Anda di halaman 1dari 11

Nama :Imelda Friska Ta’uro

Stambuk : N 101 13 023

Kelompok : III (Tiga)

LEARNING OBJECTIVE

1. Jelaskan mengenai etiologi,epidemiologi,pathogenesis, manifestasi klinik, Faktor resiko,


penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, prognosis dan komplikasi,
dari osteosarcoma !
Jawab :
A. Epidemiologi
Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang merupakan salah satu
keganasan tersering pada anak-anak dan usia dewasa muda. Insidensi
osteosarcoma memiliki sifat bimodal yaitu dengan usia tersering pada anak-anak
dan dewasa muda serta usia tua di atas 65 tahun serta lebih sering terjadi pada
laki-laki daripada wanita dengan perbandingan 1.2:1.
Predileksi tersering pada: lengan atas, tungkai, perbatasan dengan lutut karena
osteosarcoma muncul terutama pada daerah tulang besar dengan rasio
pertumbuhan yang cepat meskipun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi
pada semua tulang.
Ditegakkan berdasarkan anamnesis (usia umumnya muda, adanya keluham nyeri),
pemeriksaan fisik (lokalisasi, besar tumor ), dan pemeriksaan penunjang.
B. Etiologi
Penyebab osteosarcoma klasik bermutu tinggi tidak diketahui.
Hubungan antara kejadian dan tingkat pertumbuhan yang tinggi telah dicatat.
Osteosarcoma kadang-kadang berkembang di daerah-daerah lesi tulang yang sudah ada
sebelumnya seperti penyakit Paget, displasia berserat, infark tulang, atau OI.
C. Manifestasi Klinik
• Nyeri (+ )
• Massa ± ( ada + pada periostel; kadang tidak ada pada intramedulari )
• Edema jaringan lunak ( ± ) • Fraktur tulang ( pada stadium lanjut ) •
Keterbatasan gerak (+ ) • Penurunan berat badan
D. Faktor resiko
Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan patogenesis terjadinya
osteosarkoma adalah: faktor genetik (sindrom Li- Fraumeni, Retinoblastoma
familial, sindrom Werner, Rothmund- Thomson, Bloom), lesi tulang jinak
(Paget, osteomielitis kronis, displasia fibrosis, osteokondroma dll), riwayat
radiasi dan atau kemoterapi, lokasi implan logam.
E. Penatalaksanaan
Terapi pada osteosarkoma meliputi terapi pembedahan ( limb - sparing surgery
atau amputasi ), kemoterapi dan radioterapi yang diberikan konkuren ataupun
sekuensial sesuai indikasi.

