Anda di halaman 1dari 121

Laporan Kerja Praktek

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kerja Praktek


Perguruan tinggi merupakan sarana pembentukan sumber daya manusia
yang diharapkan mampu mengaplikasikan teori yang ada dengan keadaan di
lapangan sejalan dengan perkembangan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK).
Dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkompeten, perlu
diperhatikan tingkat pendidikan yang diperoleh. Mahasiswa sebagai calon sumber
daya manusia telah menerima pendidikan di perguruan tinggi. Kerja praktek
merupakan salah satu pemecahan permasalahan akan adanya jarak antara teori dan
praktek tersebut sehingga pada Kerja Praktek ini mahasiswa diharapkan mampu
menerapkan serta mengkombinasikan ilmu-ilmu yang diperoleh diperkuliahan
dengan yang diperoleh dilapangan, untuk selanjutnya diterapkan dilapangan
(Industri) serta mampu menjawab setiap tantangan yang timbul di Industri dengan
bekal dan ilmu-ilmu yang didapat diperkuliahan. Terkhusus di Departemen
Teknik Mesin Fakultas Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara, kerja praktek
sudah menjadi mata kuliah wajib dengan bobot 2 SKS (Sistem Kredit Semester)
yang wajib diselesaikan oleh mahasiswa dan perlu dilaksanakan dengan baik dan
benar agar diperoleh manfaat yang sebesar – besarnya.
Kerja praktek yang dilaksanakan dikelompokkan dalam 2 jenis, yaitu :
1. Produksi
Praktek kerja untuk bidang produksi dilakukan dengan mempelajari
proses pengolahan bahan baku menjadi hasil jadi atau hasil setengah
jadi yang merupakan produk akhir pada industri/ perusahaan tempat
kerja praktek dilakukan.
2. Manajemen Perusahaan
Praktek kerja untuk bidang manajemen perusahaan mencakup
pembahasan mengenai struktur organisasi perusahaan, tata letak
pabrik, pemasaran, permasalahan tenaga kerja, keselamatan dan
kesehatan kerja.

Departemen Teknik Mesin 1


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

1.2 Tujuan Kerja Praktek


Tujuan dari Kerja Praktek di kilang PT. Pertamina RU II Dumai ini adalah:
1. Mahasiswa memperoleh gambaran nyata mengenai pengoperasian
sistem pemprosesan dan utilitas yang digunakan untuk pengolahan
minyak bumi
2. memahami dan dapat menggambarkan pola inti proses produksi pada
Pertamina UP II Dumai yang meliputi
a. mengenal bahan baku yang digunakan dalam proses produksi,
b. memahami proses produksi,
c. mengenal produk dan limbah industri proses pengolahan minyak
bumi,
d. mengenal karakteristik sistem pemprosesan dan sistem
pengendalian proses,
3. mendapatkan gambaran nyata tentang organisasi kerja, manajemen
PT.Pertamina dan penerapannya, serta pengenalan terhadap praktik-
praktik pengelolaan dan peraturan-peraturan kerja di Pertamina UP II
Dumai, dan
4. Mengetahaui proses inspeksi pada hasil lasan (welding) dan
mengetahui tugas welding inspector.

1.3 Batasan Masalah


Dalam laporan ini kami membahas mengenai proses pengolahan minyak,
sistem manajemen perusahaan dan inspeksi pengelasan yang dilakukan di kilang
minyak PT. PERTAMINA RU II, Dumai.

1.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Adapun kerja prakter ini dilakukan di PT. PERTAMINA REFENARY
unit II, Dumai dalam kurun waktu satu bulan terhitung mulai tanggal 18 juli 2011
sampai 18 agustus 2011.

Departemen Teknik Mesin 2


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

1.5 Metode Pengumpulan Data


Metode-metode yang dilakukan dalam pengumpulan data yang merupakan
faktor utama dalam penyusunan laporan ini adalah:
1. Metode Observasi
Metode pengumpulan data dengan melakukan observasi lapangan di
Workshop Area– PT. Pertamina RU II Dumai, terutama pada objek-
objek yang menjadi topik permasalahan.
2. Metode Wawancara
Disamping observasi langsung ke lapangan, pengumpulan data juga
dilakukan dengan wawancara dan diskusi dengan narasumber dari
karyawan maupun Business Partner perusahaan yang mempunyai
pengetahuan dan pemahaman tentang manajemen perusahaan.
3. Metode Partisipasi
Pengumpulan data juga dilakukan dengan ikut serta dalam kegiatan-
kegiatan kerja yang dilakukan karyawan dan/atau Business Partner di
Maintenance Area (MA) – PT. Pertamina RU II Dumai.
4. Metode Studi Literatur dan Studi Pustaka
Selain pengumpulan data dari lapangan, juga dilakukan studi literatur
dan studi pustaka dari buku-buku, berkas-berkas, dan internet yang
berhubungan dengan manajemen.

1.6 Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan laporan kerja praktek ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, tujuan, batasan masalah,
tempat dan waktu pelaksanaan, metode pengumpulan data dan sistematika
penulisan laporan kerja praktek.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dijelaskan mengenai deskripsi pengolahan minyak dan
inspeksi pengelasan pada pipa di PT.PERTAMINA RU II, Dumai.
BAB III SISTEM MANAJEMEN PT. PERTAMINA RU II

Departemen Teknik Mesin 3


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Pada Bab ini dijelaskan mengenai Sejarah berdirinya PT.PRTAMINA RU


II, wilayah PT. PERTAMINA RU II, visi dan misi PT. PERTAMINA RU II.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai Kesimpulan penulis dari kerja praktek dan
saran yang bersifat konstruktif bagi PT.PRTAMINA RU II.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Teknik Mesin 4


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Bumi


Minyak bumi atau minyak mentah merupakan cairan kompleks yang
disusun oleh berbagai macam zat kimia organik yang berubah secara alamiah dan
tersimpan dalam lapisan bumi selama ribuan tahun lamanya. (Microsoft Encharta,
2005). Bahan organik yang berasal dari binatang dan tumbuhan tersebut
terdekomposisi secara parsial oleh bakteri menjadi gas dan komponen yang larut
dalam air. Lemak yang tertinggal dan bahan terlarut secara perlahan berubah
menjadi minyak bumi. Perubahan tersebut berlangsung pada temperatur 200 oF
dengan bantuan katalis yang terdapat di alam. Bahan radioaktif juga mempercepat
terbentuknya minyak bumi. Cairan minyak bumi yang dihasilkan kemudian dapat
berpindah ke pasir alam atau reservoir batu kapur (Legh dkk, 1948).

2.1.1 Komposisi Minyak Bumi


Minyak bumi memiliki campuran yang sangat kompleks dan mengandung
ribuan senyawa tunggal berselang gas ringan seperti gas metana, sampai dengan
bahan aspal yang berat dan padat. Hampir semua senyawa minyak bumi tersusun
dari hidrogen dan karbon. Selain itu terdapat senyawa – senyawa lain dalam
jumlah yang kecil seperti belerang, oksigen dan nitrogen. Komposisi kimia dan
sifat-sifat fisik minyak bumi sangat bervariasi, namun komposisi elemental pada
umumnya tetap, komposisi minyak bumi tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1.
Komposisi %-berat
Karbon
Hidrogen 84 – 87
Sulfur 11 – 14
Nitrogen 0–3
Oksigen 0–1

Tabel 2.1. Komponen penyusun minyak bumi.

Departemen Teknik Mesin 5


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Kondisi lingkungan seperti temperatur, tekanan, ada tidaknya senyawa


logam dan mineral, serta letak geologis selama proses perubahan alamiah senyawa
penyusun minyak bumi, mengakibatkan komposisi minyak bumi yang terdapat di
setiap daerah berbeda-beda pula. Namun demikian, minyak mentah dapat
digolongkan ke dalam empat kelas utama sebagai berikut (Praptowidodo, 1999):
a. Minyak bumi tipe paraffin, disusun oleh atom karbon dan atom
hidrogen yang jumlahnya selalu dua lebih banyak dari dua kali jumlah
atom karbonnya (parrafinebase crude oil).
b. Minyak bumi tipe asphaltic (naphthenes), disusun oleh atom karbon
dan atom hidrogen yang kuantitasnya dua kali jumlah atom karbonnya
(naphthene-base crude oil).
c. Minyak bumi tipe aromatik, disusun oleh atom karbon dan hidrogen
yang melingkar (aromate-base crude oil).
d. Minyak bumi tipe campuran (mixed crude oil), disusun oleh minyak
bumi tipe paraffin, tipe asphaltic dan aromatik.

Senyawa-senyawa penyusun utama minyak bumi antara lain:


1. Parafin dibangun oleh struktur dengan rumus molekul CnH2n+2
memiliki ikatan jenuh (ikatan tunggal), oleh karena itu parafin
memiliki kestabilan yang cukup tinggi. Parafin yang terdapat di dalam
minyak bumi adalah jenis parafin ringan. Parafin terberat di dalam
minyak bumi adalah parafin dengan atom C70. Contoh senyawa
parafin adalah metana, heksana, dan heksadekan.
2. Olefin memiliki rumus molekul CnH2n, dan secara alami tidak
terdapat dalam minyak bumi namun terbentuk selama pengolahan.
Olefin memiliki sifat yang sangat reaktif dikarenakan oleh terdapatnya
ikatan tak jenuh (ikatan rangkap), oleh karena itu olefin mudah
teroksidasi dan terpolimerisasi. Karena sifatnya itu produk yang
dihasilkan tidak diharapkan mengandung olefin.
3. Naften (sikloparafin) adalah senyawa hidrokarbon siklik dengan ikatan
jenuh dan memiliki rumus molekul CnH2n. Meskipun rumus
molekulnya sama dengan olefin, namun sifatnya berbeda jauh karena

Departemen Teknik Mesin 6


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

ikatan jenuhnya tersebut. Naften tidak dapat bereaksi secara langsung


karena ikatan antar molekulnya cukup kuat dengan bentuk siklik,
sebagai contoh naften tidak larut dalam asam sulfat yang oksidatif.
Naften ditemukan pada hampir semua minyak mentah. Contoh naften
adalah tetrametilen (siklobutan), pentametilen (siklopentan), dan
heksametilen (sikloheksan).
4. Aromatik memiliki rumus molekul CnH2n-6 dan memiliki cincin
benzen yang sangat stabil. Aromatik dapat dioksidasi dan membentuk
asam organik. Di dalam pengolahan minyak, aromatik dihasilkan dari
reaksi adisi atau substitusi, bergantung pada kondisi reaksi yang
dijalankan. Aromatik banyak ditemukan di dalam reformat yang
dihasilkan secara katalitik oleh reaksi platforming.

Selain hidrokarbon, minyak bumi juga mengandung senyawa-senyawa non


hidrokarbon, antara lain:
1. Senyawa oksigen dalam minyak mentah berbentuk asam karboksilat,
fenol, kresol, amida, keton, dan benzofuran. Senyawa oksigen ini
memiliki sifat asam dan menyebabkan asam mudah terpisah dari
minyak mentah. Meskipun senyawa oksigen bersifat asam namun
masalah yang ditimbulkannya tidak seserius seperti halnya senyawa
sulfur dan senyawa nitrogen.
2. Kandungan nitrogen dalam hampir semua minyak mentah adalah
rendah dengan nilai kurang dari 0.1% berat. Senyawa nitrogen stabil
terhadap panas sehingga kandungan nitrogen dalam fraksi ringan
sangat rendah. Karena nitrogen merupakan racun katalis maka harus
dilakukan proses hydrotreating untuk menurunkan kadar nitrogen
dalam umpan proses katalitik. Contoh senyawa nitrogen dalam minyak
bumi antara lain piridin, isoquinolin, dan acridin.
3. Konsentrasi sulfur bervariasi dari suatu minyak mentah dengan minyak
mentah yang lain. Minyak mentah sour didefinisikan sebagai minyak
mentah yang banyak mengandung hidrogen sulfida atau sulfur. Minyak
mentah diklasifikasikan sebagai minyak yang asam jika kandungan

Departemen Teknik Mesin 7


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

hidrogen sulfida yang terlarut sebesar 0.05 ft3/100 galon minyak


mentah. Senyawa sulfur dalam minyak mentah umumnya kompleks
dan tidak stabil terhadap panas. Senyawa sulfur yang tidak bersifat
asam dapat dihilangkan melalui proses hydrotreating. Contoh senyawa
sulfur dalam minyak bumi adalah H2S, merkaptan (RSH), dll.
4. Logam yang terdapat dalam minyak mentah berada dalam bentuk
garam terlarut dalam air yang tersuspensi dalam minyak atau dalam
bentuk senyawa organometalik dan sabun logam. Sabun logam
kalsium dan magnesium adalah zat aktif permukaan (surface active
agent) dan bertindak sebagai penstabil emulsi. Logam vanadium tidak
dikehendaki berada di dalam umpan proses katalitik karena vanadium
dapat meracuni katalis.
5. Minyak mentah seringkali mengandung garam-garam inorganik seperti
natrium klorida, magnesium klorida, dan kalsium klorida dalam bentuk
suspensi atau terlarut dalam air laut. Garam-garam ini harus
dihilangkan atau dinetralisasi sebelum diolah untuk mencegah
peracunan katalis, korosi pada peralatan, dan fouling. Korosi garam
disebabkan oleh hidrolisis beberapa logam klorida dan pembentukan
asam hidroklorik pada saat minyak mentah dipanaskan. HCl juga dapat
bergabung dengan ammonia membentuk amonium klorida (NH4Cl).

2.1.2 Sifat-Sifat Minyak Mentah


1. Specific Gravity (SG) dan API Gravity
SG minyak mentah dinyatakan dengan nilai perbandingan massa jenis
minyak mentah dan massa jenis air masing-masing pada suhu 60oF. Pada
umumnya API Gravity lebih banyak digunakan dibandingkan SG, dan dinyatakan
sebagai

Departemen Teknik Mesin 8


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

API Gravity minyak mentah berkisar antara 10 hingga 50, namun biasanya
berkisar antara 20 hingga 45. Terdapat pula klasifikasi minyak mentah
berdasarkan SG dan API Gravity, yang disajikan dalam tabel 2.2.
Tipe Minyak Mentah SG API Gravity
Ringan ≤ 0.830 ≤ 39.0
Medium Ringan 0.830 - 0.850 39.0 - 35.0
Medium Berat 0.850 - 0.865 35.0 - 32.1
Berat 0.865 - 0.905 32.1 - 24.9
Sangat Berat ≥ 0.905 ≥ 24.9
Tabel 2.2 Nilai SG dan API Gravity
2. Kadar Sulfur
Kadar sulfur dalam minyak mentah memiliki rentang 0.1% hingga 5%
berat. Minyak mentah dengan kadar sulfur lebih besar dari 0.5% mengharuskan
proses yang lebih banyak dan lebih rumit. Minyak mentah dengan kadar sulfur
tinggi disebut sour, dan terutama jika sulfur tersebut bersifat korosif, sedangkan
minyak mentah dengan kadar sulfur rendah disebut sweet. Sulfur dapat meracuni
katalis, mengurangi efektivitas zatzat tambahan serta menimbulkan korosi pada
peralatan proses. Klasifikasi minyak mentah berdasarkan kandungan sulfurnya
disajikan dalam tabel 2.3.
Tipe Minyak Mentah Kadar Sulfur (% berat)
Non-sulfurik 0.01 - 0.03
Sulfur Rendah 0.03 - 0.10
Sulfurik 1.30 - 3.00
Sulfur Tinggi ≥ 3.00

Tabel 2.3. Klasifikasi minyak mentah berdasarkan kadar sulfur.

3. Kadar Nitrogen
Nitrogen menentukan kualitas minyak mentah karena berpengaruh dalam
proses yang melibatkan katalis (proses katalitik). Kelancaran proses katalitik
minyak bumi dipengaruhi oleh kadar nitrogen yang ada. Selain itu bau, kestabilan

Departemen Teknik Mesin 9


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

warna, dan sifat penuaan produk akan dipengaruhi pula oleh kadar nitrogen. Nilai
maksimum kadar nitrogen dalam minyak mentah adalah 0.25% berat.

4. Kadar Garam
Kadar garam dalam minyak mentah menentukan kebutuhan proses
penghilangan garam (desalting) sebelum masuk ke dalam proses utama. Desalting
diperlukan untuk mencegah korosi dan penyumbatan pada peralatan proses. Jika
kandungan garam dalam minyak mentah melebihi 10 lbm per 1000 barrel maka
proses desalting menjadi suatu keharusan.

5. Kadar Logam
Minyak mentah mengandung berbagai macam logam seperti besi, kalsium,
magnesium, aluminium, nikel, dan vanadium. Logam terdapat dalam bentuk
garam yang tersuspensi dalam minyak atau dalam bentuk senyawa organometalik
dan metal soap. Kalsium dan magnesium adalah zat aktif permukaan (surface
active agent) yang berfungsi sebagai penstabil emulsi. Beberapa logam tidak
diinginkan berada dalam minyak mentah, dan salah satunya adalah vanadium.
Katalis yang digunakan dapat teracuni oleh logam ini. Kadar vanadium dapat
dideteksi dengan metode emission dan atomic absorption.

6. Residu Karbon
Residu karbon menyatakan kandungan aspal dan jumlah fraksi pelumas
yang dapat diambil. Semakin kecil kandungan residu karbon, semakin berharga
suatu minyak mentah karena memiliki persentase yang besar untuk pembuatan
pelumas. Besar residu karbon ditentukan dengan distilasi terus menerus hingga
tertinggal residu kokas (karbon) tanpa adanya air. Residu karbon umumnya
berkisar antara 0.1% hingga 5% berat.

7. Titik Tuang (Pour Point)


Titik tuang didefinisikan sebagai temperatur terendah dimana suatu zat
mengalami perubahan sifat dari bisa dituang menjadi tidak bisa dituang. Titik
tuang menunjukkan kadar senyawa aromatik dan parafin dalam minyak mentah.

Departemen Teknik Mesin 10


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Semakin rendah titik tuang, semakin rendah kadar parafin dan semakin tinggi
kadar aromatik dalam minyak mentah.

8. Rentang Distilasi
Rentang distilasi penting untuk diketahui karena dapat menghasilkan
petunjuk mengenai kuantitas dan kualitas berbagai fraksi yang ada dalam minyak
mentah. Faktanya, pengukuran rentang distilasi merupakan karakterisasi yang
terpenting dalam industri kilang minyak bumi. Jenis analisa yang biasa digunakan
untuk menentukan titik didih adalah true boiling point (TBP) distillation (ASTM
D-2892).
Distilasi TBP menggunakan kolom yang dilengkapi dengan pengatur laju
alir cairan refluks dan mekanisme tertentu yang menghasilkan kontak yang sangat
baik antara uap dan cairan refluks. Kedua hal tersebut diharapkan menghasilkan
derajat fraksionasi
yang maksimal.

9. Viskositas
Viskositas menyatakan kemudahan mengalir suatu fluida. Viskositas
minyak mentah pada umumnya dalam selang 40 sampai 60 SSU pada

2.1.3 Klasifikasi Minyak Bumi


Salah satu tolok ukur kualitas minyak bumi adalah komposisi utama
minyak mentah. Indikasi komposisi minyak mentah diberikan oleh Bureu of
Mines Corellation Index yang ditentukan berdasarkan pengukuran SG dan titik
didih.

a. Corellation Index (BMCI)


Indeks kolerasi ini dikeluarkan oleh U.S. Bureu of Mines. Nilai untuk
parafin adalah nol dan untuk benzen adalah 100. Harga BMCI menghubungkan
titik didih rata- rata dari fraksi distilasi dengan densitasnya.

Departemen Teknik Mesin 11


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

K = Mid-boiling point fraksi dalam Kelvin


d = spesific gravity fraksi pada 60/ F

Minyak mentah dapat diklasifikasikan sebagai parafinik, campuran atau


aromatic dengan menggunakan BMCI yang dihitung dari sifat – sifat fisik minyak
mentah. Klasifikasi minyak berdasarkan BMCI ditampilkan pada tabel 2.4.

BMCI Jenis Minyak Bumi


10 Ultraparafinik
10-30 Parafinik
30-40 Naftenik
40-60 Aromatik

Tabel 2.4. Klasifikasi minyak bumi berdasarkan harga BMCI

b. K-UOP (K – Universal Oil Product)


K-UOP didefinisikan sebagai :

T = titik didih rata-rata, K


Klasifikasi minyak bumi berdasarkan harga K-UOP dapat dilihat pada tabel 2.5.
K-UOP Jenis Minyak Bumi
12,5 - 13,0 Parafinik
11,0 - 12,0 Naftenik
9,8 - 11,8 Aromatik

Tabel 2.5. Klasifikasi minyak mentah berdasarkan K-UOP.

Departemen Teknik Mesin 12


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

2.1.4 Produk – Produk Minyak Bumi


Produk paling penting dari pengilangan minyak bumi adalah bahan bakar.
Namun dengan bertambahnya permintaan bahan petrokimia pada saat ini, maka
pengilangan dirancang khusus untuk dapat menghasilkan produk – produk
petrokimia. Produk-produk pengilangan minyak bumi dapat dikelompokkan
sebagai berikut:

a. Produk bahan bakar

− Liqueified Petroleum Gas (LPG)


LPG merupakan produk yang paling ringan yang dihasilkan dari
pengilangan minyak bumi. Komponen LPG terdiri dari propana, butana atau
campuran keduanya. Kegunaannya adalah untuk bahan bakar industri dan rumah
tangga.
− Motor Gasoline
Motor gasoline pada awalnya merupakan produk utama dalam industri
minyak bumi untuk bahan bakar mesin Otto.. Gasoline adalah campuran
kompleks hidrokarbon dengan selang titik didih 100 – 400 oF pada tekanan uap
10 psia.
− Aviation Gasoline (Avigas)
Aviation Gasoline merupakan bahan bakar pesawat terbang. Dibandingkan
dengan motor gasoline, bahan bakar ini memiliki selang titik didih yang lebih
sempit dan tekanan uap lebih rendah dan kualitas oktan yang lebih tinggi.

b. Produk non-bahan bakar

− Minyak pelumas
Minyak pelumas memiliki titik didih tinggi. Untuk digunakan pada mesin
atau industri, minyak pelumas ditambahkan beberapa aditif yang akan
meningkatkan kualitas sesuai kebutuhannya. Minyak pelumas dapat dibagi
menjadi tiga kelas, yaitu motor oil, industrial oil dan metal working oil.
− Petroleum Waxes (lilin)

Departemen Teknik Mesin 13


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Lilin dibedakan menjadi dua jenis, yaitu lilin parafin dan lilin mikrokristalin.
Pengguanaan lilin parafin adalah untuk lilin, korek api, mencegah karat, pelapis
peralatan listrik dan komunikasi, dan sebagainya.
− Petroleum Greases (Gemuk)
Gemuk merupakan bahan setengah padatan yang biasa digunakan dalam
pelumasan. Sifat-sifatnya sangat bervariasi dari yang sangat lunak sampai keras
seperti bata. Titik lelehnya antara 160 – 350 oF.
− Aspal
Aspal adalah produk berat dari minyak bumi yang harganya relatif murah.
Aspal berwarna coklat hitam, larut dalam benzen, tetapi tidak dalam pelarut
paraffin ringan. Penggunaan terbesar aspal adalah sebagai pelapis jalan raya.
c. Produk petrokimia
Produk-produk petrokimia yang dapat dihasilkan dari pengilangan minyak
bumi antara lain Benzene, Toluene, Xylene (BTX), PTA, nilon, stiren,
polipropilen, PVC, etilen glikol, DMT, PET, dll.

2.2 Proses Pengolahan Minyak Bumi


Pada dasarnya proses pengolahan minyak bumi adalah proses pemisahan
minyak bumi menjadi produk – produk dengan komposisi yang lebih sederhana
dan lebih berharga sangat penting seperti BBM. Proses – proses pengolahan
minyak bumi menjadi fraksi – fraksinya dapat dikategorikan sebagai berikut.

- Proses pengolahan pertama (primary process)


- Proses pengolahan lanjut (secondary process)
- Proses treating
- Proses pencampuran (blending)

2.2.1 Primary Process


Primary process merupakan proses pemisahan minyak mentah
berdasarkan perbedaan sifat fisik komponen – komponen yang terkandung dalam
minyak mentah. Sifat – sifat fisik tersebut dapat berupa titik didih, titik beku,
kelarutan dalam suatu pelarut, perbedaan ukuran molekul dan sebagainya. Oleh

Departemen Teknik Mesin 14


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

karena itu permisahan minyak bumi dengan pada proses primer memanfaatkan
proses – proses pemisahan secara fisika.

1. Distilasi
Distilasi adalah proses pemisahan minyak mentah berdasarkan perbedaan
titik didih. Distilasi merupakan proses utama dalam pengolahan minyak bumi
menjadi produk – produknya. Distilasi terbagi menjadi dua, yaitu distilasi
atmosferik dan distilasi vakum. Distilasi atmosferik dilakukan pada tekanan
atmosfer. Produk yang dihasilkan oleh kolom distilasi atmosferik adalah gas,
LPG, nafta, kerosin, gas oil dan residu. Fraksi yang belum dapat dikonsumsi
sebagai bahan bakar, seperti residu atau fraksi minyak berat, diproses lebih lanjut
dengan distilasi vakum. Distilasi vakum dilakukan pada kondisi tekanan vakum.
Hal ini disebabkan karena fraksi minyak berat hanya dapat dipisahkan pada
temperatur tinggi, namun pada temperatur yang tinggi minyak mentah akan
mengalami perengkahan (cracking). Oleh sebab itu, tekanan pada kolom dibuat
vakum agar titik didih fraksi minyak berat tersebut dapat dicapai pada temperature
di bawah temperatur cracking. Produk yang dihasilkan pada distilasi ini adalah
Light Vacuum Gas Oil (LVGO), Medium Vacuum Gas Oil (MVGO), Heavy
Vacuum Gas Oil (HVGO), dan Vacuum Residue.

2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan minyak mentah dengan memanfaatkan
sifat kelarutan suatu zat dengan pelarut tertentu. Merupakan proses tertua dalam
pengilangan minyak bumi. Awalnya proses ini dilakukan untuk meningkatkan
kualitas kerosin. Contoh pemisahan secara ekstraksi adalah pada pengolahan
minyak pelumas, aspal (propane deasphalting), dan pengolahan BTX.

3. Absorpsi dan Stripping


Proses absorpsi adalah proses penyerapan gas dalam suatu campuran gas
dan cairan dengan menggunakan pelarut. Proses ini dilakukan untuk
menghilangkan fraksi gas yang bercampur dengan produk hidrokarbon hasil
distilasi atau hasil perengkahan. Stripping adalah proses pemisahan gas terlarut

Departemen Teknik Mesin 15


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

dalam suatu campuran gas-cair. Stripping menggunakan larutan Benfield, MEA


(monoethyl alkohol) atau DEA (diethyl alkohol) bertujuan menghilangkan gas
CO2 atau H2S dalam minyak bumi atau produk hasil pengolahan.

4. Kristalisasi
Kristalisasi adalah proses pemisahan berdasarkan perbedaan titik leleh.
Kristalisasi umumnya digunakan pada proses dewaxing, yaitu memisahkan lilin
(wax) dari minyak mentah. Lilin terlarut dalam minyak dan mendidih pada selang
titik didih minyak pelumas sehingga lilin tidak dapat dipisahkan dengan distilasi.
Pada proses dewaxing, minyak didinginkan untuk mengkristalkan lilin, kemudian
disaring dan diendapkan untuk mendapatkan kristal lilin.

2.2.2 Secondary Process


Secondary process merupakan proses pengolahan lanjut setelah primary
process. Produk dari tahap sebelumnya yang tidak lagi dapat dipisahkan dengan
pemisahan fisik diproses di tahap ini. Tahap pengolahan ini melibatkan proses-
proses konversi (secara kimiawi). Proses-proses tersebut adalah dekomposisi
molekul, kombinasi molekul, dan perubahan struktur molekul.

1. Dekomposisi Molekul
Dekomposisi molekul adalah proses perubahan hidrokarbon dari fraksi
berat menjadi fraksi yang lebih ringan. Proses dekomposisi molekul biasa disebut
dengan proses perengkahan atau cracking. Proses perengkahan minyak bumi
bertujuan untuk bertujuan untuk mengkonversi minyak berat (Vacuum Gas Oil
dan Long Residue) menjadi produk minyak ringan bernilai jual tinggi seperti
propana dan butana sebagai komponen LPG dan nafta sebagai HOMC. Proses
perengkahan minyak mentah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu thermal cracking,
catalytic cracking, dan hydrocracking.
Thermal cracking merupakan proses perengkahan minyak berat (biasanya
fuel oil atau residu) menjadi produk yang lebih ringan seperti nafta dan kerosin.
Proses ini menggunakan temperatur yang tinggi untuk memutus rantai
hidrokarbon. Berdasarkan sifat produk yang dihasilkan, proses ini dapat dibagi

Departemen Teknik Mesin 16


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

menjadi tiga, yaitu thermal cracking, visbreaking, dan coking. Ketiga proses ini
mempunyai konfigurasi dasar yang sama, terdiri dari tungku pembakaran tempat
perengkahan, kolom soaking, dan kolom fraksionasi.
Pada proses catalytic cracking, pemutusan rantai hidrokarbon dibantu
dengan menggunakan katalis. Proses ini meningkatkan kualitas perolehan dan
sifat-sifat produk yang dihasilkan dari unit fraksionasi. Katalis perengkahan
adalah bahan padat dengan sifat asam. Katalis yang digunakan untuk proses ini
dapat diregenerasikan kembali untuk proses selanjutnya.
Proses hydrocracking merupakan proses perengkahan dengan bantuan gas
hidrogen, beroperasi pada temperatur 300 – 45 oC dan tekanan tinggi sekitar 80 –
140 bar. Proses perengkahan katalitik yang sangat fleksibel tetapi mahal ini
diselenggarakan pada dua atau tiga reaktor unggun diam tergantung pada produk
yang diinginkan. Proses ini digunakan pada umpan yang mengandung logam,
nitrogen dan belerang yang tinggi. Dari bahan dasar yang berkualitas rendah ini
dapat dihasilkan produk–produk seperti gasoline, kerosin, pelumas, bahan baku
petrokimia, LPG, dll.
Saat ini, industri pengilangan minyak lebih cenderung memilih proses
catalytic cracking dibandingan dua jenis perengkahan lainnya. Hal ini didasari
alasan ekonomis karena proses perengkahan katalitik dapat menghasilkan
perolehan produk yang lebih besar dengan kebutuhan energi yang sama. Selain
itu, katalis yang digunakan pada proses ini dapat diregenerasi dengan lebih
mudah.

2. Kombinasi Molekul
Proses pengolahan ini adalah kebalikan dari proses dekomposisi, dimana
proses ini menggabungkan dua produk fraksi ringan menjadi fraksi yang lebih
besar. Proses ini dapat digunakan untuk mengolah gas-gas ringan hasil
perengkahan. Dua contoh utama kombinasi molekul adalah polimerisasi dan
alkilasi. Kedua proses ini merupakan proses yang saling berkompetisi.
Polimerisasi adalah penggabungan dua molekul atau lebih menjadi
molekul yang lebih besar. Pada industri pengilangan, polimerisasi dilakukan untuk
penggabungan olefin menjadi gasolin. Gasolin yang dihasilkan mempunyai angka

Departemen Teknik Mesin 17


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

oktan yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai komponen pencampuran


gasolin.
Alkilasi adalah reaksi dimana gugus alkil ditambahkan pada senyawa yang
lain. Alkilasi menggunakan katalis seperti asam sulfat, HF, dan AlCl3. Alkilasi
pada pengilangan minyak adalah alkilasi i-parafin oleh olefin. Hal ini ditujukan
untuk menghasilkan produk parafin bercabang dengan angka oktan yang tinggi.

3. Perubahan Struktur Molekul


Proses ini biasa disebut catalytic reforming. Proses perubahan struktur
molekul pada pengilangan minyak ditujukan untuk meningkatkan angka oktan
dari gasolin. Pada dasarnya catalytic reforming adalah mengubah hidrokarbon lain
menjadi hidrokarbon aromatis. Hidrokarbon aromatis ini mempunyai angka oktan
yang tinggi. Katalis komersial yang biasa digunakan adalah platina pada alumina,
platina pada silikaalumina, chromia pada alumina, cobalt molybdat.

2.2.3 Treating
Proses treating bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa
pengotor yang masih ada pada produk pengilangan atau untuk menstabilkan
produk. Proses treating yang paling penting adalah proses penghilangan gas H2S
dengan menggunakan MEA atau dengan caustic soda (NaOH). Proses treating ini
dilakukan pada unit CTU (Caustic Treating Unit), BB treater (Butane-Butylene
Treater), Doctor Treater (untuk menghilangkan merkapan-merkapan), dan SARU
(Sulphuric Acid Recovery Unit). Proses treating di atas dijelaskan lebih lanjut
sebagai berikut.

a. Caustic Treating
Proses ini bertujuan memperbaiki kualitas dari fraksi nafta, heavy
reformate, dan top reformate, serta mengurangi sifat asam yang dapat
mengakibatkan korosi. Proses ini dinilai lebih efektif, ekonomis, dan relatif tidak
merusak lingkungan. Reaksi yang terlibat pada proses treating ini dijelaskan
sebagai berikut.
R-SH + NaOH R-SNa +

Departemen Teknik Mesin 18


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

R-OH + NaOH R-ONa +


b. Doctor Treating
Proses ini bertujuan mengubah senyawa merkaptan yang terdapat di dalam
BBM dan LPG menjadi disulfida dengan penambahan larutan Doctor (Na2PbO2).
c. Hydrotreating
Hydrotreating merupakan proses katalitik yang bertujuan untuk
menstabilkan produk minyak dan/atau menyisihkan komponen pengotor dengan
cara mereaksikannya dengan hidrogen.
d. Gas Treating
Proses ini bertujuan membersihkan fuel gas dan aliran daur ulang dengan
cara absorpsi. Aliran produk gas yang memiliki kandungan H2S kurang dari 1
g/scf menggunakan MEA (Monoethanolamine) sebagai absorben.

2.2.4 Blending
Proses blending atau pencampuran bertujuan untuk memenuhi spesifikasi
produk yang telah ditentukan. Proses pencampuran dilakukan dengan penambahan
zat aditif atau dengan pencampuran dua produk yang berbeda spesifikasinya.
Contoh proses pencampuran adalah penambahan TEL (Tetra Ethyl Lead) untuk
meningkatkan angka oktan bensin atau pencampuran HOMC (High Octane
Mogas Component) dengan nafta untuk menghasilkan bahan bakar premium
dengan angka oktan yang memenuhi spesifikasi produk.

2.3 Pengertian Manajemen

Kata manajemen berasal dari bahasa Italia yaitu maneggiare yang berarti
"mengendalikan," terutamanya "mengendalikan kuda" yang berasal dari bahasa
latin manus yang berati "tangan". Kata ini mendapat pengaruh dari bahasa
Perancis manège yang berarti "kepemilikan kuda". Bahasa Prancis lalu
mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi ménagement, yang memiliki arti
seni melaksanakan dan mengatur.
Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara
universal. Mary Parker Follet, mendefinisikan manajemen sebagai seni

Departemen Teknik Mesin 19


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang
manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan
organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya
untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa
tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa
tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.

2.3.1 Teori Manajemen

1.Manajemen ilmiah
Manajemen ilmiah, atau dalam bahasa Inggris disebut scientific
management, pertama kali dipopulerkan oleh Frederick Winslow Taylor dalam
bukunya yang berjudul Principles of Scientific Management pada tahun 1911.
Dalam bukunya itu, Taylor mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah
"penggunaan metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan
suatu pekerjaan." Beberapa penulis seperti Stephen Robbins menganggap tahun
terbitnya buku ini sebagai tahun lahirya teori manajemen modern.
Ide tentang penggunaan metode ilmiah muncul ketika Taylor merasa
kurang puas dengan ketidakefesienan pekerja di perusahaannya. Ketidakefesienan
itu muncul karena mereka menggunakan berbagai macam teknik yang berbeda
untuk pekerjaan yang sama—nyaris tak ada standar kerja di sana. Selain itu, para
pekerja cenderung menganggap gampang pekerjaannya. Taylor berpendapat
bahwa hasil dari para pekerja itu hanyalah sepertiga dari yang seharusnya. Taylor
kemudian, selama 20 tahun, berusaha keras mengoreksi keadaan tersebut dengan
menerapkan metode ilmiah untuk menemukan sebuah "teknik paling baik" dalam
menyelesaikan tiap-tiap pekerjaan.
Berdasarkan pengalamannya itu, Taylor membuat sebuah pedoman yang jelas
tentang cara meningkatkan efesiensi produksi. Pedoman tersebut adalah:
1. Kembangkanlah suatu ilmu bagi tiap-tiap unsur pekerjaan seseorang, yang
akan menggantikan metode lama yang bersifat untung-untungan.

Departemen Teknik Mesin 20


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

2. Secara ilmiah, pilihlah dan kemudian latihlah, ajarilah, atau


kembangkanlah pekerja tersebut.
3. Bekerja samalah secara sungguh-sungguh dengan para pekerja untuk
menjamin bahwa semua pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan prinsip-
prinsip ilmu yang telah dikembangkan tadi.
4. Bagilah pekerjaan dan tanggung jawab secara hampir merata antara
manajemen dan para pekerja. Manajemen mengambil alih semua
pekerjaan yang lebih sesuai baginya daripada bagi para pekerja.
Pedoman ini mengubah drastis pola pikir manajemen ketika itu. Jika
sebelumnya pekerja memilih sendiri pekerjaan mereka dan melatih diri semampu
mereka, Taylor mengusulkan manajemenlah yang harus memilihkan pekerjaan
dan melatihnya. Manajemen juga disarankan untuk mengambil alih pekerjaan
yang tidak sesuai dengan pekerja, terutama bagian perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, dan pengontrolan. Hal ini berbeda dengan pemikiran sebelumnya di
mana pekerjalah yang melakukan tugas tersebut.
Manajemen ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh pasangan
suami-istri Frank dan Lillian Gilbreth. Keduanya tertarik dengan ide Taylor
setelah mendengarkan ceramahnya pada sebuah pertemuan profesional. Keluarga
Gilbreth berhasil menciptakan mikronometer yang dapat mencatat setiap gerakan
yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk
melakukan setiap gerakan tersebut. Gerakan yang sia-sia yang luput dari
pengamatan mata telanjang dapat diidentifikasi dengan alat ini, untuk kemudian
dihilangkan. Keluarga Gilbreth juga menyusun skema klasifikasi untuk memberi
nama tujuh belas gerakan tangan dasar seperti mencari, menggenggam,
memegang yang mereka sebut Therbligs (dari nama keluarga mereka, Gilbreth,
yang dieja terbalik dengan huruf th tetap). Skema tersebut memungkinkan
keluarga Gilbreth menganalisis cara yang lebih tepat dari unsur-unsur setiap
gerakan tangan pekerja.

2. Teori administrasi umum


Teori administrasi umum atau dalam bahasa Inggris, general theory of
administration, adalah teori umum mengenai apa yang dilakukan oleh para

Departemen Teknik Mesin 21


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

manajer dan bagaimana cara membentuk praktik manajemen yang baik.


Sumbangan penting untuk teori ini datang dari industrialis Perancis Henri Fayol
dengan 14 prinsip manajemen-nya dan sosiolog Jerman Max Weber dengan
konsep birokrasi—bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja,
hierarki yang didefinisikande dengan jelas, peraturan dan ketetapan rinci, dan
sejumlah hubungan impersonal.

3. Pendekatan kuantitatif
Pendekatan kuantitatif adalah penggunaan sejumlah teknik kuantitatif,
seperti statistik, model optimasi, model informasi, atau simulasi komputer untuk
membantu manajemen dalam mengambil keputusan. Sebagai contoh,
pemrograman linear digunakan para manajer untuk membantu mengambil
kebijakan pengalokasian sumber daya, analisis jalur krisis (Critical Path Analysis)
dapat digunakan untuk membuat penjadwalan kerja yang lebih efesien, model
kuantitas pesanan ekonomi (economic order quantity model) membantu manajer
menentukan tingkat persediaan optimum.
Pengembangan kuantitatif muncul dari pengembangan solusi matematika
dan statistik terhadap masalah militer selama Perang Dunia II. Setelah perang
berakhir, teknik-teknik matematika dan statistika yang digunakan untuk
memecahkan persoalan-persoalan militer itu diterapkan di sektor bisnis.
Pelopornya adalah sekelompok perwira militer yang dijuluki "Whiz Kids." Para
perwira yang bergabung dengan Ford Motor Company pada pertengahan 1940-an
ini menggunakan metode statistik dan model kuantitatif untuk memperbaiki
pengambilan keputusan di Ford.

4. Kajian Hawthorne
Kajian Hawthrone adalah serangkaian kajian yang dilakukan pada tahun
1920-an hingga 1930-an. Kajian ini awalnya bertujuan mempelajari pengaruh
berbagai macam tingkat penerangan lampu terhadap produktivitas kerja. Kajian
dilakukan di Western Electric Company Works di Cicero, Illenois.
Uji coba dilaksanakan dengan membagi karyawan ke dalam dua kelompok,
yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen dikenai

Departemen Teknik Mesin 22


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

berbagai macam intensitas penerangan sementara kelompok kontrol bekerja di


bawah intensitas penerangan yang tetap. Para peneliti mengharapkan adanya
perbedaan jika intensitas cahaya diubah. Namun, mereka mendapatkan hasil yang
mengejutkan, baik tingkat cahaya itu dinaikan maupun diturunkan, output pekerja
meningkat daripada biasanya. Para peneliti tidak dapat menjelaskan apa yang
mereka saksikan, mereka hanya dapat menyimpulkan bahwa intensitas
penerangan tidak berhubungan langsung dengan produktivitas kelompok dan
sesuatu yang lain pasti telah menyebabkan hasil itu.
Pada tahun 1927, Profesor Elton Mayo dari Harvard beserta rekan-
rekannya diundang untuk bergabung dalam kajian ini. Mereka kemudian
melanjutkan penelitian tentang produktivitas kerja dengan cara-cara yang lain,
misalnya dengan mendesain ulang jabatan, mengubah lamanya jam kerja dan hari
kerja dalam seminggu, memperkenalkan periode istirahat, dan menyusun
rancangan upah individu dan rancangan upah kelompok. Penelitian ini
mengindikasikan bahwa ternyata insentif-insentif di atas lebih sedikit
pengaruhnya terhadap output pekerja dibandingkan dengan tekanan kelompok,
penerimaan kelompok, serta rasa aman yang menyertainya. Peneliti
menyimpulkan bahwa norma-norma sosial atau standar kelompok merupakan
penentu utama perilaku kerja individu.
Kalangan akademisi umumnya sepakat bahwa Kajian Hawthrone ini
memberi dampak dramatis terhadap arah keyakinan manajemen terhadap peran
perilaku manusia dalam organisasi. Elton Mayo menyimpulkan bahwa:
 perilaku dan sentimen memiliki kaitan yang sangat erat
 pengaruh kelompok sangat besar dampaknya pada perilaku individu
 standar kelompok menentukan hasil kerja masing-masing karyawan
 uang tidak begitu menjadi faktor penentu output bila dibandingkan dengan
standar kelompok, sentimen kelompok, dan rasa aman.
Kesimpulan-kesimpulan itu berakibat pada penekanan baru terhadap faktor
perilaku manusia sebagai penentu berfungsi atau tidaknya organisasi, dan
pencapaian sasaran organisasi tersebut.

Departemen Teknik Mesin 23


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

a. Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan
melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer
dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama
kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada
awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu
merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan.
Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu:
1. Perencanaan (planning)
Perencanan adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber
yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan
perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan
itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil
tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan
dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan
merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa
perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
2. Pengorganisasian (organizing)
Pengorganisasian dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar
menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian
mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan
orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-
bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan
tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya,
bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung
jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
3. Menggerakkan (Actuating)
Menggerakkan atau Actuating adalah suatu tindakan untuk mengusahakan
agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai
dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating
artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan
sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai

Departemen Teknik Mesin 24


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan
adalah kepemimpinan (leadership).
4. Pengawasan (Controling)
Pengawasan merupakan tindakan seorang manajer untuk menilai dan
mengendalikan jalannya suatu kegiatan yang mengarah demi tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan.

b. Sarana Manajemen
Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana
(tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang
ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials,
machines, method, dan markets.
1. Man (Sumber Daya Manusia)
Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling
menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang
melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada
proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh
karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja
sama untuk mencapai tujuan.
2. Money (Uang)
Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan.
Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil
kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan.
Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai
tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini
akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk
membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli
serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.
3. Materials (Bahan)
Materi terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan
jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain
manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan

Departemen Teknik Mesin 25


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia


tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang
dikehendaki.
4. Machines (mesin)
Dalam kegiatan perusahaan, mesin sangat diperlukan. Penggunaan
mesin akan membawa kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang
lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.
5. Methods (metode)
Dalam pelaksanaan kerja diperlukan metode-metode kerja. Suatu
tata cara kerja yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan. Sebuah
metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu
tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada
sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang
dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang
yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman
maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama
dalam manajemen tetap manusianya sendiri.
6. Market (Pemasaran)
Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila
barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan
berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu,
penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan
faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka
kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya
beli (kemampuan) konsumen.

c. Prinsip Manajemen
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu
dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang
berubah. Menurut Henry Fayol, seorang pencetus teori manajemen yang berasal
dari Perancis, prinsip-prinsip umum manajemen ini terdiri dari:
1. Pembagian kerja (Division of work)

Departemen Teknik Mesin 26


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

2. Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility)


3. Disiplin (Discipline)
4. Kesatuan perintah (Unity of command)
5. Kesatuan pengarahan (Unity of direction)
6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri
7. Penggajian pegawai
8. Pemusatan (Centralization)
9. Hirarki (tingkatan)
10. Ketertiban (Order)
11. Keadilan dan kejujuran
12. Stabilitas kondisi karyawan
13. Prakarsa (Inisiative)
14. Semangat kesatuan, semangat korps

d. Bidang Manajemen

1. Manajemen Produksi
Produksi adalah penciptaan atau penambahan faedah, bentuk,
waktu dan tempat atas faktor-faktor produksi sehingga lebih bermanfaat
bagi pemenuhan kebutuhan manusia.
Dalam melakukan kegiatan produksi ada berbagai faktor yang harus dikelola
yang sering disebut sebagai faktor – faktor produksi yaitu :
 Material atau bahan
 Mesin atau peralatan
 Manusia atau karyawan
 Modal atau uang
Dengan demikian manajemen operasi berkaitan dengan
pengelolaan faktor – faktor produksi sedemikian rupa sehingga keluaran
(output) yang dihasilkan sesuai dengan permintaan konsumen baik
kualitas, harga maupun waktu penyampaiannya. Sekilas telah disebutkan
dari uraian di atas bahwa manajemen produksi operasi bertanggung jawab
atas dihasilkannya keluaran (output) baik yang berupa produk maupun jasa

Departemen Teknik Mesin 27


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

yang sesuai dengan permintaan dan kebutuhan konsumen dengan kualitas


yang baik dan harga yang terjangkau serta disampaikan tepat pada
waktunya. Bertitik tolak dari tanggung jawab ini maka ukuran kinerja
suatu sistem operasi dapat diukur dari :
 Ongkos Produksi
Bila dikaitkan dengan tujuan suatu sistem usaha, maka ukuran
kinerja sering diukur dengan keuntungan yang dapat dicapai, namun
seperti diuraikan diatas bahwa sistem produksi hanyalah salah satu dari
sub sistem yang ada dalam suatu sistem usaha, sehingga untuk
mengukur seberapa besar kontribusi sistem operasi di dalam
pencapaian keuntungan bukanlah hal yang mudah. Oleh sebab itu
untuk mengukur kinerja sistem produksi diambil ukuran waktu operasi
tertentu (biasanya dalam waktu satu tahun)
Ongkos produksi ini meliputi semua biaya yang dikeluarkan
untuk menghasilkan produk / jasa ketangan konsumen. Dengan ongkos
produksi yang murah diharapkan bahwa produk / jasa dapat dipasarkan
dengan harga yang dapat dijangkau oleh konsumen
 Kualitas Produk / Jasa.
Kenyataan menunjukan bahwa konsumen tidak hanya memilih
produk/jasa yang harganya murah namun juga produk/jasa yang
berkualitas, oleh sebab itu baik buruknya suatu sistem produksi juga
diukur dari kualitas produk/jasa yang dihasilkan. Ukuran kualitas
produk yang dimaksudkan disini tentunya yang disesuaikan dengan
selera konsumen bukan ukuran kualitas secara teknologi semata
 Tingkat Pelayanan
Bagi konsumen untuk menilai baik buruknya suatu sistem
produksi / operasi lebih dinilai dari pelayanan yang dapat diberikan
oleh system produksi kepada konsumen itu sendiri. Berbicara
mengenai tingkat pelayanan (service level) merupakan ukuran yang
tidak mudah untuk diukur, sebab banyak dipengaruhi oleh faktor –
faktor kualitatif, walaupun demikian beberapa ukuran obyektif yang
sering digunakan antara lain :

Departemen Teknik Mesin 28


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

 Ketersediaan (availability) dan kemudahan untuk mendapatkan


produk / jasa.
 Kecepatan pelayanan baik yang berkaitan dengan waktu
pengiriman (delivery time) maupun waktu pemrosesan (processing
time)
Agar dapat dicapai kinerja sistem operasi diatas maka seorang
manajer produksi / operasi dituntut untuk mempunyai sedikitnya dua
kompetensi, yaitu
 Kompetensi Teknikal yaitu kompetensi yang berkaitan dengan
pemahaman atas teknologi proses produksi dan pengetahuan atas
jenis – jenis pekerjaan yang harus dikelola. Tanpa memiliki
kompetensi teknikal ini maka seorang manajer produksi / operasi
tidak akan mengerti apa yang sebenarnya harus diperbuat
 Kompetensi Manajerial yaitu kompetensi yang berkaitan dengan
pengetahuan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber – sumber
daya (faktor – faktor produksi) serta kemampuan untuk bekerja
sama dengan orang lain. Kompetensi ini sangat diperlukan
mengingat penguasaan pengelolaan atas faktor -– faktor produksi
serta menjalin koordinasi dan kerjasama dengan fungsi – fungsi
lain yang ada didalam suatu unit usaha merupakan keharusan yang
tak dapat dihindarkan.

2. Manajemen Operasional
Operasional merupakan salah satu fungsi utama yang harus ada dalam
suatu organisasi. Mengelola organisasi yang berorientasi bisnis baik di sector
barang maupun jasa harus berorientasi pada efektifitas dan efisiensi, oleh karena
itu dalam hal fungsi operasional memerlukan pengelolaan yang tepat.
Manajemen operasional dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau
aktifitas yang menciptakan nilai produk baik berupa barang maupun jasa melalui
proses transformasi input menjadi output. Aktifitas tersebut berlaku untuk
berbagai macam produsen barang seperti elektronik, otomotif, demikian pula

Departemen Teknik Mesin 29


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

berlaku juga bagi produsen jasa seperti media masa, hiburan, pendidikan,
konsultan.

3. Manajemen Proses
Manajemen proses adalah rangkaian aktivitas perencanaan dan
pengawasan kinerja suatu proses, terutama proses bisnis. Manajemen proses
mengaplikasikan pengetahuan, ketrampilan, peralatan, teknik, serta sistem untuk
mendefinisikan, memvisualisasikan, mengukur, mengontrol, melaporkan, dan
memperbaiki proses dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan atau laba.

4. Manajemen Sumber Daya Manusia


Manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah suatu ilmu atau cara
bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang
dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara
maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan
masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap
karyawan adalah manusia bukan mesin dan bukan semata menjadi sumber daya
bisnis. Kajian MSDM menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi,
sosiologi, dll.
Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan
implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan
karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan
hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia
melibatkan semua keputusan dan praktek manajemen yang mempengaruhi secara
lansung sumber daya manusianya.
Manajemen Sumber Daya Manusia diperlukan untuk meningkatkan
efektivitas sumber daya manusia dalam organisasi. Tujuannya adalah memberikan
kepada organisasi satuan kerja yang efektif. Untuk mencapai tujuan ini, studi
tentang manajemen personalia akan menunjukkan bagaimana seharusnya
perusahaan mendapatkan, mengembangkan, menggunakan, mengevaluasi, dan
memelihara karyawan dalam jumlah (kuantitas) dan tipe (kualitas) yang tepat.

Departemen Teknik Mesin 30


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

5. Manajemen Strategis
Manajemen strategis adalah seni dan ilmu penyusunan, penerapan, dan
pengevaluasian keputusan-keputusan lintas fungsional yang dapat memungkinkan
suatu perusahaan mencapat sasarannya. Manajemen strategis adalah proses
penetapan tujuan organisasi, pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk
mencapai sasaran tersebut, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan
kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi. Manajemen strategis
mengkombinasikan aktivitas-aktivitas dari berbagai bagian fungsional suatu bisnis
untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajemen strategis merupakan aktivitas manajemen tertinggi yang
biasanya disusun oleh dewan direktur dan dilaksanakan oleh CEO serta tim
eksekutif organisasi tersebut. Manajemen strategis memberikan arahan
menyeluruh untuk perusahaan dan terkait erat dengan bidang perilaku organisasi.

6. Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam
mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian
aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk
mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan
pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat diambil antara lain
adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi
efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko
tertentu. Manajemen risiko tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul
oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian,
serta tuntutan hukum. Manajemen risiko keuangan, di sisi lain, terfokus pada
risiko yang dapat dikelola dengan menggunakan instrumen-instrumen keuangan.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi
risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada
tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis
ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan
politik. Di sisi lain pelaksanaan risk manajemen melibatkan segala cara yang

Departemen Teknik Mesin 31


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia, staff,
dan organisasi).

7. Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan dapat didefinisikan dari tugas dan tanggung jawab
manajer keuangan. Tugas pokok manajemen keuangan antara lain meliputi
keputusan tentang investasi, pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian deviden
suatu perusahaan, dengan demikian tugas manajer keuangan adalah merencanakan
untuk memaksimumkan nilai perusahaan.
Kegiatan penting lainnya yang harus dilakukan manajer keuangan
menyangkut empat aspek yaitu :
1. Manajer keuangan harus bekerjasama dengan para manajer lainnya
yang bertanggung jawab atas perencanaan umum perusahaan.
2. Manajer keuangan harus memusatkan perhatian pada berbagai
keputusan investasi dan pembiayaan, serta segala hal yang berkaitan
dengannya.
3. Manajer keuangan harus bekerjasama dengan para manajer di
perusahaan agar perusahaan dapat beroperasi seefisien mungkin.
4. Manajer keuangan harus mampu menghubungkan perusahaan dengan
pasar keuangan, di mana perusahaan dapat memperoleh dana dan surat
berharga perusahaan dapat diperdagangkan.
Aspek penting lain dari tujuan perusahaan dan tujuan manajemen
keuangan adalah pertimbangan terhadap tanggung jawab sosial yang dapat dilihat
dari empat segi yaitu :
1. Jika manajemen keuangan menuju pada maksimalisasi harga saham,
maka diperlukan manajemen yang baik dan efisien sesuai dengan
permintaan konsumen.
2. Perusahaan yang berhasil selalu menempatkan efisiensi dan inovasi
sebagai prioritas, sehingga menghasilkan produk baru, penemuan
teknologi baru dan perluasan lapangan pekerjaan.
3. Faktor-faktor luar seperti pencemaran lingkungan, jaminan keamanan
produk dan keselamatan kerja menjadi lebih penting untuk

Departemen Teknik Mesin 32


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

dipertimbangkan. Fluktuasi di semua tingkat kegiatan bisnis dan


perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi pasar keuangan
merupakan aspek penting dari lingkungan luar.
4. Kerjasama antara industri dan pemerintah sangat diperlukan untuk
menciptakan peraturan yang mengatur perilaku perusahaan, dan
sebaliknya perusahaan mematuhi peraturan tersebut.
Tujuan perusahaan pada dasarnya adalah memaksimumkan nilai
perusahaan dengan pertimbangan teknis sebagai berikut :
1. Memaksimumkan nilai bermakna lebih luas daripada
memaksimumkan laba, karena memaksimumkan nilai berarti
mempertimbangkan pengaruh waktu terhadap nilai uang.
2. Memaksimumkan nilai berarti mempertimbangkan berbagai resiko
terhadap arus pendapatan perusahaan.
3. Mutu dari arus dana yang diharapkan diterima di masa yang akan
datang mungkin beragam.

8. Manajemen Pemasaran
Manajemen Pemasaran adalah salah satu kegiatan-kegiatan pokok yang
dilakukan oleh perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan perusahaannya,
untuk berkembang, dan untuk mendapatkan laba. Proses pemasaran itu dimulai
jauh sejak sebelum barang-barang diproduksi, dan tidak berakhir dengan
penjualan. Kegiatan pemasaran perusahaan harus juga memberikan kepuasan
kepada konsumen jika menginginkan usahanya berjalan terus, atau konsumen
mempunyai pandangan yang lebih baik terhadap perusahaan.
Secara definisi, Manajemen Pemasaran adalah penganalisaan,
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program yang bertujuan
menimbulkan pertukaran dengan pasar yang dituju dengan maksud untuk
mencapai tujuan perusahaan (Kotler, 1980).
Sebagai falsafah bisnis, konsep pemasaran bertujuan memberikan
kepuasan terhadap keinginan dan berorientasi kepada kebutuhan konsumen. Hal
ini secara asasi berbeda dengan falsafah bisnis terdahulu yang berorientasi pada
produk, dan penjualan.

Departemen Teknik Mesin 33


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Tiga unsur konsep pemasaran:


1. Orientasi pada Konsumen
2. Penyusunan kegiatan pemasaran secara integral
3. Kepuasan Konsumen

a. Manajer
Manajer adalah seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan
mengoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi.
Pada organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokan menjadi
manajer puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama (biasanya
digambarkan dengan bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di
bagian bawah daripada di puncak). Berikut ini adalah tingkatan manajer mulai
dari bawah ke atas:
1. Manejemen lini pertama (first-line management), dikenal pula dengan
istilah manajemen operasional, merupakan manajemen tingkatan paling
rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi karyawan non-manajerial
yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering disebut penyelia
(supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer
departemen, atau mandor (foreman).
2. Manajemen tingkat menengah (middle management), mencakup semua
manajemen yang berada di antara manajer lini pertama dan manajemen
puncak dan bertugas sebagai penghubung antara keduanya. Jabatan yang
termasuk manajer menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin
proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi.
3. Manajemen puncak (top management), dikenal pula dengan istilah
executive officer. Bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan
secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top
manajemen adalah CEO (Chief Executive Officer), CIO (Chief Information
Officer), dan CFO (Chief Financial Officer).

Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan


pekerjaannya dengan menggunakan bentuk piramida tradisional ini. Misalnya

Departemen Teknik Mesin 34


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

pada organisasi yang lebih fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh tim karyawan yang selalu berubah, berpindah dari satu proyek ke
proyek lainnya sesuai dengan dengan permintaan pekerjaan.
Henry Mintzberg, seorang ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan
bahwa ada sepuluh peran yang dimainkan oleh manajer di tempat kerjanya. Ia
kemudian mengelompokan kesepuluh peran itu ke dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Peran antarpribadi. Peran antarpribadi merupakan peran yang melibatkan


orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan simbolis. Peran ini
meliputi peran sebagai figur untuk anak buah, pemimpin, dan penghubung.
2. Peran informasional. Peran informasional meliputi peran manajer sebagai
pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru bicara.
3. Peran pengambilan keputusan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah
peran sebagai seorang wirausahawan, pemecah masalah, pembagi sumber
daya, dan perunding.

Mintzberg kemudian menyimpulkan bahwa secara garis besar, aktivitas


yang dilakukan oleh manajer adalah berinteraksi dengan orang lain.
Robert L. Katz pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa setiap manajer
membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Ketiga keterampilan tersebut
adalah:
1. Keterampilan konseptual (conceptional skill)
Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan
untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi.
Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan
menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau
konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang
kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning.
Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan
untuk membuat rencana kerja.

Departemen Teknik Mesin 35


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

2. Keterampilan berhubungan dengan orang lain (humanity skill)


Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi
dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan
dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan.
Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap
bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif,
bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan
kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan
berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas,
menengah, maupun bawah.
3. Keterampilan teknis (technical skill)
Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer
pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan
kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya
menggunakan program komputer, akuntansi dan lain-lain.

Selain tiga keterampilan dasar di atas, Ricky W. Griffin menambahkan dua


keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu:
1. Keterampilan manajemen waktu
Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang
manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana.
Griffin mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari Coach. Pada tahun
2004, sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000 per tahun. Jika
diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan waktu
cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per jam—
sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang
terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu
saja, memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun demikian,
waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga, dan
menyianyiakannya berarti membuang – buang uang dan mengurangi
produktivitas perusahaan.

Departemen Teknik Mesin 36


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

2. Keterampilan membuat keputusan


Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan
menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat
keputusan adalah yang paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi
kelompok manajer atas (top manager). Griffin mengajukan tiga langkah
dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus
mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat
diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi
setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap
paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif
yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada
di jalur yang benar.

2.4 Inspeksi pengelasan.


Insfeksi las merupakan bagian yang sangat penting dari keseluruhan
program jaminan mutu las. Insfeksi las mencakup pengujian yang dilakukan tanpa
merusak, kajian spesifikasi, desain sambungan, prosedur pembersihan, dan
prosedur las. Kualifikasi juru las dilakukan demi menjamin hasil lasan.
Kegiatan insfeksi las dibagi menjadi 3 yaitu insfksi sebelum pengelasan,
insfeksi pada saat pengelasan, dan insfeksi setelah pengelasan.

2.4.1 Pekerjaan sebelum pengelasan


Persiapan dan perencanaan las tidak boleh diabaikan. Banyak masalah
pengelasan dapat dihindari pada tahap ini, dibading ketika pengelasan sudah
berlangsung dan selesai. Pekerjaan ini antara lain adalah :
a. Gambar, kode, dan standar
- Kendali mutu yang dinilai
a. Symbol las dan ukuran las ditetapkandengan jelas pada
(Apendiks A : terminology dan simbol.
b. Desain dan dimensi sambungan las (Apendiks A : terminologi
dan simbol)
c. Prosedur pengelasan (WPS)

Departemen Teknik Mesin 37


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

d. Dimensi diuraikan dan potensi distorsi.


e. Bahan konsumsi las (Apendiks D : Pedoman pilihan logam
pengisi yang umum).
f. Cara penanganan bahan konsumsi las yaitu penyimpanan dan
penanganan bahan habis.
g. Persyaratan material ( contoh pengujian takik untuk pemakaian
pada suhu rendah)
h. Sifat mekani dan syarat pengujian.
i. Keperluan syarat pelindung dan penahan angin.
j. Persyaratan dan metode Preheating.
k. Persyaratan dan metode Post Weld Heat Treatment (PWHT).
l. Persyaratan batas-batas dan NDE ( non-destructive
Examination)
m. Persyaratan tambahan: kupon las produksi.
n. Persyaratan uji tekan, jika ada.
- Potensi tindakan insfektur
a. Mengindentifikasi dan mengklarifikasi detil dan informasi
yang hilang.
b. Mengindetifikasi dan mengklarifikasi ukuran, dimensi,
pengujian dan persyaratanlas tambahan yang lain hilang.
c. Mengindentifikasi dan mengklarifikasi ketidaksesuaian dengan
standar, kode, dan sfesifikasi
d. Menggaris bawahi potensi permasalahan las yang tidak
disampaikan dalam desain.
b. Persyaratan hasil las
Mengkaji pekerjaan hasil las dengan orang-orang terlibat dalam
pelaksanaan pekerjaan seperti desain engineer, welding engineer,
organisasi pengelasan dan organisasi pengelasan.
- Kendali mutu yang harus dinilai
a. Kompetensi organisasi las sesuai dengan standar, kode, dan
spesifikasi.

Departemen Teknik Mesin 38


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

b. Kompetensi organisasi insfeksi untuk melakukan pekerjaan


inspeksi yang telah ditentikan.
c. Peran dan tanggungjawab engineer, organisasi las, dan
insfektur las.
d. Keterlibatan organisasi inspeksi dalam organisasi produksi
jelas jelas terbukti.
- Potensi tindakan inspektur : menggarris bawahi kekurangan dan
masalah dengan organisasi kepada personal yang tepat
c. Prosedur dan rekaman kualifikasi
- Kendali mutu yang harus dinilai
a. WPS dikualifikasi dengan benar dan memenuhi kode,
standar, dan spesifikasi yang berlaku intuk pekerjaan
las.
b. Rekaman kualifikasi prosedur (POR) dilakukan dengan
benar dan mendukung WPS.
c. Kualifikasi juru las memenuhi WPS.
- Potensi tindakan inspektur
a. Mendapatkan WPS dan PQR yang dapatditerima
dengan untuk pekerjaan tersebut
b. Mengkualifikasi WPS jika perlu dan menyaksikan
upaya kualifikasi
c. Mengkualifikasi ulang juru las jika perlu dan melihat
persentase kualifikasi juru las.
d. Informasi NDE
Menegaskan apakah pemeriksaan NDE, Prosedur NDE dan organisasi
insfeksi dapat diterima.
- Kendali Mutu yang dinilai
Pemeriksaan NDE disertifikasi, prosedur NDE terkini dan akurat,
kalibrasi perlatan terkini.
- Potensi dan tindakan inspektur
Mengindetifikasi dan memperbaiki kekurangan sertifikasi dan
prosedur.

Departemen Teknik Mesin 39


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

- Mendapatkan peralatan yang terkalibrasi.


e. Peralatan dan instrument las
Menegaskan peralatan dan instrument las terkalibrasi berfungsi.
- Kendali mutu
a. Kalibrasi mesin las yang terkini.
b. instrument las seperti ammeter, voltmeter,dll.
c. Tempat penyimpan bahan konsumsi las, penunjuk suhu
jelas.
- Potensi tindakan inspektur.
a. Mengkalibrasi ulang peralatan dan instrument.
b. Mengganti jika ada instrument yang rusak.
f. Perlakuan panas dan uji tekan
Memastikan bahwa prosedur dan peralatan terkait perlakuan panas dan uji
tekan yang dapatditerima.
- Kendali mutu yang dinilai
a. Prosedur perlakuan panas ada dan sesuai ( API 577 lihat
10.6)
b. Prosedur uji tekan ada dan berisi penjelasan lengkap
mencapai persyaratan uji (API 510, 570, API RP 574
dan ASME B31.3
c. Kalibrasi peralatan PWHT yang terkini,
d. Peralatan dan alat ukur uji tekan terkalibrasi dan
memenuhi syarat yang sesuai.
- Potensi tindakan inspektur
Mengindentifikasi dan memperbaiki kekuranagn prosedur
serta mengkalibrasi.
g. Material
Memastika semua logam pengisi, material dasar dan material
backingring ditandai dan diindentifikasi dengan benar.
- Kendali mutu yang dinilai
a. Sertifikasi uji material ada dan ditandai dengan benar
(termaksud backing ring jika perlu).

Departemen Teknik Mesin 40


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

b. Tanda elektrodalebel kawat polos, indentifikasi pada


gulungan kawat, dll sesuai dengan yang ditetapkan.
c. Tanda pada logam pengisi dapat ditelusuri hingga ke
sertifikasi bahan pengisi.
d. Tanda pada logam dasar dapat ditelusuri hingga ke
sertifikasi bahan.
e. Dilakukan perekaman informasi kemamputelusuran
bahan pengisi dan logam dasar.
f. Cap pada logam dasar bertekanan rendah dan tidak
merusak komponen.
g. Strip cat kode warna sudah benar untuk bahan
konstruksi tersebut..
- Potensi tindakan inspektur
a. Menolak bahan yang tidak dapat ditelusuri atau ditandai
dengan benar.
b. Menolak bahan yang tidak sesuai.
h. Persiapan las
- Kendali mutu
a. Permukaan lasan harus bebas dari kotoran dan cacat
pada logam dasar seperti laminasi dan retakan.
b. Pre pemanasan jika perlu, dilakukan untuk pemotongan
termal
c. Perlakuan pemanasan untuk meghilangkan hydrogen.
d. sambungan las bebas dari kerak oksida, sulfida, residu
hidrokarbo, dan bentukan las yang berlebihan.
e. Jenis sambungan las, sudut sorong, muka akar dan
renganggan yang benar.
f. Kelurusan dan ketidak sesuaian dapat diterima.
g. Dimensi material dasar, logam pengisi, sambungan las
yang benar.
h. Lasan soket pipa memiliki keterangan yang benar.
- Potensi tindakan inspektur

Departemen Teknik Mesin 41


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Menolak bahan atau memperbaiki kekurangan.


i. Pre-pemanasan.
Memastikan peralatan dan suhu pre-pemanasan.
- Kendali mutu yang harus dinilai
a. Peralatan dan teknik pre pemanasan dapat diterima.
b. Cakupan dan suhu pre-pemanasan dapat diterima.
c. Pemanasan ulang, jika perlu dipakai pada operasi
pemotongan termal.
d. Pra-pemanasan dipakai jika perlu dipakai untuk
menghilangkan lembab.
- Potensi dan tindakan inspektur
Mengidentifikasi dan memperbaiki kekurangan dalam pra-
pemanasan.
j. Bahan konsumsi las.
Memastikan elektroda, kawat pengisi, fluks dan gas sesuai spesifikasi
dan dapat diterima.
- Kendali mutu yang harus dinilai
a. Jenis dan ukuran logan pengisi benar sesuai prosedur.
b. Logam pengisiditangani dan disimpan denganbenar.
c. Logam pengisi bebas dari kotoran
d. Elektroda bersalut tidak rusak dan basah.
e. Komposisi gas sudah benar dan memenuhi syarat
kemurnian.
f. ,saluran buang gas pelindung dan pembersi secara
teratur dilepas gasnya untuk mencegah masuknya udara.
- Potensi dan tindakan inspektur
a. Menolak bahan yang tidak sesuai.
b. Mengidentifikasi dan memperbaiki yang tidak sesuai.

2.4.2 Pekerjaan selama pengelasan


Inspeksi pengelasan selama kegiatan pengelasan mencakup
parameter audit untuk memverifikasi pengelasan sesuai dengan prosedur.

Departemen Teknik Mesin 42


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

a. Jaminan mutu.
- Kendali mutu
a. Juru las bertanggung jawab atas hasil mutu lasan.
b. Juru las harus memenuhi persyaratan kualifikasi.
c. Juru las mengerti prosedur dan persyaratan las
pekerjaan tersebut.
d. Juru las mengerti batas-batas inspeksi.
- Potensi tindakan inspektur
Mengkaji kinerja juru las ( API 577 Apendik B).
b. Parameter dan teknik pengelasan
Memriksa apakah parameter dan teknik las didukung dengan WPS dan
WPQ.
- Kendali mutu
Variabel utama las :
a. Bahan pengisi, fluks, laju alur gas inert.
b. Teknik pembersihan laju alir, analisis O2,dll.
c. Pre pemanasan jika perlu.
d. Tekik las, pergerakan maju las, penumpukan manic las, dll.
e. Peralatan penyetelan seperti amperemeter, voltmeter dan
umpan kawat.
f. Suhu pemanasan dan interpass.
g. Kecepatan las.
h. Masukan panas jika perlu.

Contoh hasil lasan yang memenuhi juru las dan welding engineer.
Juru las menunjukkan keyakinan dan patuh pada praktek las yang
benar.
- Potensi tindakan inspektur
a. Mengkaji hasil contoh lasan dengan welding engineer.
b. Mengkaji mutu juru las dengan organisasi pengelasan.
c. Pemeriksaan hail las
- Kendali mutu yang harus dinilai

Departemen Teknik Mesin 43


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

a. Mutu las ikat yang akan disatukan pada lasan dapat


diterima.
b. Akar lasan penetrasinya cukup dan bermutu.
c. Pembersihan antar lintasan las dan permukaan back-
gouged dapat diterima.
d. NDE tambahan dilakukan antar lintasan las dan
permukaan back-gouged agar menunjukan hasil yang
dapat diterima.
e. Pengerjaan ulang dalan proses penghilangan cacat
berhasil dilakukan.
f. Pengukuran ferit dalam proses jika perlu, dilakukan dan
direkam.
g. Penguatan las akhir dan ukuran las jalur memenuhi
insfeksi pekerjaan dan gambar.
- Potensi tindakan inspektur
Menolak hasil kerja yang tidak dapat diterima.

2.4.3 Pekerjaan setelah pengelasan


Pekerjaan terakhir setelah pengelasan dan pekerjaan selesai harus
meliputi hal-hal yang menjamin mutu las akhir sebelum hasil las
digunakan.
a. Rupa dan penghalusan
- Kendali mutu yang harus dinilai
a. Ukuran, panjang dan lokasi semua las sesuai dengan
gambar,spesifikasi, kode.
b. Tidak ada tambahan las tanpa persetujuan.
c. Pengecekkan dimensi dan visual las tidak menunjukkan
diskontinius, distorsi berlebihan dan hasil kerja las yang
buruk.
d. Tempelan-tempelan las telah disingkirkan dan telah
menyatu dengan logam las.

Departemen Teknik Mesin 44


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

e. Diskontinius dikaji terhadap criteria penerima untuk


klasifikasi cacat.
f. Cap/tanda juru las pada hasil las dikonfirmasi.
g. Melakukan pengecekkan kekerasan di lapangan.
- Potensi tindakan inspektur
Mengerjakan ulang lasan yang ada, melepas lasan dan
melakukan perbaikan pengelasan seperlunya.
b. Kajian NDE
Memperifikasi bahwa NDE dilakukan pada lokasi yang telah dipilih
dan mengkaji temuan pemeriksa.
- Kendali mutu
a. Lokasi yang ditetapkan diperiksa.
b. Frekuensi pemeriksaan yang telah ditetapkan.
c. Nde dilakukan setelah PWHT
d. Kerja setiap juru las disertakan dalam pemeriksaan acak.
e. Mutu film RT, penempatan IQI visibilitas IQI sesuai dengan
standar.
f. Inspektur sepakat dengan interprestasi dan temuan pemeriksa.
g. Dokumentasi untuk semua NDE dilaksanakan dengan benar.
- Petensi tindakan insfektor
a. NDE diulang jika ada kekurangan dalam temuan.
b. Mengecek retak tertunda pada penyambungan material bagian
yang tebal dalam paksaan dan berkekuatan tinggi.
c. Mengulangi pemeriksaan yang terlupakan atau terlewat dan
yang tidak dapat diterima.
d. Memperbaiki ketidaksesuaian dalam rekaman pemeriksaan.
c. Perlauan panas paska las (PWHT)
Memverifikasi bahwa perlakuan panas paksa las dilakukan sesuai
dengan prosedur dan hasilnya dapat diterima.
- Kendali mutu
a. Bekas penandaan dengan cat harus dihapus dan kotoran yang
lain harus dihapus.

Departemen Teknik Mesin 45


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

b. Tempelan yang bersifat sementara harus dilas.


c. Permukaan hasil kerja mesin dilindungi dari oksidasi.
d. Komponen bagian dalam harus dilepas, seperti bagain dalam
katup, dilepas untuk mencegah kerusakkan.
e. Peralatan ditopang untuk mencegah korosi.
f. Termokopel dipasang dengan benar.
g. Termolopel mamantau daerah suhu yang berbeda dan bagaian
yang paling tebal.
h. System pemantauan suhu terkalibrasi.
i. Lebar pita pemanasan local memadai.
j. Penyekat terpasang pada komponen jika perlu pemanasan
lokal.
k. Suhu dan waktu tunggu sudah benar.
l. Laju pemanasan dan laju pendinginan sudah benar.
m. Distorsi dapat diterima setelah siklus termal diselesaikan
n. Kekerasan menunjukkan perlakuan panasa yang diterima
- Potensi Tindakan Inspektur
a. Mengkalibrasi peralatan pemantau suhu
b. Memperbaiki kekurangan sebelum perlakuan panas.
c. Mengulangi siklus perlakuan panas.
d. Uji Tekanan
- Kendali Mutu
a. Tekanan memenuhi spesifikasi pengujian.
b. Durasi uji sesuai ketentuan
c. Suhu logam komponen memenuhi persyaratan minimum
dan maksimum
d. Penurunan atau jatuhnya tekanan dapat diterima sesuai
prosedur
- Potensi Tindakan Inspektur
a. Memperbaiki kekurangan sebelum ataupun selama uji
tekanan sesuai dengan keadaan
b. Mengulangi pengujian seperlunya

Departemen Teknik Mesin 46


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

c. Menyusun rencana perbaikan jika cacat teridentifikasi.


d. Audit dokumentasi
Melakukan audit final terhadap dukumen inspeksi untuk
mengidentifikasi ketidak akuratan dan ketidak lengkapan
informasi.
- Tindakan inspektur
a. Semua verifikasi dalam rencana mutu
dilaksanakandengan benar
b. Laporan inspeksi lengkap, diterima dan ditanda tangani
pihak yang bertanggung jawab
c. Laporan inspeksi, interprestasi dan temuan pemeriksaan
NDE akuran.
1. Ketidaksesuaian dan Cacat
Cacat harus dihilangkan sama sekali dan inspeksi diulang dengan
cara yang sama sampai hasil pengelasan dapat diterima.tindakan perbaikan
terhadap ketidaksesuaian tergantung dari sifat ketidaksesuaian serta
dampaknya terhadap sifat – sifat hasil las
2. Sertifikasi Pemeriksa NDE
Kode atau standar yang digunakan adalah ASME bagian V, Pasal
1, jika ditetapkan oleh kode acuan, mewajibkan personil NDE dikualifikasi
dengan salah satu dari berikut ini :
- ASNT SNT-TC-IA
- ANSI/ASNT CP-189
Acuan – acuan ini mengharuskan manajemen menyususn dan
menetapkan praktek atau prosedur tertulis yang menjelaskan persyaratan
manjemen mengenai sertifikasi petugas inspeksi.
3. Tindakan Dini Untuk Keselamatan
Inspektur harus sadar akan bahaya yang terkait dengan pengelasan
dan mengambil langkah – langkah yang tepat untuk mencegah
kecekalakaan sewaktu melakukan pekerjaan inspeksi. Bahaya yang umum
ditemui inspektur dalam kegiatan las meliputi radiasi busr, pencemaran
diudara, kotoran di udara, dan panas.

