Anda di halaman 1dari 77

PELAKSANAAN POS PEMBINAAN TERPADU PENYAKIT

TIDAK MENULAR (POSBINDU PTM) DI PUSKESMAS


SINGGANI KECAMATAN PALU TIMUR
KOTA PALU

PROPOSAL

WIDYA SARI ASTUTI


N 201 14 013

PEMINATAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL ......................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL........................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR ARTI SIMBOL DAN SINGKATAN .......................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 6
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 7
1.4 Manfaat ................................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Implementasi Program ............................................................................. 9
2.2 Teori Implementasi Kebijakan Edwars III ............................................. 10
2.3 Penyakit Tidak Menular (PTM)............................................................... 15
2.4 Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) ....... 20
2.5 Puskesmas ................................................................................................ 32
2.6 Tabel Sintesa ............................................................................................ 37
2.7 Kerangka Teori ........................................................................................ 40
BAB III DEFINISI KONSEP
3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti .................................................. 41
3.2 Pola Pikir ................................................................................................ 42
3.3 Definisi Konsep ....................................................................................... 42
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian ...................................................................................... 47
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 47
4.3 Informan ................................................................................................ 47
4.4 Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data ..................................... 46
4.5 Instrumen Penelitian .............................................................................. 49
4.6 Keabsahan Data ..................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 2.3 Perbandingan Gambaran Umum Penyakit Menular dan
Penyakit Tidak Menular ........................................................... 18
Tabel 2.6 Sintesa Penelitian .................................................................... 37
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................ 36
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 42
DAFTAR ARTI SIMBOL DAN SINGKATAN

Simbol/Singkatan Arti Simbol/Singkat

WHO World Health Organization


PTM Penyakit Tidak Menular
TBC Tuberculosis
Posbindu Pos Pembinaan Terpadu
Riskesdas Riset Kesehatan Dasar
KMS Kartu Menuju Sehat
SDM Sumber Daya Manusia
SOP Standard Operating Procedures
PPOK Penyakit Paru Obstruksi Kronis
IVA Inspeksi Visual Asam Asetat
NCD Non Communicable Disease
DM Diabetes Melitus
PJPD Penyakit Jantung Pembuluh Darah
UKP Upaya Kesehatan Perorangan
UKM Upaya Kesehatan Masyarakat
IMT Indeks Masa Tubuh
CBE Clinical Breast Examination
RI Republik Indonesia
APE Arus Puncak Ekspirasi
PM Penyakit Metabolik
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian


Lampiran 2 : Permohonan Menjadi Informan
Lampiran 3 : Persetujuan Menjadi Informan
Lampiran 4 : Persetujuan Pengambilan Gambar Informan
Lampiran 5 : Pedoman Wawancara
Lampiran 6 : Lembar Observasi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berubahnya gaya hidup manusia karena adanya urbanisasi, moderenisasi,

dan globalisasi telah menyebabkan terjadinya peningkatan Penyakit Tidak

Menular (PTM). Penyakit tidak menular telah menjadi penyebab utama kematian

secara global pada saat ini. Data World Health Organization (WHO)

menunjukkan bahwa sebanyak 57 juta (63%) angka kematian yang terjadi di

dunia dan 36 juta (43%) angka kesakitan disebabkan oleh PTM (Umayana &

Cahyati, 2015).

Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat PTM

diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan

terjadi di negara-negara menengah. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi

global akan meninggal akibat penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit

jantung, stroke dan diabetes. Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan

ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta

jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini. Di sisi lain, kematian akibat penyakit menular

seperti malaria, Tuberculosis (TBC) atau penyakit infeksi lainnya akan menurun,

dari 18 juta jiwa saat ini menjadi 16,5 juta jiwa pada tahun 2030. (Kementrian

Kesehatan RI, 2012)

PTM menjadi salah satu penyebab utama kematian di dunia. Kematian

akibat PTM tahun 2015 sebesar 17 juta jiwa pada usia kurang 70 tahun. Sebesar
82% kematian tersebut berada pada negara berkembang. Empat jenis PTM utama

penyebab kematian adalah penyakit kardiovaskuler, kanker, penyakit pernapasan

kronis, dan diabetes melitus. Penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab terbanyak

kematian karena PTM tahun 2015 sebesar 17,7 juta jiwa. Kematian akibat PTM

utama selain penyakit kardiovaskuler tahun 2015 adalah kanker sebesar 8,8 juta

jiwa, penyakit pernapasan kronis sebesar 3 juta jiwa, dan diabetes melitus sebesar

1,6 juta jiwa (Rahmayanti & Hargono, 2017)

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 bahwa

peningkatan kematian terjadi akibat prevalensi penyakit PTM yang tinggi.

Prevalensi PTM, di antaranya : penyakit stroke 12,1 per 1000, penyakit jantung

koroner 1,5%, gagal jantung 0,3%, diabetes melitus 6,9%, gagal ginjal 0,2%,

kanker 1,4 per 1000, penyakit paru kronik obstruktif 3,7%, dan cidera 8,2%.

Menurut profil PTM WHO tahun 2014, di Indonesia sebanyak bahwa 71%

kematian disebabkan oleh PTM (Kementrian Kesehatan RI, 2014)

Salah satu bentuk Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang

baru dikembangkan oleh Pemerintah sesuai dengan rekomendasi WHO agar

memusatkan penanggulangan PTM melalui tiga komponen utama, yaitu surveilans

faktor risiko, promosi kesehatan, dan pencegahan melalui inovasi dan reformasi

manajemen pelayanan kesehatan adalah Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak

Menular (Posbindu PTM) (Purdiyanti, 2016)

Posbindu PTM merupakan wujud pelaksanaan serta masyarakat dalam

melakukan kegiatan deteksi dini, pemantauan faktor risiko PTM serta tindak lanjut
dini yang dilaksanakan secara terpadu, rutin dan periodik. Tahapan layanan

pertama adalah pendaftaran, pemeriksaan tekanan darah oleh petugas Puskesmas

dan hasilnya dicatat pada Kartu Menuju Sehat (KMS), pengukuran tinggi badan,

berat badan dan lingkar perut serta hasilnya dicatat di KMS oleh petugas

Puskesmas, pelayanan dokter internship meliputi keluhan pada sasaran, konseling

dan pencatatan pada KMS, dan konseling dan tindak lanjut (Astuti, Prasetyowati,

& Ariyanto, 2016)

Teori implementasi kebijakan publik salah satunya yaitu teori Edwars III

terdiri dari 4 variabel antara lain pertama komunikasi, yang berarti proses

penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy maker) kepada

pelaksana kebijakan (policy implementors). Kedua sumber daya, bermakna

perintah implementasi mungkin akan diteruskan secara jelas dan konsisten namun

jika pelaksana kebijakan kekurangan sumber daya yang diperlukan untuk

melaksanakan kebijakan maka implementasi cenderung kurang efektif. Sumber

Daya Manusia (SDM) merupakan variabel penting yang mempengaruhi

keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kebijakan. Ketiga disposisi, meliputi

kemauan, keinginan dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk

melaksanakan kebijakan secara sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi

tujuan kebijakan dapat tercapai. Dan keempat struktur birokrasi, yang menjadi

salah satu organisasi yang paling sering menjadi pelaksana kebijakan. Menurut

Edwars III ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni prosedur-prosedur
kerja ukuran-ukuran dasar atau Standard Operating Procedures (SOP) dan

fragmentasi (Ratri, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Febrianti & Prabawati (2017)

bahwa implementasi Posbindu PTM masih perlu banyak diperbaiki dengan terus

meningkatkan sosialisasi mengenai Posbindu melalui pemerataan jangkauan

penyuluhan serta menambah sumber daya baik petugas maupun fasilitas yang

tersedia di pelayanan Posbindu PTM dan dalam sumber daya informasi baik

kepada kader pendamping maupun kepada kelompok sasaran perlu ditambahkan

baik berupa buku pintar kader, brosur, model makanan dan yang lainnya. Adapun

standar Posbindu PTM dimuat dalam Buku Pintar Posbindu PTM Penyelenggaan

Posbindu PTM oleh Kementrian Kesehatan 2012.

Menurut Riset Kesehatan Dasar (2013) terungkap bahwa prevalensi

penyakit tidak menular adalah sebagai berikut : Hipertensi 25,8%, stroke 12,1%

asma 4,5%, diabetes melitus 2,1%, tumor/kanker 0,2%. Sedangkan di Provinsi

Sulawesi Tengah juga terjadi peningkatan juga terjadi peningkatan prevalensi

penyakit tidak menular yaitu hipertensi dari 26% (2007) menjadi 37% (2013),

diabetes melitus dari 1,6% (2007) menjadi 20,2% (2013), dan stroke dari 10%

(2007) menjadi 16,15%.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, persentase

desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Posbindu PTM di Sulawesi Tengah

pada tahun 2015 dengan target 10% yaitu memiliki pencapaian sebesar 11,25%,

pada tahun 2016 dengan target 20% yaitu memiliki pencapaian sebesar 28,32%
yang artinya jumlah pelaksanaan Posbindu di tiap-tiap Puskesmas terus meningkat

dan mencapai target, dimana pada Kota Palu dari 45 Kelurahan yang ada telah

menerapkan Posbindu sebanyak 47 Posbindu sehingga mencapai 100%.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Palu tahun 2016 kasus baru PTM

di berbagai wilayah Puskesmas di Kota Palu, yaitu Puskesmas Pantoloan sebanyak

767 kasus (7,36%), Puskesmas Tawaeli 767 kasus (2,2%), Puskesmas Mamboro

544 kasus (4,51%), Puskesmas Talise 2.857 kasus (9,86%), Puskesmas Singgani

8.515 kasus (24,53%), Puskesmas Kamonji 599 kasus (1,46%), Puskesmas

Sangurara 1.538 kasus (4,30%), Puskesmas Tipo 290 kasus (4,59%), Puskesmas

Kawatuna 2.517 kasus (18,89%), Puskesmas Birobuli 2.600 kasus (7,86%),

Puskesmas Mabelopura 1.078 kasus (4,70%), Puskesmas Bulili 1.875 kasus

(12,76%), dan Puskesmas Nosarara 260 kasus (1,68%). Berdasarkan data tersebut,

dari 13 puskesmas jumlah kasus PTM tertinggi terdapat di wilayah Puskesmas

Singgani Kecamatan Palu Timur yaitu sebanyak 8.515 kasus dengan persentase

24,53% dari penduduk 15 tahun ke atas. Hal tersebut, membuat peneliti tertarik

untuk meneliti tentang Posbindu PTM di Singgani karena Posbindu PTM

merupakan langkah awal untuk melakukan sreening dan pemantauan deteksi dini

faktor risiko namun pada kasus PTM di Puskesmas Singgani pun terus meningkat

padahal telah memiliki 7 Posbindu PTM aktif terbanyak dari 13 Puskesmas

seharusnya jika Posbindu banyak, maka menekan angka PTM akan rendah.