1. Pembedahan
Terapi pembedahan merupakan terapi utama pada osteosarkoma yang masih dapat
dioperasi, dengan prinsip pembedahan reseksi en bloc komplit dengan preservasi
organ semaksimal mungkin. Kontraindikasi untuk preservasi organ adalah bila
ada keterlibatan pembuluh darah ataupun struktur saraf, fraktur patologis, adanya
hematoma besar terkait tindakan biopsi.
Limb sparing surgery dilakukan pada high grade osteosarcoma dan respon
baik terhadap kemoterapi ( sel viable < 10 % dan margin jaringan - ),
serta tepi bebas tumor.
Setelah limb sparing surgery maka kemoterapi dilanjutkan sebanyak 2
siklus. Jika setelah 3 bulan dievaluasi terjadi relaps maka dilakukan
amputasi.
Amputasi juga dilakukan pada osteosarcom yang letaknya secara anatomik
tidak menguntungkan dan tidak dapat dilakukan limb sparing dengan
margin yang bersih.
2. Kemoterapi
Kemoterapi pada osteosarkoma: First line therapy
(primary/neoadjuvan/adjuvanttherapy or metastatic disease ) :
• Cisplatin and doxorubicin
• MAP ( High-dosemethotrexate, cisplatin, and doxorubicin )
• Doxorubicin, cisplatin, ifosfamide , and high dose methotrexate
• Ifosfamide, cisplatin, and epirubicin
Second line therapy ( relapsed/ refractory or metastatic disease )
• Docetaxel and gemcitabine
• Cyclophosphamide and etoposide
• Gemcitabine
• Ifosfamide and etoposide
• Ifosfamide, carboplatin, and etoposide
• High dose methotrexate, etoposide, and ifosfamide
Jadwal kontrol pasien dilakukan tiap 3 bulan pada tahun pertama dan
kedua terapi, tiap 4 bulan pada tahun ke 3 , tiap 6 bulan pada tahun ke 4
dan 5, dan follow up pada tahun berikutnya dilakukan setahun sekali. Jika
terjadi relaps maka dilakukan kemoterapi dan / atau reseksi jika
memungkinkan, targeted terapi ( mTOR inhibitor, sorafenib ), stem cell
transplatasi ( HDT/SCT), atau terapi suportif .
Sementara untuk osteosarkoma dengan derajat keganasan tinggi, secara
protokol diberikan kemoterapi neoajuvan terlebih dahulu, lalu di evaluasi/
restaging. Jika setelah neo ajuvan ukuran mengecil dan menjadi resectable
maka dilanjutkan dengan terapi pembedahan (wide excision ). Terapi
setelah pembedahan terbagi menjadi dua tergantung ada tidaknya margin
jaringan setelah operasi.
Sedangkan pembedahan dengan margin (+) yang memberikan respon
buruk maka pertimbangkan mengganti kemoterapi dan juga terapi
tambahan secara lokal ( surgical resection ). Pada pasien dengan margin
jaringan (–) dilanjutkan dengan kemoterapi, 2 siklus.
Pada osteosarcoma derajat keganansan tinggi yang setelah restaging tetap
unresectable maka langsung lakukan radioterapi dan kemoterapi tanpa
pembedahan terlebih dahulu. Pada pasien osteosarcoma yang sudah
bermetastasis maka penatalaksanaan nya terbagi juga menjadi dua yaitu
resectable dan unresectable. Pada yang resectable ( pulmonary, visceral,
atau skeletal metastasis) maka terapi untuk tumor primer nya sama dengan
penatalaksanaan osteosarcoma derajat keganasan tinggi dan didukung
dengan kemoterapi dan juga metastasectomy . Sedangkan pada yang
unresectable penatalaksanaan yang dilakukan adalah kemoterapi,
radioterapi, dan megevaluasi ulang tumor primer untuk mengontrol tumor
secara lokal, paliatif treatment.Kombinasi proton/photon atau proton beam
radioterapi terbukti efektif untuk kontrol lokal pada pasien dengan
Walau kemoterapi menunjukan hasil yang membaik pada pasien non metastatic,
high grade, localized osteosarcoma kemoterapi justru menunjukan hasil kurang
memuaskan pada osteosarkoma yang disertai metastasis.
Pada yang resectable (pulmonary, visceral, atau skeletal metastasis ) maka terapi
untuk tumor primer nya sama dengan penatalaksanaan osteosarcoma derajat
keganasan tinggi dan didukung dengan kemoterapi dan juga metastasectomy.
Sedangkan pada yang unresectable penatalaksanaan yang dilakukan adalah
kemoterapi , radioterapi , dan megevaluasi ulang tumor primer untuk mengontrol
tumor secara lokal.
jika setelah itu pasien memberikan respons yang baik maka lakukan
kontrol sesuai jadwal. Jika setelah kemoterapi dan reseksi ulang terjadi
relaps atau penyakit menjadi progresif maka terdapat beberapa pilihan
penanganan yaitu: reseksi paliatif (jika memungkinkan), kemoterapi
second line, radioterapi paliatif ( radium – 223, Samarium-1 , 153Sm-
EDTMP).
Dengan pendekatan tersebut, 60-70% pasien dapat memiliki kesintasan
hidup jangka panjang. Apabila sudah bermetastasis ke paru, tetapi
terisolasi di paru saja, maka didapatkan nilai 35-40% untuk angka
kesintasan hidup.
Localized disease Menurut rekomendasi guidelines wide excision
merupakan terapi primer pada pasien dengan low grade ( intramedullary
dan surface )oteosarcoma dan lesi periosteal. Setelah wide excision maka
delanjutkan dengan kemoterapi kategori 2b setelah operasi yang
direkomendasikan untuk pasien dengan low grade atau sarcoma periosteal
dengan pathologic findings of high grade disease. kemoterapi yang sama
sebanyak beberapa siklus. Jika respos nya buruk maka pertimbangkan
untuk mengganti regimen. Operasi re-reseksi dengan atau tanpa
radioterapi perludipertimbangkan untuk pasien dengan margin jaringan
positif.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Foto X-ray Gambaran klasik menunjukkan reaksi periosteal, gambaran
litik dan sklerotik pada tulang, formasi matrix osteoid di bawah
periosteum dengan gambaran khas Codman’s triangle , sunburst , dan
moth eaten.
MRI Berguna untuk mengetahui ekstensi tumor, keterlibatan jaringan
lunak sekitar (pembuluh darah, saraf, sendi), serta mencari adanya skip
lessions. Skip lession terjadi < 5% pada osteosarcoma.
Foto x-ray thorax/ CT scan Menyingkirkan adanya metastasis di paru
Bone scan(+) atau PET – CT ( optional ) Menyingkirkan adanya
metastasis di tulang
Biopsi (biopsi Aspirasi Jarum halus (BAJH/FNAB), core biopsy) Berguna
untuk konfirmasi histopatologi ! penegakan diagnosis
Pemeriksaan laboratorium darah (LDH / ALP ) Untuk mengevaluasi
status keadaan umum dan persiapan terapi.
Penilaian skor huvos untuk evaluasi histologik respons kemoterapi
neoadjuvant pre operasi. Penilaian ini dilakukan secara semikuantitatif
dengan membandingkan luasnya area nekrosis terhadap sisa tumor yang
riabel : Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%) Grade 2
: nekrosis >50 - <90 % Grade 3 : nekrosis 90 - 99 % Grade 4
: nekrosis 100 %
G. Prognosis
Beberapa faktor yang menentukan prognosis pada pasien osteosarkoma : Tumor
related:
a. Lokasi tumor
b. Ukuran tumor
c. Umur pasien
d. Metastasis ( ada/tidak, lokasi metastasis )
e. Respons histologi terhadap kemoterapi
f. Tipe dan margin operasi
g. BMI (Body Mass Index): tidak begitu related dengan osteosarcoma tetapi
berhubungan dengan prognosis
h. ALP dan LDH level: menggambarkan luasnya lesi
H. Komplikasi

