapet, Unud, Denpas

Siregar, S. B. 1995. Ransum Ternak Ruminansia. Jakarta: Penebar Swadaya.

Skripsinya Widiarti, W. 2008. Uji Sifat Fisik Dan Palatabilitas Ransum Komplit
Wafer Pucuk Dan Ampas Tebu Untuk Pedet Sapi Fries Holland. Dan dari
Parakkasi, A. 1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik.
Jakarta: UI-Press

Sodiq, A. dan Z. Abidin. 2002. Penggemukan Domba Kiat Mengatasi


Permasalahan Praktis. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Tomaszewska, dkk. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Surabaya:


Sebelas Maret University Press.

Van Wieren, S.E. 1996. Nutrient extraction from mixed grass-browse diets by
goats and sheep. In: Van Wieren SE. Digestive Strategies in Ruminants
and Non Ruminants. Thesis. University of Wageningen, Netherland.
LAMPIRAN

Lampiran 1.

Persiapan pakan dalam wadah dan penimbangan

Lampiran 2.
Pembauan pakan dan pemberian pakan pada domba
2

Lampiran 3.

Penimbangan pakan setelah dimakan domba

Anda mungkin juga menyukai