Berdasarkan Dinas Kesehatan Kota Palu jumlah kasus dan kematian

penyakit tidak menular Kota Palu tahun 2016 yaitu kematian akibat penyakit
hipertensi sebesar 224 kasus, penyakit DM sebesar 62 kasus, penyakit PJK sebesar

101 kasus, penyakit asma sebesar 22 kasus, kecelakaan lalu lintas sebesar 31

kasus, penyakit PPOK sebesar 2 kasus, penyakit stroke 70 kasus, penyakit tumor

payudara sebesar 9 kasus, penyakit gagal ginjal kronik sebesar 8 kasus dan

penyakit kanker leher rahim sebesar 4 kasus.

Adapun data 10 penyakit terbesar di Puskesmas Singgani tahun 2016 yaitu

penyakit hipertensi sebesar 2.120 kasus, penyakit jantung sebesar 2.029 kasus,

penyakit ISPA sebesar 1.575 kasus, penyakit rongga mulut sebesar 1.454 kasus,

penyakit sistem jaringan otot sebesar 1.507 kasus, penyakit diabetes melitus 1.139

kasus, penyakit syaraf sebesar 1.123, penyakit kulit alergi 1.000 kasus, penyakit

gastritis sebesar 939 kasus dan penyakit mata sebesar 824 kasus. Data tersebut

menggambarkan bahwa masih tingginya kasus PTM di Puskesmas Singgani

(Profil Puskesmas Singgani Kota Palu, 2016).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Palu, rekapitulasi Posbindu PTM

pada tahun 2015 di 12 Puskesmas didapatkan jumlah kunjungan sebesar 14.534

jiwa dan pada tahun 2016 di 13 Puskesmas sebesar 35.626 jiwa, jumlah kunjungan

Posbindu PTM terus meningkat. Pada kasus baru PTM di Kota Palu masih cukup

tinggi dilihat dari jumlah kunjungan kasus baru PTM di Kota Palu yaitu pada

tahun 2014 sebesar 21.209 jiwa, meningkat pada tahun 2015 sebesar 22.847 jiwa

dan meningkat kembali pada tahun 2016 sebesar 23.704 jiwa. Pada jumlah kasus

baru PTM di Kota Palu tiap tahun meningkat. Data tersebut menggambarkan
bahwa pelaksanaan Posbindu meningkat bersamaan dengan kasus PTM yang terus

meningkat padahal telah dilakukan pemeriksaan faktor risiko dini.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Palu

pada pengelola program PTM bahwa petugas Posbindu pada Puskesmas kurang

melakukan Posbindu sehingga petugas kurang mendapatkan sasaran PTM,

sehingga kadang tidak mencapai target ataupun petugas turun lapangan namun

pelaksanaanya kepada penduduk yang berjumlah sedikit, adapun petugas memiliki

kerja rangkap sehingga jarang melakukan Posbindu. Pada pelaksanaan deteksi

Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) masih rendah disebabkan karena masyarakat

masih merasa malu untuk melakukan pemeriksaan. Terkait rendahnya cakupan

Posbindu di Kota Palu salah satunya disebabkan oleh persepsi petugas bahwa

Posbindu hanya terkhusus lansia padahal Posbindu juga merupakan kegiatan

deteksi faktor risiko pada umur 15 tahun ke atas.

Hasil wawancara kepada penanggung jawab program Posbindu PTM di

Puskesmas Singgani menyatakan bahwa masih terdapat beberapa masalah dalam

pelaksanaannya, yaitu program yang masih tergabung dengan Posbindu lansia

dikarenakan asumsi jika Posbindu PTM berdiri sendiri akan sulit untuk

mengumpulkan kembali masyarakat yang berpartisipasi pada pemeriksaan PTM,

dikarenakan sasaran Posbindu PTM untuk usia 15 ke atas itu masih dirasakan sulit

ditemukan karena kebanyakan usia produktif dan sasaranya meliputi kelompok

sehat dan sakit, serta terkendala akan kurangnya strip pemeriksaan.


Adapun hasil wawancara dilakukan kepada peserta Posbindu PTM

Puskesmas Singgani bahwa terkadang kurang lengkapnya petugas pelaksana

Posbindu PTM khususnya dokter yang melakukan konseling kesehatan. Adapun

kurangnya strip pemeriksaan sehingga menghalangi pemeriksaan Posbindu secara

lengkap.

Atas dasar uraian di atas, maka dirasakan perlu untuk melakukan penelitian

yang berjudul “Pelaksanaan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular

(Posbindu PTM) di Puskesmas Singgani Kecamatan Palu Timur Kota Palu”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukaan pada latar belakang di atas,

rumusan masalah dari penelitian ini “Bagaimanakah pelaksanaan Pos Pembinaan

Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) di Puskesmas Singgani

Kecamatan Palu Timur Kota Palu”?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan

Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) di

Puskesmas Singgani Kecamatan Palu Timur Kota Palu.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pelaksanaan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak

Menular (Posbindu PTM) dari aspek komunikasi di Puskesmas Singgani

Kecamatan Palu Timur Kota Palu.


b. Untuk mengetahui pelaksanaan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak

Menular (Posbindu PTM) dari aspek sumber daya di Puskesmas Singgani

Kecamatan Palu Timur Kota Palu.

c. Untuk mengetahui pelaksanaan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak

Menular (Posbindu PTM) dari aspek disposisi di Puskesmas Singgani

Kecamatan Palu Timur Kota Palu.

d. Untuk mengetahui pelaksanaan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak

Menular (Posbindu PTM) dari aspek struktur birokrasi di Puskesmas

Singgani Kecamatan Palu Timur Kota Palu.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan pembelajaran bagi peneliti dalam mencoba menemukan dan

memecahkan masalah melalui penelitian yang dilakukan.

2. Manfaat Praktis

Sebagai bahan referensi peneliti berikutnya yang akan mengkaji tentang

pelaksanaan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu

PTM) di Puskesmas Singgani Kecamatan Palu Timur Kota Palu.

.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi Program

Pengertian implementasi dalam kamus Webster New College Dictionary

dalam Wahab (2001) dirumuskan secara singkat bahwa “to implement

(mengimplementasikan) berarti to provide the means force carrying out

(menyediakan sarana untuk melakukan sesuatu). To give practical effect to

(menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)”. Jika pandangan ini diikuti,

maka implementasi kebijakan dapat diartikan sebagai suatu proses melaksanakan

keputusan kebijakan (kebijakan dalam bentuk undang-undang, peraturan

pemerintah, keputusan peradilan atau dekrit Presiden) (Zulfian, 2014)

Ripley dan Franklin menjelaskan bahwa implementasi adalah apa yang

terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program,

kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible

output). Implementasi mencakup tindakan-tindakan oleh beberapa aktor,

khususnya para birokrat, yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan

(Rohman, dkk, 2010).

Dalam mengimplementasikan program, tidak selamanya berjalan lancar

sebagaiman diharapkan. Ada kalanya program yang diimplementasikan

mengalami kegagalan, hambatan dan penyimpangan. Banyak faktor yang

mempengaruhi diantaranya komunikasi, dukungan pimpinan, penentuan personel

dan banyak lagi (Sufiadi, Noor, & Suryadi, 2015)


Implementasi kebijakan atau program secara garis besar dipengaruhi isi

kebijakan dan konteks implementasi, keseluruhan implementasi kebijakan di

evaluasi dengan cara mengukur luaran program berdasarkan tujuan kebijakan.

Luaran program dilihat melalui dampaknya terhadap sasaran yang dituju baik

individu dan kelompok maupun masyarakat, luaran implementasi kebijakan

adalah perubahan dan diterimanya perubahan oleh kelompok sasaran (Zulfian,

2014).

2.2 Teori Implementasi Kebijakan Edwars III

Implementasi Kebijakan Edward dalam Widodo (2002) melihat

implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat

banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi

kebijakan. Sejalan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi

George C.Edward III dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Komunikasi

Menurut Edwards (1980) komunikasi harus ditransmisikan kepada

personel yang tepat, dan harus jelas, akurat serta konsisten Edwards III

menyatakan: “Orders to implement policies must be transmitted to the

appropriate personnel, and they must be clear accurate, and consistent”.

Dalam hal ini Edwards menjelaskan, bahwa jika pembuat keputusan/decision

maker berharap agar implementasi kebijakan sesuai dengan yang

dikehendakinya, maka ia harus memberikan informasi secara tepat (Vyandri

& Handoko, 2014).


Komunikasi (Communication), merupakan proses penyampaian

informasi dari komunikator kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi

kebijakan berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari

pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan (policy

implementors) (Widodo, 2002)

Menurut Ratri (2014), secara umum Edwards III membahas tiga hal

penting dalam proses komunikasi kebijakan yakni transmisi, konsistensi dan

kejelasan.

1. Transmisi

Transmisi, menghendaki agar kebijakan publik disampaikan tidak

hanya kepada pelaksana kebijakan saja namun juga disampaikan pada

kelompok sasaran kebijakan dan pihak lain yang berkepentingan baik

langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan tersebut.

2. Kejelasan

Kejelasan, kebijakan yang telah ditransmisikan pada para pihak terkait

hendaknya diterima dengan jelas sehingga mereka mengetahui apa yang

menjadi maksud, tujuan, sasaran serta substansi dari kebijakan tersebut.

3. Konsistensi

Konsistensi, jika menginginkan proses implementasi menjadi cepat

dan efektif maka diperlukan perintah-perintah yang konsisten dan jelas

sebab ketidakkonsistenan perintah akan mendorong para pelaksana


kebijakan mengambil tindakan yang sangat longgar dalam

mengimplementasikan kebijakan

b. Sumber Daya

Mengenai sumber daya, Edwards III menjelaskan bahwa hal yang

diperlukan agar implementasi berjalan efektif adalah tanpa memandang

seberapapun jelas dan konsistennya perintah implementasi dan seberapapun

akuratnya perintah tersebut ditransmisikan, jika implementor yang

mengimplementasikan kebijakan kekurangan sumber daya, maka

implementasi tidak akan efektif. Sumber daya yang dimaksud oleh Edwards

III, sebagaimana disebutkan di atas meliputi staff, informasi, otoritas, dan

fasilitas (Vyandri & Handoko, 2014).

Sumber Daya (Resources), sumber daya memiliki peranan penting dalam

implementasi kebijakan, mengemukakan bahwa bagaimanapun jelas dan

konsistensinya ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan serta bagaimanapun

akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika

para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan

kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melaksanakan

kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan

efektif (Widodo, 2002)

Menurut Ratri (2014), perintah implementasi mungkin akan diteruskan

secara jelas dan konsisten namun jika pelaksana kebijakan kekurangan sumber
daya yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan maka implementasipun

cenderung kurang efektif.

1. Sumber daya manusia, SDM merupakan variabel penting yang

mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kebijakan.

Menurut Edward III, sumber daya manusia (Staf) harus cukup dan cakap.

Artinya bahwa SDM harus memadai secara jumlah atau cukup serta

terampil dan ahli atau cakap.

2. Sumber daya anggaran, Sumber daya lain yang juga cukup berpengaruh

terhadap pelaksanaan kebijakan yaitu sumber daya anggaran. Terbatasnya

anggaran akan menghambat pelaksanaan program, terbatasnya anggaran

yang tersedia juga akan memengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan

kepada masyarakat.

3. Sumber daya fasilitas, fasilitas merupakan salah satu penunjang

keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya peralatan seperti

gedung, tanah dan sarana semuanya akan memudahkan dalam memberikan

pelayanan dalam implementasi kebijakan. Terbatasnya fasilitas tidak

mendorong motivasi pelaku kebijakan dalam melaksanakan tugasnya.

4. Sumber daya informasi, menurut Edwards III dalam Winarno, ada dua

bentuk informasi yang pertama informasi mengenai bagaimana

melaksanakan suatu kebijakan seperti petunjuk pelaksanaan kebijakan,

tahapan, proses atau sejenisnya. Tujuannya agar pelaksanaan kebijakan


menjadi lebih jelas. Bentuk kedua yaitu informasi berupa data tentang

ketaatan personil-personil lain terhadap peraturan pemerintah.

5. Kewenangan adalah sumber daya berikutnya yang ikut memengaruhi

keberhasilan implementasi kebijakan. Edward III dalam Widodo

menegaskan bahwa “kewenangan yang cukup untuk membuat keputusan

sendiri yang dimiliki oleh suatu lembaga akan memengaruhi lembaga itu

dalam melaksanakan suatu kebijakan”. Ketika institusi dihadapkan pada

masalah yang memerlukan penanganan yang cepat maka kewenangan

menjadi hal yang sangat dibutuhkan.

c. Disposisi

Disposisi (Disposition) ,kecenderungan perilaku atau karakteristik dari

pelaksana kebijakan berperan penting untuk mewujudkan implementasi

kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran. Karakter penting yang

harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya kejujuran dan komitmen

yang tinggi (Widodo, 2002).

Selain komunikasi dan sumber daya, Edwards III memandang disposisi

dari implementor sebagai faktor yang penting. Edwards III (1980)

menyatakan: “If implementors are well-disposed toward a particular policy,

they are more likely to carry it out as the original decisionmakers intended.

But when implementors’ attitudes or perspectives differ from the

decisionmakers’, the process of implementing a policy becomes infinitely

more complicated”. Dalam hal ini Edwards III menekankan bahwa sikap atau
disposisi merupakan hal yang krusial karena jika implementor kebijakan

memiliki disposisi yang berlawanan dengan arah kebijakan, maka perspektif

ini juga dapat mengakibatkan ketidaksesuaian antara tujuan kebijakan yang

sesungguhnya dengan implementasi kebijakan di lapangan maka dibutuhkan

komitmen. Adapun diupayakan penyelesaian seperti pemberian Insentif atau

reward yang diberikan bagi pelaksana (pihak yang terlibat) program kebijakan

(Vyandri & Handoko, 2014).

d. Struktur Birokrasi

Faktor berikutnya yang dikemukakan Edwards III adalah struktur

birokrasi. Edwards III (1980) menyatakan bahwa dua sub variabel yang

memberikan pengaruh besar pada birokrasi adalah Standard Operating

Procedures (SOP) dan fragmentasi. Mengenai SOP, Edwards III (1980)

menjelaskannya sebagai: “The former develop as internal responses to the

limited time and resources of implementors and the desire for uniformity in

the operation of complex and widely dispersed organizations; they often

remain in force due to bureaucratic inertia”. SOP merupakan respon yang

timbul dari implementor untuk menjawab tuntutan-tuntutan pekerjaan karena

kurangnya waktu dan sumber daya serta kemauan adanya keseragaman dalam

operasi organisasi yang kompleks. SOP ini sering kita jumpai dalam

pelayanan masyarakat pada organisasi-organisasi pelayanan publik (Vyandri

& Handoko, 2014).


Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal

yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu sendiri (Widodo, 2002).

Dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur

birokrasi/organanisasi kearah yang lebih baik yaitu :

a. SOP adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai (atau

pelaksana kebijakan/ administrator/ bbirokrat) untuk melaksanakan

kegiatan-kegiatan pada tiap harinya sesui dengan standar yang ditetapkan (

atau standar minimum yang dibutuhkan warga)

b. Pelaksanaan fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggungjawab

kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas pegawai di antara beberapa unit

kerja.

2.3 Penyakit Tidak Menular (PTM)

2.3.1 Pengertian Penyakit Tidak Menular (PTM)

Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi masalah kesehatan

masyarakat yang cukup besar di Indonesia pada saat ini. Hal ini ditandai

dengan adanya pergeseran pola penyakit secara epidemiologi dari penyakit

menular yang cenderung menurun ke penyakit tidak menular yang secara

global meningkat di dunia, dan secara nasional telah menduduki sepuluh

besar penyakit penyebab kematian dan kasus terbanyak, yang diantaranya


adalah penyakit Diabetes Melitus (DM) dan Penyakit Metabolik (PM)

(Toharin, Cahyati, & Zainafree, 2015)

Penyakit Tidak Menular adalah salah satu masalah kesehatan utama

yang muncul baik bagi laki-laki maupun perempuan di seluruh dunia, dan

tren sebagai tantangan bagi semua sistem layanan kesehatan. Di Negara

berkembang, Non Communicable Disease (NCD) diproyeksikan dapat

memberikan kontribusi lebih banyak. Dari 80 persen dari beban global dan

70 persen kematian pada tahun 2020 (Agarwal et al., 2017).

Penyakit Tidak menular (PTM), dikenal sebagai penyakit dengan

kondisi medis yang kronis, dan tidak ditularkan dari orang ke orang.

Penyakit-penyakit tersebut mungkin akibat dari faktor genetik atau gaya

hidup (Septyarini, 2015).

Istilah Penyakit Tidak Menular (selanjutnya yang disingkat PTM)

dipakai dengan maksud untuk membedakan kelompok penyakit-penyakit

lainya yang tidak termasuk dalam penyakit menular. Sebelum istilah PTM

dipakai, penyakit menular lebih dulu menemukan istilah untuk dirinya

ketika penyakit-penyakit tersebut sedang menyerang dunia dengan

melakukan penularan dalam masyarakat. Untuk penyakit yang kejadianya

tidak melalui rantai penularan tertentu di beri nama dan dikelompokan

sebagai penyakit tidak menular (Bustan, 2015).


Menurut Bustan (2015), istilah PTM kurang lebih mempunyai

kesamaan dengan beberapa sebutan lainnya yang dipakai sebagai pengganti

nama PTM, seperti :

a. Penyakit kronik

b. Penyakit noninfeksi

c. New Communicable Diseases

d. Penyakit degeneratif

e. Penyakit perilaku

Kesamaan penyebutan ini tidaklah sepenuhnya memberi kesamaan

penuh antara satu dengan yang lainnya. Penyakit kronik dipakai untuk

PTM karena kelangsungan PTM umumnya bersifat kronik (menahun)

atau lama. Namun demikian, ditemukan juga penyakit tidak menular

yang kelangsungan mendadak (acute), misalnya keracunan (Bustan,

2015).

Istilah penyakit kronik (chronic diseases) untuk penyakit-penyakit

tidak menular. Yang dimaksud penyakit kronik ini memang jenis-jenis

penyakit yang bersifat kronik, dan tidak memperhatikannya dari segi

apakah menular atau tidak (Bustan, 2015).

Nama penyakit noninfeksi dipakai karena proses patologi PTM

bukanlah suatu proses infeksi yang dipicu oleh mikroorganisme tertentu.

Hanya saja tidak berarti bahwa kejadian PTM tidak ada hubungannya
dengan peranan mikroorganisme. Proses patologi PTM mempunyai

karakteristik tersendiri sesuai dengan jenis penyakit (Bustan, 2015).

PTM dinamai juga sebagai penyakit degeneratif karena kejadianya

ditandai dengan proses degenerasi atau ketuaan sehingga PTM banyak

ditemukan pada usia lanjut. Karena perlangsunganya yang lama itu

pulalah yang menyebabkan PTM berkaitan dengan proses degeneratif

yang berlangsung sesuai waktu atau perjalanan umur (Bustan, 2015).

Sementara itu ada yang secara populer ingin menyebutnya sebagai

“New Communicable Disease” karena penyakit ini dianggap dapat

menular melalui gaya hidup (life style). Gaya hidup dalam dunia modern

dapat menular dengan caranya sendiri, tidak seperti penyakit klasik

penyakit menular yang lewat suatu rantai penularan tertentu. Gaya hidup

meliputi pola makan pola aktifitas fisik kehidupan seksual dan

reproduksi dan komunikasi. Perubahan pola makan, misalnya telah

mendorong perubahan peningkatan penyakit jantung yang berkaitan

dengan makan berlebih atau berkolesterol tinggi (Bustan, 2015).

Tabel 2.3
Perbandingan Gambaran Umum Penyakit Menular dan Penyakit Tidak
menular

Gambaran Penyakit Menular Penyakit Tidak


Penyakit Menular

1. Distribusi Banyak di negara Ditemui di negara


berkembang industri
2. Rantai Mempunyai rantai Tidak ada rantai
penularan penularan yang jelas penularan
3. Perlangsungan Perlangsungan akut Perlangsungan kronik

4. Etiologi Etiologi organisme jelas Etiologi tidak jelas


5. Kausa Bersifat kausa tunggal Biasanya kausa ganda
6. Diagnosis Diangnoso mudah Diagnosis sulit
7. Penyebab Mudah mencari Sulit mencari
penyebabnya penyebabnya
8. Biaya Biaya relatsif murah Biaya mahal
9. Penampilan Jelas muncul Ada iceberg
dipermukaan phenomen
10. Kecenderungan Morbiditas dan Morbiditas dan
mortalitasnya cenderung mortalitasnya
menurun cenderung
meningktan
Sumber : Bustan, 2015

2.3.2 Faktor Resiko Penyakit Tidak Menular

Pengertian faktor menular dapat dinyatakan sebagai berikut:

“Risk faktors are characteristic, signs, symptoms in diseasefree individual

which are statistically associated with an increased incidence of

subsequent disease (Simbong DW)”

Faktor risiko adalah karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada

penyakit yang diderita indvidu yang mana secara statistik berhubungan

dengan peningkatan kejadian kasus baru berikutnya.

2.3.3 Kegunaan Faktor Resiko


Menurut Bustan (2000), kegunaannya faktor risiko ini, pada dasarnya

untuk mengetahui proses terjadinya penyakit dalam hal ini penyakit tidak

menular. Misalnya :

1. Untuk memprediksi, meramalkan kejadian penyakit, misalnya perokok

berat mempunyai kemungkinan 10 kali untuk kanker paru dari pada

bukan perokok.

2. Untuk memperjelas penyebab artinya kejelasan atau beratnya faktor

risiko dapat menjadikannya sebagai faktor penyebab, tentunya setelah

menghilangkan pengaruh dan faktor pengganggu sehingga faktor risiko

itu adalah faktor penyebab.

3. Untuk mendiagnosa artinya membantu proses diagnose.

4. Prevensi : jika satu faktor risiko juga sebagai penyebab pengulangan

dapat dilakukan untuk mencegah penyakit meskipun mekanisme

penyakit sudah diketahui atau tidak.