Sumber : Komite National Penanganan Kanker). 2015. Panduan National


Penanganan Kanker (Kanker Tulang, Osteosarcoma). Versi 1.0.2015.
Kementrian Kesehatan republic Indonesia.

2. Jelaskan perbedaan tumor tulang primer dan sekunder (Benigna dan maligna)!
Jawab :
Secara garis besar kanker tulang dipecah menjadi dua jenis,
Kanker tulang metastatik atau lebih sering disebut juga sebagai kanker tulang
sekunder. Kanker tulang jenis ini disebabkan oleh kanker yang sudah ada di
organ tubuh yang lain sebelum akhirnya menyebar ke tulang. Jadi kankernya
bukan dari tulang. Contohnya adalah kanker paru-paru yang menyebar ke tulang
dimana sel-sel kankernya menyerupai sel-sel paru-paru namun berada pada tulang
yang diserang.
Kanker tulang primer. Kanker yang satu ini memang berasal dari tulang itu
sendiri. Yang termasuk dalam kategori kanker tulang ini adalah: Mieloma
Multipel, Osteosarkoma, Fobrosarkoma, dan Histiositoma Fobrosa Maligna,
Kondrosarkoma, Tumor Ewing, dan Limfoma Tulang Maligna.

Lebih spesifik untuk Osteosarcoma :


Osteosarcoma Primer :
 Muncul de novo
 Paling sering terjadi pada decade kedua kehidupan
 Dapat muncul dimana saj pada bagian tubuh, tetapi tersering pada daerah disekitar
lutut, terutama femur distal dan tibia proksimal.
 Laki-laki paling sering terkena daripada perempuan.
 Penyebab belum diketahui namun, mutasi tampaknya penting dalam pathogenesis
tumor ini.
 Gambaran klinis : osteosarcoma konvensional adalah lesi agresif yang
bermetastasis melalui aliran darah awal perjalanan penyakit. Paru sering menjadi
tempat metastasis.

