Disusun Oleh :
A. LATAR BELAKANG
Regulasi merupakan sebuah istilah yang biasa dipakai dalam segala bidang, pengertian cukup
luas. Membuat istilah ini mampu mewakili segala segiilmu. Pengertian regulasi menurut para
ahli pun cukup beragam menyesuaikan bidang dan segi ilmu yang dikaji tersebut. Regulasi
sering kali dikaitkan dengan suatu peraturan dalam kehidupan. Peraturan tersebut bisa berupa
peraturan yang mengikat suatu kelompok, lembaga, atau organisasi untuk mencapai suatu tujuan
tertentu dalam kehidupan bersama, bermasyarakat dan bersosialisasi.
Dalam kamus besar bahsa Indonesia, regulasi diartikan sebagai sebuah peraturan secara lebih
lengkap, regulasi merupakan cara untuk mengendalikan manusia atau masyarakat dengan suatu
aturan atau pembatasan tertentu. Penerapan regulasi bisa dilakukan dengan berbagai macam
bentuk, yakni batasan hukum yang diberikan oleh pemerintah, regulasi oleh suatu perusahaan
dan sebagainya.
Profesi farmasi adalah profesi yang menyangkut manusia sehingga diatur melalui peraturan
peraturan perundang-undangan yang sangat rinci. Banyak sekali peraturan yang menyangkut
profesi dan kegiatan profesi.
1. Undang-undang (UU)
2. Peraturan Pemerintah (PP)
3. Peraturan Presiden (Perpres)
Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia. Menurut Kepmenkes No.
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apoteker adalah
sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
sebagai Apoteker. Setiap profesi harus disertifikasi secara resmi oleh lembaga keprofesian untuk
tujuan diakuinya keahlian pekerjaan keprofesiannya dan proses ini sering dikenal
dengan kompetensi Apoteker.
Kompetensi Apoteker menurut International Pharmaceutical Federation (IPF) adalah
kemauan individu farmasis untuk melakukan praktek kefarmasian sesuai syarat legal
minimum yang berlaku serta mematuhi standar profesi dan etik kefarmasian.
B. Tujuan
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan,
Meningkatkan disiplin atas peraturan Perundang-undangan yang telah di tetapkan.
Agar dapat menjalankan pekerjaan kefarmasian tanpa ada kesalahan.
Untuk mengetahui peran Apoteker dalam penjaminan mutu layanan farmasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Permasalahan
1. Apoteker berada di apotek, pelayanan resep obat keras dilayani oleh tenaga teknis
kefarmasian
Judul/pasal/ayat per uu/butir pedoman disiplin/butir kode etik serta identifikasi mengapa
disebut pelanggaran :
Identifikasi : Pada kasus ini, Apoteker tidak melakukan pelayanan kefarmasian terhadap resep
obat keras oleh dirinya sendiri, melainkan mendelegasikannya kepada Tenaga Teknis
Kefarmasian walaupun Apoteker tersebut berada di Apotek.
Identifikasi : Pada kasus ini, Apoteker yang berada di apotek mendelegasikan penyerahan obat
keras kepada Tenaga Teknis Kefarmasian, sehingga penatalaksanaan kefarmasian praktik
kefarmasian dilakukan dengan yang tidak seharusnya dan tidak bertanggung jawab kepada
profesi.
Pedoman Kode Etik Apoteker Indonesia Butir 7 yang berbunyi: “Seorang Apoteker harus
menjadi sumber informasi seduai dengan profesinya”.
Identifikasi: pada kasus ini, apoteker mendelegasikan penyerahan obat keras kepada Tenaga
teknis Kefarmasian, padahal PIO itu harus dilakukan oleh Apoteker serta informasi yang
diberikan bisa dijaminkualitasnya dan dapat dipertanggung jawabkan.
B. Solusi
Regulasi farmasi dan perundang-undangan sangatlah penting dalam praktek profesi kefarmasian
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan serta untuk mengetahui pembaharuan atau peraturan
yang di tetapkan oleh perUndang-undangan yang telah di tetapkan.
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat
menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apoteker berusaha dengan sungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan kefarmasian secara
profesional.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA