Ulumul Quran
Ulumul Quran
Dakwah menuju jalan Allah itu memerlukan metode tertentu dalam menghadapi
segala kerusakan akidah, hukum dan akhlak. Beban dakwah itu diwajibkan setelah
benih subur tersedia baginya dan fondasi kuat telah dipersiapkan untuk membawanya.
Dan dasar-dasar perundang-undangan, aturan sosialnya juga baru digariskan setelah
hati manusia dibersihkan dan tujuannya ditentukan, sehingga kehidupan yang teratur
dapat terbentuk atas dasar bimbingan dari Allah.
Orang yang membaca Al-Quran Al-Karim akan melihat bahwa ayat ayat
Makkiyah mengandung karakteristik yang tidak ada dalam ayat-ayat Madaniyah, baik
dalam irama maupun maknanya; sekalipun yang kedua ini didasarkan pada yang
pertama dalam hukum-hukum dan perundang-undangannya.
Pada zaman jahiliyah, masyarakat sedang dalam keadaan buta dan tuli,
menyembah berhala, mempersekutukan Allah, mengingkari wahyu dan mendustakan
Hari Akhir. Mereka mengatakan, "Apabila kami telah mati dan menjadi tanah serta
menjadi tulang belulang, akankah kami dibangkitkan kembali?" (Ash-Shaafat: 16)
"Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupa di dunia saja, kita mali dan kila
hidup dan yang akan membinasakan kita hanyalah waktu.” (Al-Jatsiyah: 24)
Mereka ahli perang, suka bertengkar, suka membantah dengan kata-kata yang
keras, sehingga wahyu ayat-ayat Makkiyah juga berupa goncangan-goncangan yang
mencekam, menyala-nyala seperti api yang memberi tanda bahaya disertai argumentasi
sangat tegas dan kuat. Semua ini dapat menghancurkan keyakinan mereka pada berhala,
kemudian mengajak mereka kepada agama tauhid. Dengan demikian, kebobrokan
mereka berhasil dikikis, begitu juga segala impian mereka dapat dilenyapkan dengan
memberikan contoh-contoh kehidupan akhirat, surga, dan neraka yang terdapat di
dalamnya. Mereka yang begitu fasih berbahasa dengan kebiasaan rekotika tinggi,
ditantang agar membuat seperti apa yang ada di dalam Al-Quran, dengan
mengemukakan kisah-kisah para pendusta terdahulu sebagai pelajaran dan peringatan.
Setelah terbentuk jamaah yang beriman kepada Allah, malaikat, kitab dan
Rasul-Nya, kepada Hari Akhir dan qadar, baik dan buruknya, serta akidahnya telah
diuji dengan berbagai cobaan dari orang musyrik dan ternyata dapat bertahan, dan
dengan agamanya itu mereka berhijrah karena mengutamakan apa yang ada di sisi
Allah daripada kesenangan hidup duniawi, maka di saat itu kita melihat ayat-ayat
Madaniyah yang panjang-panjang membicarakan hukum hukum Islam serta ketentuan
ketentuannya. Ia mengajak berjihad dan berkorban di jalan Allah, kemudian
menjelaskan dasar-dasar dan perundang-undangan, meletakkan kaidah- kaidah
kemasyarakatan, mengatur hubungan pribadi, hubungan internasional dan antarbangsa.
la juga menyingkapkan aib dan isi hati orang-orang munafik, berdialog dengan Ahli
Kitab dan membungkam mulut mereka. Inilah ciri-ciri umum ayat-ayat Al-Quran
yang Madaniyah
Apabila ayat-ayat itu turun di suatu tempat, kemudian oleh salah seorang
sahabat dibawa segera setelah diturunkan untuk disampaikan di tempat lain, maka para
ulama pun akan menetapkan seperti itu. Mereka berkata, "Ayat ini dibawa dari Makkah
ke Madinah, dan ayat ini dibawa dari Madinah ke Makkah."