Osteosarcoma Sekunder :
 Timbul pada kelompok usia yang lebih tua
 Tumor paling sering terbentuk dalam kaitannya dengan penyakit Paget atau
riwayat terpajan radiasi dan walaupun jarang dispalias fibrosa, infark tulang atau
osteomyelitis kronis.
 Gambaran Klinis : Adalah neoplasma yang sangat agresif, kurang berespons
terhadap terapi yang ada saat ini dibandingkan dengan oeteosarcoma
konventional.

Sumber : Kumar Vinay, Cotran S Ramzi & Robbin Stanley L. 2014. Buku Ajar
Patologi. Ed 7. EGC:Jakarta.

3. Bagaimana proses perkembangan tumor musculoskeletal ?


Jawab :
Proses Perkembangan Tumor Muskuloskeletal :
Pada awalnya, neoplasma ini timbul ditandai dengan pembentukam osteoid oleh
sel tumor. Pembentukan osteoid intrinsic jenis ini harus dibedakan dengan
pembentukan tulang pada metastasis osteoblastik, yang osteoidnya diperoduksi
oleh osteoblast reaktif dan bukan ole sel sel neoplastik.
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor.
Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi
atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan
tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.
Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan
periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi
pertumbuhan tulang yang abortif. Kelainan congenital, genetic, gender / jenis
kelamin, usia, rangsangan fisik berulang, hormon, infeksi, gaya hidup,
karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi) dapat menimbulkan tumbuh atau
berkembangnya sel tumor. Sel tumor dapat bersifat benign (jinak) atau bersifat
malignant (ganas). Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga
tumor jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan
sehat sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus
yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai
maka pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi. Sel
tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada
umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke jaringan
sehat sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-
kakinya mencengkeram alat tubuh 12 yang terkena.
Disamping itu sel kanker dapat membuat anak sebar (metastasis) ke bagian alat
tubuh lain yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh
getah bening dan tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke
jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga
fungsi alat tersebut menjadi terganggu.
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak
teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya,
baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau
dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak
teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang
mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra, Ahmad. 1991). Adapun
siklus tumbuh sel kanker adalah membelah diri, membentuk RNA, berdiferensiasi
/ proliferasi, membentuk DNA baru, duplikasi kromosom sel, duplikasi DNA dari
sel normal, menjalani fase mitosis, fase istirahat (pada saat ini sel tidak
melakukan pembelahan).

Sumber : Kumar Vinay, Cotran S Ramzi & Robbin Stanley L. 2014. Buku Ajar
Patologi. Ed 7. EGC:Jakarta.

4. Apakah ada hubungan tumor musculoskeletal dengan trauma musculoskeletal?


Jawab :

5. Apa yang dimaksud dengan CRP ?


Jawab :
CRP merupakan sebuah komponen penting dari sistem imun, kumpulan protein
yang dibuat oleh tubuh kita ketika berhadapan dengan infeksi atau trauma utama.
CRP ditemukan sekitar 70 tahun yang lalu oleh para ilmuwan dengan menyelidiki
respons inflammatory manusia. Akan tetapi, peranan yang dimiliki CRP dalam
penyakit jantung baru ditemukan belakangan ini.
Setiap orang menghasilkan CRP, tetapi dengan jumlah berbeda tergantung pada
beberapa faktor, termasuk faktor genetik dan faktor gaya hidup. Secara umum,
orang yang merokok, memiliki tekanan darah tinggi, berat badan berlebih, dan
tidak mampu aktif secara fisik cenderung memiliki kadar CRP yang tinggi,
sedangkan orang yang kurus dan atletis cenderung memiliki kadar CRP yang
rendah.
Meski demikian, hampir setengah variasi kadar CRP antara setiap orang
diwariskan sehingga menunjukkan kadar yang telah diwariskan orang tua dan
kakek-nenek kepada anda melalui gen-gen yang mereka memiliki. Ini tidak
mengherankan karena peranan fundamental yang dimiliki CRP dalam inflamasi,
sebuah proses sangat penting untuk penyembuhan luka, untuk menghilangkan
bakteri dan virus, dan untuk berbagai proses kunci yang penting bagi
kelangsungan hidup.
Penelitian selama 10 tahun terakhir telah menunjukkan bahwa terlalu banyak
inflamasi pada beberapa keadaan yang bisa memiliki efek berbahaya, khususnya
pada pembuluh darah yang membawa oksigen dan gizi ke semua jaringan tubuh.
Para ilmuwan sekarang ini memahami bahwa atherosklerosis (proses yang
mengarah pada akumulasi kolesterol dalam pembuluh-pembuluh arteri)
merupakan sebuah penyakit inflammatory pembuluh darah, seperti halnya
arthritis yang merupakan penyakit inflammatory pada tulang dan sendi.

Sumber :
C-Reactive Protein: A Simple Test to Help Predict Risk of Heart Attack and Stroke.
Penulis: Paul M Ridker, MD, MPH.2003. Circulation. 2003;108:e81. American Heart
Association, Inc.

6. Apa yang dimaksud dengan Rx Periosteal ?


Jawab :
Periosteum adalah lapisan tebal jaringan fibrosa yang menutupi permukaan
tulang.Periosteum memiliki banyak sekali suplai neurovaskular, dan sel-sel di
lapisan yang lebih dalam yang dapat membentuk tulang. Normalnya, periosteum
tidak tampak pada pencitraan,tetapi bila periosteum berespons terhadap berbagai
cedera tulang, periosteum tersebut dapatmengakibatkan reaksi periosteum
sehingga terlihat sebagai penonjolan tulang yang berasaldari korteks tulang.
Hasil reaksi periosteal ketika tulang kortikal bereaksi terhadap salah satu dari
banyak kemungkinan penghinaan. Tumor, infeksi, trauma, obat-obatan tertentu,
dan beberapa kondisi rematik dapat meningkatkan periosteum dari korteks dan
membentuk berbagai pola reaksi periosteal (Gambar. 1A, 1B, 1C, 1D, 1E, 1F, 1G,
1H, 1I). Munculnya reaksi periosteal ditentukan oleh intensitas, agresivitas, dan
durasi penghinaan yang mendasari. Selain itu, periosteum pada anak-anak lebih
aktif dan kurang patuh terhadap korteks dibandingkan pada orang dewasa.
Dengan demikian, reaksi periosteal dapat terjadi lebih awal dan tampil lebih
agresif pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa.

Ada beberapa pola reaksi periosteum yang disebabkan tumor benignaataupun


maligna. Pembacaan secara cermat pada tulang yang terkena, akan memberikan
petunjuk penting mengenai etiologi reaksi periosteum.

Pola reaksi periosteum


Reaksi periosteum dapat bersifat solid atau putusȬputus (interuptus). Terdiri dari
4 tipe:

1. REAKSI PERIOSTEUM SOLID


Reaksi periosteum undulasi tipis (diagram 19A)
Reaksi tampak sebagai undulasi tepi tulang yang bergelombang (undulasi) di
sekitar korpus tulang, epifisis menjadi tipis. Reaksi periosteum tipe ini cenderung
bilateral dan simetris, lebih sering disebabkan oleh penyakit sistemik daripada
proses lokal. Pada pola ini, jika disebabkan oleh insufisiensi vaskular (baik arteri,
vena atau limfatik), biasanya ditemukan di kakidengan pembengkakan jaringan
lunak. Penyebab reaksi periosteum undulasi yang lain adalah hypertrophic
pulmonary osteoarthropathy (HPOA). Pada pasien ini, tulang yang terkena
tampak osteoporotis. Pasien dengan HPOA mengalami pembengkakan sendi yang
terasa nyeri, terutama pada pergelangan tangan dan kaki. Pasien ini juga mungkin
memperlihatkan jari tabuh (clubbing ęnger).
Reaksi periosteum solid tebal (diagram 19B)
Reaksi periosteum ini cenderung bergabung dengan korteks tulang.Korteks tulang
tampak sklerotik dan menebal. Reaksi ini dapat disebabkan oleh osteoma osteoid,
suatu neoplasma benigna pada tulang.Keadaan ini terjadi pada pasien-pasien
muda yang biasanya datang dengan rasa nyeri. Lesi cenderung timbul pada
tulang-tulang panjang, seperti kolumna femoris, bagian proksimal tibia, fibula,
dan humerus. Lesi tampak sebagai area radiolusen di dalam korteks tulang yang
menebal dengan nidus sklerotik sentral (gambar19.1). Abses Brodie dapat
memiliki gambaran yang serupa (gambar 19.2). Abses Brodie
Paling sering terjadi di metafisis tibia dan lesi tampak sebagai area lusen yang
dikelilingioleh sklerosis yang padat. Korteks tulang dapat mengalami penebalan.
Lesi dapat berada dikorteks ataupun intramedular. Abses Brodie dapat dibedakan
dari osteoma osteoid bila jejak atau saluran sinus dapat dideteksi.
Reaksi periosteum berselubung (cloaking) (diagram 19C)
Reaksi periosteum tipe ini sangat banyak dan menutupi hampir seluruh tulang.
Bila reaksi ini terjadi pada satu tulang, biasanya disebabkan oleh osteomielitis
kronik. Pada reaksi ini biasanya terdapat penebalan dan sklerosis pada tulang
yang terkena (gambar 19.3). Dapat ditemukan daerah radiolusen akibat tulang
yang mengalami involusi dan juga tulang korteks yang lepas dan mati, yang
tampak sangat padat(sekuestrum). Sering kali ditemukan destruksi tulang dan
pembentukantulang baru. Kemungkinan terdapat pembengkakan jaringan lunak.
Saluran sinus yang mengarah pada kulit dapat timbul di dalam jaringan lunak.
Bila reaksi periosteum jenis ini mengenai beberapa tulang pada bayi muda,
diagnosisnya dapat berupa sifilis kongenital yang memiliki tanda osteomyelitis
simetris bilateral yang mengenai banyak tulang .
Reaksi periosteum lamellae (diagram 19D)
Pada gambaran ini, periosteum mempunyai gambaran seperti ȃkulit bawang
dengan banyak lapisan di sekitar korpus tulang. Keadaan ini dapat disebabkan
oleh tumor seperti osteosarkoma dan sarkoma Ewing atau osteomielitis kronik
Penyakit ricket pada anakȬanak juga dapat memberikan gambaran ini karena
osteoid subperiosteum yang tidak terkalsifikasi memisahkan periosteum dan
korteks tulang yang. Tulang yang terkena kurang termineralisasi dengan buruk
dan dapat ditemukan deformitas, yaitu membengkok. Epifisis tampak melebar
karena banyak osteoid yang tidak terosifikasi dan dapat ditemukan metafisis yang
melengkung atau berjumbai-jumbai (fraying). Pada penyakit scurvy, perdarahan
subperiosteum dapat terjadi dan selama penyembuhan, periosteum dapat
mengalami kalsifikasi yang memberikan gambaran lamellae di sekitar tulang.

2. REAKSI PERIOSTEUM PUTUS-PUTUS (INTERUPTUS)


Empat jenis yang akan dibahas adalah:
Reaksi periosteum hair-on-end (diagram 19E) Reaksi ini tampak sebagai penonjolan
lurus pada tulang yang sejajar dengan korteks tulang, seperti rambut yang berdiri di
ujung. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh proses agresif seperti tumor tulang atau
osteomielitis akut. Sarkoma Ewing merupakan tumor yang khas memberikan
gambaran ini. Biasanya disertai dengan destruksi korteks tulang. Sarkoma Ewing
terjadi pada kelompok usia muda, dengan sebagian besar kasus terjadi pada pasien
yang berusia kurang dari 20 tahun. Tulang panjang terkena pada 60% pasien dan 40%
sisanya mengenai tulang pipih. Tumor ini cenderung mengenai diafisis dan terjadi
perubahan destruktif berbentuk ȃmotheatenȄ pada tulang yang terkena. Juga dapat
ditemukan pembengkakan jaringan lunak, namun tidak seperti osteomielitis, biasanya
lapisan jaringan lunak tetap terpelihara. Perubahan foto rontgen pada osteomielitis
akut biasanya mulai tampak setelah beberapa hari (rontgen awal cenderung normal).
Terdapat pembengkakan jaringan lunak yang berdekatan dengan tulang, dan lapisan
lemak mengalami obliterasi. Tempat yang sering terkena adalah metafisis tulang.
Reaksi periosteum “sunray” (diagram 19F).
Pada gambaran ini, spikulum tulang menyebar dari tulang dengan arah divergen,
seperti sinar matahari (gambar 19.8). Jenis reaksi periosteum ini khas terjadi pada
osteosarcoma Tumor tulang primer maligna yang sering dħumpai ini memiliki sia
puncak berkisar 10Ȯ25 tahun, dan memuncak kembali sesudah usia 60 tahun. Tumor
ini cenderung mengenai daerah metadiafisis tulang panjang dan terutama sering terjadi
di sekitar lutut. Biasanya tumor ini meluas dan menghancurkan tulang yang terkena.
Pada tepi lesi, periosteum terangkat oleh tumor dan elevasi ini dikenal sebagai
ȃsegitiga CodmanȄ Biasanya terdapat massa jaringan lunak dan pembentukan tulang
baru yang bersifat tumor abnormal sehingga memberi kan gambaran yang menonjol.
Juga dapat ditemukan fraktur patologis. Segitiga Codman tidak patognomonik untuk
osteosarkoma, dan dapat terjadi pada kondisi apapun yang menyebabkan terangkatnya
periosteum. Pada bagian tepi lesi, periosteum yang terangkat mengalami kalsifikasi,
membentuk segitiga dengan korteks tulang. Walaupun tidak spesifik, segitiga Codman
cenderung timbul pada lesi yang lebih agresif seperti tumor atau infeksi. Metastasis
tulang, khususnya yang berasal dari tumor kolon, juga dapat menyebabkan reaksi
periosteum sunray.
Reaksi periosteum amorfik putus-putus (diagram 19G)
Reaksi periosteum jenis ini terputus dan tampak ireguler. Biasanya merupakan hasil
reaksi terhadap proses lokal. Fraktur yang menyembuh merupakan penyebab sering
terjadinya gambaran ini dan dengan pemeriksaan secara cermat pada tulang yang
terkena akan terlihat garis fraktur. Penebalan korteks tulang juga dapat ditemukan.
Pada beberapa keadaan, reaksi periosteum dapat disebabkan oleh fraktur stres dan
sering terjadi pada korteks posteroȬmedial tibia proksimal dan metatarsal II. Biasanya
disertai dengan penebalan kortek. Gambaran reaksi periosteum ini kadang kala tampak
pada osteomielitis akut dini dan akan disertai dengan perubahan litik destruktif pada
tulang yang berdekatan. Pada stadium yang lebih lanjut, gambaran reaksi periosteum
tersusun menjadi lamela dan membentang sejajar dengan korpus tulang.

Sumber : Rich S. Rana1, Jim S. Wu and Ronald L. Eisenberg. American Journal of


Roentgenology. 2009;193: W259-W272. Department of Radiology, Beth Israel
Deaconess Medical Center, 330 Brookline Ave., Boston, MA 02215

7. Apa yang dimaksud dengan Lytic Lession ?


Jawab :
Lesi litik tulang adalah presentasi radiologi sering ditemukan pasien terlihat dalam
praktek ortopedi. Sebuah spektrum lesi patologis dapat disajikan dalam bentuk ini dari
inflamasi kondisi neoplastik.
Histopatologis adalah orang terakhir untuk memandu ahli bedah ortopedi untuk
pengobatan pasien dengan lesi litik. Lesi litik tulang adalah temuan radiologi yang paling
umum dalam berbagai penyakit tulang termasuk lesi inflamasi dan neoplastik. Dalam lesi
osteolitik yang hadir di mana proses destruktif melampaui meletakkan tulang baru.
Metastase tulang litik harus lebih besar dari 1 cm dan telah menghancurkan 30-50% dari
kepadatan tulang agar dilihat oleh x-ray. [1] Hal ini penting untuk diingat, bagaimanapun,
bahwa beberapa proses jinak seperti osteomyelitis dapat meniru tumor ganas, dan
beberapa lesi ganas seperti metastasis atau myeloma, bisa meniru jinak. Sulit untuk
menentukan radiologi dengan pencitraan film biasa apakah lesi litik jinak atau ganas.

Sumber : V Popat, V Sata, D Vora, V Bhanvadia, M Shah, L Kanara. Role Of


Histopathology In Lytic Lesions Of Bone – A Study Of Seventy Cases Of Lytic Lesion Of
Bone.. The Internet Journal of Orthopedic Surgery. 2010 Volume 19 Number 1

Anda mungkin juga menyukai