2.3.4 Kriteria Faktor Risiko

Menurut Bustan (2000), kapan suatu faktor risiko dapat ditegakkan

sebagai faktor risiko? Dalam epidemiologi dapat atau biasa dilakukan

dengan memakai konsep kausalitas sebab musebab (hubungan kausa),

menurut para ahli kausalitas ada 8 kriteria (Hill 1965) yaitu

1. Kekuatan yang dapat dilihat dari adanya risiko relatif yang tinggi.

2. Temporal atau menurut urutan waktu, selalunya sebab-musebab

mendahului akibat.
3. Respon terhadap dosis paparan yang dapat menyebabkan penyakit.

4. Reversibilitas dimana paparan yang menurun akan diikuti penurunan

kejadian penyakit.

5. Konsistensi yang diartikan kejadian yang sama akan berulang pada

waktu, tempat dan penelitian yang lain.

6. Biologis atau yang berhubungan dengan fisiologis tubuh.

7. Spesifitas yang dilihat dari satu penyebab menyebabkan satu akibat.

8. Analogi yang diartikan adanya kesamaan untuk penyebab dan akibat

yang serupa.

2.4 Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM)

2.4.1 Pengertian Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)

Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan

kegiatan deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM Utama yang

dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodik. Faktor risiko penyakit

tidak menular (PTM) meliputi merokok, konsumsi minuman beralkohol,

pola makan tidak sehat, kurang aktifitas fisik, obesitas, stres, hipertensi,

hiperglikemi, hiperkolesterol serta menindak lanjuti secara dini faktor

risiko yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke

fasilitas pelayanan kesehatan dasar (Juknis, 2012). Posbindu sendiri


bertujuan untuk mempromosikan dirinya partisipasi masyarakat dalam

pencegahan dan deteksi dini faktor risiko untuk tidak menular penyakit

(NCD) (Sudharma et al., 2016).

Kelompok PTM Utama adalah Diabetes Melitus (DM), kanker,

Penyakit Jantung Dan Pembuluh Darah (PJPD), Penyakit Paru Obstruktif

Kronis (PPOK), dan gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan

(Juknis, 2012)

Berdasarkan Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

pasal 158-161 bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat

melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan penyakit

tidak menular beserta akibat yang ditimbulkannya. Selain itu, Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 71 tahun 2015 tentang

penanggulangan penyakit tidak menular pada bahwa pemerintah pusat,

pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab menyelenggarakan

penanggulangan PTM serta akibat yang ditimbulkannya. Penyelenggaraan

penanggulangan PTM dilaksanakan melalui Upaya Kesehatan Masyarakat

(UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) (Pranandari, dkk, 2017)

Pelaksanaan Posbindu PTM dapat dilakukan di masyarakat umum atau

kelompok masyarakat khusus seperti instansi pemerintah/swasta, Jamaah

haji, terminal bus, sekolah, lembaga permasyarakatan, komunitas agama,

organisasi politik. Dibutuhkan adanya kesadaran kelompok masyarakat

mengadakan Posbindu di lingkungan setempat maka akan menunjukan


pentingnya pencegahan penyakit tidak menular (Febrianti & Prabawati,

2017)

Tujuan Posbindu PTM merupakan bentuk peran serta masyarakat

dalam upaya pengendalian faktor risiko secara mandiri dan

berkesinambungan. Pengembangan Posbindu PTM dapat dipadukan

dengan upaya yang telah terselenggara di masyarakat. Melalui Posbindu

PTM, dapat sesegeranya dilakukan pencegahan faktor risiko PTM sehingga

kejadian PTM di masyarakat dapat ditekan (Juknis, 2012)

Posbindu mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 2011. Pada

tahun 2014, persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan

Posbindu PTM sebesar 4,7% dan pada 2015 sebesar 8,6 %. Capaian

tersebut belum sesuai target nasional dalam rencana strategi kementrian

kesehatan pada tahun 2015-2019 yaitu sebesar 10% ditahun 2015

(Pranandari, dkk, 2017)

Cakupan Posbindu PTM yang masih belum optimal. Sampai saat ini

belum semua desa mempunyai Posbindu. Disamping itu, peserta Posbindu

di lingkungan perumahan masih terbatas pada kelompok perempuan usia

50 tahun ke atas. Masih perlu upaya dan pendekatan yang lebih efektif

untuk dapat meningkatkan partisipasi penduduk laki-laki serta kelompok

umur lebih muda dalam mengikuti kegiatan Posbindu PTM. Tantangan ini

diperberat dengan masih terbatasnya jumlah dan kualitas kader serta

kesinambungan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan intervensi


berbasis masyarakat (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 2017, 2017)

Posbindu PTM merupakan wujud peran serta masyarakat dalam

kegiatan deteksi dini faktor risiko PTM secara mandiri dan

berkesinambungan. Kegiatan ini dikembangkan sebagai bentuk sebagai

bentuk kewaspadaan dini terhadap PTM mengingat hampir semua faktor

risiko PTM tidak memberikan gejala pada yang mengalaminya. Posbindu

menjadi salah satu bentuk upaya kesehatan masyarakat atau UKM yang

selanjutnya berkembang menjadi Upaya Kesehatan Bersumber Daya

Masyarakat (UKBM) dalam pengendalian faktor risiko PTM di bawah

pembinaan Puskesmas (Kementrian Kesehatan RI, 2012)

Kegiatan deteksi dini dan monitoring faktor risiko PTM meliputi

merokok, kurangnya konsumsi sayur dan buah, kurang aktifitas fisik,

konsumsi alkohol, pengukuran berkala Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar

perut, Tekanan darah, Arus Puncak Ekspirasi (APE) dan pemeriksaan gula

darah sewaktu, kolesterol total, trigliserida, pemeriksaan klinis payudara

Clinical Breast Examination (CBE). Pemeriksaan lesi pra kanker dengan

inspeksi Visual Asam Asetat (IVA), kadar alkohol dalam darah,tes

amfetamin urin, serta potensi terjadinya cedera (Kementrian Kesehatan RI,

2012).

Posbindu PTM dilaksanakan dengan 5 tahapan layanan, namun dalam

situasi kondisi tertentu dapat disesuikan dengan kebutuhan dan


kesepakatan bersama. Kegiatan tersebut berupa pelayanan deteksi dini,

monitoring terhadap faktor risiko penyakit tidak menular dan tindak lanjut

dini seperti konseling sera rujukan ke Puskesmas (Kementrian Kesehatan

RI, 2012).

Jika pada wawancara, pengukuran, pemeriksaan hasilnya tidak sesuai

dengan kriteria baik, maka dilakukan tindak lanjut berupa pembinaan

secara terpadu malelui penyuluhan kelompok atau konseling secara

perorangan dan kelompok, sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya yang

memerlukan penanganan lebih lanjut dirujuk ke Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut

(FKRTL) (Kementrian Kesehatan RI, 2012).

2.4.2 Sasaran Posbindu

Menurut Febrianti & Prabawati (2017), sasaran Posbindu PTM dibagi

menjadi 3 kelompok yaitu sasaran utama, sasaran antara, dan sasaran

penunjang. Pendekatan terhadap ketiga sasaran tersebut dilakukan satu

persatu berurutan namun harus dilakukan secara integratif selama proses

pelaksanaan.

1. Sasaran Utama

Sasaran utama adalah masyarakat sehat, berisiko dan penyandang

PTM berusia 15 tahun ke atas.

2. Sasaran Antara
Sasaran antara adalah individu/kelompok masyarakat yang dapat

menjadi agen pengubah faktor risiko PTM, dan dapat menciptakan

lingkungan yang kondusif untuk mencegah dan mengendalikan faktor

risiko PTM melalui penyelenggara Posbindu PTM. Sasaran antara

tersebut adalah petugas kesehatan baik pemerintah maupun swasta,

tokoh panutan masyarakat, anggota masyarakat yang peduli PTM.

3. Sasaran Penunjang

Sasaran penunjang adalah individu, kelompok/ organisasi/ lembaga

masyarakat dan profesi, lembaga pendidikan dan lembaga pemerintah

yang diharapkan dapat memberi dukungan baik dukungan kebijakan,

teknologi dan ilmu pengetahuan, material maupun dana, untuk

terwujudnya Posbindu PTM dan keberlangsungan aktifitasnya. Mereka

antara lain adalah pimpinan daerah/ wilayah, perusahaan, lembaga

pendidikan, organisasi profesi, dan penyandang dana.

2.4.3 Wadah Kegiatan Posbindu

Penyelenggaraan kegiatan Posbindu PTM dapat dilakukan di

lingkungan tempat tinggal dalam wadah desa/keseluruhan atau fasilitas

publik lainya seperti sekolah, dan perguruan tinggi,tempat kerja,tempat

ibadah, pasar, terminal dan sebagainya (Kementrian Kesehatan RI, 2012).

Kegiatan ini dapat berlangsung secara terintegrasi dengan kegiatan

masyarakat yang sudah aktif seperti majelis taklim, karang taruna,


Persatuan Diaberesi Indonesia (PERSADIA), Klub jantung Sehat,

Kelompok kebaktian, dan lain-lain. Kegiatan ini juga dapat dikembangkan

pada kelompok khusus seperti kelompok Jamaah Haji, anak sekolah,

pekerja/karyawan, pengemudi di perusahaan angkutan/Perusahaan Otobus

(PO) atau di terminal, kelompok masyarakat adat, kelompok masyarakat

keagamaan, petani/nelayan, masyarakat binaan negara di lembaga

pemasyarakatan dan lain lain (Kementrian Kesehatan RI, 2012).

2.4.4 Pelaksanaa Kegiatan Posbindu

Penyelenggaraan Posbindu PTM dilakukan oleh petugas pelaksanaan

Posbindu PTM yang berasal dari kader kesehatan yang telah ada atau

beberapa orang dari masing-masing kelompok/organisasi/ lembaga/tempat

kerja yang beredia menyelenggarakan Posbindu PTM, yang dilatih secara

khusus, dibina dan difasilitasi untuk melakukan pemantauan faktor risiko

PTM di masing-masing kelompok atau organisasinya (Kementrian

Kesehatan RI, 2012).

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2012), petugas pelaksana

Posbindu PTM memiliki kriteria antara lain, mau dan mampu melakukan

kegiatan Posbindu PTM,dan lebih diutamakan berpendidikan minimal

SLTA atau sederajat. Pembinaan pelaksanaan kegiatan ini adalah

Puskesmas pembina wilayah tersebuat atau Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota setempat.

a. Waktu
Posbindu PTM diselenggarakan sebulan sekali, bila diperlukan

dapat lebih dari satu kali dalam sebulan. Pelaksanaan waktu ini dapat

disesuaikan dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama.

b. Tempat

Tempat pelaksanaan adalah tempat yang sudah disepekati dan

menjadi tempat yang rutin bagi kelompok tersebut melaksanakan

kegiatan.

Posbindu PTM dapat dilaksanakan di rumah warga pada

lingkungan pemukiman, balai desa/kelurahan, salah satu kios di

pasar,salah satu ruang perkantoran /klinik perusahaan, ruangan khusus

di sekolah, salah satu ruang di dalam lingkungan tempat ibadah, atau

tempat tertentu yang disediakan oleh masyarakat secara swadaya.

Khusus pemeriksaan IVA dan CBE memerlukan ruangan khusus dan

tertutup.