Departemen Teknik Mesin 47


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

BAB III
PROSES PENGOLAHAN PADA KILANG PT. PERTAMINA RU II

3.1 Pengolahan Minyak pada PT. PERTAMINA RU II

Bahan baku ( feed stock ) yang diolah oleh kilang P.T PERTAMINA RU
II Dumai ( Persero ) adalah minyak mentah produksi P.T CHEVRON PASIFIC
INDONESIA yang dihasilkan oleh ladang minyak daerah Duri ( Duri Crude ) dan
Minas ( Minas Crude ),dengan perbandingan campuran untuk sekarang ini adalah
85 % volume Minas Crude dan 15 % volume Duri Crude.
Pada awalnya kapasitas desain Kilang Dumai adalah sebesar 100.000
barrel minyak mentah / hari.Dengan adanya modifikasi sejumlah peralatan,maka
kapasitas desain bertambah menjadi 130.000 – 135.000 barrel / hari atau sekitar
130 % kapasitas design.
Minas Crude adalah jenis minyak mentah dengan berat jenis ringsn
menurut standar API Gravity,yaitu kurang lebih 34,10.Sedangkan Duri Crude
dengan berat jenis yang sedikit lebih berat,yaitu kurang lebih 19,80 yang banyak
mengandung garam-garam ikutan yang dapat menyebabkan problem korosi
terhadap peralatan-peralatan prose pengilangan,sehingga diharapkan angka
perbandingan campuran tersebut adalah ideal dengan nilai ekonomis tinggi resiko
kerusakan peralatan proses yang masih terkendali.
Sedangkan Kilang PT. PERTAMINA RU II Sei. Pakning ( persero ) yang
menjadi satu system integrasi dengan kilang yang ada di Dumai,pengolah minyak
mentah jenis Handil dan Lirik Crude yang merupakan produksi dari P.T
PERTAMINA ( persero ) unit eksplorasi produksi ( UEP ) II Lirik Riau dengan
kapasitas design 35.000 barrel / hari,namun dioperasikan sampai 45.000 – 50.000
barrel / hari.
Produk – produk Kilang P.T PERTAMINA RU II Dumai ( Persero ) dan
Sei.Pakning adalah berupa bahan baker minyak ( BBM ) seperti
bensin,kerosene,solar,minyak pesawat terbang ( Avtur & JP – 5 ) dan produk non
bahan bakar minayak ( BBM ) seperti LPG,dan Green coke.Dimana semua jenis-
jenis produk Kilang Putri Tujuh Dumai ini didistribusikan untuk memenuhi

Departemen Teknik Mesin 48


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

konsumsi dalam negeri khususnya daerah operasi UPDN I ( Aceh,Sumut,Subar


dan Riau ) sedangkan Avtur khususnya disalurkan ke Jakarta dengan
menggunakan kapal tanker. Jenis produksi Kilang PT. PERTAMINA UP II
Dumai ( persero ) adalah :
A. Produk BBM
No Jenis Produk Juta BBL/thn Volume (%)
1 Aviation Turbine ( Avtur ) 3,10 4,75
2 Mogas 88 9,60 14,70
3 Kerosene 14,77 22,62
4 Automotive Diesel Oil ( ADO ) 25,29 38,73
5 Refinery Fuel 5,10 7,81

B. Produk Non BBM


No Jenis produk Juta BBL/thn volume(%)
1 Liquid Petroleum Gas ( LPG ) 1,04 1,60
2 Green Coke 1,31 1,97
3 Low Sulphur Wax Residu 6,07 9,30
Total 66,28 101,51

Selain jenis produk tersebut di atas juga diproduksi Jet Petroleum Grade 5
( JP – 5 ) yang merupakan bahan baker pesawat tempur F – 16.Produksi jenis JP
_ 5 tergantung permintaan dalam negeri dan eksport.
Persentase dan jenis produk yang dihasilkan Kilang P.T PERTAMINA RU
II Dumai ( Persero ) dan Sei.Pakning tersebut bukan merupakan harga yang
tetap,karena pola pengoperasian Kilang pada unit-unit proses untuk mendaptkan
jenis dan jumlah produk tertentu masih dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan
tergantung dari jenis bahan baker yang diperlukan dipasaran.
Pengolahan minyak mentah di Pertamina UP II Dumai dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kompleks, yaitu Hydro Skimming Complex (HSC),
Hydro Cracking Complex (HCC), dan Heavy Oil Complex (HOC).
Pengelompokan tersebut didasarkan atas bahan baku serta proses yang terjadi di

Departemen Teknik Mesin 49


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

dalamnya. Ketiga kompleks tersebut masih terbagi lagi menjadi beberapa unit-unit
pengolahan. Diagram alir sederhana dari proses pengolahan kilang minyak PT.
Pertamina RU II Dumai dapat dilihat pada gambar.

Departemen Teknik Mesin 50


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Gambar 3.1 Diagram alir sedehana proses pengolahan PT.Pertamina RU II


g

Departemen Teknik Mesin 51


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

3.2 Deskripsi Proses Pengolahan

3.2.1 Hydro Skimming Complex (HSC)

HSC mengolah minyak mentah menjadi beberapa produk terutama


gasoline dengan angka oktan tinggi. Terdapat dua proses yang terjadi di HSC
yaitu primary proces yang bertujuan untuk memisahkan fraksi-fraksi minyak
mentah berdasarkan trayek titik didihnya, dan secondary proces yang bertujuan
untuk memisahkan produk hasil primary process dengan berbagai reaksi kimia
berkatalis untuk memperbaiki kualitas produk tersebut. Terdapat enam unit yang
ada di kompleks HSC yaitu :

1. Crude Distillation Unit (CDU) – unit 100


2. Naphtha Rerun Unit (NRU) – unit 102
3. Hydrobon Platforming Unit (PL-I) – unit 301
4. Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT) – unit 200
5. Platforming II Unit (PL-II) – unit 300
6. Continuous Catalyst Regeneration Unit (CCR) – unit 310

1. Crude Distillation Unit (CDU) – 100


CDU berfungsi untuk memisahkan minyak mentah menjadi fraksi-
fraksinya berdasarkan trayek titik didih masing-masing fraksi. Unit ini disebut
juga dengan topping unit dan bekerja berdasarkan prinsip distilasi atmosferik.
Temperatur operasinya kurang lebih C.
Kapasitas minyak mentah yang dapat diolah yaitu 127 MBSD (kapasitas
operasi), sedangkan kapasitas desainnya adalah 130 MBSD. Kapasitas tersebut
belum termasuk kapasitas CDU di kilang Sei Pakning yang berjumlah 47 MBSD
(kapasitas operasi) dengan kapasitas desain 50 MBSD. Jenis umpannya adalah
Sumatera Light Crude (SLC) sebanyak 85% volum dan Duri Crude sebanyak 15%
volum.
Produk yang dihasilkan unit ini adalah offgas yang dapat digunakan
sebagai bahan bakar kilang atau dibuang ke flare, straight run naphtha yang
sebagian diambil sebagai produk dan sebagian lagi diumpankan ke NRU, kerosin
yang diambil sebagai komponen blending kerosin, light gas oil dan heavy gas oil

Departemen Teknik Mesin 52


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

yang digunakan sebagai komponen blending Automotive Diesel Oil, dan long
residue yang sebagian besar (56%) digunakan sebagai umpan High Heavy
Vacuum Distillation Unit dan sebagian lagi digunakan sebagai komponen
blending low sulphur waxy residue (LSWR) sebagai bahan bakar atau diekspor.
Minyak mentah dari tangki TK-101 hingga TK-106 dipompakan dengan
pompa P-1ABC dan P-10AB menuju serangkaian heat exchanger (E-1A hingga
E-7F) sehingga mengalami pemanasan hingga temperaturnya mencapai
lalu dialirkan ke heater H-1. Sebelum dimasukkan ke H-1, aliran minyak dibagi
menjadi delapan aliran untuk mengefektifkan perpindahan panas di heater. Bahan
bakar H-1 adalah fuel gas, fuel oil, dan steam dimana proporsi terbesarnya adalah
fuel gas. Keluaran H-1 yang memiliki temperatur lalu diumpankan ke
dalam T-1. Di dalam kolom yang bertekanan 1.15 kg/ ini, minyak mentah
dipisahkan menurut fraksi-fraksinya dengan rentang titik didih tertentu dengan
bantuan panas dari steam. Steam dimasukkan di bagian samping kolom dekat
dengan bottom, di tengah kolom (disebut juga dengan middle pump around -
MPA) dengan bantuan E-3AB, dan di atas kolom (disebut juga dengan top pump
around - TPA) dengan bantuan E-1AB. MPA keluar kolom dengan temperatur
dan masuk kembali dengan temperatur sedangkan TPA keluar
kolom dengan temperature dan masuk ke dalam kolom dengan temperatur
.
Produk atas yang bertemperatur didinginkan oleh E-8ABCD dan
dimasukkan ke D-1 yang memiliki tekanan 1.3 kg/ untuk memisahkan fraksi
distilat, gas, dari air. Air dialirkan ke unit SWS. Distilat berupa nafta yang
bertemperatur dipompakan oleh P-2AB lalu dipisahkan menjadi nafta yang
direfluks dan nafta yang akan dialirkan ke proses selanjutnya. Nafta yang
dialirkan ke proses selanjutnya didinginkan dengan E-9 menjadi dan dipisah
lagi menjadi nafta yang diumpankan ke NRU dan nafta yang disimpan di tangki.
Nafta yang dihasilkan disebut juga dengan straight run naphtha (SRN). Gas dari
D-1 dimasukkan ke D-2 untuk dipisahkan gas dan nafta. Nafta dialirkan kembali
ke D-1 sedangkan gas dipisahkan terlebih dahulu. Sebagian gas dialirkan ke flare
dan sebagian lagi dialirkan ke D-5 setelah sebelumnya dimasukkan gas dari rerun
accumulator unit NRU. Setelah diisap dengan C-1ABC, gas dimasukkan ke D-3

Departemen Teknik Mesin 53


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

yang bertekanan 1.25 kg/ untuk memisahkan gas dan nafta. Nafta
dikembalikan ke D-1, sebagian gas juga dialirkan ke D-1 namun sebagian besar
dialirkan ke H-1 sebagai bahan bakar dan sebagian dibuang ke flare. Laju alir gas
yang dialirkan ke flare adalah 0.74 ton/jam.
Produk samping yang pertama diambil dari tray nomor 24 dari bawah
dengan temperature C. Produk ini kemudian dialirkan ke T-2A. Setelah
mengalami pelucutan, produk kerosin dipompa dengan P-3, sedangkan sebagian
lagi dimasukkan ke T-1. Temperatur kerosin yang keluar adalah lalu
setelah didinginkan dengan E-2AB dan E-11AB temperaturnya menjadi .
Produk samping yang kedua diambil dari tray nomor 12 dari bawah dengan
temperatur . Produk ini dialirkan ke T-2B untuk dilucuti menjadi LGO
yang sebagian diambil sebagai produk dengan bantuan P-4AB dan sebagian
dialirkan kembali sebagai refluks ke T-1. Temperatur LGO yang keluar adalah
lalu setelah didinginkan oleh E-5 dan E-12AB temperaturnya menjadi
. Produk samping yang terakhir diambil dari tray nomor 7 dari bawah
dengan temperature dan dialirkan ke T-2C untuk dilucuti menjadi HGO.
Sebagian HGO dialirkan dengan bantuan pompa P-5 dan sebagian dikembalikan
ke T-1. Produk HGO memiliki temperatur sebesar . Setelah didinginkan
oleh E-6 dan E-13

2. Naphtha Rerun Unit (NRU) – 102


NRU berfungsi untuk memisahkan produk straight run naphtha keluaran
CDU kilang Dumai dan kilang Sei Pakning menjadi light naphtha dan heavy
naphtha dengan proses distilasi. Seluruh nafta ringan disimpan ke tangki sebagai
komponen blending gasolin sedangkan seluruh nafta berat diumpankan ke unit
Hydrobon Platforming. Nafta ringan memiliki rentang titik didih hingga
sedangkan nafta berat memiliki rentang titik didih C hingga C.
Temperatur operasi di rerun tower kurang lebih C. Kapasitas operasi SRN
yang diolah yaitu 8 MBSD.
Produk yang dihasilkan unit ini adalah offgas yang digunakan sebagai
bahan bakar kilang atau dibuang ke flare, light naphtha yang digunakan sebagai

Departemen Teknik Mesin 54


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

komponen blending gasolin, dan heavy naphtha yang digunakan sebagai umpan
unit PL-I.
SRN dipompakan oleh P-1AB dan dipanaskan oleh E-1 hingga
temperaturnya meningkat dari C menjadi C dan dimasukkan ke T-1. Di
dalam T-1 SRN mengalami distilasi sehingga terpisah menjadi nafta ringan dan
nafta berat. Produk bawahnya yaitu nafta berat dengan temperatur C.
Sebagian nafta berat yang diambil sebagai produk dipompakan oleh P-2AB dan
didinginkan oleh E-1 dan E-6 secara seri hingga temperaturnya C. Sisa nafta
berat dipompakan oleh P-3AB dan dipanaskan kembali oleh H-1 menjadi C
Sebelum memasuki H-1 aliran dibagi menjadi dua untuk mengefektifkan transfer
panas. Bahan bakar H-1 adalah fuel gas dan fuel oil. Temperatur keluaran reboiler
adalah C dan diumpankan ke bagian samping kolom T-1.
Produk atas dengan temperatur C didinginkan oleh E-2AB lalu
dimasukkan ke D-1 untuk memisahkan air, distilat, dan gas. Air dialirkan ke unit
SWS, distilat dengan temperatur C dipompa oleh P-4AB dan dipisahkan.
Sebagian dikembalikan ke kolom sedangkan sisanya diumpankan ke T-2. Gas
hasil D-1 sebagian dialirkan ke unit CDU (D-5) dan sisanya dibuang ke flare.
Distilat keluaran D-1 yang diumpankan ke T-2 terlebih dahulu dipanaskan oleh E-
3 sehingga temperaturnya mencapai C.
Di T-2 dengan temperatur operasi C minyak kembali dimurnikan dari
gasnya, dengan light naphtha sebagai produk bawah. Light naphtha dengan
temperatur C diambil sebagai produk setelah sebelumnya dipakai untuk
memanaskan minyak dari rerun tower yang akan diumpankan ke T-2. Nafta ini
kemudian didinginkan kembali oleh E-7 hingga temperaturnya menurun menjadi
C. Produk atas T-2 berupa gas dengan temperatur C didinginkan oleh E-
4AB dan masuk ke D-2 untuk memisahkan gas dan distilat yang terkandung di
dalamnya. Gas akan dikirim ke fuel system sebagai fuel gas sedangkan distilat
dengan temperatur C dipompakan kembali ke T-2 oleh P-5AB.

Departemen Teknik Mesin 55


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

3. Hydrobon Platforming Unit (PL-I) - 301

PL-I terdiri dari dua bagian yaitu hydrobon dan platforming. Kedua bagian
tersebut saling berkaitan. Hydrobon adalah kumpulan unit yang memiliki tujuan
untuk memurnikan heavy naphtha keluaran NRU dari pengotor berupa senyawa
nitrogen, sulfur, oksigen, klor, dan logam yang dapat meracuni katalis bagian
platforming.
Produk yang dihasilkan unit ini adalah offgas yang digunakan sebagai
bahan bakar kilang dan sisanya dibuang ke flare, gas yang digunakan untuk
recycle gas dalam proses, LPG yang akan dikirim ke unit Amine & LPG
Recovery, dan reformat yang digunakan sebagai komponen blending gasolin.
Heavy naphtha keluaran NRU dipompakan oleh P-1AB sehingga
temperaturnya menjadi dan dicampur dengan gas dari D-5 serta distilat
dari D-1. Campuran tersebut dipanaskan oleh E-1ABCD dan temperaturnya
adalah . Sebelum dipanaskan kembali oleh H-1, aliran ini dibagi menjadi
dua. Bahan bakar H-1 adalah fuel gas dengan sedikit atau tanpa fuel oil.
Temperatur keluaran H-1 adalah . Umpan ini lalu dimasukkan ke R-1 yang
berbentuk fixed bed. Produk keluaran R-1 memiliki temperatur dan
didinginkan oleh E-1ABCD sehingga temperaturnya menjadi dan
didinginkan kembali oleh E-2AB menjadi setelah sebelumnya diinjeksikan
air. Produk yang sudah cukup dingin ini kemudian dimasukkan ke D-1 untuk
memisahkan gas, air, dan distilat yang terkandung di dalamnya serta
menginjeksikan gas H2 yang berasal dari C-100. Tekanan pada D-1 adalah 21
kg/ . Air keluaran D-1 dialirkan ke unit SWS, sebagian distilat dialirkan
sebagai sirkulasi ke aliran umpan dan sebagian lagi dialirkan ke bagian hydrobon
stripper, sedangkan gas sebagian dibuang ke fuel gas system dan sebagian lagi
dimasukkan ke C-100.
Distilat keluaran D-1 dipanaskan oleh E-3ABC dan dimasukkan ke T-1.
Suhu operasi T-1 sekitar . Produk bawah T-2 memiliki temperatur .
Sebagian diambil sebagai produk umpan ke reaktor platformer setelah didinginkan
oleh E-3ABC, sedangkan sebagian lagi setelah dipompakan oleh P-3AB lalu
dipanaskan kembali oleh H-2 menjadi untuk dikembalikan ke T-1. Refluks

Departemen Teknik Mesin 56


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

yang memasuki H-2 dibagi menjadi dua aliran untuk menjaga efektivitas transfer
panas. Bahan bakar H-2 adalah fuel gas. Produk atas T-1 bertemperatur
dan setelah didinginkan oleh E-4AB menjadi lalu dikirim ke D-2 untuk
memisahkan gas, air, dan minyak. Air dialirkan ke unit SWS, gas dipakai sebagai
fuel gas sedangkan minyak dikembalikan lagi ke T-1 setelah dipompa oleh P-
2AB.
Umpan menuju reaktor platformer yang bertemperatur dipompakan
oleh P- 6AB dan dicampur dengan gas H2 dari C-1. Aliran ini dipanaskan oleh E-
5ABCD dan E-11ABC sehingga temperaturnya menjadi . Karena belum
cukup panas aliran ini kemudian dipanaskan lagi oleh H-3 (yang terintegrasi
dengan H-4) hingga temperaturnya mencapai . Bahan bakar H-3 dan H-4
yaitu campuran fuel gas dan fuel oil. Aliran ini dimasukkan ke R-2 dan keluar
dengan temperatur . Karena reaksinya menuntut temperatur yang lebih
tinggi, maka produk R-2 dimasukkan kembali ke H-4. Umpan bertemperatur
ini dimasukkan ke R-3 dan menghasilkan produk dengan temperatur
. Setelah didinginkan oleh E-11ABC menjadi maka produk keluaran
R-3 dimasukkan ke R-4. Reaksi di R-4 ini bersifat eksotermis dengan temperatur
produk mencapai dan langsung didinginkan oleh E-5ABCD kemudian
dialirkan ke bagian platformer stripper. Ketiga reaktor tersebut berjenis fixed bed.
Sebelum didinginkan oleh E-6AB, produk keluaran R-4 diinjeksikan
dengan soda kaustik. Campuran ini dialirkan ke D-5 dan mengalami pemisahan
antara distilat dan gas-gas. Tekanan di D-5 adalah 27 kg/ . Gas yang
dihasilkan diambil dari bagian atas kolom dengan temperature . Gas ini
dikirim ke C-1, umpan masuk hydrobon reactor, H2 plant, dan fuel gas system.
Distilat dengan temperatur sebagian dipompakan oleh P-30 dan kembali
memasuki D-5 sedangkan sebagian lagi akan dipanaskan di E-7 sebelum
memasuki T-2. Di T-2 terjadi pemisahan antara gas-gas dan platformat dengan
temperatur operasi . Platformat sebagai produk bawah bertemperatur
sebagian diambil sebagai produk setelah didinginkan di E-7 dan E-9. Sisa produk
bawah dipompakan oleh P-8AB dan dimasukkan ke dalam H-6 setelah alirannya
dipecah menjadi dua. Temperatur keluaran H-6 adalah dan langsung

Departemen Teknik Mesin 57


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

dikembalikan ke T-2. Bahan bakar H-6 adalah fuel gas dan fuel oil. Produk atas
T-2 adalah gas-gas dengan temperatur dan dialirkan ke D-6 setelah
didinginkan menjadi oleh E-16. Di dalam D-6 terjadi pemisahan antara fuel
gas dan LPG. Fuel gas dialirkan ke fuel gas system sedangkan LPG sebagian
dikembalikan ke T-2 oleh P-7AB dan sebagian dialirkan ke bagian platformer
deethanizer oleh P-11AB.

4. Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT) – 200


NHDT berfungsi untuk menghilangkan pengotor pada nafta seperti sulfur,
oksigen, nitrogen, klorida, serta untuk menjenuhkan olefin. Pengotor-pengotor
tersebut dapat meracuni katalis unit PL-II. Sedangkan olefin perlu dijenuhkan
untuk menjaga stabilitas produk platformat supaya tidak mudah bereaksi. Fungsi
NHDT ini sama dengan unit PL-I bagian hydrobon.
Produk yang dihasilkan unit ini adalah offgas yang digunakan sebagai
bahan bakar kilang dan sisanya dapat dibuang ke flare, light naphtha yang
digunakan sebagai komponen blending gasolin, dan hydrotreated naphtha yang
diumpankan ke unit PL-II.
Untreated naphtha dari tangki penyimpanan, heavy naphtha dari unit HCU,
dan cracked naphtha dari DCU dimasukkan ke V-4 dengan tekanan 11.5 kg/
untuk memisahkan gas, air, dan nafta. Gas hasil V-4 dialirkan ke fuel gas system,
air dialirkan ke unit SWS, sedangkan nafta dipompakan oleh P-1AB dan dicampur
dengan recycle gas dari C-1AB kemudian dipanaskan oleh E-1ABCD dari
temperatur hingga temperatur dan dipanaskan lebih lanjut dalam H-1
hingga temperaturnya mencapai . Aliran dibagi menjadi dua. H-1
memperoleh bahan bakar dari fuel oil (jarang dioperasikan), fuel gas, pilot gas,
dan steam. Recycle gas dari C-1AB dicampurkan dengan aliran nafta, masuk ke
V-1 dan diperoleh produk dengan temperatur . Selain itu recycle gas juga
dimasukkan pada bagian tengah V-1 di antara catalyst bed spacing. Di V-1 terjadi
reaksi penghilangan pengotor (sulfur, oksigen, nitrogen, dan klorida).
Produk keluaran V-1 kemudian didinginkan dengan E-1ABCD, E-2, dan
E-3 kemudian dialirkan ke V-5 dengan tekanan 49 kg/ untuk memisahkan
nafta menjadi air dan distilat. Air dialirkan ke unit SWS sedangkan distilat akan

Departemen Teknik Mesin 58


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

dialirkan ke bagian naphtha stripper. Gas hasil pemisahan V-5 dialirkan ke V-9
untuk dipisahkan. Gas hasil pemisahan V-9 diisap oleh C-1AB untuk kemudian
dikembalikan ke V-1 sebagai reaktan sedangkan distilat hasil pemisahan V-9
digabungkan dengan distilat V-5 untuk dibawa ke naphtha stripper.
Gas dari high-pressure separator (V-5) unit PL-II dialirkan ke V-8 yang
bertekanan tinggi yaitu 22 kg/ . V-8 berfungsi untuk memisahkan gas dan
distilat. Distilat digabungkan dengan distilat V-9 yang pada akhirnya akan
bergabung dengan distilat V-5 untuk dialirkan ke naphtha stripper. Gas hasil
pemisahan V-8 sebagian diumpankan ke V-4 dan sebagian disirkulasi ulang oleh
C-1AB. Sebagian gas tersebut dipanaskan oleh E-5 yang kemudian dimasukkan
kembali ke V-8, sedangkan sisanya digunakan sebagai recycle yang dicampurkan
ke produk keluaran V-1 yang hendak diumpankan ke V-5. Untuk menjaga jumlah
udara agar tidak terus berkurang maka diinjeksikan udara instrumen pada gas
keluaran V-9.
Produk distilat gabungan V-5, V-8, dan V-9 dipanaskan di E-7 dan E-6
secara seri sebelum dimasukkan ke V-2 untuk dipisahkan fraksi gas dan fraksi
cairnya. Produk bawah yang berupa fraksi cair dengan temperatur
dipisahkan alirannya. Sebagian aliran adalah aliran refluks dan sisanya
diumpankan naphtha splitter. Aliran refluks dipompakan oleh P-2AB lalu
dipisahkan menjadi empat aliran dan masuk ke H- 2. Di dalam H-2 refluks
dipanaskan hingga temperaturnya dan diumpankan kembali ke bagian
samping V-2. Bahan bakar H-2 adalah sebagian besar fuel oil, sebagian kecil fuel
gas, dan steam. Produk atas diambil pada temperatur dan didinginkan secara
seri di E-8 dan E-9. Kondensat kemudian dimasukkan ke V-6 untuk memisahkan
fraksi air, distilat, dan gas. Air dialirkan ke unit SWS, distilat diumpankan
kembali ke kolom V-2 setelah dipompa oleh P-3AB, dan gas dialirkan ke unit
Amine & LPG Recovery. Tekanan di V-6 adalah 6 kg/cm2 dan untuk menjaga
tekanan ini diperlukan tambahan aliran masuk yaitu fuel gas dari fuel gas system.
Nafta keluaran V-2 kemudian langsung diumpankan ke V-3 dan
mengalami pemisahan antara nafta ringan dan nafta berat (yang disebut juga
dengan hydrotreated naphtha). Temperatur operasi V-3 adalah . Produk
bawah V-3 adalah nafta berat dengan temperatur yang alirannya dibagi

Departemen Teknik Mesin 59


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

menjadi dua. Aliran pertama yaitu refluks yang dipanaskan di H-3 setelah
sebelumnya dibagi menjadi empat aliran untuk mengefektifkan transfer panas.
Bahan bakar H-3 adalah sebagian besar fuel gas, sebagian kecil fuel oil dan steam.
Keluaran H-3 memiliki temperatur dan dikembalikan ke V-3 pada bagian
samping kolom. Aliran kedua didinginkan di E-7 hingga temperaturnya mencapai
dan kemudian diumpankan ke unit PL-II. Produk atas V-3 yang memiliki
temperatur didinginkan di E-10 dan dimasukkan ke V-7 untuk memisahkan
gas dan cairan. Gas yang terbentuk dialirkan ke flare sedangkan cairannya
dipompa oleh P-5AB untuk sebagian direfluks ke V-3 dan sebagian lagi dikirim
ke unit H2 plant, HCU, dan tangki penyimpanan.

5. Platforming II Unit (PL-II) – 300


PL-II berfungsi untuk mengkonversi hydrotreated naphtha dari NHDT
menjadi platformat yang disebut juga dengan high grade motor fuel. Terjadi
peningkatan ON dalam konversi tersebut. Reaksi yang terjadi di unit ini sama
dengan reaksi yang terjadi di unit PL-I yaitu dehidrogenasi, hydrocracking
parrafin, isomerisasi, dan dehidrosiklisasi parafin. Untuk melaksanakan reaksi
tersebut dipergunakan katalis bimetalik UOP R-134 (Pt-Rh/ ) dengan
temperatur operasi , tekanan operasi 9 kg/ , dan rasio minimum
terhadap hidrokarbon sebesar 2.5. Namun tidak seperti PL-I, PL-II tersusun dari
tiga reaktor yang dipasang seri secara vertikal dan katalis bergerak secara kontinu
untuk diregenerasi. Kapasitas unit ini adalah 8.95 MBSD.
Unit PL-II menghasilkan produk berupa offgas yang dipergunakan sebagai
bahan bakar kilang dan sisanya dibuang ke flare, LPG yang akan diolah lebih
lanjut di dalam unit Amine & LPG Recovery, gas dengan kemurnian 85%
yang dikirim ke plant dan DHDT, serta platformat dengan ON kurang lebih 94
yang digunakan sebagai komponen blending gasolin.
Hydrotreated naphtha dari unit NHDT dan recycle gas dari C-1 dipanaskan
oleh E-1 hingga temperaturnya lalu dipanaskan di H-1 hingga
temperaturnya . Umpan panas tersebut dimasukkan ke V-1 yang terletak
paling atas. Pada dasar V-1 produk yang bertemperatur dipanaskan
kembali di H-2 hingga temperaturnya dan dimasukkan ke V-2 yang

Departemen Teknik Mesin 60


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

terletak di tengah. Produk V-2 dikeluarkan dengan temperatur 445oC dan kembali
dimasukkan ke H-3 sehingga temperaturnya menjadi kemudian
dimasukkan ke V-3 yang terletak di bawah. Produk keluaran V-3 yang memiliki
temperataur kemudian didinginkan di E-1 untuk kemudian dialirkan ke
bagian separator. Bahan bakar ketiga heater tersebut adalah sebagian besar fuel
gas, sebagian kecil fuel oil, dan steam. Ketiga reaksi di ketiga reaktor berlangsung
secara endotermik dengan reaksi di V-1 adalah dehidrogenasi, reaksi di V-2
adalah hydrocracking, isomerisasi dan dehidrogenasi, sedangkan reaksi di V-3
adalah penyempurnaan reaksi sehingga umpan yang belum bereaksi diharapkan
dapat bereaksi di reaktor ini. Katalis di ketiga reaktor tersebut mengalir secara
kontinu untuk diregenerasi dengan perbandingan katalis di V-1, V-2, dan V-3
adalah 2:3:5.
Produk keluaran reaktor didinginkan oleh E-2ABCD dan E-3 secara seri
kemudian dimasukkan ke V-4 untuk dipisahkan fraksi berat dan gasnya dengan
tekanan 8.4 kg/ . Selain produk tersebut, umpan V-4 adalah gas yang berasal
dari V-5. Gas yang dihasilkan sebagian dialirkan ke C-1 dan sebagian dialirkan ke
C-2AB. Dari C-1 gas dipisahkan menjadi dua aliran yaitu gas yang menuju ke
aliran umpan masuk reaktor dan recycle gas untuk unit CCR. Gas yang menuju ke
C-2AB kemudian digabungkan dengan fraksi berat keluaran V-4. Fraksi minyak
keluaran V-4 dipompa oleh P-1AB dan kemudian digabungkan dengan gas
keluaran C-2AB. Campuran tersebut kemudian didinginkan oleh E-4 sebelum
memasuki V-5. Dengan tekanan 22.5 kg/ terjadi pemisahan gas dan produk
bawah. Aliran gas dipecah untuk dikirim ke unit H2 plant, NHDT, CCR, DHDT,
dan recycle gas yang masuk ke V-4 sedangkan fraksi bawah dikirim ke bagian
debuthanizer untuk dikurangi kadar butannya.
Setelah dipanaskan oleh E-5ABCD produk bawah tersebut dimasukkan ke
V-6 yang memiliki temperatur operasi sebesar . Aliran produk bawah yang
berkadar butan rendah (platformat) dengan temperatur dipecah menjadi
dua, satu aliran dikembalikan ke V-6 setelah dipompa oleh P-3AB dan dipanaskan
di H-4 hingga temperaturnya mencapai 240oC dan aliran kedua didinginkan
secara seri oleh E-5ABCD, E-8, dan E-9 untuk kemudian disimpan di tangki
penyimpanan atau dikirim ke unit HCU. Bahan bakar H-4 adalah fuel oil, fuel gas,

Departemen Teknik Mesin 61


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

dan medium pressure steam. Produk atas V-6 dengan temperatur


didinginkan oleh E-6AB dan E-7 untuk kemudian dialirkan ke V-7 dan
mengalami pemisahan gas dan fraksi berat. Gas kemudian dialirkan ke V-12
untuk dicuci dengan kaustik lalu dialirkan ke unit Amine & LPG Recovery. Fraksi
berat kemudian dipisahkan menjadi dua aliran. Aliran refluks dipompa oleh P-
2AB lalu dikembalikan ke V-6 sedangkan aliran produk dipompa oleh P-6AB dan
dikirim ke unit Amine & LPG Recovery.
Unit PL-II memiliki pembangkit steam tersendiri dengan bantuan H-1, H-
2, dan H-3. Umpan berupa high pressure feed water dengan temperatur dan
aliran kondensat dari V-8 dipanaskan di H-1, H-2, dan H-3 pada convection
section. Produk high pressure steam dengan temperatur dikirim ke unit-
unit yang membutuhkan. Dengan adanya steam drum V-8 dengan tekanan 40
kg/ maka dapat dihasilkan low pressure steam dengan cara mensirkulasikan
ulang kondensat V-8 ke ketiga heater tersebut. Tujuan lain dari sirkulasi tersebut
yaitu untuk menjaga level kondensat di V-8 sehingga tekanan yang tinggi tersebut
dapat dijaga. Ada empat aliran kondensat, yaitu satu aliran yang ditambahkan ke
high pressure feed water setelah dipompa oleh V-7AB, aliran kondensat tersendiri
yang terpisah dari aliran steam sebelumnya, low pressure steam yang dimasukkan
ke V-10, dan steam dengan tekanan sangat rendah yang dimasukkan ke V-9 untuk
kemudian dibuang ke atmosfer. Untuk menjaga tekanan di V-9 dan V-10
disediakan sistem vent yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan pada keadaan
tekanan abnormal.
Salah satu penggunaan high pressure steam adalah pada C-1 dan C-2AB.
Kedua kompresor tersebut menghasilkan steam yang akan dididinginkan pada E-
10AB dan ditampung di V-11. E-10AB berbentuk steam surface yang berfungsi
untuk menukar panas steam dari kompresor dengan kondensat yang ditampung di
V-11 dan kemudian dipompa oleh P-9AB dan menghasilkan cold condensate
dengan temperature .

6. Continuous Catalyst Regeneration Unit (CCR) – 310


CCR berfungsi untuk meregenerasi katalis unit PL-II yang aktivitasnya
sudah menurun akibat keracunan umpan dari NHDT dan atau DCU dan

Departemen Teknik Mesin 62


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

pembentukan coke pada reaktor karena temperatur operasi yang tinggi.


Regenerasi dilakukan dengan cara membakar katalis dalam regen tower sehingga
seluruh racun dan coke dapat dihilangkan dari katalis. Pembakaran katalis
dilakukan pada temperature C. Kapasitas unit ini adalah 136 kg/jam.
Regenerasi katalis dilakukan dengan tahapan – tahapan yaitu pembakaran dengan
udara panas, penginjeksian klorida, pengeringan dan proses reduksi. Ketiga proses
pertama berlangsung di unit CCR sedangkan proses terakhir terjadi di unit PL-II
pada bagian atas reaktor. Setelah keluar dari unit CCR diharapkan katalis
mempunyai aktivitas yang tinggi sehingga dapat dipakai kembali untuk
mereforming hidrokarbon.
Katalis yang dinilai sudah berkurang aktivitasnya dan perlu
diregenerasi,dikeluarkan dari reaktor PL-II (V-3) dan ditampung dalam catalyst
collector dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Kemudian katalis masuk ke LH-1
untuk ditampung sementara karena kemampuan regen tower yang terbatas.
Selanjutnya katalis masuk ke LE-1 yang berguna untuk menaikkan katalis ke
regen tower. Sebelum masuk ke regen tower, katalis terlebih dahulu dipisahkan
dari debu di DH. Debu yang terpisah dari katalis kemudian ditampung di dust
collector. Katalis kemudian masuk ke regen tower untuk diregenerasi. Di regen
tower, katalis dibakar dengan udara panas pada suhu kemudian
diinjeksikan klor dalam bentuk PDC. Keluaran reaktor akan ditampung di surge
hopper setelah sebelumnya dikeringkan pada bagian bawah regen tower,
kemudian katalis dikirim ke LH-2. Dari LH-2, katalis dikirim ke LE-2 untuk
diteruskan ke bagian reduksi. Setelah direduksi, katalis dapat digunakan kembali
dan aktivitasnya kembali seperti semula.

3.2.2 Hydro Cracking Complex (HCC)


Fungsi utama bagian ini adalah melakukan perengkahan hidrokarbon
dengan bantuan hidrogen menghasilkan fraksi-fraksi yang lebih ringan. Bagian ini
termasuk dalam new plant, yang terdiri dari lima unit operasi, antara lain

1. Hydrocracker Unibon Unit (HCU) – unit 211 dan unit 212


2. Hydrogen Plant – unit 701 dan unit 702

Departemen Teknik Mesin 63


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

3. Amine & LPG Recovery – unit 410


4. Sour Water Stripper (SWS) – unit 840
5. Nitrogen Plant – unit 940

1. Hydrocracker Unibon (HCU) – 211/212


HCU berfungsi mengolah HVGO (Heavy Vacuum Gas Oil) dan HCGO
(Heavy Coker Gas Oil) menjadi fraksi-fraksi yang lebih ringan melalui proses
perengkahan berbantuan gas hidrogen (hydrocracking). Katalis yang digunakan
pad unit ini adalah DHC-8. Katalis ini terdiri dari metal site Ni dan W untuk
reaksi hidrogenasi dan acid site Al2O3.SiO2 sebagai power cracking. Katalis
mempunyai dua fungsi, yaitu membantu proses perengkahan hidrokarbon yang
memiliki berat molekul tinggi dan hidrogenasi minyak tak jenuh. Reaksi
perengkahan parafin dimulai dengan pembentukan olefin pada metallic center dan
pembentukan ion karbonium dari olefin pada acidic center. Laju reaksi
hydrocracking meningkat seiring dengan kenaikan berat molekul parafin.
Pembentukan fraksi C4 dalam isobutana perlu dicegah karena fraksi tersebut
cenderung membentuk tersier butil karbonium.
Produk yang dihasilkan unit ini adalah gas dan LPG yang akan diolah
lebih lanjut di unit Amine & LPG Recovery, light naphtha yang akan digunakan
sebagai komponen blending premium, heavy naphtha yang akan digunakan
sebagai umpan unit NHDT, light dan heavy kerosene yang akan dipakai sebagai
komponen blending kerosin dan atau avtur, Automotive Diesel Oil (ADO), serta
bottom product yang akan digunakan sebagai komponen blending ADO.
Umpan HVGO dan HCGO dimasukkan ke dalam V-24 untuk menampung
dan menjaga kestabilan aliran sistem. Sebelum masuk ke V-24, umpan dilewatkan
F-1 untuk menghilangkan pengotor. Kemudian umpan dicampur dengan gas H2
tekanan tinggi (170 kg/ ) dan dipanaskan dalam H-1 hingga temperature
sebelum masuk ke reaktor V-1 dan V-2 yang disusun seri. Sedangkan
umpan dari bottom fractionator masuk ke V-25 dan dipanaskan di H-1 lalu masuk
ke reaktor V-3 pada suhu . Di dalam ketiga reaktor ini terjadi reaksi
perengkahan hidrokarbon menjadi fraksi-fraksi ringannya. Temperatur keluaran
reaktor adalah . Produk keluaran V-2 akan digunakan untuk memanaskan

Departemen Teknik Mesin 64


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

umpan untuk mengurangi beban H-1. Produk dari V-2 dan V-3 kemudian
didinginkan dengan dilewatkan E-1, E-2, E-3, dan E-4.
Kemudian produk diteruskan ke V-8 untuk dipisahkan antara fasa gas dan
fasa cairnya. Fasa gas yang mengandung H2 akan dialirkan ke C-1 dan digabung
dengan recycle gas yang akan ditambahkan ke umpan. Air yang dihasilkan akan
dikirim ke unit SWS untuk diolah lebih lanjut. Sedangkan hidrokarbon yang telah
dipisahkan diteruskan ke V-9 dan V-10 untuk memisahkan gas-gas yang masih
tersisa. Gas yang diperoleh dari kedua flash drum tersebut akan dikirim ke unit
Amine & LPG Recovery. Sedangkan air yang dipisahkan akan kirim ke unit SWS.
Hidrokarbon yang telah dipisahkan akan masuk ke kolom fraksionator.
Fasa cair dari V-10 dialirkan ke V-12 untuk dihilangkan fraksi C1-C4nya.
Fraksi ringan ini akan dtampung di V-13 untuk dipisahkan fasa gas dan fasa
cairnya. Fasa gas yang mengandung LPG dikirim ke Amine & LPG Recovery,
fasa cairnya sebagian juga dialirkan ke unit tersebut dan sebagian lagi digunakan
sebagai refluks V-12. Air yang berhasil dipisahkan dialirkan ke unit SWS. Produk
bawah V-12 sebagian digunakan sebagai refluks melalui H-2 dan sebagian lagi
diumpankan ke kolom fraksionator V-14 setelah sebelumnya dipanaskan dengan
H-3.
Produk atas V-14 berupa gas dikondensasikan dan ditampung di V-19.
Fasa gas dari V-19 dibakar di flare, sebagian fasa cair digunakan sebagai refluks
dan sebagian lagi masuk ke V-20 untuk diambil naftanya. Produk atas V-20
berupa gas yang didinginkan dialirkan ke V-21, fasa gas dari V-21 diteruskan ke
fuel gas system atau dibakar di flare, sedangkan fasa cair sebagian digunakan
sebagai refluks, dan sebagian lagi dialirkan ke V-22. Produk bawah V-20 adalah
heavy naphtha. Produk atas V-22 dipisahkan di V-23, fraksi gas dialirkan ke fuel
gas sistem atau dibakar di flare, sedangkan fraksi cair Amine & LPG Recovery,
dan sebagian dikembalikan sebagai refluks. Produk bawah V-22 adalah light
naphta.
Produk samping dari V-14 diambil pada temperatur dan dialirkan
ke kolom V-18. Fasa gas dari V-18 dikembalikan ke V-14, sedangkan fasa cairnya
diambil sebagai produk berupa light kerosene dan sebagian dikembalikan ke
kolom V-18. Produk samping kedua diambil pada temperatur dan

Departemen Teknik Mesin 65


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

dipisahkan di kolom V-17. Produk atas V-17 dikembalikan ke kolom V-14,


sedangkan fasa cair sebagian dikembalikan ke kolom V-17 dan sebagian lagi
diambil sebagai produk berupa heavy kerosene. Aliran samping ketiga diambil
pada temperatur dan dimasukkan ke kolom V-16. Fasa gas dari V-16
dikembalikan ke V-14, fasa cair sebagian dikembalikan ke kolom V-14 dan
sebagian lagi diambil sebagai produk berupa ADO (solar). Produk bawah V-14
dialirkan ke V-103 dan V-104 dan digunakan sebagai recycle feed untuk reaktor
V-3.

2. Hydrogen Plant – 701/702


Unit ini berfungsi untuk memproduksi hidrogen dengan kemurnian lebih
dari 97%. Gas hidrogen akan digunakan dalam proses hydrotreating dan
hydrocracking, sebagai make up serta sebagai recycle gas untuk beberapa unit
proses. Umpan yang digunakan dalam unit ini adalah LPG dari unit Amine &
LPG Recovery dan gas yang berasal dari unit platforming dan Amine & LPG
Recovery. Reaksi – reaksi yang terjadi dalam unit ini antara lain adalah
desulfurisasi, steam reforming, HTSC dan LTSC untuk menghilangkan CO, CO2
absorption, serta metanasi.
Kapasitas produksi unit ini adalah 43.455 /jam untuk masing–masing
plant. Umpan unit ini terdiri dari 86.3 %-w offgas dari Amine & LPG absorber,
13.7 %-w net offgas dari unit Platforming, dan LPG sebagai cadangan. Produk gas
hidrogen yang dihasilkan unit ini diharapkan memiliki kemurnian lebih dari 97 %,
kandungan oksida karbon maksimum 30 ppm, kandungan metan maksimum 3 %,
dan tidak mengandung nitrogen serta sulfur.
Umpan yang terdiri dari gas kaya hidrogen dilewatkan melalui E-2,
kemudian dihilangkan kandungan sulfurnya dalam V-6A dan V-6B pada suhu
tinggi. Produk V-6 dicampur dengan steam, dipanaskan pada tungku pemanas
hingga temperatur kemudian masuk ke H-1 dan mengalami proses
reforming menghasilkan gas hydrogen dan CO2 dengan bantuan katalis nikel
yang berada di dalam tube reformer. Gas keluar dari H-1 pada temperatur
dan diambil panasnya dengan E-4 serta E-5.

Departemen Teknik Mesin 66


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Gas keluar dari E-5 dan masuk ke HTSC V-7 pada temperatur .
Kemudian produk V-7 didinginkan melalui E-6. Gas masuk ke E-7 yang
dimanfaatkan untuk memproduksi MP steam. Gas kemudian diproses lebih lanjut
di LTSC V-8 untuk konversi CO yang tersisa menjadi CO2. Produk reaksi V-8
dikondensasikan di E-11. Kondensat yang banyak mengandung H2S atau produk
bawah dicampurkan dengan air hasil reaksi metanasi di V-11, menghasilkan
H2SO4. Cairan yang banyak mengandung asam ini lalu dialirkan ke V-15
bersama-sama dengan produk atas V-12 yang banyak mengandung gas CO2.
Produk atas kolom V-15 adalah gas CO2 sedangkan produk bawah dialirkan ke
unit SWS.
Produk atas separator V-11 yang banyak mengandung gas CO2
dimasukkan ke V-17 untuk menghilangkan kandungan CO2. Gas CO2 ini akan
diabsorbsi oleh larutan Benfield dengan zat pengaktif DEA (dietanolamin).
Larutan Benfield yang kaya kandungan CO2 dimasukkan ke V-12 untuk
pengambilan CO2 dengan cara pemanasan. Produk atas V-12 masuk ke kolom V-
15 sedangkan cairan Benfield yang miskin CO2 (lean benfield) dialirkan ke
separator V-13, kemudian digunakan kembali sebagai absorber CO2 di V-17.
Produk atas V-17 dialirkan ke V-18 untuk pencucian dengan air, lalu masuk ke E-
6, dan akhirnya ke V-9 untuk proses metanasi. Pada kolom V-9, CO dan CO2
yang masih tersisa diubah menjadi metana dan air. Gas hidrogen dan metana
dipisahkan dari air di V-10. Gas hidrogen dengan kemurnian 97% dan metana
dikirim ke unit-unit proses sedangkan air digunakan untuk melarutkan gas H2S.

3. Amine & LPG Recovery – 410


Unit ini berfungsi untuk menghilangkan kandungan sulfur dalm gas dan
LPG yang dihasilkan unit-unit lain. Penghilangan sulfur ini bertujuan untuk
mencegah teracuninya katalis dalam unit proses dan mencegah terjadinya korosi
dalam tangki LPG.
Kapasitas amine dan LPG recovery pada unit ini masing–masing adalah
20.000 Nm3/jam dan 15 m3/jam. Umpan unit ini dapat dikategorikan menjadi dua
jenis yaitu gas dan LPG. Gas berasal dari berbagai unit proses seperti HCU, PL-I,
NHDT, dan DHDT. Sedangkan umpan LPG berasal dari HCU dan Pl-II. Produk

Departemen Teknik Mesin 67


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

dari unit ini berupa gas dan LPG yang diharapkan sesuai dengan spesifikasi yang
telah disebutkan di atas.
Umpan gas dari berbagai unit ditampung dalam V-1 untuk menghilangkan
kandungan cairan yang terbawa. Gas yang dipisahkan dipakai sebagai fuel gas,
sedangkan fasa cairnya dialirkan ke unit SWS untuk diolah lebih lanjut. Fasa
gasnya kemudian dipanaskan dengan E-1 dan ditambah dengan MP gas yang
berasal dari HCU. Gas ini kemudian masuk ke V-3 untuk pemisahan cairan yang
masih tersisa. Produk bawah V-3 dialirkan ke unit SWS dan HCU sedangkan
produk atasnya masuk ke V-5 untuk pemisahan gas ringan. Gas yang berhasil
dipisahkan sebagian dipakai untuk unit H2 plant dan sebagian lagi digunakan
sebagai fuel gas. Produk bawah V-5 yang kaya amine dialirkan ke V-7.
Produk V-7 berupa cairan yang banyak mengandung H2S dialirkan dari
bawah dan dipanaskan dengan E-4, kemudian menuju V-8. Produk atas V-8
dengan temperatur didinginkan dengan E-4, kemudian masuk ke V-9.
Produk V-9 berupa gas dialirkan ke flare, sedangkan cairan yang mengandung
MEA dikembalikan ke V-8. Produk bawah V-8 berupa lean amine (MEA yang
mengandung sedikit H2S) sebagian dialirkan ke E-3 untuk pemisahan lebih lanjut
dan sebagian lagi dibagi menjadi dua aliran yaitu ke V-7 dan ke V-5. Lean amine
yang menuju E-3 juga dibagi menjadi dua, sebagian langsng dialirkan ke E-3 dan
sebagian lagi didinginkan melalui E-2 kemudian masuk ke F-1AB. Dari F-1AB,
lean amine dialirkan ke V-5, V-6, V-7, dan V-8. Lean amine yang ke E-3
dipanaskan kembali dengan MP steam kemudian dikembalikan ke V-8.
Debuthanizer net liquid dan naphtha stripper overhead liquid dari unit
HCU dialirkan ke V-6. Lean amine dari F-1AB diinjeksikan pada bagian puncak
V-6, sehingga H2S dalam LPG terabsorbsi oleh lean amine contaminated. Produk
atas V-6 ditampung di V-18 untuk pemisahan fasa gas dan fasa cairnya. Fasa cair
berupa rich amine dialirkan menuju V-8 bersama dengan produk bawah V-6 yang
juga berupa rich amine. Sedangkan fasa gasnya dialirkan ke V-11 untuk dilakukan
pencucian menggunakan soda kaustik sehingga H2S yang tersisa bereaksi
membentuk garam natrium sulfida. LPG yang sudah mengalami pencucian
dialirkan ke V-12 untuk difiltrasi. Garam hasil reaksi di V-11 dan filtrat V-12

Departemen Teknik Mesin 68


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

dialirkan ke treatment sehingga bisa digunakan kembali. Sedangkan LPG


dialirkan ke deethanizer (V-13) setelah dipanaskan dengan E-7AB.
Produk atas V-13 berupa fraksi ringan (C1 dan C2) dialirkan menuju V-14
setealah sebelumnya didinginkan dengan E-8. Kondensat V-14 dipompakan
dengan P-3AB ke puncak kolom sebagai total refluks sedangkan gas yang tak
terkondensasi dialirkan ke V-3 untuk diolah menjadi feed gas off absorber.
Sedangkan produk bawah V-13 berupa LPG dialirkan ke sphere tank system
setelah sebelumnya digunakan untuk memanaskan umpan V-13 dan didinginkan
dengan E-15.

4. Sour Water Stripper – 840


Unit ini berfungsi untuk menurunkan kandungan H2S dan NH3 yang
mengkontaminasi air proses sehingga dapat digunakan kembali dan tidak
mencemari jika dibuang ke lingkungan. Unit ini mampu menghilangkan 97%-v
H2S dan 90%-v NH3 dari umpan..
Kapasitas pengolahan unit ini adalah 10.3 MBSD. Umpan unit ini berasal
dari unit NHDT, HCU, HVU, DCU, DHDT, Amine & LPG Recovery, dan KO
drum dari flare system. Produk dari unit ini diharapkan memenuhi standar baku
mutu kandungan dan yang telah disebutkan di atas.
Umpan berupa air buangan proses (sour water) dari berbagai unit
dipisahkan antara fasa gas dan fasa cairnya di V-1. Fasa gas berupa sour gas
dibakar di flare, sedangkan fasa cair berupa minyak dipompakan dengan P-2 ke
slope oil tank untuk diolah kembali. Air dari V-1 dipompakan dengan P-1AB ke
V-2 untuk pemisahan gas NH3 dan H2S. Sebelum menuju V-2, air dipanaskan
terlebih dahulu dengan E-1AB dan E-5AB hingga temperatur . Di V-2, air
dicuci dengan soda kaustik yang berasal dari T-1 untuk menghilangkan
kandungan asam. Produk atas V-2 berupa gas dibakar di flare, sedangkan cairan
dari puncak kolom didinginkan dengan E-4 kemudian dipompakan kembali ke V-
2 dengan P-4AB. Produk bawah V-2 sebagian dikembalikan ke kolom setelah
dipanaskan dengan E-2 menggunakan LP steam dan sebagian lagi dialirkan ke
unit HVU setelah sebelumnya digunakan untuk memanaskan umpan V-2.

Departemen Teknik Mesin 69


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

5. Nitrogen Plant – 940


Unit ini berfungsi untuk menghasilkan gas nitrogen yang digunakan untuk
startup dan shut-down unit proses, regenerasi katalis, dan media blanketting
tangki. Gas nitrogen diperoleh dengan cara pemisahan oksigen dan nitrogen dari
udara berdasarkan titik embunnya dengan temperatur operasi - C. Nitrogen
akan mengalir ke bagian atas kolom dan oksigen akan berkumpul di bagian dasar
kolom sebagai cairan karena nitrogen mempunyai titik embun lebih rendah dari
oksigen. Kapasitas pengolahan unit ini adalah 500 /hari. Proses ini
menggunakan molecular sieve absorber untuk menyerap uap air dalam udara.
Udara bebas bersama udara recycle dihisap dengan C-81AB yang
masingmasing terdiri dari dua stage. Udara yang telah dimanfaatkan kompressor
stage satu didinginkan di intercooler kemudian di stage kedua dimanfaatkan
hinggga tekanan 6 kg/ , selanjutnya udara dialirkan ke E-90. Sebagai media
pendingin adalah air garam yang didinginkan dengan system fresh refrigerant di
E-94. Embun yang terjadi dipisahkan dalam V-84.
Sebelum diumpankan ke kolom, udara didinginkan di pendingin udara E-
85. Di E-58 ini, udara proses dibagi menjadi dua yaitu udara tekanan tinggi
keluaran E-85 yang akan dialirkan menuju engine turbine untuk diambil energi
kinetiknya dan udara keluaran E-85 pada titik cairnya ( ) yang akan
diumpankan ke V-83 dari bagian bawah. Nitrogen yang mempunyai titik didih
lebih rendah dari oksigen akan menguap ke bagian atas kolom dan oksigen akan
mengumpul di dasar kolom sebagai cairan. Oksigen dari dasar kolom dialirkan ke
E-86 untuk didinginkan. Cairan dingin ini kemudian dialirkan ke E-95 untuk
pengembunan. Nitrogen cair sebagian dikembalikan ke kolom sebagai refluks dan
sebagian lagi dialirkan ke tangki penyimpanan. Nitrogen cair keluaran E-95
diambil sebagai produk dan dialirkan ke V-18AB. Sebelum dikirim ke unit proses,
nitrogen cair diuapkan terlebih dahulu dengan E-81, E-82, E-83, dan E-88.