Yang terpenting dalam obyek kajian para ulama dalam pembahasan ini ialah:
3. Yang diperselisihkan
3. An-Nisaa 4. Al Maaidah
5. Al-Anfal 6. At Taubah
7. An-Nur 8. Al Ahzab
1. Al-Fatihah 2. Ar Rad
5. At-Taghabun 6. Al Muthaffifin
7. Al-Qadr 8. Al Bayyinah
Kemudian, sisanya (selain yang disebutkan di atas) adalah surat-surat Makkiyah, yaitu
delapan puluh dua surat. Maka, jumlah surat-surat Al Qur'an semuanya ada seratus
empat belas surat
Ayat-ayat Makkiyah dalam surat-surat Madaniyah
Dengan menamakan sebuah surat itu Makkiyah atau Madaniyah, bukan berarti
bahwa surat tersebut seluruhnya (ayat-ayatnya) adalah Makkiyah atau Madaniyah.
Sebab, di dalam surat Makkiyah terkadang terdapat ayat-ayat Madaniyah, dan di dalam
surat Madaniyah pun terkadang terdapat ayat-ayat Makkiyah. Dengan demikian,
penamaan surat itu Makkiyah atau Madaniyah adalah menurut sebagian besar ayat-ayat
yang terkandung di dalamnya. Karena itu, dalam penamaan surat sering disebutkan
bahwa surat itu Makkiyah kecuali ayat "anu" adalah Madaniyah; dan surat ini
Madaniyah kecuali ayat "ini" adalah Makkiyah. Demikianlah, yang kita jumpai di
dalam mushaf Al-Quran.
Di antara sekian contoh ayat-ayat Makkiyah dalam surat Madaniyah ialah surat
Al-Anfa Surat Al-Anfal adalah Madaniyah, tetapi banyak ulama mengecualikan ayat
"Dan (ingatlah) ketika orang kafir (Quraisy) membuat makar terhadap untuk
menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusimu. Mereka
membuat makar, tetapi Allah menggagalkan makar mereka. Dan Allah adalah sebaik-
baik pembalas makar. "(Al-Anfal: 30)
Sebagian ulama juga mengecualikan ayat, "Wahai Nabi, cukuplah Allah dan
orang-orang mukmin yang mengikutimu menjadi penolongmu." (Al-Anfal: 64),
berdasarkan hadits yang diriwayatkan Al-Bazzar dari Ibnu Abbas, bahwa ayat tersebut
diturunkan ketika Umar bin Al- Khatthab masuk Islam
Misalnya surat Al-An'am. Ibnu Abbas berkata, "Surat ini di turunkan sekaligus
di Makkah, maka ia adalah Makkiyah, kecuali tiga ayat yang diturunkan di Madinah,
yaitu ayat 151-153
“Katakanlah, Marilah aku bacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu, yaitu; janganlah kamu menyekutukan Dia dengan sesuatu, berbuat
baiklah kepada kedua orangtuamu, dan janganlah kamu membunuh anak-
anakmu karena takut miski; Ki akan memberi rezeki kepadamu dan kepada
mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang kei, baik
yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi... "dan seterusnya hingga
akhir ayat 153
Dan, surat Al-Hajj adalah Makkiyah. Tetapi, ada tiga ayat yang Madaniyah,
yaitu ayat 19-21 "Inilah dua golongan yang bertengkar tentang Tuhan mereka.." hingga
akhir ayat 21.
Ayat ini diturunkan di Makkah pada hari penaklukan kota Makkah, tetapi
sebenarnya Madaniyah karena diturunkan selepas hijrah. Disamping itu, seruannya pun
bersifat umum. Ayat seperti ini oleh para ulama tidak dinamakan Makkiyah dan juga
tidak dinamakan Madaniyah secara pasti Tetapi mereka mengatakan; ayat yang
diturunkan di Makkah namun hukumnya Madaniyah.
Yang dimaksud oleh para ulama di sini, ialah ayat-ayat yang terdapat dalam surat
Madaniyah tetapi mempunyai gaya bahasa dan ciri-ciri umum seperti surat Makkiyah.