2.4.5 Klasifikasi Posbindu

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2012), berdasarkan jenis

kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut yang dapat dilakukan

oleh Posbindu PTM, maka dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok

Posbindu PTM, yaitu :

a. Posbindu PTM dasar meliputi pemeriksaan deteksi dini faktor risiko

dini yang dilakukan dengan wawancara terarah melalui penggunaan

instrumen untuk mengidentifikasi riwayat penyakit tidak menular


dalam keluarga dan yang telah diderita sebelumnya, perilaku risiko,

potensi terjadinya cedera, pengukuran berat badan, tinggi badan,

lingkar perut, Indeks Masa Tubuh (IMT), pengukuran tekanan darah,

serta konseling.

b. Posbindu PTM utama meliputi kegiatan Posbindu PTM dasar ditambah

dengan pemeriksaan gula darah, kolesterol total, pengukuran APE,

pemeriksaan atau konseling IVA serta CBE, pemeriksaan kadar

alkohol dalam darah dan tes amfetamin urin bagi pengemudi, yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih (Dokter,Bidan, perawat

kesehatan/ tenaga ahli teknlogi laboratorium medik / lainnya).

Posbindu PTM utama dilaksanakan bila memiliki sumber daya

berupa peralatan, tenaga kesehatan dan tempat pemeriksaan yang

memadai. Bila kelompok/organisasi/institusi di masyarakat ini belum

memiliki sumber daya yang mencukupi, maka pengembangan

dilakukan pada tahap awal dengan Posbindu PTM dasar. Seiring

dengan perkembangan sumber daya yang dimiliki, maka Posbindu

PTM dasar dapat ditingkatkan menjadi Posbindu utama.

2.4.6 Tahapan Layanan Posbindu PTM

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2012), posbindu PTM

dilaksanakan 5 tahapan layanan, namun dalam situasi kondisi tertentu

dapat disesuiakan dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama. Kegiatan

tersebut dimulai dari pendaftaran, wawancara, pengukuran dan


pemeriksaan faktor risiko PTM, konseling, rujukan serta pencatatan dan

pelaporan, sehingga dalam pelaksanaanya lebih tertata dan terarah.

1. Registrasi/ Pendaftaran

Pemberian nomor urut/kode yang sama serta pencatatan hasil

pengisian buku monitoring FR PTM ke buku pencatatan oleh petugas

pelaksana Posbindu PTM setelah peserta menyelesaikan semua

tahapan layanan dan memperoleh tindak lanjut berupa konseling

maupun rujukan.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk menelusuri informasi faktor risiko

perilaku dan riwayat PTM pada keluarga seperti merokok, minum

alkohol, stres, makan makanan asin, makan makanan tinggi lemak,

makan dan minum manis, kurang makan sayur dan buah, kurang

aktifitas fisik, potensi terjadinya cedera, serta informasi lainnya yang

dibutuhkan untuk identifikasi masalah kesehatan berkaitan dengan

terjadinya PTM. Aktivitas ini dilakukan saat pertama kali kunjungan

dan berkala sebulan sekali.

3. Pengukuran

Pengukuran Tinggi Badan (TB), Berat Badan (BB), perhitungan

Indeks Masa Tubuh (IMT), lingkar perut, analisa lemak tubuh

dilakukan 1 bulan sekali.


4. Pemeriksaan

Pemeriksaan tekanan darah, gula darah, kolesterol total dan

Trigliserida serta pemeriksaan APE. Pemeriksaan tekanan darah

dilakukan setiap bulan baik bagi yang sehat maupun yang sudah

menyandang hipertensi. Pemeriksaan tekanan darah dapat

dilaksanakan oleh petugas pelaksana Posbindu PTM Posbindu yang

terlatih, dokter maupun petugas medis lainya.

Pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit

dilaksanakan 1-3 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor

risiko PTM yang palng sedikit 1-2 kali dalam setahun sedangkan bagi

penyandang diabetes melitus paling sedikit 1 kali dalam sebulan.

Pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida bagi yang sehat

dilakukan 1-5 tahun sekali, bagi yang memiliki faktor risiko 3-6 bulan

sekali.

Pemeriksaan gula darah, kolesterol total dan trigliserida dilakukan

oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan/ analisis/laboratorium dan

tenaga kesehatan lainnya)

Pemeriksaan fungsi paru sederhana berupa pengukuran Arus

Puncak Ekspirasi (APE) dilakukan pada semua peserta Posbindu pada

saat kunjungan pertama, kemudian akan diulang setiap 1 bulan sekali

bagi penyandang PTM (seperti : PPOK, Asma Bronchiale, dan

lainnya).
Pemeriksaan fungsi paru sederhana ini dilakukan oleh tenaga

kesehatan terlatih. Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol dalam darah

dan tes amfetamin urin dilaksanakan di Posbindu PTM pada kelompok

khusus pengemudi dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih.

Kegiatan pemeriksaan klinis payudara/Clinical Breast

Examination dan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dilakukan jika

situasi memungkinkan dan tersedia tenaga kesehatan yang memiliki

kompetensi dan telah dilatih.

Untuk pelaksanaan dini IVA dan CBE di Posbindu PTM

memiliki tahapan sebagai berikut :

a. Penyuluhan IVA dan CBE

b. SDM yang terlatih dan berkompeten

c. Perencanaan dan pelaksanaan deteksi dini mulai dari persiapan

SDM,tempat dan pengelompokan klien

5. Identifikasi faktor risiko PTM dan konseling

Kegiatan konseling merupakan tahapan layanan terakhir setelah

diidentifikasi faktor risiko yang ada. Konseling dilakukan berdasarkan

faktor risiko yang dimili oleh peserta dan dilakukan oleh petugas

pelaksana Posbindu PTM terlatih atau petugas kesehatan.

Penyuluhan dilakukan setiap kali pelaksanaan Posbindu PTM.

Materi penyuluhan dapat meliputi merokok,IVA dan CBE serta materi


lain yang dibutuhkan oleh peserta sesuai dengan masalah dan besaran

faktor risiko yang ada.

Kegiatan aktifitas fisik atau olahraga bersama sebaiknya tidak

hanya dilakukan jika ada penyelenggaraan kegiatan Posbindu PTM

,namun perlu dilakukan rutin setiap minggu.

Kegiatan dalam tahapan pelayanan Posbindu PTM ini dapat

dikembangkan dan disesuiakan dengan situasi dan kondisi setempat

serta kesepakatan yang telah dibuat oleh masing-masing

penyelenggara Posbindu PTM. Pengembangan layanan meliputi

pengendalian PTM dan pencegahan komplikasi berbasis masyarakat

seperti pengendalian potensi cidera, pengendalian stroke, pengelolaan

kaki diabetik, dan lain-lain.

2.5 Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat yang dikenal dengan sebutan Puskesmas

adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bertanggung jawab

atas kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu atau bagian wilayah

kecamatan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang

Pusat Kesehatan Masyarakat dinyatakan bahwa Puskesmas berfungsi

menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan

Perseorangan (UKP) tingkat pertama. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana

Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sehingga dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya, akan mengacu pada kebijakan pembangunan


kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersangkutan, yang tercantum

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana

Lima Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016).

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah

fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya diwilayah kerjanya (Permenkes, 2014).

Puskesmas adalah salah satu instansi pemerintah yang berperan penting

dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, yang dimana

Puskesmas dituntut untuk meningkatkan kualitas kinerja dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan harus mampu

memberikan kepuasaan terhadap masyarakat sehingga dapat menjadi bahan

penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi

pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas

pelayanan. Karena pelayanan adalah suatu proses pemenuhan kebutuhan melalui

aktifitas yang diberikan kepada orang lain yang diselenggarakan secara sendiri

atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk

memelihara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena adanya

penyediaan pelayanan sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009 maka semakin


meningkat pula tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan (Deliana &

Nasution, 2016)

Menurut Deliana & Nasution (2016), jasa pelayanan seperti pelayanan

kesehatan Puskesmas untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik

karena Puskesmas adalah pendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan

nasional yakni untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup

sehat. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal ayat 30 Puskesmas mempunyai

tugas yaitu melaksanakan pelayanan pembinaan dan pengembangan upaya

kesehatan secara paripurna kepada masyarakat diwilayah kerjanya. Bukan itu

saja pasal 32 yang diselenggarakan pasal 31 puskesmas mempunyai fungsi yaitu

1. Penggerak pembangunan berwawasan kesehatan ditingkat kecamatan,

2. Pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan masyarakat,

3. Kesehatan tingkat pertama,

4. Penyuluhan Pelayanan dan pembinaan kesehatan masyarakat,

5. Pembina teknis untuk pelayanan kesehatan swasta dan kader pembangunan

kesehatan,

6. Pengembangan kegiatan swadaya kesehatan masyarakat,

7. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas. Meskipun

Puskesmas sudah mempunyai tugas dan fungsi pokok masih banyak

masyarakat yang tidak berminat berobat ke Puskesmas dengan alasan

pelayanan Puskesmas yang kurang memuaskan, kecepatan dalam


penanganan pasien yang tidak efesien, pemberian obat yang kurang

berkualitas.
2.6 Tabel Sintesa

Karakteristik
Peneliti
No Judul Subjek Instrumen Metode/
(Tahun) Temuan
Desain
2 3 4 5 6
1 Agarwal Studi Laki-laki Penelitia Studi ini menunjukkan penggunaan yang relatif
et. alcross- atau n ini lebih tinggi tembakau dan alkohol di kalangan
(2017) sectional perempua adalah laki-laki sementara kelebihan berat badan dan
tentang n berusia observas hipertensi agak tinggi di antara perempuan.
Faktor berusia 25 ional
Risiko Tahun cross
Penyakit yang telah sectional
Tidak terdaftar
Menular dalam
pada penelitian
Pendudu ini
k
Pedesaan
di Distrik
Baraban
ki, Uttar
Pradesh
2 Arininda Analisis Keseluruh Kuesioner Kuantitat Sebagian besar responden tidak melakukan
Rima faktor an if kunjungan rutin ke Posbindu PTM tahun 2017
Kurnia, yang masyaraka sebesar 57,1%. Dan Variabel yang tidak
Laksmon berhubun t usia berhubungan dengan kunjungan masyarakat
o gan produktif usia produktif di Posbindu PTM Puri Praja,
Widagdo dengan yang antara lain usia, pendidikan, pekerjaan,
, Bagoes kunjunga melakukan kemudahan akses, dukungan keluarga, dan
Widjanar n kunjungan dukungan tetangga.
ko Masyara ke
(2017) kat usia Posbindu
produktif Puri Praja
(15-64 tahun
tahun) di 2017
Posbindu
ptm Puri
praja
wilayah
kerja
puskesm
as
Mulyoha
rjo,pemal
ang