3.2.3. Heavy Oil Complex (HOC)


Fungsi utama bagian ini adalah mengolah fraksi berat hidrokarbon menjadi
fraksi- fraksi ringannya. Bagian ini termasuk dalam new plant, yang terdiri dari
empat unit operasi, antara lain

Departemen Teknik Mesin 70


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

1. High Heavy Vacuum Distillation Unit (HVU) – unit 110


2. Delayed Coking Unit (DCU) – unit 140
3. Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) – unit 220
4. Coke Calciner Unit (CCU) – unit 170

1. High Heavy Vacuum Distillation Unit (HVU) – 110


Unit ini berfungsi untuk memisahkan umpan berupa Low Sulphur Waxy
Residue (LSWR) yang berasal dari unit CDU menjadi fraksi yang lebih ringan
berdasarkan titik didihnya. Prinsip dasar operasi unit ini adalah distilasi pada
keadaan vakum. Keadaan vakum diperoleh dengan cara menarik produk gas pada
bagian atas kolom dengan menggunakan tiga buah steam jet ejector yang disusun
seri sehingga terjadi penururunan tekanan reaktor. Keadaan vakum ini diperlukan
untuk menurunkan titik didih LSWR sehingga pemisahan fraksi – fraksi minyak
mentah dapat berlangsung dengan lebih baik tanpa terjadi thermal cracking.
Proses pemisahan berlangsung pada temperatur C dan tekanan 18-22 mmHg.
Kapasitas pengolahan unit ini adalah 92.6 MBSD.
Umpan LSWR yang berasal dari unit CDU ditampung di V-3 untuk
dihilangkan gasnya yang kemudian akan dibakar di flare. Umpan kemudian
dialirkan ke V-5AB untuk penghilangan kandungan garam (desalting) dengan
menggunakan air yang berasal dari unit SWS. Keluaran V-5AB yang berupa brine
akan diolah sehingga dapat digunakan kembali, sedangkan minyak yang sudah
tidak mengandung garam akan dialirkan ke V-1 setelah sebelumnya dipanaskan
dengan E-2, E-3, dan H-1AB. Umpan masuk ke V-1 pada temperatur 400oC.
Produk atas diserap dengan mengggunakan J-51, J-52, dan J-53 kemudian
didinginkan dengan E-52, E-53, dan E-54 sebelum masuk ke V-2. Produk atas
diserap dengan ejektor yang memanfaatkan MP steam kemudian akan dialirkan ke
V-2 setelah didinginkan dengan E-52ABC, E-53, dan E-54. Keluaran yang masih
bisa diolah sebagian dikembalikan ke V-1 dan sebagian lagi dialirkan ke slope
tank. Gas yang dihasilkan dimrnikan dari minyak di V-11 kemudian sebagian
digunakan sebagai fuel gas dan sebagian dibakar di flare. MP steam yang
digunakan berasal dari V-10 yang menggunakan air sebagai umpan.

Departemen Teknik Mesin 71


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Produk samping berupa LVGO dan HVGO yang masing – masing diambil
pada suhu dan . LVGO dipompakan dengan P-9AB dari V-1 dan
didinginkan dengan E-9A. Sebagian LVGO langsung diambil sebagai produk dan
sebagian lagi akan dikembalikan ke V-1 setelah dipanaskan terlebih dahulu
dengan E-10. HVGO dipompakan dengan P-6ABC dari V-1, sebagian
dikembalikan ke V-1 dan sebagian lagi digunakan untuk memanaskan umpan
melalui E-1AB dan E-2AB. Kemudian HVGO dilewatkan ke E-8AB untuk
pendinginan lebih lanjut. Keluaran E-8AB dibagi menjadi tiga aliran yaitu aliran
ke unit HCU 211 dan 212, serta aliran ke tangki HVGO. Produk bawah berupa
short residue diambil pada suhu kemudan didinginkan dengan E-3.
Sebagian residu dikembalikan ke V-1 dan sebagian lagi akan diumpankan ke unit
DCU untuk diolah lebih lanjut. Residu juga sebagian dialirkan ke tangki
penyimpanan serta sebagian lagi dipanaskan dan diolah kembali di V-1.

2. Delayed Coking Unit (DCU) – 140


Unit ini berfungsi mengolah short residue yang dihasilkan unit HVU
menjadi fraksi-fraksi yang lebih ringan, gas, dan coke. Prinsip dasar reaksi yang
berlangsung di unit ini adalah thermal cracking (perengkahan hidrokarbon pada
temperatur tinggi). Perengkahan ini biasanya dilakukan pada suhu sekitar C.
Temperatur operasi yang tinggi menyebabkan terjadinya reaksi polimerisasi yang
kemudian akan membentuk green coke. Tahap-tahap pembentukan green coke
yang terjadi antara lain steaming out (1 jam), steaming out to blowdown system (2
jam), water quenching (5 jam), water fill in (2 jam), dan pengeringan. Steaming
out berfungsi untuk menghilangkan fraksi ringan yang masih tersisa. Water
quenching menggunakan campuran air dan steam kurang lebih 20 ton air dan 78
ton steam. Sedangkan water fill in merupakan pendinginan menggunakan air pada
temperatur dibawah . Pengeringan dan pengeluaran coke dilakukan dengan
menggunakan air.
Kapasitas pengolahan unit ini adalah 35.4 MBSD. Umpan yang digunakan
adalah short residue yang berasal dari unit HVU. Produk yang dihasilkan antara
lain adalah gas, nafta, LCGO (Light Coker gas Oil), HVGO (Heavy Coker Gas
Oil), dan green coke. Gas akan dimanfaatkan sebagai fuel gas, nafta akan

Departemen Teknik Mesin 72


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

diumpankan ke unit NHDT, LCGO akan diumpankan ke unit DHDT, HCGO akan
diumpankan ke unit HCU, sedangkan green coke akan dijual langsung sebagai
produk.
Short residue yang panas dari HVU ditampung di V-5 sebelum
diumpankan ke V-2. Umpan dipanaskan dengan E-1AB hingga temperatur
kemudian masuk ke V-2 untuk proses fraksionasi. Produk atas V-2 berupa gas
didinginkan dengan E-8 kemudian masuk ke V-6 untuk dipisahkan dari air.
Minyak yang berhasil dipisahkan dikembalikan ke V-2, sedangkan campuran gas
sebagian dibakar di flare dan sebagian lagi dialirkan ke V-15. Cairan yang
berhasil dipisahkan dari V-15 akan dikembalikan ke V-6. Sedangkan campuran
gas ditarik ke V-16 dengan mengunakan C-1. Di V-16 terjadi pemisahan cairan
hidrokarbon dari fasa gasnya. Gas yang dihasilkan akan dimanfaatkan sebagai
absorber di V-17, sedangkan fasa cairnya akan diumpankan ke V-18. Di V-17 gas
akan dimurnikan dari hidrokarbon, gas akan digunakan sebagai fuel gas
sedangkan cairan hidrokarbon akan dikembalikan ke V-2. Air yang berhasil
dipisahkan dari V-16 akan dialirkan ke unit SWS untuk diolah lebih lanjut.
Hidrokarbon yang dialirkan ke V-18 untuk penghilangan C4. Produk atas V-18
akan dialirkan ke V-19 untuk dipisahkan dari air. Fasa gas yang dihasilkan akan
dipakai sebagai flare gas, fasa cairnya akan dikembalikan ke V-18, sedangkan air
akan dialirkan ke unit SWS. Fasa cair dari V-19 juga ada yang diumpankan ke V-
20 untuk pemurnian LPG. Produk bawah V-18 berupa heavy naphtha akan
digunakan sebagai umpan unit NHDT. Fraksi hidrokarbon ringan dari V-18
dimurnikan di V-20 untuk menghasilkan LPG. Produk atas V-20 dialirkan ke V-
21 untuk pemisahan air. Fasa gas dari V-20 akan digunakan sebagai fuel gas, fasa
cairnya akan dikembalikan ke V-20, sedangkan air yang berhasil dipisahkan akan
diolah lebih lanjut di unit SWS. Produk bawah V-20 berupa unsaturated LPG
dialirkan ke tangki penyimpanan.
Produk samping V-2 yang diambil pada tray ke-11 dari atas berupa LCGO
akan dialirkan ke V-3. Dari V-3 sebagian LCGO akan dikembalikan ke V-2
setelah dimurnikan dari gasnya di V-17. Fasa gas dari V-17 akan digunakan
sebaga fuel gas. Sebagian LCGO juga akan diambil sebagai produk sebagai fuel
oil, diumpankan ke DHDT, serta masuk ke cooking section.

Departemen Teknik Mesin 73


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Produk samping V-2 yang diambil pada tray ke-28 dari atas berupa HVGO
akan dialirkan ke V-4. Sebagian HVGO akan dikembalikan ke V-2 dan sebagian
lagi akan dipakai untuk quench pada coke chambers. HVGO dari V-4 akan
dimanfaatkan untukm memproduksi MP steam pada E-2 dan E-4 sebelum
dialirkan ke unit HCU 211/212 serta ke tangki penyimpanan.
Produk bawah V-2 yang masih merupakan fraksi berat hidrokarbon akan
direngkah dengan proses thermal di V-1. Produk bawah V-2 keluar dari
fraksionator pada suhu 330oC, kemudian dipanaskan lebih lanjut di H-1ABCD
sebelum masuk ke V-1ABCD. Umpan masuk ke V-1ABCD pada temperatur
. Di V-1ABCD terjadi proses thermal cracking pada temperatur ,
tahapan prosesnya mengikuti tahapan yang telah disebutkan di atas. Produk-
produk V-1ABCD antara lain adalah heavy hidrokarbon yang akan dialirkan ke
V-2 dan coke. Coke dari V-1ABCD akan dialirkan keluar reaktor dan langsung
diambil sebagai produk. Kebutuhan air yang digunakan berasal dari T-1,
sedangkan kebutuhan steam dipenuhi oleh steam generator.

3. Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) – 220


Unit ini berfungsi untuk mengolah LCGO (Light Coker Gas Oil) dari unit
DCU dengan cara menjenuhkan material hasil perengkahan yang tidak stabil dan
membuang pengotor seperti sulfur dan nitrogen dengan bantan gas hidrogen
bertekanan. Katalis yang digunakan dalam proses ini adalah UOP S-12.
Kapasitas pengolahan unit ini adalah 90 /jam. Produk yang dihasilkan
dari unit ini adalah gas, nafta, light kerosene, dan heavy kerosene. Gas yang
dihasilkan akan dimanfaatkan sebagai fuel gas, nafta akan diumpankan ke unit
HCU, light kero dan heavy kero akan digunakan sebagai komponen blending
kerosin dan diesel (ADO).
Umpan berupa LCGO ditampung sementara di V-1, fasa gas yang
menguap akan digunakan sebagai fuel gas. Kemudian umpan dipanaskan lebih
lanjut di H-1 hingga temperatur sebelum masuk ke V-2 dan V-3. Keluaran
reaktor V-2 akan masuk ke V-3 kemudian akan dialirkan ke V-4 setelah
sebelumnya diinjeksi air dari V-7. Air yang berhasil dipisahkan akan dialirkan ke
unit SWS untuk diolah lebih lanjut, fasa gas akan dialirkan ke V-5 dan V-6 yang

Departemen Teknik Mesin 74


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

kemudian akan digunakan sebagai recycle gas, sedangkan fasa cair yang
mengandung sedikit gas akan dialirkan ke V-8.
Fasa cair dari V-4 akan dipanaskan terlebih dahulu dengan E-6 sebelum
masuk ke V-8. Temperatur umpan masuk reaktor kurang lebih . Produk atas
V-8 berupa campuran gas dan nafta dialirkan ke V-9 untuk dipisahkan dari air.
Fasa gas akan digunakan sebagai umpan unit Amine & LPG recovery dan fuel
gas, air akan dialirkan ke unit SWS untuk diolah lebih lanjut, dan nafta akan
digunakan sebagai umpan unit HCU dan sebagian dikembalikan ke V-8. Produk
bawah V-8, sebagian dikembalikan ke V-8 dan sebagian lagi akan dialirkan ke V-
10.
Produk bawah V-8 dilewatkan E-6 kemudian masuk ke V-10. Produk atas
V-10 berupa light kero akan dialirkan ke V-11 setelah sebelumnya didinginkan
dengan E-9. Sebagian light kerosene akan dikembalikan ke V-10 dan sebagian
lagi akan dialirkan ke tangki penyimpanan setelah sebelumnya digunakan untuk
memanaskan umpan V-10. Produk bawah V-10 berupa heavy kerosene sebagian
akan dikembalikan ke V-10 setelah dipanaskan kembali dengan H-3, sedangkan
sebagian lagi akan dialirkan ke tangki penyimpanan setelah didinginkan dengan
E-5, E-11, dan E-12.

4. Coke Calciner Unit (CCU) – 170


Unit ini berfungsi untuk mengolah green coke dari unit DCU menjadi
calcined coke yang biasanya digunakan sebagai bahan utama pembuatan
elektroda. Unit ini tidak beroperasi lagi sejak tahun 1994 karena adanya kerusakan
dan tidak diperbaiki karena nilai produknya rendah sehingga tidak memberikan
keuntungan. Proses yang terjadi dalam unit ini adalah proses pembakaran pada
suhu tinggi ( C) untuk menghilangkan kandungan karbon yang mudah
menguap dan air. Kapasitas utama unit ini adalah 1334 ton perhari.
Umpan berupa green coke dari unit DCU dipanaskan pada temperatur
dengan H-203 untuk menghilangkan semua zat yang mudah menguap
dan air. Kemudian coke panas didinginkan di E-209 dengan jalan
mengontakkannya langsung dengan spray water. Panas hasil pembakaran coke di

Departemen Teknik Mesin 75


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

H-204 akan digunakan untuk memproduksi steam pada waste heat boiler.
Sedangkan coke yang telah dingin dialirkan ke silo penyimpanan.

3.3 Peralatan-peralatan dalam pengolahan

Hydro Skimming Complex (HSC)

1. Crude Distillation Unit (CDU) – 100


Peralatan-peralatan utama yang terdapat di unit CDU adalah crude
distillation tower (T-1), atmospheric sidestream stripper (T-2A untuk kerosin, T-
2B untuk LGO, dan T-2C untuk HGO). Sedangkan peralatan-peralatan
pendukungnya adalah fractionators accumulator (D-1), KO drum (D-2), fuel gas
KO drum (D-3), drum (D-5), heater (H-1), reboiler (H-2), heat exchanger (E-1AB,
E-2AB, E-3AB, E-4ABCD, E-5, E-6, E-7ABCDEF, E-8ABCD, E-9, E-10, E-
11AB, E-12AB, E-13), fan (E-14BF), kompresor (C-1ABC), dan pompa (P-
1ABC, P-2AB, P-3, P-4AB, P-5, P-6AB, P-9, P-10AB).

2. Naphtha Rerun Unit (NRU) – 102


Peralatan-peralatan utama yang terdapat di unit NRU adalah rerun tower
(T-1), dan rerun stabilizer (T-2). Sedangkan peralatan-peralatan pendukungnya
adalah rerun accumulator (D-1), stabilizer accumulator (D-2), reboiler (H-1), heat
exchanger (E-1, E-2AB, E-3, E-4AB, E-5, E-6, E-7), dan pompa (P-1AB, P-2AB,
P-3AB, P-4AB, P-5AB).

3. Hydrobon Platforming Unit (PL-I) - 301


Peralatan-peralatan utama yang terdapat di PL-I adalah hydrobon reactor
(R-1), hydrobon stripper (T-1), platformer reactor (R-2, R-3, dan R-4), platformer
stabilizer (T-2), dan platformer deethanizer (T-3). Sedangkan peralatan-peralatan
pendukungnya adalah hydrobon high-pressure separator (D-1), hydrobon stripper
receiver (D-2), platformer high-pressure separator (D-5), platformer stripper
receiver (D-6), platformer deethanizer receiver (D-9), hydrobon heater (H-1),
hydrobon stripper reboiler (H-2), platformer heater (H-3, H-4), platformer stripper

Departemen Teknik Mesin 76


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

reboiler (H-6), heat exchanger (E- 1ABCD, E-2AB, E-3ABC, E-4AB, E-5ABCD,
E-6AB, E-7, E-9, E-11ABC, E-12, E-14, E- 15, E-16), kompresor (C-1ABC, C-
100), dan pompa (P-1AB, P-2AB, P-3AB, P-6AB, P- 7AB, P-8AB, P-11AB, P-
12AB, P-30).

4. Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT) – 200


Peralatan-peralatan utama yang terdapat di NHDT adalah hydrotreating
reactor (V-1), naphtha stripper (V-2), dan naphtha splitter (V-3). Sedangkan
peralatan-peralatan pendukungnya adalah feed surge drum (V-4), high pressure
hydrotreating separator (V-5), naphtha stripper receiver (V-6), naphtha splitter
receiver (V-7), high pressure drum (V-8) compressor suction drum (V-9),
heater (H-1), stripper reboiler (H-2), splitter reboiler (H-3), heat exchanger (E-
1ABCD, E-3, E-5, E-6, E-7, E-9, E-11, E-13), fan (E-2, E-8, E-10, E-12),
kompresor (C-1AB), dan pompa (P-1AB, P-2AB, P-3AB, P-4AB, P-5AB, P-
6AB).

5. Platforming II Unit (PL-II) – 300


Peralatan-peralatan utama yang terdapat di PL-II adalah platformer reactor
(V-1, V-2, V-3), low pressure separator (V-4), high pressure separator (V-5),
debuthanizer (V-6), debuthanizer overhead receiver (V-7), dan vapor wash tower
(V-12). Sedangkan peralatan-peralatan pendukungnya adalah steam drum (V-8,
V-9, V-10), condensate drum (V-11), platformer charge heater (H-1), platformer
no.1 interheater (H-2), platformer no.2 inter heater (H-3), debuthanizer reboiler
(H-4), heat exchanger (E-1, E- 3, E-4, E-5ABCD, E-7, E-9,E-10), fan (E-2ABCD,
E-6AB, E-8), recycle compressor (C-1), net gas booster compressor (C-2AB), dan
pompa (P-1AB, P-2AB, P-3AB, P-6AB, P-7AB, P-9AB).

6. Continuous Catalyst Regeneration Unit (CCR) – 310


Peralatan – peralatan utama yang terdapat pada unit CCR antara lain regen
tower, lock hopper 1 (LH-1), lock hopper 2 (LH-2), lift engagers 1 (LE-1), lift
engagers 2 (LE-2), dust collector, surge hopper, disengaging hopper (DH),

Departemen Teknik Mesin 77


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

catalyst collector, fan (CM-1, CM-2, CM-3, CM-4), purge exchanger (PI-305),
heater (H-1, H-2, H-3).

Hydro Cracking Complex (HCC)

1. Hydrocracker Unibon (HCU) – 211/212


Peralatan utama yang terdapat dalam unit HCU antara lain adalah fresh
feed reactor (V-1, V-2), recycle reactor (V-3), HP separator (V-8), MP flash drum
(V-9), LP flash drum (V-10), debuthanizer (V-12), debuthanizer overhead
receiver (V-13), fractionator (V-14), diesel and kerosine stripper (V-16, V-17, V-
18), fractionator receiver (V-19), naphtha splitter (V-20, V-22), naphtha splitter
receiver (V-21, V-23), fresh feed surge drum (V-24), recycle feed surge drum (V-
25), backwash drum (V-26), stage suction drum (V-27, V-28, V-29), heater (H-1,
H-3, H-3), heat exchanger (E-1, E-2, E-3, E-4, E-21, E-24, E-25, E-28), pompa
(P-1 s.d. P-25), filter (F-1, F-2) dan kompresor (C-1, C-2).
2. Hydrogen Plant – 701/702
Peralatan–peralatan yang terdapat dalam unit H2 plant antara lain adalah
desulfurizer (V -6A, V-6B), steam reformer (H-1), HTSC (V-7), LTSC (V-8),
CO2 absorber (V-17), methanator (V-9), KO drum (V-3), steam KO drum (V-5),
methanator product condensate separator (V-10), shift converter condensate
separator (V-11), Benfield stripper (V-12), Lean Benfield flash drum (V-13),
Benfield stripper overhead accummulator (V-15), Benfield sol. carbon filter (V-
16), hidrogen water-wash drum (V- 18), heater (CC1, CC2, CC3, CC4), LPG
evaporator (E-2), heat exchanger (E-3, E-4, E-5,E-6, E-8, E-10), Benfield reboiler
(E-11), cooler (E-7, E-11), pompa (P-1A, P-2, P-3AB, P-4AB, P-7AB), filter (F-
1), dan kompresor (C-1).

3. Amine & LPG Recovery – 410


Peralatan-peralatan yang dipakai dalam unit ini antara lain adalah KO drum (V-1),
separator (V-3), vapour amine absorber (V-5), LPG amine absorber (V-6), caustic
wash (V-11), amine stripper (V-8), dethanizer (V-13), amine settler (V-18), LPG
sand filter (V-12), rich amine flash drum (V-7), amine reclaimer (E-3), stripper

Departemen Teknik Mesin 78


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

receiver (V-9), deethaanizer overhead receiver (V-14), desuperheater (DS-1), heat


exchanger (E-1, E-2, E-4, E-5, E-7, E-8, E-9, E-15), fan (E-13, E-14), filter (F-
1AB), pompa (P-1AB, P-2AB, P-3AB, P-6), dan kompresor (C-1AB).

4. Sour Water Stripper – 840


Peralatan-peralatan yang dipakai dalam unit ini antara lain adalah sour
water degassing drum (V-1), kolom stripper (V-2), caustic tank (T-1), pompa (P-
1AB, P-2, P-3AB, P-4AB), heat exchanger (E-1AB, E-2), fan (E-3, E-4), dan
cooler (E-5AB).

5. Nitrogen Plant – 940


Peralatan-peralatan yang dipakai dalam unit ini antara lain adalah flash
drum (V-84), kolom rektifikasi (V-83), tangki (V-18AB), screw compressor (C-
81AB), cooler (E-90), dan heat exchanger (E-81, E-82, E-83, E-85, E-86, E-88, E-
94, E-95).

Heavy Oil Complex (HOC)

1. High Heavy Vacuum Distillation Unit (HVU) – 110


Peralata-peralatan yang dipakai dalam unit ini antara lain adalah vacuum
tower (V-1), condensate receiver (V-2), feed surge drum (V-3, V-4), 1st dan 2nd
stage desalter (V-5A, V-5B), tempered water expansion drum (V-6), continue
blowdown (V-8), intermediet blowdown (V-9), steam disengaging drum (V-10),
KO drum (V-11), vacuum heater (H-1A, H-1B), heat exchanger (E-1AB, E-
2ABC, E-3ABCD, E-4AB, E-52ABC, E- 53, E-54, E-5AB, E-6AB, E-7ABCD, E-
8AB, E-9A-I, E-10, E-11ABCD, E-12, E-13A-J, E-15, E-16), ejektor (J-51, J-52,
J-53), kompresor (C-1AB), dan pompa (P-2AB, P-3ABC,P-4AB, P-5AB, P-
6ABC, P-7, P-8AB, P-9AB, P-10AB, P-11AB, P-12AB, P-13AB, P-14AB, P-
15AB).

Departemen Teknik Mesin 79


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

2. Delayed Coking Unit (DCU) – 140


Peralatan-peralatan yang dipakai dalam unit ini antara lain adalah coke
chambers (V-1ABCD), fractionator (V-2), light coker oil stripper (V-3), heavy
coker oil stripper (V-4), feed surge drum (V-5), fractionator overhead receiver (V-
6), separator (V-7), BDC separator (V-14), BDC KO drum (V-12), blowdown
condensor (V-13), compressor surge drum (V-15), HP separator (V-16), absorber
(V-17), debuthanizer (V-18), debuthanizer overhead receiver (V-19), LPG splitter
(V-20), LPG splitter overhead receiver (V-21), interstage receiver (V-23), tangki
air (T-1), fractionatot overhead gas compressor (C-1), heater (H-1 ABCD),
desuperheater (DS-1), heat exchanger (E-1 s.d.E-25), ejektor (J-51AB), dan
pompa (P-1AB s.d. P-27AB).

3. Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) – 220


Peralatan-peralatan yang dipakai dalam unit ini antara lain adalah feed
surge drum (V-1), reaktor (V-2,V-3), HP separator (V-4), recycle compressor
suction drum (V-5), make-up compressor suction drum (V-6), water injection tank
(V-7), stripper (V-8), stripper receiver (V-9), splitter (V-10), splitter receiver (V-
11), heater (H-1, H-2, H-3), recycle and make-up compressor (C-1AB),
desuperheater (DH-1), heat exchanger (E-1ABCDE, E-2ABCD, E-3, E-4, E-5, E-
6, E-7, E-8, E-9, E-11, E12), dan pompa (P-1AB, P-2AB, P-3AB, P-4AB, dan P-
5AB).

4. Coke Calciner Unit (CCU) – 170


Peralatan-peralatan yang dipakai dalam unit ini antara lain adalah rotary
calciner (H-203), incinerator (H-204), hot stack (H-219), waste heat boiler, feed
drum (V-201), cooler dust collector (V-212), cooler dishcharge housing (V-210),
air curtain blower (C 253), incinerator air fan (C-216), rotary cooler fan (C-213),
incinerator start-up burner fan (C-215), nose ring cooling fan (C-206), primary air
fan (C-207), secondary air fan (C-211), boiler shut-off damper (E-2), dump
damper (E-3), dan rotary cooler (E-209).