Contohnya, adalah firman Allah dalam surat Al Anfal yang Madaniyah,
"Dan (ingatlah) ketika mereka golongan musyrik- berkata, Ya Allah, jika benar
Al-Qur an ii dari Engkau, hujanilah kami dengan batu dari langit, atau
datangkanlah kepada kami adzab yang pedih. "(Al Anfal: 32)
Yang dimaksud oleh para ulama, ialah kebalikan dari yang sebelumnya. Mereka
memberi contoh dengan firman Allah dalam surat An-Najm
“(Yaitu) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji selain dari
kesalahan-kesalahan kecil." (An-Najm: 32)
Menurut As-Suyuthi, perbuatan keji ialah setiap dosa yang ada sanksinya. Dosa-
dosa besar ialah setiap dosa yang mengakibatkan siksa neraka. Dan kesalahan-
kesalahan kecil ialah apa yang terdapat di antara kedua batas dosa-dosa di atas.
Sementara itu, di Makkah belum ada sanksi dan yang serupa dengannya.
Contohnya ialah surat Al-A'la. HR. Al-Bukhari dari Al-Bara bin Azib yang
mengatakan, "Orang yang pertama kali datang kepada kami di kalangan sahabat Nabi
adalah Mush'ab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum Keduanya membacakan Al-Quran
kepada kami. Sesudah itu datanglah Ammar, Bilal, dan Sa'ad. Kemudian datang pula
Umar bin Al-Khatthab sebagai orang yang kedua puluh. Baru setelah itu datanglah
Nabi. Aku melihat penduduk Madinah bergembira setelah aku membaca Sabbihisma
rabbikal a'la dari antara surat yang semisal dengannya."
Pengertian ini cocok dengan Al-Quran yang dibawa oleh golongan Muhajirin,
lalu mereka ajarkan kepada kaum Anshar.
Contohnya dari awal surat Bara’ah, yaitu ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam memerintahkan kepada Abu Bakar untuk pergi haji pada tahun kesembilan.
Ketika awa surat Bara'ah turun, Rasulullah memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk
membawa ayat tersebut kepada Abu Bakar, agar ia sampaikan kepada kaum musyrikin.
Maka, Abu Bakar pun membacakannya kepada mereka dan mengumumkan bahwa
tahun ini tidak ada seorang musyrik pun yang boleh berhaji
Kebanyakan ayat Al-Qur'an turun pada siang hari. Mengenai yang diturunkan pada
malam hari, Abul Qasim Al-Hasan bin Muhammad bin Habib An-Naisaburi telah
menelitinya. Dia memberikan beberapa contoh, di antaranya adalah bagian-bagian
akhir surat Ali Imran. Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya, Ibnul Mundzir, Ibnu
Mardawaih, dan Ibnu Abi Ad-Dunya, meriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha,
bahwa Bilal datang kepada Nabi untuk memberitahu waktu shalat subuh. Tetapi, ia
melihat Nabi sedang menangis. Ia bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang
menyebabkan engkau menangis?" Nabi menjawab, "Bagaimana saya tidak menangis,
sementara tadi malam diturunkan kepadaku (ayat) 'Sesungguhnya pada penciptaan
langit dan bumi serta penggantian malam dan siang, terdapal tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi orang-orang yang berakal?" Kemudian beliau bersabda, "Celakalah orang
yang membacanya tetapi tidak mentadabburinya!
Contoh lain ialah tentang tiga orang yang tidak ikut berperang. Dalam Shahih
Al-Bukhari dan Muslim dijelaskan, hadits Ka'ab, "Allah menerima taubat kami pada
sepertiga malam yang terakhir."
Contoh lainnya ialah awal surat Al-Fath. Terdapat dalam Shahih Al Bukhari,
dari hadits Umar, "Telah diturunkan kepadaku pada malam ini sebuah surat yang lebih
aku sukai daripada apa yang disinai matahari." Kemudian beliau membacakan,
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata”.
Para ulama memberi contoh ayat yang turun di musim panas dengan ayat tentang
kalalah yang terdapat di akhir surat An-Nisaa. Dalam Shahih Muslim, dari Umar,
dikemukakan, "Tidak ada yang sering kutanyakan kepada Rasulullah tentang sesuatu
seperti pertanyaanku mengenai kalalah. Dan beliau pun tidak pernah bersikap kasar
tentang sesuatu urusan seperti sikapnya kepadaku mengenai soal kalalah ini. Sampai-
sampai beliau menekan dadaku dengan jarinya sambil berkata, "Hai Umar, belum
cukupkah bagimu satu ayat yang diturunkan pada musim panas yang terdapat di akhir
Surat An-Nisaa?"
Contoh lain ialah ayat-ayat yang turun dalam perang Tabuk. Perang Tabuk
terjadi pada musim panas yang berat sekali, seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur'an.
Sedangkan untuk yang turun di musim dingin, mereka contohkan dengan ayat-
ayat mengenai "tuduhan bohong" yang terdapat dalam surat An-Nur, "Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga..
"sampai dengan "Bagi mereka ampunkan dan rezeki yang mulia." (An-Nur: 11-26)
Dalam hadits shahih dari Aisyah disebutkan, "Ayat-ayat itu turun di hari yang
dingin. "Contoh lain adalah ayat-ayat yang turun mengenai perang Khandaq, dalam
surat Ahzab. Ayat-ayat itu turun pada hari yang amat dingin.
Mayoritas ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur'an turun pada saat Nabi dalam keadaan
menetap. Akan tetapi, karena kehidupan Rasulullah tidak pernah lepas dari jihad dan
peperangan di jalan Allah, maka wahyu pun turun juga dalam perjalanan tersebut. Imam
As-Suyuthi menyebutkan banyak contoh ayat yang turun dalam perjalanan. Di
antaranya ialah awal Surat Al-Anfal yang turun di Badar setelah selesai perang,
sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Sa'ad bin Abi Waqqash
Sedangkan ayat,
"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya
ke jalan Allah... " (At-Taubah: 34)
Diriwayatkan Ahmad dari Tsauban, bahwa ayat tersebut turun ketika Rasulullah
dalam salah satu perjalanan.
Juga awal surat Al-Hajj. At-Tirmidzi dan Al-Hakim meriwayatkan dari Imran
bin Hushain yang menyatakan, “Ketika turun kepada Nabi ayat: “Wahai manusia,
bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya goncangan Hi Kiamat ilu adalah satu
kejadian yang sanga besar sampai dengan..tetapi adzab Allah sangat kerasnya”, beliau
sedang berada dalam perjalanan”.
Begitu juga surat AFth. Al-Hakim dan yang lain meriwayatkan, dari Al-Miswar
bin Makhramah dan Marwan bin Al-Hakam, keduanya berkata, "Surat Al-Fath dari
awal sampai akhir turun di antara Makkah dan Madinah berkaitan masalah perdamaian
Hudaibiyah."
Untuk mengetahui dan menentukan Makkiyah dan Madaniyah, para ulama bersandar
pada dua cara utama; sima'i naqli (pendengaran seperti apa adanya) dan qiyasi ijtihadi
(bersifat itihad). Cara pertama didasarkan pada riwayat shahih dari para sahabat yang
hidup pada saat dan menyaksikan turunnya wahyu, atau dari para tabiin yang menerima
dan mendengar dari para sahabat bagaimana, di mana, dan peristiwa apa yang berkaitan
dengan turunya wahyu itu. Sebagian besar penentuan Makkiyah dan Madaniyah itu
didasarkan pada cara pertama ini. Dan contoh-contoh di atas merupakan bukti yang
paling baik baginya. Penjelasan tentang penentuan tersebut telah banyak dituangkan
dalam kitab-kitab tafsir bit ma'tsur, kitab-kitab asbab an-nuzul dan pembahasan-
pembahasan tentang studi ilmu-ilmu Al-Qur an.
Namun demikian, semua itu tidak terdapat sedikit pun keterangan dari
Rasulullah, karena ia tidak termasuk dalam kewajiban, kecuali terdapat dalam batas
yang dapat membedakan mana yang nasikh dan mana yang mansukh. Al-Qadhi Abu
Bakar bin Ath-Thayyib Al-Baqillani dalam Al-Intishar menegaskan, "Pengetahuan
tentang Makkiyah dan Madaniyah itu mengacu pada hafalan para sahabat dan tabin.
Tidak ada satu pun keterangan yang datang dari Rasulullah mengenai hal itu, karena
beliau tidak diperintahkan untuk tu, dan Allah tidak menjadikan ilmu pengetahuan itu
sebagai kewajiban umat. Bahkan sekalipun sebagian pengetahuannya dan pengetahuan
mengenai sejarah nasikh dan mansukh itu wajib bagi ahli ilmu, tetapi pengetahuan
tersebut tidak harus diperoleh melalui nash dari Rasulullah.
Cara iyasi ijtihadi didasarkan pada ciri-ciri Makkiyah dan Madaniyah. Apabila
dalam surat Makkiyah terdapat suatu ayat yang mengandung sifat Madani atau
mengandung peristiwa Madani, maka dikatakan bahwa ayat itu Madani. Dan apabila
surat dalam Madaniyah terdapat suatu ayat yang mengandung sifat Makki atau
mengandung peristiwa Makki, maka ayat tadi dikatakan sebagai ayat Makkiyah. Bila
dalam satu surat terdapat ciri-ciri Makkiyah, maka surat itu dinamakan surat Makkiyah.
Demikian pula bila dalam satu surat terdapat ciri-ciri Madaniyah, maka surat itu
dinamakan surat Madaniyah. Inilah yang disebut qiyas ijtihadi.
Oleh karena itu, para ahli mengatakan, "Setiap surat yang di dalamnya
mengandung kisah para nabi dan umat-umat terdahulu, maka surat itu adalah
Makkiyah. Dan setiap surat yang di dalamnya mengandung kewajiban atau ketentuan
hukum, maka surat itu adalah Madani. Begitu seterusnya." Al-Jabari mengatakan,
"untuk mengetahui Makkiyah dan Madaniyah ada dua cara; sima'i (pendengaran) dan
qiyasi (analogi)." Sudah tentu sima'i pegangannya berita pendengaran, sedang qiyasi
berpegang pada penalan. Baik berita pendengaran maupun penalaran, keduanya
merupakan metode pengetahuan yang valid dan metode penelitian ilmiah
Untuk membedakan Makkiyah dan Madaniyah, para ulama mempunyai tiga macam
pandangan yang masing-masing mempunyai dasarnya sendiri
1. Dari segi waktu turunnya Makkiyah adalah yang diturunkan sebelum hijrah
meskipun bukan di Makkah. Sedangkan Madaniyah, adalah yang diturunkan
sesudah hijrah sekalipun bukan di Madinah. Yang diturunkan sesudah hijrah
sekalipun di Makkah dan Arafah, adalah Madani, seperti yang diturunkan pada
tahun penaklukan kota Makkah, misalnya firman Allah, "Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang behak” (An-Nisaa: 58)
Ayat ini diturunkan di Makkah, dalam Ka'bah pada tahun penaklukan
Makkah, atau diturunkan pada hari haji wada', seperti firman Allah, "Hari ini
telah Kusempurnakan untukmu agamamu, telah Kucukupkan kepadamu
nikmal-Ku dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agama bagimu."(Al-Maaidah: 3)
Pendapat ini lebih baik dari kedua pendapat berikut, karena ia lebih
memberikan kepastian dan konsisten.
2. Dari segi tempat turunnya Makkiyah ialah yang turun di Makkah dan
sekitarnya seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah. Dan Madaniyah ialah yang
turun di Madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba, dan Si. Namun, pendapat
ini berkonsekuensi tidak adanya pengecualan secara spesifik dan batasan yang
jelas. Sebab, yang turun dalam perjalanan, seperti di Tabuk atau di Baitul
Maqdis, tidak termasuk ke dalam salah satu bagiannya, sehingga statusnya tidak
jelas, Makkiyah atau Madaniyah. Akibatnya yang diturunkan di Makkah
walaupun sesudah hijrah, tetap disebut Makkiyah.
3. Dari sisi sasarannya Makkiyah adalah yang seruannya ditujukan kepada
penduduk Makkah sedangkan Madaniyah adalah yang seruannya ditujukan
kepada penduduk Madinah. Berdasarkan pendapat ini, para pendukungnya
menyatakan bahwa ayat Al-Qur an yang mengandung seruan “ya ayyuhan-nas”
(wahai manusia) adalah Makkiya. Sedangkan ayat yang mengandung seruan
“ya ayyuhal ladzina amanu” (Wahai orang-orang yang beriman) adalah
Madaniyah.
Namun, kalau diteliti dengan seksama, ternyata kebanyakan kandungan
Al Quran tidak selalu dibuka dengan salah satu seruan itu Penetapan seperti ini
juga tidak konsisten. Misalnya, surat Al-Baqarah itu disebut Ma daniyah, tetapi
di dalamnya terdapat ayat,
"Wahai manusia, beribadahlah kepada tuhanmu yang telah menciptakan
kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. "(Al-
Baqarah: 21)
2. Setiap surat yang mengandung lafazh kalla, adalah Makkiyah. Lafazh ini hanya
terdapat dalam separo terakhir dari Al-Qur'an Dan disebutkan sebanyak tiga puluh tiga
kali dalam lima belas surat
3. Setiap surat yang mengandung “ya ayyuhan-nas" dan tidak mengandung "ya
ayyuhal-ladzina amanu," adalah Makkiyah, kecuali Surat Al-Haji yang pada akhir
suratnya terdapat ya ayyuhal-ladzina amanurka’u wasjudu. Namun demikian, sebagian
besar ulama berpendapat bahwa ayat tersebut adalah ayat Makkiyah
4. Setiap surat yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu adalah Makkiyah,
kecuali surat Al-Baqarah
5. Setiap surat yang mengandung kisah Adam dan iblis adalah Makkiyah kecuali, surat
Al-Baqarah
6. Setiap surat yang dibuka dengan huruf-huruf muqatha ah atau hijai, seperti Alif Lam
Mim, Alif La Ra, Ha Mim dan lain-lainnya, adalah Makkiyah, kecuali surat Al-Baqarah
dan Ali Imran. Adapun surat Ar Ra'ad masih diperselisihkan.
Ini adalah dari segi karakteristik secara umum. Adapun dari segi ciri tema dan
gaya bahasanya, adalah sebagai berikut
1. Dakwah kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai
risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, Hari Kiamat dan kedahsyatannya, neraka dan
siksanya, surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan
menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniyah
2. Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlak yang mulia yang
dijadikan dasar terbentuknya suatu masyarakat; pengambilan sikap tegas terhadap
kriminalitas orang-orang musyrik yang telah banyak menumpahkan darah, memakan
harta anak yatinm secara zhalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi
buruk lainnya.
3. Menyebutkan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelajaran, sehingga
mengetah nasib orang sebelum mereka yang mendustakan rasu, sebagai hiburan bagi
Rasulullah sehingga ia tabah dalam menghadapi gangguan mcrcka dan yakin akan
menang.
2. Setiap surat yang di dalamnya disebutkan orang-orang munafik, kecuali surat Al-
Ankabut. Ia adalah Makiyah.
Ini dari segi karakteristik secara umum. Adapun dari segi tema dan gaya
bahasanya, adalah scbagai berikut
2. Seruan terhadap Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, dan ajakan kepada
mereka untuk masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap
kitabkitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka
setelah keterangan datang kepada mereka karena rasa dengki di antara sesama mereka.