3 Emi Dwi Gambara Koordinat Wawancara Penelitia Proses kegiatan Posbindu PTM Al-Mubarok di
Astuti, n Proses or mendalam, n Puskesmas Sempu berbeda dengan juknis dan
Irma Kegiatan surveilans observasi deskripti pedoman umum Posbindu PTM. Hal tersebut
Prasetyo Pos Dinkes dan teknik f yang dipengaruhi oleh input yang meliputi
wati, Pembina Kabupaten triangulasi. didukung kurangnya ketersediaan SDM, pelatihan belum
Yunus an Banyuwan oleh maksimal, kurangnya sarana dan
Ariyanto Terpadu gi, data peralatan,kurangnya kesadaran masyarakat,
(2016) Penyakit koordinato kualitatif pembiayaan yang belum mandiri dan cara
Tidak r Posbindu penyelenggaraan yang tidak rutin setiap
Menular PTM, bulannya
di bidan,
Puskesm perawat,
as dua kader,
Sempu mitra kerja
Kabupat dan dua
en sasaran
Banyuwa kegiatan
ngi
(The
Descripti
on of
Activity
Process
for the
Integrate
d
Develop
ment
Post of
Non-
Commun
icable
Disease
(IDP of
NCD) at
Sempu
Public
Health
Centre in
Banyuwa
ngi
Regency)
4 Elyda Impleme Sistem Kuesioner Penelitia Atribut surveilans sudah cukup baik namun
Rahmaya ntasi surveilans dan studi n terdapat permasalahan dalam sistem surveilans
nti, Arief Surveila faktor dokumen deskripti
Hargono ns Faktor risiko f
(2017) Risiko PTM evaluativ
Penyakit berbasis e
Tidak Posbindu
Menular dengan
Berbasis informan
Posbindu penelitian
Berdasar penanggun
kan g jawab
Atribut program
Surveila dan
ns (Studi Posbindu
Di Kota
Surabaya
)
5 Lutfy Analisis Ketua Teknik Penelitia Hasil penelitian ini bahwa komunikasi antara
Laksita Impleme kader pengumpula n DKK, puskesmas, dan kader sudah dilakukan
Prananda ntasi Posbindu n data kualitatif secara formal melalui pelatihan dan sosialisasi.
ri,Septo Program PTM dilakukan, Hambatannya undangan pelatihan terlambat
Pawelas Pos yaitu: disampaikan kepada kader sehingga kader tidak
Arso, Pembina wawancara mengikuti pelatihan secara lengkap. Sumber
Eka an mendalam daya masih belum mencukupi, birokrasi pun
Yunila Terpadu (indepth terkait komitmen masih tergantung ketua kader
Fatmasar Penyakit interview), dan struktur birokrasi belum dibuat.
i Tidak observasi,
(2017) Menular dan
(Posbind dokumen
u PTM)
Di
Kecamat
an
Bangunt
apan
Kabupat
en
Bantul
6 Maulida, Komunik Kader Kuesioner Penelitia Masih diperlukannya komunikasi yang efektif
Hermans asi Dan Posbindu n dan koordinasi yang baik pada pelaksanaan
yah, Koordina korelasi Posbindu lansia untuk mencapai pelayanan
Mudatsir si Kader dengan yang optimal, untuk meingkatkan komunikasi
(2015) Dengan menggun yang efektif dan koordinasi yang baik, kader
Pelaksan akan perlu diberikan pelatihan dan bimbingan pada
aan pendekat pelaksanaan Posbindu lansia, serta kader yang
Posbindu an cross bersifat suka rela perlu juga diberikan insentif
Lansia sectional bulanan sehingga dapat meningkatkan kinerja
dari kader lansia.
7 Risky Impleme Koordinat Wawancara, Metode 1) Komunikasi yang dilakukan oleh pihak
Febrianti ntasi or observasi deskripti pelaksana kepada kelompok sasaran sudah baik
dan Pelaksan surveilans dan f dimulai dengan sosialisasi secara tatap muka
Indah aan Pos Dinkes dokumentas kualitatif langsung sehingga diharapkan kelompok
Prabawat Pembina Kabupaten i. . sasaran jelas memahami program Posbindu
i (2017) an Banyuwan PTM 2) Sumberdaya manusia, informasi, dan
Terpadu gi, fasilitas untuk implementasi program Posbindu
Penyakit koordinato PTM masih kurang memadai 3) Disposisi dari
Tidak r Posbindu pihak yang terlibat sudah baik dan ramah,
Menular PTM, namun untuk insentif perlu adanya
(Posbind bidan, penambahan uang pengganti transportasi untuk
u PTM) perawat, semua kader pendamping 4) Struktur birokrasi
Di dua kader, pelaksana program sudah berjalan baik dan
Puskesm mitra kerja sesuai SOP begitu juga tanggung jawabnya.
as dan dua
Pucang sasaran
Sewu kegiatan
Kota
Surabaya
8 Sudharm Faktor - Usia Penelitia Responden yang tidak memanfaatkan layanan
a et. al faktor produktif n cross Posbindu adalah sebanyak 25% sedangkan
(2016) yang (berusia sectional 75% responden memanfaatkan Posbindu.
Mempen antara 18- hubungan yang signifikan antara sosialisasi
garuhi 59 tahun) Posbindu dan pemanfaatan Posbindu (p =
Pemanfa termasuk 0.000), dan juga biaya administrasi (OR = 4,57;
atan individu 95% confidence interval 1,88-11,06). Analisis
Partisipa yang multivariat menunjukkan bahwa responden
si nevervisit dengan pendidikan tinggi cenderung tidak
Masyara Posbindu. memanfaatkan layanan Posbindu (OR = 0,17;
kat 95% confidence interval 0,03-0,89), dan
(Posbind mereka yang tidak berkeberatan untuk biaya
u) administrasi memiliki kemungkinan lebih besar
untuk memanfaatkan layanan Posbindu (OR =
3,79; 95% interval keyakinan 01.33-10.80)

2.7 Kerangka Teori

Struktur Birokrasi
Struktur Birokrasi
1. Struktur
3 Organisasi
2. SOP
3. SK
4. Fragmentasi
5. Monitoring Sumber Daya
1. Manusia
2. Sumber
Anggaran daya
3. Fasilitas
4. Informasi
5. Wewenang
Implementasi
Disposisi
1. Komitmen
Disposisi
2. Motivasi
3. Insentif

Komunikasi
Komunikasi
1. Transmisi
2. Kejelasan
3. Konsistensi

Gambar 1. Kerangka Teori Implementasi Kebijakan

(Teori Edward dalam Widodo, 2007)


BAB III

DEFINISI KONSEP

3.1 Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Penyakit Tidak menular (PTM) merupakan penyakit yang sering tidak

bergejala dan tidak memiliki tanda klinis secara khusus. Hal ini menyebabkan

seseorang tidak mengetahui dan menyadari kondisi tersebut sejak awal

perjalanan penyakit. Keterlambatan penanganan akibat tidak adanya gejala atau

tanda-tanda tersebut akan mengakibatkan tingginya biaya yang harus dikeluarkan

untuk pengobatan. Bila seseorang sudah menyandang penyakit tidak menular,

maka akan sulit untuk diobati dan dikembalikan pada kondisi normal. Maka hal

itu yang menjadi tolak ukur adanya kegiatan monitorning dan deteksi dini risiko

PTM serta tindak lanjut dini ini dapat dilakukan oleh masyarakat melalui

Posbindu PTM (Juknis, 2012)

Posbindu PTM merupakan wujud peran serta masyarakat dalam kegiatan

deteksi dini faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan

ini dikembangkan sebagai bentuk kewaspadaan dini terhadap PTM mengingat

hampir semua faktor risiko PTM tidak memberikan gejala pada yang

mengalaminya (Kementerian Kesehatan RI, 2012)

Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin mengetahui pelaksanaan Posbindu

dalam hal pengendalian kasus PTM yang masih tinggi di Puskesmas Singgani

Kecamatan Palu Timur Kota Palu. Pelaksanaan Posbindu yang akan diteliti
berdasarkan teori Edwars III dengan melihat 4 faktor yaitu komunikasi, sumber

daya, disposisi dan struktur birokrasi.

3.2 Pola Pikir

Teori Edwars III menyimpulkan bahwa implementasi atau pelaksanaan

suatu program dapat dilihat dari 4 hal yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi

dan struktur birokrasi. Pola pikir disajikan dalam gambar berikut:

Komunikasi

Implementasi
Sumber Daya Posbindu PTM

Disposisi

Struktur Birokrasi

Gambar 2. Alur Kerangka Konsep Penelitian

3.3 Definisi Konsep

3.3.1 Pelaksanaan Posbindu PTM

Pada Penelitian akan dilakukan dengan maksud untuk mengetahui

pelaksanaan pada program Posbindu PTM di Puskesmas Singgani

Kecamatan Palu Timur Kota Palu karena melihat berbagai permasalahan

dan menjadi salah satu Puskesmas yang memiliki tingginya angka kasus

PTM, maka sesuai dengan teori Edwars III yang dipakai dalam
implementasi program antara lain memiliki variabel yaitu komunikasi,

sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi.

Penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara secara

mendalam terhadap informan terkait pelaksanaan Posbindu PTM di

Puskesmas Singgani. Adapun hal lain untuk memastikan kebenaran

informasi yaitu adanya observasi dan dokumentasi dalam penelitian.

3.3.2 Komunikasi

Pada komunikasi peneliti akan melakukan wawancara menggunakan

pedoman wawancara, terkait variabel komunikasi kepada informan kunci,

biasa dan tambahan dimana untuk melihat proses penyampaian berupa

informasi yang terkait dengan pelaksanaan Posbindu PTM di Puskesmas

Singgani yang terdiri atas :

1. Transmisi

Proses transmisi pada penelitian ini menentukan bahwa informasi

pelaksanaan Posbindu PTM tersebar secara keseluruhan kepada

penyelenggara, kader dan kelompok sasaran Posbindu PTM di

Puskesmas Singgani.

2. Kejelasan

Kejelasan informasi pada penelitian ini yaitu informasi yang

diterima oleh pihak terkait pelaksanaan Posbindu PTM dalam hal ini

kader maupun pelaksana secara jelas maksud, tujuan, sasaran sehingga

jelas pada saat pelaksanaan Posbindu PTM di Puskesmas Singgani.


3. Konsistensi

Konsistensi informasi pada penelitian ini yaitu informasi yang

diberikan sama atau konsisten dari pimpinan ke penyelenggara

Posbindnu PTM di Puskesmas Singgani dan kepada pihak yang yang

menjadi ssasaran.

3.3.3 Sumber Daya

Pada sumber daya peneliti akan melakukan wawancara menggunakan

pedoman wawancara terkait variabel sumber daya kepada informan kunci,

biasa dan tambahan dimana yang dimaksudkan untuk melakukan penelitian

terkait sumber daya sebagai unsur penting yang dapat meningkatkan serta

menunjang keberhasilan pelaksanaan Posbindu PTM di Puskesmas

Singgani antara lain :

1. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan variabel penting yang

mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kebijakan.

Menurut Edwars III. Maka dalam Posbindu PTM di Puskesmas

Singgani dilakukan penelitian ini untuk mengetahui SDM secara jumlah,

kompetensi, dan kecukupan sumber daya di Puskesmas Singgani dalam

hal pelaksanaan Posbindu PTM dengan menggunakan pedoman

wawancara.

2. Sumber daya anggaran pada penelitian ini yaitu adanya ketersediaan

anggaran pada pelaksanaan Posbindu PTM mempunyai anggaran khusus

program ataupun terkait kecukupan anggaran tersebut di Puskesmas


Singgani dalam hal pelaksanaan Posbindu PTM dengan menggunakan

pedoman wawancara.