Departemen Teknik Mesin 80


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

3.4 Diagram alir proses pengolahan

Diagram alir proses yang terdapat di Pertamina Unit Pengolahan II


Dumai. Diagram alir proses ini merupakan penyederhanaan dari proses yang
lengkap dan dapat mewakili gambaran umum tiap unit proses. (Terlampir)

Departemen Teknik Mesin 81


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

BAB IV
SISTEM MANAJEMEN OPERASI PT. PERTAMINA RU II

4.1 Sejarah berdirinya PT. PERTAMINA (persero) RU II


Pembangunan kilang Pertamina Refinery Unit II Dumai dilaksanakan mulai
bulan 20 April 1969 atas dasar persetujuan ―Turn Key Project” merupakan hasil
kerjasama Pertamina dengan Far East Sumitomo Sloye kaisha yang merupakan
kontraktor jepang, kilang ini di kukuhkan dalam surat keputusan direktur Utama
PT Pertamina (Persero) Nomor 334 / Kps / DM / 1967. Sedangkan pelaksanaan
teknis pembangunan dilaksanakan oleh kontraktor asing yaitu:
1. IHHI ( Ishikawajima-Harima Heavy Industries) untuk melakukan
pekerjaan kontruksi pembuatan kilang Crude Destillatiopn Unit(CDU) dan
fasilitas penunjang pembangkit Utama (Utilities).
2. TAESEI construction, Co., untuk melakukan pekerjaan kontruksi
pembuatan fasilitas penunjang konstruksi kilang.
Unit yang pertama didirikan adalah Crude Distilation Unit (CDU / 100) yang
selesai pada bulan Juni 1971. Unit ini dirancang untuk mengolah minyak mentah
jenis Sumatera Light Crude (SLC) dengan kapasitas 100.000 barrel/hari. Pada
tangal 14 Agustus 1971 kilang ini menjalani uji coba kemudian Peresmian kilang
ini dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 9 September 1971 dengan
nama Kilang Putri Tujuh. Produk yang dihasilkan dari kilang ini antara lain:
Naphtha, Kerosene, Solar/Automotive Diesel Oil (ADO), Bottom Product berupa
55 % volume Low Sulphur Wax residu (LSWR) untuk diekspor ke Jepang dan
Amerika Serikat.
Pada tanggal 21 Februari 1973 Naphta Rerun Unit ( NRU) dan Hydrocarbon
platformer mulai di operasikan dan pada tanggal 6 september 1973 Platformer unit
di serahkan pada pihak P.T. PERTAMINA (Persero) oleh pihak Sumitomo Slolye
Kaisha.
Pada kilang lama (Existen Plant) ini crude Oli di ubah menjadi Fuel gas,
premium, kerosene, ADO (Automtive Diesel Oil) dan residue. Residu atau LSWR
(Low Sulphur Waxi Residu) ini merupakan produksi terbanyak yaitu 62%, residu
ini perlu pengolahan lebih lanjut, karena Pertamina RU II (persero) belum

Departemen Teknik Mesin 82


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

mempunyai unit yang dapat mengolah residu ini, maka residu ini dieksport ke luar
negeri yaitu ke Jepang dan Amerika Serikat.
Karena perkembangan ekonomi dalam negeri yang makin meningkat, maka
kebutuhan BBM pun semakin tinggi, untuk mengurangi ketergantungan BBM
kepada luar negeri, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk membangun
kilang baru yang berfungsi untuk mengolah LSWR menjadi bahan bakar yang siap
pakai . Kilang baru (New Plant) ini di beri nama Hydrocracker Unit. Dimana unit
ini tidak mengolah minyak mentah tetapi mengolah residu hasil dari topping unit
(CDU) Pada Klang Putri Tujuh dan Kilang Sei. Pakning. Pada tanggal 12
November 1979 berdasarkan surat keputusan Dirjen Migas No.
0731/Kpts/DM/1979 di bentuk suatu team study pengembangan kilang BBM,
yang akan mempelajari pengembangan kilang- kilang di Dumai, Balikpapan dan
Cilacap. Berdasarkan laporan team studiy, maka team pengarah yang di bentuk
dengan surat keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.55/ Kpts /
pertam/1980 yang membuat rekomendasi kepada pemerintah untuk pelaksanaan
proyek-proyek tersebut. Pada tanggal 2 April 1980 di tanda tangani perjanjian
pemakaian lisensi dan proses desain kilang Dumai dengan Universal Oil Product
(UOP) Amerika Serikat sebagai pemegang hak paten proses.
Perluasan selanjutnya dilakukan pada tanggal 2 April 1980 dengan
ditandatanganinya persetujuan perjanjian kerjasama antara Pertamina dengan
Universal Oil Product (UOP) dari Amerika Serikat dengan kontraktor utama
Technidas Reunidas Centunion dari Spanyol berdasarkan lisensi proses dari UOP.
Tahap-tahap pelaksanaan pembangunan proyek tersebut antara lain:
1. Survei tanah dilaksanakan oleh SOFOCO (Indonesia) dan dievaluasi oleh
HASKONING (Belanda).
2. Penimbunan area dilaksanakan oleh PT. SAC Nusantara (Indonesia). Pasir
timbunan diambil dari laut di Sekitar Pulau Jentilik (± 8 km dari area
proyek) dengan cutter section dredger.
3. Pemancangan tiang pertama dilaksanakan oleh PT. Jaya Sumpiles
Indonesia dengan jumlah tiang pancang 18.000 dan panjang 706 km.
4. Pembangunan konstruksi unit-unit proses beserta fasilitas penunjang
dikerjakan oleh kontraktor utama Technidas Reunmidas Centunion

Departemen Teknik Mesin 83


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Spanyol yang bekerjasama dengan Pembangunan Jaya Group, dengan


subkontraktor:
b. DAELIM (Korea) mengerjakan konstruksi: High Vacuum Unit,
HC Unibon Unit, Hydrogen Plant Unit, Naphtha Hydrotreater
Unit, CCR Platformer Unit, Delayed Coking Unit, Distillate
Hydrotreater Unit, dan Amine & LPG Recovery Unit.
c. HYUNDAI (Korea) mengerjakan konstruksi unit penunjang dan
offsite facilities yang meliputi Power Plant, Boiler Unit, Coke
Calciner Unit, Water Treated Boile, Waste Water Treatment Unit,
Tank Inter Connection dan Sewer System.
d. Pembangunan tangki-tangki penyimpanan dikerjakan oleh Toro
Kanetsu Indonesia.
e. Pembangunan fasilitas jetty dikerjakan oleh PT. Jaya Sumpiles
Indonesia.
Pembangunan sarana penunjang seperti pipa penghubung kilang lama dan
baru, gedung laboratorium, gudang Fire & Safety, perkantoran dan perumahan
karyawan dikerjakan oleh kontraktor-kontraktor Indonesia
Pengawasan proyek dilakukan oleh TRC dan Pertamina dibantu oleh
konsultan CF Braun dari Amerika Serikat.
Setelah proyek perluasan ini selesai dibangun, kilang baru ini diresmikan oleh
Presiden Soeharto pada tanggal 16 Februari 1984. Proyek ini mencakup beberapa
proses dengan teknologi tinggi yang terdiri dari unit-unit proses sebagai berikut :

1. High Vacuum Distillation Unit (110)


2. Delayed Coking Unit (140)
3. Coke Calciner Unit (170)
4. Naphtha Hydrotreating Unit (200)
5. Hydrocracker Unibon (211/212)
6. Distillate Hydrotreating Unit (220)
7. Continous Catalyst Regeneration-Platforming Unit (300 / 310)
8. Hydrobon Platforming Unit/PL-1 (301)
9. Amine-LPG Recovery Unit (410)

Departemen Teknik Mesin 84


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

10. Hydrogen Plant (701 / 702)


11. Sour Water Stripper Unit (840)
12. Nitrogen Plant (940)
13. Fasilitas penunjang operasi kilang (utilitas)
14. Fasilitas tangki penimbun dan dermaga baru.

Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh
Kilang Pertamina UP II Dumai saat ini adalah :
1. Premium
2. Jet Petroleum Grade
3. Aviation Turbin (Avtur)
4. Kerosene
5. Automotive Diesel Oil (ADO)
Sedangkan non-BBM antara lain :
1. LPG
2. Green Coke.
Saat ini, Pertamina RU II Dumai berencana untuk menghasilkan produk
baru dengan nama solar plus untuk bahan bakar busway.
Kontribusi kilang Pertamina RU II Dumai dan Sei Pakning terhadap
kebutuhan bahan bakar nasional mencapai 22-24%. Desain dan konstruksi Kilang
Pertamina RU II Dumai telah menggunakan teknologi tinggi sehingga aspek
keselamatan kerja karyawan dan peralatan produksi serta unit pengolahan limbah
untuk program perlindungan lingkungan telah dibuat secara memadai dengan
mengikuti standar internasional Dalam bidang pengolahan minyak bumi, sampai
saat ini Pertamina memiliki tujuh unit pengolahan yang tersebar di beberapa
daerah di Indonesia, antara lain:
1. Unit Pengolahan I Pangkalan Brandan.
2. Unit Pengolahan II Dumai dan Sei. Pakning.
3. Unit Pengolahan III Plaju dan Sei Gerong.
4. Unit Pengolahan IV Cilacap dan Cepu.
5. Unit Pengolahan V Balikpapan.
6. Unit Pengolahan VI Balongan, Indramayu.

Departemen Teknik Mesin 85


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

7. Unit Pengolahan VII Kasim, Sorong.

4.2 Wlayah Kilang PT. PERTAMINA RU II


P.T. PERTAMINA RU II (Persero) Dumai terletak dikota administrative
Dumai yang berada di tepi pantai timur Sumatra yang berjarak 180 Km dari
Pekanbaru, ibukota propinsi Riau. Pada awalnya daerah ini cukup jauh dari
pemukiman penduduk, dimana perbatasannya adalah:
 Sebelah utara berbatasan dengan selat rupat
 Sebelah selatan berbatasan dengan perkampungan penduduk
 Sebelah Barat berbatasan dengan komplek perkantoran
 Sebelah timu sekitar 8 Km berbatasan dengan perumahan karyawan
Pemilihan Dumai sebagai lokasi kilang minyak adalah dengan beberapa
pertimbangan antaranya adalah:
 Dumai terletak ditepi pantai (Selat rupat) menuju perairan bebas selat
malaka, sehingga produk-produk kilang akan mudah didistribusikan
melalui transportasi laut, yang dapat dikunjungi kapal – kapal tengker
 Riau daratan merupakan lading minyak dan letaknya dekat dengan PT.
Chevron Pasific Indinesia sebagai penyalur Crude Oil, yang mampu
memproduksi 850.000 barrel/hari
 Daerah dumai merupakan dataran rendah yang cukup stabil dan banyak
terdapat hutan, yang letaknya cukup jauh dari pusat gempa Sumatera
disepanjang pegunungan Bukit barisan sehingga aman untuk perluasan
kilang.
 Daerah Dumai termasuk kota yang jarang penduduknya, shingga banyak
membantu pemerintah dalam pemerataan penduduk.
 Tanah daerah Dumai Kurang subur atau rawa sehingga tidak merugikan

Selain pemilihan lokasi, tata letak didalam perusahaan memegang peranan


penting dalam menjamin kesuksesan operasi kilang. Tata letak Plant –plant PT.
PERTAMINA RU II Dumai (persero)dirancang berdasarkan standar internasional
industri pengilangan yaitu:

Departemen Teknik Mesin 86


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

 Memperhatikan betul arah angin tahunan. Berdasarkan angin tahunan


pantai dumai yang ke barat daya maka tangki-tangki penimbunan crude
maupun produk diletakkan sebelah barat plant. Tanki di kelompokan
berdasarkan isi didalamnya membentuk suatu ―tang farm‖.
 Unit pengelolaan dikelompokan dalam komplek-komplek berdasarkan
kedekatan bahan-bahan yang di olah maupun berkaitan masing-masing
unit.
 Jalan yang tersedia menjadi jalan utama, yaitu jalan yang sering dilewati
kendraan maupun berkaitan jalan pendukung yang menghubungkan antar
unit. Kedua jenis jalan mempunyai lebar yang cukup bagi transfortasi
kendraan karyawan maupun kendraan berat.
 Unit pengolahan limbah diletakkan berdekatan dengan tempat
pembuangan akhir limbah cair (laut)
 Sistem perpipaan tersusun secara rapi dalam jalur yang telah ditentukan,
baik jalur atas (rak pipa) maupun jalur (bawah pipa)

4.3 Visi dan Misi PT. PERTAMINA (persero) RU II

“MENJADI KILANG MINYAK KEBANGGAAN NASIONAL YANG


KOMPETITIF MULAI TAHUN 2012”

 Operasi aman dan handal


 Margin positif
 Kemampuan World – class

Departemen Teknik Mesin 87


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

HSE Operation Growth


 Tidak ada kecelakaan excellence  Disversifikasi
dan penyakit akibat  Kehandalan produk dan jasa
 Peningkatan
Performance kerja perlatan dan
 PROPER HIJAU proses kapasitas kilang
 HSE certified  Efisiensi energi optimum
dan minimasi  Aliansi optimum
loss
 Efektivitas dan
efisiensi biaya
 Optimasi feed
dan maksimasi
valuable
product
Culture dan mindset
 Komitmen Dan Role Modeling
 Profit Oriented
 Safety minded

Capabilities Dan Leadership


Sustainability

 Pekerja yang profesional


 Pemimpin yang berkarakter mulia (6C ) dan memiliki intrapreneural
insight
 Training dan coaching yang yang tepat sasaran
Management infrastructure
 Penerapan knowlage management system
 Meritoratik appreciation, rewards and consequences
 Organisasi yang efisien dan terpadu
 Jenjang karir yang transfaran
 Konsisten terhadap pelaksanaan sistem managemen mutu (SMKKK dan
ISO series)

4.4 Tata Nilai Pertamina


1. Clean (Bersih)
Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepetingan,tidak
menoleransi suap, menjujung tinggi kepercayaan dan intigerasi.
Berpedoman pada asas – asa tata kelola korporasi yanga baik.

Departemen Teknik Mesin 88


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

2. Competitif (kompetitif)
Mampu berkompensi dalam skala regional maupun internasional,
mandorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar
biaya dan menghargai kinerja
3. Confident (percaya diri)
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional,menjadi pelopor dalam
reformasi BUMN, dan membangun kebanggan bangsa.
4. Custemer fecused ( fokus pada pelanggan)
Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.
5. Comercial (komersial)
Menciptakan nilai tambahan dengan orientasi komersial, mengambil
keputusan berdasarkan prinsip-prinsip yang sehat.
6. Capable (berkemampuan)
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki taelnta
dan pemguasaan teknik tinggi, berkomitmen dalam membangun
kemampuan riset dan pengembangan.

4.5 Strategi Perusahaan

Sasaran strategi
Berdasarkan hasil analisa SWOT dan GE 9 Cells, RU II menetapkan sasaran
strategi utama, yaitu :
1. Peningkatan kehandalan kilang
2. Optimasi biaya produksi
3. Peningkatan kompetensi kerja
4. Peningkatan nilai tambah produk
5. Peningkatan kepuasan pelanggan
Tujuan yang paling penting dari sasaran strategi tersebut adalah
 Peningkatan revenue dan cost reduction
 Peningkatan kepuasan pelanggan
 Peningkatan citra positif perusahaan

Departemen Teknik Mesin 89


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Dalam menetapkan sasaran – sasaran strategi,RU II telah


mempertimbangkan tantangan strategi, keunggulan strategi, serta peluang inovasi
terhadap produk operasi dan model bisnis.
a.Faktor utama : kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
Deskripsi :
1.Kekuatan
 Fasilitas produk dan distribusi yang memadai
 Bahan baku kontinyu dan sangat dekat
 Kapasitas kilang yang cukup besar
 Organisai dan metode kerja yang memadai
 SDM dengan kompetensi yang cukup dalam pengoperasian kilang
 Pangsa pasar tetap ( captive market )
2.Kelemahan
 Kehandalan kilang
 Biaya propduksi dan loses tinggi
 Konfigurasi kilang belum sepenuhnya optimal
 Budaya kerja belum sepenuhnya berorientasi pada profit center
 Pengolahan produksi kilang belum mempertimbangkan aspek
bisnis yang sesungguhnya.
3.peluang
 Pasar bbm tumbuh 5 – 6 % pertahun
 Pemasok tunggal untuk 2-3 tahun mendatang
 UU Migas baru
 Pemasaran jenis produk baru
4.ancamam
 Kompetitor 3-4 tahun mendatang
 Sistem perpajakan yang baru (PPN)
 Aturan lindungan lingkungan
Tuntutan kwalitas produk
Sumber data :
Indetifikasi resource dan capabilities, bussiniess plant dit. Regulasi
Metode Analisa

Departemen Teknik Mesin 90


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

SWOT analysis
b. Faktor utama : Perkembangan,pasar,preferensi pelanggan,persaingan,
regulasi
Deskripsi
1. Pengembangan teknologi kilang diarahkan pada efisiensi dan safety
serta trend produk ramah lingkungan.
2. Perlu peningkatan nilai tambah produk LSWR dan Green Coke
3. RU II fokus pada pangsa pasar BBM wilayah sumatera
Strategi pemasaran produk NBM dan BBK melalui kontrak jangka pendek
dan panjang dengan trading company
Sumber data :
Bussines Plan Dit.P. lap. Bulanan RU II
Metode Analisa
Analisa SWOT, Analisa SWOT, Analisa GE 9 CELL, Koodinasi dengan
Pemasaran Niaga
c.Faktor utama : Keberlangsungan perusahaan jangka panjang
Deskripsi
1. potensi resiko sosial (pencemaran,keluhan masyarakat dan pemda)
diantisipasi denan menerapkan SML ISO-4001 dan peningkatan ComDev.
2. Potensi resiko berkurangnya pasokan crude dari PT. Chevron diantisipasi
dengan mencari jenis crude alternatif serta penyediaan fasilitas
penerimaan.
3. Potensi resiko aspek safety diminimalisikan dengan implementasikan
MKP dan survey oleh asuransi.
Pemenuhan standar internasional diantisipsi dengan iplementasi ISO-9001 -, ISO-
14001, dan ISO -7025.
Sumber data :
Laporan surveillance dari external auditor serta hasil survey USU ,hasil rapat
RCC,laporan survey asuransi.
Metode Analisa
Survey,rapat koordinasi, assesment

Departemen Teknik Mesin 91


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

d.Faktor Utama : Kemampuan perusahaan untuk mengeksekusi rencana


strategi
Deskripsi
1. Perlu alokasi sumber daya untuk menjamin terlaksananya rencana strategi
2. Cascading KPI menjadi KPI fungsi/bagian dan SMK individu
3. Prosedur untukmengantisipasi terjadinya perubahan terhadap strategi atau
sasaran yang telah ditetapkan, termasuk realokasi sumber daya.
Sumber data :
SAP
Metode Analisa
Evaluasi ketersediaan sumber daya (Finansial,SDM)
1. Berdasarkan kebijakan strategi Dit. Pengolahan yang dijabarkan lebih
lanjut menjadi perencanaan Strategi RU II General Manager bersama Tim
Manajemen menyusun rencana kerja dan target kinerja disusun dengan
mempertimbangkan kinerja sebelumnya,kemampuan finansial,
kemampuan dan kehandalan peralatan dan kemampuan SDM.
2. Rencana Kerja RU II di jabarkan menjadi Rencana Kerja tiap fungsi dan
bagian yang tercermin dalam KPI sampai menjadi SMK bgi tiap pekerja.

4.6 Struktur Organisasi Pusat


Pertamina dikelola oleh suatu dewan direksi perusahaan dan diawasi oleh
suatu komisaris / pemerintah RI.Pelaksanaan kegiatan diawasi oleh seperangkat
pengawas yaitu lembaga negara dan dari unsur pemerintah sendiri.
Berdasarkan Kepres No.218 / M / 2001 D TD Presiden RI tanggal 2 Juli
2001 dan tanggal 9 Juli 2001 berlangsung serah terima jabatan direksi Pertamina
dengan susunan :
1. Direktur Utama.
2. Direktur Hulu dan Deputi Direktur Hulu.
3. Direktur Hilir :
 Deputi Bidang Pemasaran dan Niaga.
 Deputi Direktur Pengolahan.
 Deputi Direktur Bidang Perkapalan.

Departemen Teknik Mesin 92


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

4. Direktur Keuangan.
5. Direktur Pengembangan.
6. Direktur Manajemen Produktion Sharing.

Selain jabatan diatas,ada juga jabatan lain yang dibentuk yaitu :


1. KADIV BBM : Manajer senior rencana ekonomi dan operasi
BBM.
2. KADIV G&P : Manager senior rencana ekonomi dan operasian
BBM/petrokimia
3. KADIV Teknik : Manager senior kehandalan dan jasa operasi
4. K3/LL : Manager K3/LL
5. Keuangan : Manager keuangan
6. URS Personalia : Manager personalia
7. URS Logistik : Manager logistik

Dewan Direksi dipimpin oleh seorang direktur utama. Dalam operasinya


direktur utama pertamina dibantu oleh enam direktorat dimana setiap direktorat
dipimpin oleh seorang Direktur.
Direktorat-direktorat tersebut adalah:

a. Direktorat Ekplorasi dan Produksi


Bertugas mempertahankan dan meningkatkan produksi minyak dan gas
bumi, baik untuk menyediakan BBM yang diperlukan didalam negeri,
maupun ekspor guna meningkatkan pendapatan negara.
b. Direktorat Pengolahan
Secara kegiatan pengolahan adalah mengusahakan tersedianya produk-
produk migas berupa BBM maupun bahan baku, dengan menggunakan
perangkat kilang-kilang minyak, gas dan petrokimia yang ada maupun
yang akan dibangun dan kemudian mengoperasikannya secara optimal,
ekonomis, dan efisien.

Departemen Teknik Mesin 93


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

c. Direktorat Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri (PPDN)


Sasaran kegiaanPPDN adalah meningkatkan kelancaran distribusi produk
BBM atau Non BBM untuk kebutuhan dalam negeri dalam jumlah yang
cukup, tepat waktu, efektif dan efisien.
d. Direktorat Perkapalan, kebandaraan, dan telekomunikasi
Menyelenggarakan angkutan lalu lintas laut minyak bumi dan produk-
produknya untuk mendistribusikan ke seluruh Indonesia
e. Direktorat keuangan
Mengelola keuangan dan pendanaan proyek perusahaan yang dinilai sehat,
baik dari segi reabilitas, likuiditas, maupun solvabilitas sehingga mampu
mendukung proyek yang akan diadakan.
f. Direktorat Umum
Meningkatkan pembinaan organisasi dan sumber daya menusia.
Mengusahakan peningkatan volume penjualan dan perluasandaerah
pemasaran dalam negeri. Meningkatkan citra Pertamina di mata
masyarakat internasional, dengan mempromosikan iklim usaha yang lebih
menarik.

4.7 Struktur organisasi pertamina RU II Dumai ( Persero )


Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai bagian-bagian yang ada di P.T.
PERTAMINA RU II Dumai ( Persero ) – Sei. Pakning, maka dirincikan bidang
kegiatan sesuai eselon seperti pada bagan struktur organisasi P.T. PERTAMINA
RU II Dumai (Persero ) :

Departemen Teknik Mesin 94


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Pertamina RU II, Dumai

Departemen Teknik Mesin 95


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

a. Perencanaan dan keekonomian


Bidang ini berfungsi untuk melakukan perencanaan dan penjadwalan
crude produksi P.T PERTAMINA RU II Dumai ( Persero ),serta melakukan
penilaian-penilaian keekonomian berdasarkan perencanaan tersebut. Bidang ini
terdiri dari 2 bagian yaitu :
1. Perencanaan Crude Production dan keekonomian.
2. Penjadwalan Crude produksi.

b. Engineering dan Pengembangan


Dalam melaksanakan kegiatannya dipimpin oleh seoranh manajer yang
bertanggung jawab atas teknologi proses, mutu produksi yang dihasilkan,
rekayasa teknik dan perencanaan, serta saran-saran perbaikan pengoperasian
peralatan produksi. Bagian ini terbagi atas 3 bagian yaitu :
1. Proses Engineering.
2. Fasilitas Engineering.
3. Proyek Engineering.

c. Keuangan
Bertugas dan bertanggung jawab atas keuangan perusahaan yang meliputi
fungsi administrasi, kebendaharaan dan anggaran,keuangan minyak dan akuntansi
perusahaan. Bidang ini terdiri dari tiga bagian yaitu :
1. Kontroler.
2. Akuntansi perusahaan.
3. Perbendaharaan.

d. Umum
Bidang umum bertugas dan bertanggung jawab atas fasilitas yang
diberikan perusahaan kepada karyawannya yang dipimpin oleh seorang manajer
umum yang membawahi beberapa bagian yang mempunyai fungsi-fungsi sesuai
dengan tugasnya, diantaranya fungsi hukum, pertanahan, security dan hubungan
dengan pemerintah serta masyarakat. Bidang ini terdiri dari tiga bagian, yaitu :
1. Hukum dan pertanahan.

Departemen Teknik Mesin 96


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

2. Hubungan pemerintah dan Masyarakat.


3. Security.
e. Jasa dan Sarana Umum
Terdiri dari 4 bagian yaitu :
1. Pengadaan.
2. Kontak.
3. Fasilitas Umum
4. Marine.

f. Sumber Daya Manusia


Terdiri dari 5 bagian yaitu :
1. Penggajian dan Benefit.
2. Perencanaan dan Pengembangan.
3. Hubungan Industrial dan Kesejahteraan.
4. Organisasi dan Prosedur.
5. Kesehatan.

g. Sistem Informasi dan Komunikasi


Terdiri dari 2 bagian yaitu :
1. Operasi Telekomunikasi dan Jaringan.
2. Pengembangan Informasi.

h. Lindungan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Terdiri dari 3 bagian yaitu :
1. Penanggulangan Kebakaran,Pelatihan dan Administrasi.
2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
3. Lindungan Lingkungan.

i. Kilang
Kilang untuk memenuhi target produksi yang telah ditentukan oleh
Direkrorat pengolahan P.T. PERTAMINA ( Persero ) pusat. Eselon kilang
bertugas dan bertanggung jawab atas kelancaran produksi.

Departemen Teknik Mesin 97


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

A. Eselon Operasi Kilang


Eselon operasi kilang bertugas dan bertanggung jawab atas kelancaran
pengoperasian kilang untuk memenuhi target produksi yang telah ditentukan oleh
Direktorat Pengolahan P.T. PERTAMINA ( Persero ) Pusat.
Dalam melaksanakan fungsinya eselon operasi memenuhi beberapa bidang
sesuai fungsi yaitu :
1. Bidang Unit Produksi Kilang.
2. Bidang Jasa Perbaikan Kilang.
3. Bidang Engineering dan Pengembangan.

A.1 Bidang Unit Produksi Kilang


Dalam melaksanakan tugasnya,bidang kilang dipimpin oleh seorang
manajer kilang yang bertanggung jawab atas kelancaran dan pengoperasian
Kilang P.T. PERTAMINA RU II Dumai ( persero ), meliputi kegiatan rencana
operasi kilang, distribusi ( pengapalan ) produk-produk BBM dan non BBM, serta
komunikasi dengan UP lainnya di bawah koordinasi direktorat pengolahan pusat.
Dalam melaksanakan tugasnya bidang kilang dibagi menjadi 7 bagian yang
masing-masing dikepalai oleh seorang kepala bagian.

1. Hydro Skimming Comlex ( HSC )


Bertanggung jawab untuk mengoperasikan kilang, unit-unit proses yang
menjadi tanggung jawabnya adalah :
- Crude Distillation Unit ( 100 )
- Naptha Rerun Unit ( 102 )
- Platforming Existing / PL I (301 )
- Naptha Hydrotreating Unit / NHDT ( 200 )
- Platforming New Plant / PL II ( 300)
2. Hydro Cracking Complex ( HCC )
Bertanggung jawab untuk mengoperasikan kilang unit-unit proses, yang
menjadi tanggung jawabnya adalah :
- Hydrocracker Unibon ( 211 & 212 )
- Hydrogen Plant ( 701 & 702 )

Departemen Teknik Mesin 98


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

- Amine dan LPG Recovery ( 410 )


- Sour Water Striper / SWS ( 820 )
- Nitrogen Plant
3. Heavy Oil Complex (HOC)
Bertanggung jawab untuk pengoperasian kilang unit proses, yang menjadi
tanggung jawabnya, yaitu :
- High Vacum Unit / HVU (110)
- Delayed Unit/DCU (DCU) 140
- Distillated Hidrotreating Unit/DHDT(220)
- Coke Calcinig Unit/CCU (170)
4. Utilities
Bertanggung jawab atas unit-unit fasilitas penunjang operasi kilang yang
meliputi
 Pembangkit uap
 Pembangkit fasilitas listrik
 Fasilitas penyediaan air tawar
 Fasilitas penyediaan udara keperluan instrumentasi

5.Instalasi Tanki dan perkapalan


Bagian ini berfungsi sebagai penunjang operasi kilang untuk kegiatan
penampungan produk dan perkapalan (distribusi). Dalam pelaksanaanya di bagi
tiga bagian yaitu:

a. Tank Yard
Merupakan fasilitas penampungan bahan baku dari bahan yang akan di
olah kembali maupun yang akan dikirim ke UPPDN ( Unit pembekalan dan
pemasaran dalam negeri). Kegiatan operasi adalah sebagai berikut:
1. Menerima dan mempersiapkan Crude Oil dari P.T CPI untuk bahan baku.
2. Menyediakan flushing oil untuk keperluan start up
3. Menerima dan mengirim intermediate dan finished produk.
4. Mengatur pergerakan minyak.
5. Menyediakan fuel oil untuk keperluan operasi( topping unit).