3. Sumber daya fasilitas pada penelitian ini terkait sarana dan prasarana

penunjang keberhasilan dalam pelaksanaan Posbindu PTM seperti

mobil, alat-alat kesehatan, strip pemeriksaan, dan hal-hal yang

menunjang keberhasilan Posbindu PTM di Singgani.

4. Sumber daya informasi, informasi yang dimaksud dalam penelitian ini

yaitu berupa buku, pamflet, brosur, ataupun adanya penyuluhan yang

dapat diakses dengan mudah oleh kader maupun kelompok sasaran

dalam menambah wawasan terkait Posbindu PTM maupun

penanggulangan penyakit tidak menular, sehingga dengan ketersediaan

informasi mempermudah proses pelaksanaan Posbindu PTM di

Puskesmas Singgani.

5. Kewenangan dalam penelitian ini yaitu adanya wewenang terkait peran

dan tanggung jawab kader selaku pelaksana program Posbindu PTM di

Puskesmas Singgani.

3.3.4 Disposisi

Disposisi pada penelitian ini yaitu untuk melihat komitmen pelaksana

Posbindu PTM di Puskesmas Singgani dalam hal pelaksanaan Posbindu

PTM yang dilakukan dengan melakukan wawancara secara mendalam

terkait variabel disposisi kepada informan kunci, biasa dan tambahan


dimana dengan menggunakan pedoman wawancara. Hal yang terkait

disposisi yang akan ditanyakan yaitu :

a. Mengetahui motivasi yang berasal dari pelaksanan Posbindu PTM

apakah dari diri sendiri atau dari pihak Puskesmas Singgani .

b. Mengetahui apakah ada pemberian berupa insentif atau reward khusus

kepada pelaksana (pihak yang terlibat) program Posbindu PTM

sehingga menjadi terdorong untuk terus bekerja dengan optimal.

3.3.5 Struktur Birokrasi

Pada struktur birokasi dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui

hal-hal yang terkait dengan birokrasi dengan melakukan wawancara secara

mendalam terkait struktur birokrasi yang ditanyakan kepada informan

kunci, biasa dan tambahan dimana dengan melihat :

a. Adanya struktur organisasi Posbindu PTM,

b. SOP yang terkait Posbindu PTM sebagai pedoman pelaksanaan yang

mengatur tata aliran pekerjaan dan pelaksanaan program,

c. Adanya SK dalam pembentukan Posbindu PTM,

d. Adanya fragmentasi atau penyebaran tanggung jawab yang

membutuhkan koordinasi dari semua unit atau pihak yang terkait dengan

implementasi

e. Serta adanya monitoring yang dilakukan dalam pelaksanaan Posbindu

PTM yang sangatlah diperlukan dalam optimalnya pelaksanaan

Posbindu PTM dan sistem pelaporan


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu untuk mengetahui

terjadinya suatu aspek fenomenal sosial tertentu dan mendeskripsikan fenomena

sosial. Penelitian ini, mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak

melakukan pengujian hipotesa.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi kasus yang

dilakukan untuk meneliti suatu objek atau suatu yang harus diteliti secara

keseluruhan dan mendalam.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi

Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas

Singgani Kecamatan Palu Timur Kota Palu.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai April

2018

4.3 Informan

4.3.1 Teknik Penentuan Informan

Penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling.

Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data

dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang


tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang akan kita harapkan,

atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti

menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2016)

Bilamana dalam proses pengumpulan data sudah tidak lagi

ditemukan variasi informasi, maka peneliti tidak perlu lagi untuk mencari

informan baru, proses pengumpulan informasi dianggap selesai. Dengan

demikian, penelitian kualitatif tidak dipersoalkan jumlah sampel.

Adapun penentuan informan dalam penelitian ini adalah pihak

yang terkait dengan pelaksanaan Posbindu PTM di Puskesmas Singgani

Kecamatan Palu Timur Kota Palu.

4.3.1 Jenis Informan

Adapun kriteria informan dalam penelitian ini dibagi sebagai

berikut:

1. Informan kunci yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang

diperlukan dalam penelitian. Dalam hal ini Kepala Puskesmas

Singgani.

2. Informan biasa yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial

yang diteliti. Dalam hal ini yaitu Pengelola Posbindu PTM dan Kader.

3. Informan tambahan yang dapat memberikan informasi tambahan untuk

menunjang hasil penelitian. Dalam hal ini Peserta Posbindu PTM di

wilayah kerja Puskesmas Singgani.


4.4 Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data

4.4.1 Pengumpulan Data

4.4.1.1 Data Primer

Diperoleh dengan melalui teknik triangulasi yakni wawancara

mendalam (indept interview), observasi, dan dokumentasi lapangan

dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) yang

memuat pokok–pokok yang akan ditanyakan untuk memperoleh

keterangan secara lisan antara peneliti dengan informan.

Wawancara dapat dilakukan secara terstuktur maupun tidak

terstuktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face)

maupun dengan menggunakan telepon.

4.4.1.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti

jurnal kesehatan mengenai Posbindu PTM serta data yang berasal

dari instansi pemerintah seperti Dinas Kesehatan Kota Palu, Dinas

Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dan informasi lain yang

berkaitan dengan penelitian ini.

4.4.2 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analisa

isi (content analisis). Analisa isi merupakan suatu teknik penelitian untuk
menarik kesimpulan dengan mengidentifikasi karakteristik khusus.

Selanjutnya dengan teknik matriks dimana informasi diolah dalam tabel

antara lain : nomor, nama informan, emik, etik, dan kesimpulan.

4.4.3 Penyajian Data

Pada penyajian data pada penelitian kualitatif ini meliputi narasi atau

cerita yang dipengaruhi oleh kemampuan seorang peneliti dalam merangkai

kata-kata.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Sugiyono, 2015). Adapun instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu peneliti sendiri sebagai instrumen utama dan dilengkapi

dengan alat tulis, alat perekam, kamera, pedoman wawancara dan catatan

lapangan.

4.6 Keabsahan data (Trustworthiness)

Adapun jenis triangulasi yang digunakan peniliti dalam penelitian ini yaitu

triangulasi teknik dan triangulasi sumber serta tidak menutup kemungkinan pada

proses penelitian nantinya juga akan digunakan triangulasi waktu. Adapun

penjelasan mengenai triangulasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara

mengecek data pada sumber yang sama dengan teknik berbeda yang terdiri dari

observasi, wawancara, dan dokumentasi. Misalnya data yang diperoleh dari

wawancara, lalu dicek dengan observasi dan dokumentasi. Bila dihasilkan data
yang berbeda-beda maka peneliti harus melakukan diskusi lebih lanjut kepada

sumber data. Observasi yang dilakukan adalah observasi partisipan, karena

peneliti terlibat langsung pada pengamatan dilapangan. Dokumentasi dilakukan

untuk mendukung kevalidan kegiatan penelitian yang dilakukan.

b. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan

cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber yang terdiri

dari informan kunci yaitu Kepala Puskesmas Singgani, informan biasa yaitu

Pengelola Posbindu PTM dan kader dan juga dapat menggunakan informan

tambahan yaitu peserta Posbindu PTM apabila masih membutuhkan

keakuratan data.
DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, D., Shukla, M., & Garg, A. 2017. A Cross-sectional study on Non-
communicable Diseases Risk Factors in a Rural Population of Barabanki
District , Uttar Pradesh. Annals of Community Health (AoCH), 5(1), 5–9.

Astuti, E. D., Prasetyowati, I., & Ariyanto, Y. 2016. Gambaran Proses Kegiatan Pos
Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular di Puskesmas Sempu Kabupaten
Banyuwangi ( The Description of Activity Process for the Integrated
Development Post of Non-Communicable Disease ( IDP of NCD ) at Sempu
Public Health Centr. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 4(1), 160–167.

Bustan,Nadjib. 2015. Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta.


Rineeka Cipta.

Bustan Nadjib. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta. Rineeka Cipta.

Deliana, & Nasution, I. (2016). Kinerja Pegawai Dalam Memberikan Pelayanan


Kesehatan di Puskesmas Medan Denai Kota Medan. Jurnal Ilmu Administrasi
Publik, 4(2), 152–161.

Dinas Kesehatan Kota Palu Tahun 2016 Tentang Kasus Baru Penyakit Tidak Menular

Dinas Kesehatan Kota Palu Tahun 2016 Tentang Pos Pembinaan Terpadu Penyakit
Tidak Menular (Posbindu PTM)

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2016 Tentang Tentang Pos
Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM)

Febrianti, R., & Prabawati, I. 2017. Implementasi Prelaksanaan Pos Pembinaan


Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) di Puskesmas Pucang Sewu
Kota Surabaya (Vol. 5).

Juknis. 2012. Petunjuk Teknis Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak menular
(Posbindu PTM). Direktoral Pengendalian Penyakit Tidak Menular.

Kementrian Kesehatan RI. 2012. Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan

Kementrian Kesehatan RI. 2012. Buku Pintar Posbindu PTM Penyelenggaraan


Posbindu PTM. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.

Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Teknis Surveilans Faktor Risiko PTM
Berbasis Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu), (Maret).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017. 2017.


Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Penyakit Tidak menular.

Pranandari, L. L., Arso, S. P., & Fatmasari, E. Y. 2017. Analisis Implementasi


Program Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) di
Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(4).

Purdiyanti, F. 2016. Pemanfaatan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak menular


(Pobindu PTM) Oleh wanita Lansia Dalam Rangka Pencegah Penyakit Tidak
menular di Wilayah Kerja Puskesmas Cilongok 1. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
4(1).

Rahmayanti, E., & Hargono, A. (2017). Implementasi Surveilans Faktor Risiko


Penyakit Tidak Menular Berbasis Posbindu Berdasarkan Atribut Surveilans
(Studi Kota Surabaya). Jurnal Berkala Epidemiologi, 5(3), 276–285.
https://doi.org/10.20473/jbe.v5i3.2017.

Ratri, D. K. 2014. Implementasi Peraturan Walikota Nomor 36 Tahun 2013 Tentang


KebijakanKota Layak Anak. Jurnal Ilmu Pemerintahan.

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Rohman, D. F., Hanafi, I., & Hadi, M. 2010. Implementasi Kebijakan Pelayanan
Administrasi Kependudukan Terpadu (Studi pada Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Kota Malang), 1(5), 962–971.

Septyarini, P. 2015. Survei Beberapa Faktor Risiko Penyakit Tidak menular di


Kabupaten Kembang (Studi Pada Sukarelawan). Jurnal Kesehatan Masyarakat,
3(1), 181–190.

Sugiyono, 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung :


Alfabeta.

Sudharma, N., Kusumaratna, R. K., & Meiyanti. 2016. Factors Influence The
Utilization Of Community Participation (Posbindu). OIDA International Journal
of Sustainable Development, 9(3), 77–88.

Sufiadi, J., Noor, I., & Suryadi. 2015. Implementasi Program Pemberdayaan Rumah
tangga Sangat Miskin, 5(1), 160–168.

Toharin, S. N. R., Cahyati, W. H., & Zainafree, I. 2015. Hubungan Modifikasi Gaya
Hidup dan Kepatuhan Konsumsi Obat Antidiabetik dengan Kadar Gula Darah
pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RS Qim Batang Tahun 2013, 4(2),
153–161.

Umayana, H. T., & Cahyati, W. H. 2015. Dukungan Keluarga dan Tokoh Masyarakat
Terhadap Keaktufan Penduduk ke Posbindu Penyakit Tidak Menular. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 11(1), 96–101.

Vyandri, M. A., & Handoko, R. 2014. Implementasi Kebijakan BPJS Kesehatan Di


Kota Surabaya. Jurnal Administrasi Publik, 12(1), 85–98.

Winarno. (2002). Kebijakan Publik Teori dan Proses. Jakarta : Media Pressind

Zulfian. 2014. Implementasi Kebijakan Program Pendataan Keluarga Sejahtera


dalam Pendistribusian Alat Kontrasepsi di Kabupaten Sintang. Jurnal
Administrasi Publik Dan Birokrasi, 1(2), 33–43.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1

JADWAL PENELITIAN
Judul : Pelaksanaan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) di Puskesmas
Singgani Kecamatan Palu Timur Kota Palu
Nama : Widya Sari Astuti
NIM : N201 14 013
Januari Februari Maret April Mei
No Kegiatan I II III IV I II III IV I II III IV I II III I I I II I
V I I V
1. Penyusunan
Proposal
2. Penyusunan
Instrumen
3. Ujian
Proposal
4. Perbaikan
Proposal
5. Penelitian
6. Pengolahan
Data
7. Penyusunan
Hasil
8. Seminar
Hasil
9. Revisi Hasil
10. Skripsi
LAMPIRAN 2
SURAT PERMOHONAN MENJADI INFORMAN

Kepada

Yth. Calon Informan

Di Palu

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Tadulako :

Nama : Widya Sari Astuti

Stambuk : N 201 14 013

Akan mengadakan penelitian dengan judul: “Pelaksanaan Pos Pembinaan

Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) di Puskesmas Singgani

Kecamatan Palu Timur Kota Palu”. Maka bersama ini saya memohon kepada

saudara(i) untuk menjadi informan pada penelitian tersebut

Penelitian ini tidak berbahaya dan tidak merugikan saudara(i) sebagai informan.

Kerahasiaan semua dokumentasi akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan

penelitian saja.

Demikian atas perkenaan ijin saudara(i) dan atas perhatian serta kerjasamanya

saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya

Widya Sari Astuti


LAMPIRAN 3

PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN


(Consent)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Menyatakan sesungguhnya bahwa setelah mendapatkan penjelasan penelitian

dan memahami informasi yang diberikan oleh peneliti serta mengetahu tujuan dan

manfaat dari penelitian, maka dengan ini saya secara sukarela bersedia menjadi

informan dalam penelitian ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya serta penuh

kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Palu,……………………2018

Yang Menyatakan
LAMPIRAN 4

PERSETUJUAN PENGAMBILAN GAMBAR INFORMAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Menyatakan dengan ini saya bersedia foto/gambar saya dipublikasikan untuk

kepentingan ilmiah dalam rangka penyusunan Skripsi bagi peneliti dan tidak akan

merugikan saya

Demikian persetujuan ini saya buat dengan sebenar-benarnya serta penuh

kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Palu,……………………2018

Yang Menyatakan

(……………………………..)
LAMPIRAN 5

PEDOMAN WAWANCARA

PELAKSANAAN POS PEMBINAAN TERPADU PENYAKIT TIDAK


MENULAR (POSBINDU PTM) DI PUSKESMAS SINGGANI KECAMATAN
PALU TIMUR KOTA PALU

Informan kunci (Kepala Puskesmas Singgani)


1. Komunikasi
a. Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang sosialisasi kebijakan program Posbindu
yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Palu! (apakah ada sosialisasi
khusus? , berapa kali diterima?, apakah jelas?)
b. Mohon bapak/ibu jelaskan bagaimana sosialisasi kebijakan program kepada
pelaksana kegiatan Posbindu PTM ! (Apa yang dilakukan?,bagaimana cara
sosialisasinya?, kapan dilakukan?)
c. Mohon bapak/ibu jelaskan bagaimana sosialisasi kebijakan program kepada
masyarakat kegiatan Posbindu PTM ! (Apa yang dilakukan?,bagaimana cara
sosialisasinya?, kapan dilakukan?)
d. Mohon bapak/Ibu jelaskan adakah pelatihan dan bimbingan teknik yang
diberikan kepada pelaksana Posbindu PTM! (apa yang dilakukan?,
bagaimana cara sosialisasinya?,kapan? Siapa saja yang mengikuti?)
2. Sumber daya
a. Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai ketersediaan tenaga kesehatan dalam
melaksanakan kegiatan Posbindu PTM ! (jumlah,kompetensi, kecukupan)
b. Mohon bapak/Ibu jelaskan mengenai ketersediaan anggaran? (anggaran dari
mana?, Anggaran Khusus untuk Posbindu?)
c. Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas kesehatan dalam
menunjang kegiatan Posbindu PTM?
3. Disposisi
a. Bagaimana komitmen atau sikap dari petugas puskesmas dalam
melaksanakan program Posbindu PTM?
b. Adakah insentif khususyang diberikan kepada pelaksana Posbindu PTM di
Puskesmas Singgani?
4. Struktur birokrasi
a. Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai kejelasan SOP pelaksanaan Posbindu
PTM?
b. Adakah fragmentasi atau pertanggungjawaban pelaksana Posbindu PTM?
(bagaimana alur sistem Pelaporan?)
c. Adakah SK Pembentukan Posbindu PTM?
d. Bagaimana monitoring program Posbindu PTM?

Informan Biasa (Petugas pengelola Posbindu PTM di Puskesmas Singgani)

1. Komunikasi
a. Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang sosialisasi kebijakan program Posbindu
yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Palu ke Puskesmas Singgani!
(apakah ada sosialisasi khusus?, berapa kali diterima?dalam bentuk
apa?apakah jelas?)
b. Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang sosialisasi kebijakan program Posbindu
yang diberikan oleh Pengelola Posbindu PTM ke kader Posbindu PTM!
(apakah ada sosialisasi khusus?, berapa kali diterima?dalam bentuk apa?)
c. Adakah pelatihan dan dan bimbingan teknik yang diberikan kepada kader!(
apakah ada sosialisasi khusus?, berapa kali dilakukan?dalam bentuk apa?)
d. Mohon Bapak/Ibu jelaskan sosialisasi ke masyarakat tentang kebijakan
program Posbindu PTM (apakah ada sosialisasi khusus?, berapa kali
diterima?dalam bentuk apa?)
e. Adakah kendala yang dihadapi saat memberikan sosialisasi kepada
masyarakat?
2. Sumber daya
a. Bagaimana pemilihan kader dilakukan?
d. Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai ketersediaan tenaga kesehatan atau
kader! (jumlah,kompetensi, kecukupan)
b. Bagaiamana terkait dana dalam pelaksanaan Posbindu PTM?
c. Bagaiamana ketersediaan informasi mengenai Pelaksana Posbindu PTM?(ke
kader dan kelompok sasaran?)
d. Apakah ada wewenang (tanggungjawab) yang diberikan kepada kader?
e. Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas kesehatan dalam
menunjang kegiatan Posbindu PTM?
3. Disposisi
a. Bagaimana komitmen atau sikap pelaksana Posbindu PTM dalam melakukan
kegiatan Posbindu PTM?
b. Adakah motivasi dalam melakukan kegiatan Posbindu PTM!
c. Adakah insentif yang diberikan kepada Pelaksana Posbindu PTM?
4. Struktur Birokrasi
a. Adakah Struktur Organisasi dalam dalam melakukan kegiatan Posbindu
PTM?
b. Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai kejelasan SOP pelaksanaan Posbindu
PTM?
c. Bagaimana pembagian tugas dan tanggungjawab kepada
kader?(optimalkah?)
d. Bagaimana monitoring yang dilakukan oleh Kepala Puskesmas?
e. Bagaimana koordinasi berjenjang dalam pelaksanaan kegiatan Posbindu
PTM ? (bagaimana sistem Pelaporan kader dilapangan?, )
Informan Biasa (Kader)
1. Komunikasi
a. Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang sosialisasi kebijakan program Posbindu
yang diberikan oleh Pengelola Posbindu PTM ke kader! (apakah ada
sosialisasi khusus? , berapa kali diterima?)
b. Bagaimana menurut Bapak/Ibu kejelasan dan informasi yang disampaikan
pada sosialisasi tersebut?
c. Adakah kendala yang dihadapi saat menerima sosialisasi yang diberikan?
d. Adakah pelatihan dan bimbingan teknik yang dilakukan kepada
kader?(kapan?berapa kali? Bentuknya seperti apa?)
2. Sumber daya
a. Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas kesehatan dalam
menunjang kegiatan Posbindu PTM?
b. Apakah informasi mengenai Posbindu PTM mudah untuk didapatkan?
3. Disposisi
a. Bagaimana komitmen atau sikap bapak/ibu dalam melakukan kegiatan
Posbindu PTM?
b. Adakah motivasi dalam melakukan kegiatan Posbindu PTM!
c. Adakah insentif yang diberikan! (mencukupi?)
4. Struktur Birokrasi
a. Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai bagaimana koordinasi berjenjang dalam
pelaksanaan kegiatan Posbindu PTM! (bagaimana sistem Pelaporan kader
dilapangan?, )
b. Bagaimana kader mempertanggungjawabkan amanah yang telah diberikan?
Informan Tambahan (Peserta PTM)
1. Komunikasi
a. Pernahkah bapak/ibu menerima sosialisasi/ penyuluhan tentang kegiatan
Posbindu PTM? (kapan,dimana,siapa yang menyampaikan, siapa pesertanya,
berapa kali diikuti)
b. Apa saja yang disampaikan pada acara sosialisasi tersebut? Bagaimana
penyampaianya?(teknik,media)
c. Apakah sosialisasi yang disampaikan jelas?
d. Adakah kendala yang dihadapi Bapak/Ibu dalam mengikuti sosialisasi?
LAMPIRAN 6

LEMBAR OBSERVASI

No Jenis Pelayanan Posbindu PTM Ya Tidak keterangan

1 Registrasi/Pendaftaran
2 Wawancara
a. Merokok
b. Minuman Alkohol
c. Stres
d. Makan Makanan Asin
e. Makan Makanan Tinggi Lemak
f. Makan Dan Minum Manis
g. Makan Sayur Dan Buah
h. Kurang Aktifitas Fisik
i. Potensi Terjadinya Cedera
3 Pengukuran
a. Pengukuran TB
b. Pengukuran BB
c. Pengukuran IMT
d. Pengukuran Lingkar Perut
e. Analisa Lemak Tubuh
4 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Tekanan Darah
b. Pemeriksaan Gula Darah
c. Pemeriksaan Kolesterol dan trigliserida
d. Pemeriksaan APE
e. Pemeriksaan Pemeriksaan
f. Pemeriksaan Amfetamin
g. Pemeriksaan CBE
h. Pemeriksaan IVA
5 Identifikasi Faktor Risiko PTM dan Konseling
f. Identifikasi faktor risiko PTM
g. Konseling/edukasi/penyuluhan
h. Tindak lanjut/rujukan

Anda mungkin juga menyukai