Departemen Teknik Mesin 99


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

6. Menerima dan mengolah kembali ballast dari kapal


7. Pemompaan untuk loading produk.
Kapasitas tanki yang ada di tank yard yaitu:
 Crude oil ( 20967 KL) sebanyak 6 buah
 Intermediate dan finished produk ( 638.740 m3) sebanyak 54 buah
 Tanki LPG (10.471 m3) sebanyak 4 buah
 Silo penampang calcined coke( 30.000 Ton) sebanyak 3 buah.
b. Loading dan Unloading
merupakan fasilitas penunjang untuk kegiatan pengapalan produk kilang,
baik menerima atau mengirim serta pengaturannya. Kegiatan kerja operasinya
adalah sebagai berikut:
 Pengiriman dan pengapaln minyak dari tanki ke kapal
 Menerima pengiriman minyak dari kapal ke tanki
 Pengiriman fuel oil ke kilang dan utilities
 Menerima slop oil dan ballast dari kapal
 Fasilitas darat dalam pengiriman minyak P.T CPI
c. Bending plant
Merupakan fasilitas pencampuran beberapa komponen minyak untuk
mendapatkan produk jadi diantaranya pencampuran :
- Premium, dari Naphta dan komponen mogas.
- Diesel, dari LVGO, HCGO dan ADO
- Kerosene, dari ADO dan komponen kerosene.
6. Laboratorium
Laboratorium berfungsi menganalisa sample aliran produk-produk feed
serta limbah dari tiap-tiap unit secara rutin untuk menunjang kagiatan
proses.Analisa yang dilakukan mencangkup
sifat-sifat fisik dan kimia, seperti : SpGr, Viskositas, Flash Point, komposisi,
Impuritis, Ph dan lain-lain. Laboratorium dibagi menjadi tiga seksi :

Departemen Teknik Mesin 100


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

a. Crude Enviroment dan Maintenance


Bagian ini berfungsi melakukan penelitian dalam rangka mancari metoda
terbaik dalam penegembangan teknologi analisis laboratorium yang lebih efektif
dan efesien serta membantu memecahkan masalah-masalah kualitas proses.
b. Cairan dan Coke
Melakukan pengamatan fisik dan quality control hidrokarbon cair dan
coke seperti warna, titik didih, titik nyala. SpGr, bilangan etana,dan lainnya.
c. Analitika dan Migas
Menganalisa secara sampel hidrokarbon dari unit proses serta air umpan
boiler. Identifikasi yang dilakukan meliputi karbon, sulfur, hydrogen, Ph,
konduktivitas dan lain-lain. Menganalisa sample-sampel gas (Refinery Gas dan
LPG ) mencangkup analisa komposisi, SpGr, kandungan sulfur dan lain-lain.
d. Unit Reabilitas
Bidang ini memenuhi bagian perancanaan dan koordinasi KSP dan
inspeksi. Bagian inspeksi bertanggung jawab atas kondisi peralatan, mekanikal
unit-unit proses pada waktu operasi maupun perbaikan, mekakukan pemeriksaan
kondisi peralatan produksi dan saran-saran teknik pemeliharaan, pemeriksaan
kwalitas material suku cadang.

A.2 Maintanance Execution (ME)


Dalam melaksanakan tugasnya dipimpin oleh seorang manajer
Maintanance Execution, bertanggung jawab atas pemeliharaan peralatan produksi.
Mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan rencana penyediaan material suku
cadang yang digunakan untuk peralatan mekanikal, listrik, Instrumentasi dan sipil.
Bagian ME dibagi menjadi 7 bagian yang masing-masing dikepalai oleh
seorang kepala bagian :

1. General Maintanance
Bertanggung jawab terhadap kegiatan perencanaan pemeliharaan, material
suku cadang dan anggaran serta pembuatan ikatan kerja dengan kontraktor pihak
ketiga.

Departemen Teknik Mesin 101


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

2. Maintanance Area I Section (MA I)


Bertanggung jawab atas pemeliharaan peralatan produksi dari unit-unit
proses, meliputi peralatan non rotating ( Stasionery ) dan sipil equipment, rotating
equipment, instrument dan listrik pada unit-unit proses area HOC dan ITP.
3. Maintanance Area II Section (MA II)
Bertanggung jawab atas pemeliharaan peralatan produksi dari unit-unit
proses, meliputi peralatan non rotating ( stasionery ) dan sipil equipment, rotating
equipment, instrument dan listrik pada unit-unit proses area HSC dan HCC.
4. Maintanance Area III Section (MA III)
Beratanggung jawab atas pemeliharaan peralatan produksi dari unit-unit
proses, meliputi peralatan non rotating ( stasionary ) dan sipil equipment, rotating
equipment, instrument dan listrik pada unit-unit proses area power dan utilities
serta sebagian ITP.
5. Workshop
Bertanggung jawab atas pemeliharaan peralatan produksi yang tidak
selesai dikerjakan di lapangan dan pemeliharaan peralatan berat serta pekerjaan
pengelasan.
Merupakan bagian umum yang membawahi seksi-seksi :
- Sie. Purchasing
- Sei. Warehousing.
- Sei. Keuangan.
- Sei. Personalia.

A.3 Bidang Engineering dan Pengembangan


Dalam melaksanakan kegiatannya dipimpin oleh seorang manajer
engineering, yang dihasilkan, rekayasa teknik dan perancangan, serta saran-saran
perbaikan dan pengoperasian peralatan produksi. Bidang engineering dibagi
menjadi 5 bagian yang masing-masing dikepalai oleh seorang kepala bagian.
1. Teknik Perencanaan dan Tata Usaha.
Bertanggung jawab atas pekerjaan perancangan peralatan produksi,
memodifikasi peralatn produksi, pembuatan paket kontrak dan pengawasan
proyek.

Departemen Teknik Mesin 102


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

2. Proses Engineering.
Bertanggung jawab atas teknologi proses yang digunakan dan control serta
pola pengoperasian unit-unit proses untuk mencapai spesifikasi dan target
perusahaan.
3. Inspeksi.
Bertanggung jawab atas kondisi peralatan mekanikal unit-unit proses pada
waktu operasi maupun perbaikan, melakukan pemeriksaan kondisi peralatan
produksi dan memberikan saran-
saran teknik pemeliharaan, pemeriksaan kwalitas material suku cadang, dan
menjaga ditaatinya peraturan keselamatan kerja dan Depnaker dan Direktorat
Minyak dan Gas Bumi.
4. Laboratorium
Bertanggung jawab atas kendali kwalitas produk minyak yang dihasilkan
dari unit-unit proses, dan memberikan saran-saran agar operasi berjalan optimal.
5. Budget & Audit.
Bertanggung jawab mengenai konservasi energi yang digunakan kilang,
pengaturan anggran yang berkaitan dengan operasi, dan pembuatan laporan
kondisi operasi ke Direktorat Pengolahan.

Departemen Teknik Mesin 103


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

BAB V
INSPEKSI PENGELASAN PADA PIPA

5.1 Pengelasan pipa


Saluran pipa adalah suatu alat transfortasi untuk memindahkan cairan atau
gas seperti minyak mentah, air, gas alam dan lain-lainnya. Salauran pipa dibagi
dalam dua macam yaitu saluran hantar dan saluran pembagi. Sistim saluran pipa
didalam pabrik karena syarat instalasi yang berbeda biasanya tidak dimasukkan
kedalam kelompok saluran pipa.
Pengelasan saluran pipa adalah pengelasan penyambungan yang dilakukan
dilapangan, karena itu pengelasan selama proses pembuatan pipanya sendiri tidak
termaksud dalam klasisfikasi ini dan yang dibahas selanjutnya adalah proses
pengelasan dilapangan. Karena kekhususan tersebut maka dalam pengelasan
saluran pipa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti dijelaskan berikut
ini. Pertama, karena pengelasan hanya dilakukan dari satu pihak saja, yaitu pihak
luar, maka mutu dari las akar harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh.
Kedua, karena bila ada kerusakan akan mengganggu seluruh system mka kekuatan
dan mutunya harus terjamin.

Gambar 5.1 Pengelasan pipa dilapangan/bengkel


5.2 Pengelasan pipa dilapangan oleh PT.Pertamina RU II

Pengelasan pipa dilapangan dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :


1. Pekerjaan sebelum pengelasan
2. Pekerjaan selama pengelasan

Departemen Teknik Mesin 104


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

3. Pekerjaan setelah pengelasan

5.2.1 Pekerjaan sebelum pengelasan.

a) Penentuan posisi pengelasan

Posisi pengelasan tergantung dari pada penempatan pipanya yaitu


penempatan mendatar, penempatan tegak, bersudut dan lain-lain . Ini pun masih
dibedakan pipanya dapat diputar atau tidak. Posisi pengelasan pipa dibedakan
menjadi Sembilan jenis :

1. Posisi 1G (pipa dapat diputar, dan elektroda selalu di posis atas)

Gambar 5.2 Posisi 1G


2. Posisi 2G ( pipa vatikal, posisi las horizontal)

Gambar5.3 Posisi 2G

3. Posisi 5G (pipa horizontal, posisi las vertical dimana gerak


elektroda dapat di atas dan dibawah)

Gambar 5.4 Posisi 5G

Departemen Teknik Mesin 105


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

4. Posisi 6G (pipa dalam kemiringan , posisi las datar, horizontal,


vartikal dan diatas kepala)

Gambar5.5 Posisi 6G

5. Posisi 2F (pengelasan pada posisi horizontal tak dapat bergerak dan


dapat berputar)

Gambar5.7 posisi 2F
6. Posisi 4F ( pengelasan pada posisi atas kepala)

Gambar 5.8 Posisi 4F

b) Penentuan alur sambungan lasan


Bentuk alur yang sering dilaksanakan pada pengelasan pipa umumnya
digunakan alur bentuk V dengan sudut miring dan dalam akar ( 1,6 0,8 )

Departemen Teknik Mesin 106


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

mm . Pada sambungan V tunggal terdapat syarat besar sudut, ketebalan


permukaan akar atau root face, jarak akar membuka atau root opening,dll.

Gambar 5.10 Penjelasan ukuran pada sambungan V tunggal

Gambar 5.11 sambungan V tunggal

c). penentuan jenis mesin las

Proses pengelasan yang dapat digunakan untuk salauran pipa adalah las
busur listrik dengan pelindung fluks atau flux shielded metal arc welding (
SMAW ), las busur logam dengan pelindung gas atau disebut Gas Shielded Metal
Arc welding ( GMAW ) dan las busur wolfram dengan pelindung gas dengan
bahasa inggris Gas Tungsten Arc Welding ( GTAW ), dari proses pengelasan
tersebut di atas yang terbanyak digunakan adalah las SMAW .
Pada umumnya pengelasan naik jarang dilaksanakan karena kecepatan pengelasan
menjadi rendah. Tetapi untuk keperluan tertentu seperti pengelasan pipa tebal dan
pengelasan di stasiun pipa ini sering digunkan, contoh pengelasan naik yang
digunakan dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Departemen Teknik Mesin 107


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

a b

Gambar 5.12 Proses pengelasan: a. Pengelasan vertical naik (SMAW), b.


Pengelasan vertical naik pada lubang peluapan (SMAW), c. Pengelasan naik semi
otomatik pada lubang penguapan (GMAW)

d) Konsumsi elektroda atau elektroda yang digunakan

Pemilihan logam pengisi atau filler metal harus disesuaikan dengan


logam dasar/base metal yang akan dilas. Beberapa pertimbangan dalam
pemilihan antara lain adalah :
a. Komposisi kimia dalam hal logam pengisi
b. Tegangan tarik logam pengisi dan logam dasar
c. Pengenceran unsure-unsur pemadu dari logam dasar
d. Daya pengerasalogam pengisi
e. Kerentanan terhadap retak panas
f. Ketahanan korosi logam pengisi

Berikut ini adalah penggunaan elektroda berdasarkan AWS dan


ASME sec IX table QW-432 yang sering digunakan dalam pabrik
petrokimia.

Departemen Teknik Mesin 108


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Tabel 5.1 Bahan Pengisi pengelasan yang umum untuk SMAW baja karbon dan paduan
rendah

Base material

Carbon- Molybdnum steel

1 & 11/4 Cr – ½ Mo Steel

2 ⁄ Cr – 1 Mo Steel

5Cr- ½ Mo Steel

2 ¼ Nickel steel

3 ½ Nickel steel
9Cr- 1 Mo Steel

9% Nickel steel
Carbon steel
Carbon steel AB AC AD AE AF AG AJ AK *

Carbon- Molybdnum C CD CE CF CH * * *
steel
1 & 11/4 Cr – ½ Mo D DE DF DH * * *
Steel
2 ⁄ Cr – 1 Mo Steel E EF EH * * *
5Cr- ½ Mo Steel F FH * * *

9Cr- 1 Mo Steel H * * *

3 ¼ Nickel steel J JK LM

3½ Nickel steel K LM

9% Nickel steel LM

A AWS A5.1 classification E70XX low hydrogen


B AWS A5.1 classification E6010 for root pass
C AWS A5.5 classification E70XX – Al, low hydrogen
D AWS A5.5 classification E70XX-B2L or E80XX-B2, low hydrogen
E AWS A5.5 classification E80XX-B3L or E90XX-B3, low hydrogen
F AWS A5.5 classification E80XX-B6 or E80XX-B6L, low hydrogen
G AWS A5.5 classification E80XX-B7 or E80XX-B7L, low hydrogen
H AWS A5.5 classification E80XX-B8 or E80XX-B8L, low hydrogen
J AWS A5.5 classification E80XX-C1 or E70XX-C1L, low hydrogen
K AWS A5.5 classification E80XX-C2 or E70XX-C2L, low hydrogen
L AWS A5.11 classification ENiCrMo-3
M AWS A5.11 classification ENiCrMo-6

Departemen Teknik Mesin 109


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Tabel 5.2 Bahan Pengisi pengelasan yang umum untuk SMAW baja tahan karat (
stainless steel) dan paduan rendah
Base material

Type 304H stainless steel


Type 304L stainless Steel
Type 410S stainless Steel

Type 316L stainless steel

Type 317L stainless steel


Type 410 stainless Steel

Type 304 stainless Steel


Type 405 stainless steel

Type 310 stainless steel

Type 316 stainless steel

Type 321 stainless steel

Type 347 stainless steel


Carbon and low- AB AB AD AB AB AB AB AB AB AB AB AB
alloy steel
Type 405 stainless ABC ABC ABC AB AB AB AB AB AB AB AB AB
steel
Type 410S stainless ABC ABC AB AB AB AB AB AB AB AB AB
Steel
Type 410 stainless ABC AB AB AB AB AB AB AB AB AB
Steel
Type 304 stainless D DH DJ A DF DGH DI DE DE
Steel
Type 304L stainless H DHJ A DF GH HI DE DE
Steel
Type 304H stainless J A DFJ DGHJ DIJ DEJ EJ
steel
Type 310 stainless K AK A A A A
steel
Type 316 stainless F FG FI EF EF
steel
Type 316L stainless G GI EG EG
steel
Type 317L stainless I EI EI
steel
Type 321 stainless E E
steel
Type 347 stainless E
steel

A AWS A5.4 classification E309-XX


B AWS A5.11 classification ENiCrFe-2 or -3
C AWS A5.4 classification E410-XX ( heat treatment F
D AWS A5.4 classification E308-XX
E AWS A5.4 classification E347-XX
F AWS A5.4 classification E316-XX
G AWS A5.4 classification E316L-XX

Departemen Teknik Mesin 110


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

H AWS A5.4 classification E308L-XX


I AWS A5.4 classification E317L-XX
J AWS A5.4 classification E308H-XX
K AWS A5.4 classification E310-XX

e) Penentuan alat penyetelan dan perakitan


Dalam pengelasan lingkar yang penting adalah penyetelan dan
perakitan pipa sehingga celah akar alur sesuaidengan persyaratan dan tidak
berubah selama pengelasan. Dengan cara ini akan didapat mutu las akar
yang baik.
Untuk keperluan pengelasan pipa digunakan alat bantu luar dan dalam,
seperti pada gambar dibawah:

a b

Gambar 5.13 Alat bantu pengelasan pipa (a) Alat perekit luar (b) Alat
perakit dalam

5.2.2 Pekerjaan selama proses pengelasan


a) Pengunaan las ikat
Dalam pengelasan pipa satu pihak, las ikat akan merupakan bagian
las akar. Karena itu mutu las ikat paling tidak harus sama atau lebih baik
dari pad alas utamanya. Untuk menghindari retak, panjang las ikat harus
antara 2 sampai 5 cm tergantung dari besarnya garis tengah pipa dan harus
sama jaraknya di seluruh keliling pipa.

Departemen Teknik Mesin 111


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Gambar 5.14 las ikat


b) Penggunaan cincin penahan
Dalam pengelasan pipa kadang-kadang digunakan cincin penahan
yang tidak turut mencair.bila menggunakan tembaga sebagai sebagai
pembantu, harus diusahakan agar tembaga tidak mencair dan tidak
bercampur dengan logam pengisi, karena hal ini akan mempermudah
terjadinya retak. Geometri dari sambungan dengan cincin dapat dilihat
pada gambar dibawah.

Gambar 5.15 geometri sambungan dengan cincin penahan

Departemen Teknik Mesin 112


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

c) Las akar
Pada pengelasan akar turun untuk mendapatkan penembusan yang
baik biasanya digunakan las SMAW dengan elektroda jenis hydrogen
rendah. Sedangkan untuk pengelasan naik digunakan Las SMAW dengan
elektroda tembus jenis hydrogen rendah.
Untuk mendapatkan laju pengelsan yang tiggi antara 50 sampai 70
cm/menit dapat digunakan las SMAW dengan elektroda jenis selulosayang
sesuai dengan spesifikasi dari standar AWS no. E-6010 yang mana logam
dasarnya adalah baja karbon dan baja karbon. Beberapa syarat pengelasan
SMAW dengan elektroda jenis selulosa dicantumkan delam table dibawah.

Tabel 5.3 Kondisi pengelasan turun dengan elektroda jenis selulosa


Lapisan Jenis elektroda Diameter Arus las
( JIS ) elektroda ( Amp )
( mm )
Akar E 6010 4,0 130-180

Panas E 7010 4,0 130-200

Isi E 6010 4,0 130-180


Atau
Akhir E 7010 5,0 150-200

Gambar 5.16 Pengelasan akar(root) pada pipa

Departemen Teknik Mesin 113


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

d) Las Isi dan Las Akhir.


Setelah selesai las akar, maka selanjutnya alur las harus diisi
dengan las isi dan kemudian diselesaikan dengan las akhir. Pelaksanaan las
isi dan las akhir tidak sesukar seperti pelaksanaan las akar. Dalam hal ini
bahan las harus sesuai dengan bahan pipa dan jumlah lapisan las dapat
diatur oleh tebalnya las isi. Sedangkan tebal lapisannya tergantung dari
posisi pengelasan. Las akhir yang membentuk kepala manic harus
mempunyai ketinggian tertentu dari kaki manic sehingga dapat
memberikan penguatan yang diperlukan. Dalam hal pengelasan SMAW
walaupun las isinya dilakukan dengan las lurus , las akhirnya atau kepala
maniknya sebaiknya dilakukan dengan las anyam dan harus diusahakan
jangan terjadi tekikan yang terlalu dalam. Spesifikasi elektroda dapat
dilihat pada table

a b
Gambar 5.17. a. las isi ( filler) b. las akhir (capping)

5.2.3 pekerjaan setelah pengelasan

a. Pemanasan Sebelum dan Sesudah Pengelasan (PWHT)


Pemanasan mula yang dilaksanakan sebelum pengelasan perlu untuk pipa
yang dibuat dari baja kuat atau bila pengelasan dilakukan dengan elektroda jenis
selulosa. Lamanya dan suhu pemanasannya tergantung dari bahan, tebal dinding,
proses las dan bahan las yang digunakan. Dalam hal pipa yang dibuat dari baja
lunak biasanya tidak diperlukan pemanasan mula.

Departemen Teknik Mesin 114


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Pemanasan sesudah pengelasan biasanya tidak diperlukan dalam


pengelasan pipa saluran, kecuali bila dipersyaratkan untuk menurunkan kekerasan
yang harus dilaksanakan segera setelah pengelasan selesai. Pemanasan sesudah
pengelasan disebut PostWeld Heat Treatment atau PWHT dengan tujuan untuk
memperbaiki struktur dari lasan akibat panas oleh pengelasan pada daerah
pengaruh panas HAZ ( heat Affected Zone ), mengeliminir tegangan
sisa,menaikkan keuletan dan ketangguhan.
Proses PWHT dapat dilakukan dengan dua cara yaitu memasukkan benda
uji kedalam dapur atau melakukan pemanasan setempat localized didekat daerah
weldingan saja. Methode mana yang akan dilakukan lebih bersifat kepada
pertimbangan ekonomis saja. Proses PWHT yang dilakukan di daerah pengelasan
dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 5.18 Proses PWHT dilokasi pengelasan

Berikut adalah persyaratan Postweld Heat Treatment berdasarkan ASME


B31.I yang mana parameter PWHT merajuk kepada table 311.1.1 dimana PWHT
ditentukan oleh grouping material dan thickness dari material masing masing.
Berikut table ASME B31.I Tabel 311.1.1.

Departemen Teknik Mesin 115


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Departemen Teknik Mesin 116


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Kualifikasi Juru Las, Prosedur Pengelasan, Pemeriksaaan, dan Pengujian.

1.Kualifikasi juru las dan prosedur pengelasan.


Juru las untuk pengelasan pipa memrlukan keterampilan dan kualifikasi
yang tinggi. Dalam persyaratan pengujian harus meliputi pengelasan pipa tegak
diam dan pipa datar diam. Dalam pengelasan saluran pipa, sfesifikasi dari
prosedur pengelasan harus sudah disiapkan sebelumnya. Contoh dari prosedur
pengelasan dapat dilihat pada lampiran I.

2. Pemeriksaan sebelum, selama dan setelah pengelasan


Sebelum pengelasan dimulai, juru las dan akhli las harus melakukan
pemeriksaan bentuk dan keadaan permukaan alur, penyetelan, keadaan ketidak
sesuaian, celah akar, dan lain-lainnya. Selama pengelasan harus diperiksa
kemungkinan adanya cacat pada tiap –tiap manic las bila terjadi harus diadakan
perbaikan seperlunya.

3.Pengujian
Saluran pipa harus diuji terhadap tekanan dan kebocoran dengan
menggunakan zat dan tekan yang telah ditentukan dalam kode dan spesifikasi.
Pengujian daerah las dalam saluran pipa biasanya dilakukan dengan cara
pengujian tak merusak seperti radiografi dan ultrasonic dengan syarat penerimaan
menurut spesifikasi yang telah ditentukan.
Pemeriksaan dan pengujian harus dilaksanakan oleh akhli yang diakui dan
selama pemeriksaan dan pengujian tersebut ahli las yang bertanggung jawab atas
pekerjaan yang diperiksa harus mendampingi. Pemeriksaan yang dilakukan pada
PT. Pertamina RU II ada 2 jenis yaitu :
1. Pemeriksaan penetran cair
Penetran cair mampu medeteksi permkaan sambungan las,
pengecekan antara lintasan lasan yang telah selesai dilas. Selama
proses pengujian penetran, permukaan lasan yang akan diuji dibersikan
dan kemudian dilapisi dengan cairan penetrasi yang mencari
diskontinuitas yang dihubungkan oleh permukaan. Setelah kelebihan
penetran cair permukaan diangkat, serbuk suspense (pengembang)

Departemen Teknik Mesin 117


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

berbasis pelarut biasanya diaplikasikan melalui semprotan. Cairan


pada diskontinuitas merembes keluar menodai lapisan serbuk.
Indikasi kedalaman dimungkinkan jika inspektur mengamati dan
membandingkan indikasi rembesan dengan ukuran celah yang Nampak
dipermukaan. Semakin besar rasio rembesan keluar terhadapa celah
permukaan, maka semakin besar volume diskontinuitas.

Gambar 5.19 Pemeriksaan penetran cair


2. Hidrotest
Adalah pengujian dimana pada saat selesai pengelasan pada
benda yang dilas dimasukkan air dan kemudian akan diberikan
tekanan, jika terjadi kebocoran maka pada permukaan akan
terlihata air yang keluar. Metode pengujian ini adalah metode yang
sangat mudah untuk dilakukan dan metode ini juga mambutuhkan
waktu yang cukup lama untuk memastikan ada atau tidak adanya
kebocoran pada hasil lasan.

Departemen Teknik Mesin 118


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

Gambar 5.20 Pengujian hidrotest

Departemen Teknik Mesin 119


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan.
1. Saat proses pemisahan unsur-unsur kimia yang mana untuk
menghasilkan bensin, kerosin, solar, avtur, LPG, gasoline, pertamax,
dan lain-lain dilakukan dalam keadaan vacuum dibawah tekanan atm
di dalam bejana bertekanan.
2. Proses pemanasan minyak terjadi di dalam heater yang di setiap
unitnya memiliki suhu yang berbeda – beda. Hal ini dikarenakan pada
setiap fraksi dari minyak memiliki titik didih yang berbeda – beda.
3. Manajemen yang digunakan PT. Pertamina RU II Dumai dalam
operasinya adalah Sistem Manajemen Operasi Excellence, yang
memiliki tiga bagian utama yaitu : Pimpinan yang accountability,
manajemen system proses, dan harapan – harapan excellence.
4. Proses inspeksi las meliputi peninjauan kembali proses pengelasan
pada saat sebelum pengelasan berlangsung, sesaat pengelasan, dan
sesudah pengelasan berlangsung.

6.2 Saran.\
1. Sebaiknya pengawasan yang intensif pada unit – unit seperti pressure
vessel dan heater untuk mencegah ketidakstabilan suhu dan tekanan.
2. Coke yang merupakan hasil akhir dari proses pengolahan minyak
diolah kembali olah pihak PT. Pertamina RU II Dumai.

Departemen Teknik Mesin 120


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara
Laporan Kerja Praktek

DAFTAR PUSTAKA

ASME B31.3-2002 Process Piping.

ASME Section IX Welding and Brazing Qualification.

Cary B. Howard, Modern Welding Technology, second edition, Practice Hall,

Englewood, New Jersey 07632; USA, 2002.

Nayyar L. Mohinder, Piping Handbook, Edisi Ke Tujuh. McGraw-Hill ; New

York,2000.

Praptowidodo, V.S. Pengilangan Minyak Bumi, Catatan Kuliah. Penerbit ITB;


Bandung, 1999.

Raswari, Perencanaan dan Penggambaran Sistem Perpipaan. Penerbit Universitas

Indonesia; Jakarta,2007.

Surrender parkash, Refining Processes Handbook. Gulf professional Publishing;

USA, 2003.

Thomson H. Charles, Piping Design and Drafting, Institute of Oklahama; New

York, 1996.

www.bpmigas.com/Buku Pintar Migas Indonesia.


www.pertamina.com

Departemen Teknik Mesin 121


Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai