Anda di halaman 1dari 14

Bab IV

Model Difusi Oksigen di Jaringan


dengan Laju Konsumsi Linier terhadap
Konsentrasi

Proses metabolisme yang terjadi di jaringan menggunakan oksigen sebagai ba-


han utamanya. Dalam hal ini diasumsikan laju konsumsi oksigen di jaringan
nilainya bergantung lurus terhadap konsentrasi. Sehingga g(c̃) pada per-
samaan (2.6) dapat dituliskan g(c̃) = κc̃, dengan κ adalah konstanta.

IV.1 Solusi Keadaan Tunak

Persamaan difusi untuk daerah jaringan dengan konsumsi oksigen linier ter-
hadap konsentrasi diberikan oleh
 2 
∂ c̃ 1 ∂c̃
Dj + = κc̃. (4.1)
∂r̃ 2 r̃ ∂r̃

Pada Bab III, telah diasumsikan bahwa konsentrasi oksigen di dinding kapiler
sama dengan nilai konsentrasi oksigen di dalam darah. Pada bab ini dia-
sumsikan dinding kapiler mempunyai koefisien perpindahan massa h, yang
didefinisikan :
∂c̃
−Dj = h(c̃k − c̃) pada r̃ = a, (4.2)
∂r̃
dimana c̃k adalah konsentrasi oksigen di kapiler, yang dalam arah radial ni-
lainya konstan, c̃k = c̃k (z̃). Persamaan (4.2) merupakan syarat batas yang
menghubungkan persamaan difusi di jaringan dengan persamaan untuk perbe-
daan konsentrasi di darah dan di dinding kapiler. Pada dinding luar jaringan,
aliran konsentrasi oksigen bernilai nol, sehingga

∂c̃
(b) = 0. (4.3)
∂r̃
23

Di dalam kapiler, terdapat kondisi kesetimbangan, yaitu laju konsentrasi oksi-


gen yang berpindah ke jaringan adalah sama dengan laju pengadaan oksigen.
Karena dinding kapiler mempunyai ketahanan perpindahan massa, maka per-
samaan untuk daerah kapiler adalah:
dc̃k
−huiπa2 = 2πah(c̃k − c̃), (4.4)
dz̃
dimana nilai c̃ dihitung pada r̃ = a. Terdapat suatu kondisi bahwa konsentrasi
oksigen di ujung awal kapiler adalah cin , berarti:

c̃k = cin pada z̃ = 0. (4.5)

Masalah syarat batas (4.1)-(4.5) dapat dituliskan dalam bentuk tak berdi-
mensi, dengan penskalaan:

c̃ = ccin , r̃ = ar, z̃ = az.

Sehingga persamaan difusi untuk daerah jaringan adalah:


∂ 2 c 1 ∂c
+ = k2 c, (4.6)
∂r 2 r ∂r
2 1
dimana k = ( κa
Dj
) 2 . Persamaan konsentrasi untuk daerah kapiler adalah:

dck
−huiπa = 2πah(ck − c) pada r = 1. (4.7)
dz
Syarat batas untuk persamaan (4.6) dan (4.7) diberikan oleh:

∂c b
= 0 pada r = , (4.8)
∂r a
∂c ha
= − (ck − c) pada r = 1. (4.9)
∂r Dj
ck = 1 pada z = 0. (4.10)

Solusi persamaan (4.7) dengan batas (4.10) adalah:


   
−2βυ h
ck (z) = exp z , (4.11)
̟ + βυ hui
24

dan penyebaran konsentrasi untuk daerah jaringan adalah:

 
ck (z) b b
c(r, z) = I0 (kr)K1 (k ) + K0 (kr)I1 (k ) , (4.12)
̟ + βυ a a

1
(κDj ) 2 2 1
dimana β = h
, k = ( κa
Dj
) 2 , I dan K adalah fungsi Bessel Termodifikasi,
serta

b b
̟ = I0 (k)K1 (k ) + K0 (k)I1 (k ), (4.13)
a a
b b
υ = K1 (k)I1 (k ) − I1 (k)K1 (k ). (4.14)
a a

Langkah penyelesaian persamaan (4.7) dan (4.6), secara rinci terdapat pada
lampiran B. Gambar 4.1 dan 4.2 berturut-turut menunjukkan penyebaran ok-
b
sigen dalam arah aksial dan radial untuk parameter a
= 11, κ = 5sec−1 , Dj =
1600µ2/sec, h = 100µ/sec, cin = 0.2ml O2 /ml darah, dan hui = 400µ/sec.

kapiler
1 r=1.005
r=11

0.8

0.6
c

0.4

0.2

0 5 10 15 20
z

Gambar 4.1: Grafik Konsentrasi Oksigen dalam Arah Aksial


untuk g(c) = k2 c.
25

1 z=0
z=10
z=20
0.8

0.6

0.4

0.2

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Gambar 4.2: Grafik Konsentrasi Oksigen dalam Arah Radial


untuk g(c) = k2 c.

Untuk daerah kapiler, penyebaran oksigen dalam arah radial telah diasumsikan
bernilai konstan. Sedangkan dalam arah aksial, semakin besar jarak dari inlet
konsentrasi oksigen semakin kecil. Karena terdapat ketahanan perpindahan
massa pada dinding kapiler, maka penyebaran oksigen pada dinding kapiler
tidak kontinu. Sejalan dengan bertambah besarnya jarak dari dinding kapiler,
nilai konsentrasi oksigen di jaringan menurun.

Pada kasus laju konsumsi oksigen linier ini, dikaji juga beberapa keadaan fisis
dari pembuluh kapiler beserta jaringan yang melingkupinya.

IV.1.1 Jaringan yang Tipis

Jika jarak antara sebuah kapiler dengan kapiler yang lainnya berdekatan, maka
daerah jaringan mempunyai ukuran tipis. Berdasarkan persamaan (4.12)-
b
(4.11), untuk a
→ 1, penyebaran konsentrasi oksigen di kapiler dan jaringan
ditunjukkan oleh Gambar 4.3 dan Gambar 4.4. Parameter yang digunakan
b
adalah a
= 1.03, h = 100µ/sec, κ = 5sec−1 , Dj = 1600µ2/sec.
26

1.05
kapiler
r=1.0004
r=1.03

0.95

0.9
0 5 10 15 20
z

Gambar 4.3: Grafik Konsentrasi Oksigen dalam Arah Aksial


untuk ab → 1.

1.04 z=0
z=10
1.02 z=20

0.98

0.96

0.94

0.97 0.98 0.99 1 1.01 1.02 1.03

Gambar 4.4: Grafik Konsentrasi Oksigen dalam Arah Radial


untuk ab → 1.

Kondisi jaringan yang tipis, menyebabkan jumlah oksigen yang dikonsumsi


oleh jaringan adalah sedikit. Sehingga oksigen yang dilepaskan dari kapiler
pun tidak besar. Karena dinding kapiler mempunyai ketahanan perpindahan
massa, maka konsentrasi oksigen di dinding kapiler tidak kontinu.

IV.1.2 Jaringan yang Tebal


b
Untuk jaringan yang sangat tebal, a
→ ∞, maka I0 (x) → ∞. Hal tersebut
akan memberikan solusi yang tidak terbatas. Oleh karena itu fungsi Bessel
27

yang digunakan hanyalah K0 (kr), dan kondisi batas (4.5) tidak digunakan
(lihat lampiran B).

Fungsi konsentrasi pada jaringan adalah:

ck (z) exp (k) exp (−kr)


c(r, z) = √ D
, (4.15)
r[(1 + 2k) 2haj + 1]

dan fungsi konsentrasi pada kapiler adalah:

" ! #
2h 1
ck (z) = exp Db
−1 z . (4.16)
hui [(1 + 2k) 2ha + 1]

Kondisi jaringan yang sangat tebal (b → ∞), menyebabkan besarnya jumlah


oksigen yang dikonsumsi oleh jaringan. Berdasarkan Gambar 4.5, konsentrasi
oksigen di kapiler dalam arah aksial menurun dengan tajam. Dalam arah
radial, konsentrasi oksigen di jaringan menurun seiring dengan bertambahnya
jari-jari.

kapiler
1 r=1.05
r=15

0.8

0.6
c

0.4

0.2

0 5 10 15 20
z

Gambar 4.5: Penyebaran Konsentrasi Oksigen dalam Arah Aksial


untuk ab → ∞.
28

1 z=0
z=10
0.8 z=20

0.6
c

0.4

0.2

0 5 10 15
r
Gambar 4.6: Penyebaran Konsentrasi Oksigen dalam Arah Radial
untuk ab → ∞.

Berdasarkan pemodelan tersebut, dapat diketahui alasan mengapa di tubuh


kita terdapat kapiler dengan jumlah sangat banyak. Jika jarak antara kapiler
yang satu dengan yang lainnya berjauhan maka kebutuhan oksigen di jaringan
tidaklah dapat dicukupi oleh kapiler-kapiler tersebut. Oleh karena itu, jarak
antara kapiler yang satu dengan yang lainnya haruslah saling berdekatan. Ber-
dasarkan Ross J [6], dalam otot seberat 1 kg memuat kapiler dengan panjang
190 km, serta luas permukaan kapiler 12 m2 .

IV.1.3 Koefisien Perpindahan Massa Tinggi

Ketika koefisien perpindahan massa mempunyai nilai yang tinggi, dinding


kapiler sangat mudah ditembus oleh oksigen. Sehingga berlaku:

ck (z) = c(1, z) (4.17)

Untuk h → ∞, maka persamaan (4.12) dan (4.11) menjadi

I0 (kr)K1 (k ab ) + K0 (kr)I1 (k ab )
c(r, z) = ck (z), (4.18)
̟

dan "   12 #
−2υ kDj
ck (z) = exp z . (4.19)
̟ hui2
29

Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 berturut-turut menunjukkan penyebaran kon-


b
sentrasi oksigen dalam arah radial dan aksial, dengan parameter a
= 11,
Dj = 1600µ2/sec, dan κ = 5sec−1 .

z=0
1 z=1
z=3

0.8

0.6
c

0.4

0.2

0 2 4 6 8 10
r

Gambar 4.7: Grafik Konsentrasi Oksigen dalam Arah Radial


untuk h → ∞.

kapiler
1 r=2
r=11

0.8

0.6
c

0.4

0.2

0 1 2 3 4 5 6
z

Gambar 4.8: Grafik Konsentrasi Oksigen dalam Arah Aksial


untuk h → ∞.

Berdasarkan Gambar 4.7 dan Gambar 4.8, konsentrasi oksigen di jaringan


menurun seiring dengan bertambahnya jari-jari. Karena dinding kapiler tidak
mempunyai ketahanan perpindahan massa, oksigen dapat langsung berpindah
30

ke jaringan. Sehingga konsentrasi oksigen di kapiler dalam arah aksial menurun


lebih cepat jika dibandingkan dengan h < ∞.

IV.1.4 Koefisien Perpindahan Massa menuju nol

Ketika koefisien transfer massa bernilai mendekati nol (β → ∞), dinding


kapiler sangat sulit ditembus oleh penetrant, sehingga di seluruh daerah jaringan
tidak mendapat pasokan oksigen dari kapiler. Fungsi konsentrasi di jaringan:
 
ck b b
lim c(r, z) = lim I0 (kr)K1 (k ) + K0 (kr)I1 (k ) (4.20)
β→∞ β→∞ ̟ + βυ a a
= 0 (4.21)

Sedangkan untuk daerah kapiler, karena tidak ada oksigen yang berpindah ke
jaringan, maka fungsi konsentrasi pada daerah ini bernilai konstan, yaitu sama
dengan c pada posisi z = 0.
   
−2βυ h
lim ck (z) = lim exp z (4.22)
h→0 h→0 ̟ + βυ hui
= 1 (4.23)

IV.2 Solusi Keadaan Tidak Tunak dengan Aliran Darah Bersifat


Pulsatil

Ketika t̃ = 0 konsentrasi oksigen di daerah jaringan dimisalkan konstan, yaitu


sebesar ca . Kemudian mengalir darah di dalam kapiler. Karena aliran darah
di kapiler bersifat pulsatil, maka untuk t̃ > 0 diasumsikan nilai konsentrasi di
r̃ = a bersifat periodik. Persamaan konsentrasi oksigen untuk daerah jaringan
adalah:  
∂c̃ ∂ 2 c̃ 1 ∂c̃
− + Dj + = κc̃,
∂ t̃ ∂r̃ 2 r̃ ∂r̃
dengan batas


c̃(a, t̃) = ca + ca sin( t̃), (4.24)
T1
∂c̃
(b, t̃) = 0, (4.25)
∂r̃
c̃(r̃, 0) = ca , (4.26)
31

dimana T1 adalah periode. Berdasarkan batas (4.24), dapat diketahui bahwa


c̃(a, 3T41 ) = 0.

1.8

1.6

1.4

1.2
f(t)

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 5 10 15 20 25 30
t

Gambar 4.9: Grafik c̃(a, t̃) untuk ca = 1 dan T1 = 0.5.

Agar variabel dan parameter tidak berdimensi, dilakukan penskalaan:

a2
c̃ = ca c, r̃ = ar, t̃ = t.
Dj

Sehingga diperoleh:
∂c ∂ 2 c 1 ∂c
− + + = kc, (4.27)
∂t ∂r 2 r ∂r
dengan batas:


c(1, t) = 1 + sin( t), (4.28)
  T
∂c b
,t = 0, (4.29)
∂r a
c(r, 0) = 1, (4.30)

κa2 T1 Dj
dimana k = Dj
,T = a2
.

Untuk menyederhanakan masalah nilai awal dan syarat batas tersebut, dibuat
pemisalan:
c(r, t) = c1 (r, t) + c2 (r, t) + c3 (r, t),

dan skema penyelesaian masalah (4.27)-(4.30) terdapat pada Gambar 4.10.


32

Misalkan c(r, t) = c1(r, t) + c2(r, t) + c3(r, t)

1 1 1
-c1t + c1rr+ c1r -c2t + c2rr+ c2 r -c3t + c3rr+ c3 r
r r r

æ 2p t ö
b b sin ç ÷
c1r ( ) c2 r ( ) è T ø
a a b
c3r ( )
a

Misalkan c1 (r , t )

1 1
urr + ur -wt + wrr + wr
r r

b b
ur ( ) wr ( )
a a

Gambar 4.10: Skema Penyelesaian.

Solusi untuk c2 (r, t).


Misalkan c2 (r, t) = Φ(r)Ψ(t) , maka

1
−Φ(r)Ψ′ (t) + Φ′′ (r)Ψ(t) + Φ′ (r)Ψ(t) − kΦ(r)Ψ(t) = 0,
r
Φ′′ (r) 1 Φ′ (r) Ψ′ (t)
+ −k = = −λ2 .
Φ(r) r Φ(r) Ψ(t)
Akibatnya diperoleh dua buah persamaan diferensial, yaitu:

Ψ′ (t) + λ2 Ψ(t) = 0 dan (4.31)


1
Φ′′ (r) + Φ′ (r) + (λ2 − k)Φ(r) = 0. (4.32)
r
Solusi untuk persamaan (4.31) adalah Ψ(t) = C1 exp(−λ2 t), dimana C1 adalah
konstanta. Misalkan σ 2 = λ2 − k, maka

Φ(r) = C2 J0 (σr) + C3 Y0 (σr),

dimana C2 , C3 merupakan konstanta, J0 dan Y0 masing-masing merupakan


fungsi Bessel orde nol. Berdasarkan syarat batas, maka

0 = C2 J0 (σ) + C3 Y0 (σ),
b b
0 = −C2 σJ1 (σ ) − C3 σY1 (σ ).
a a
33

Agar solusi tidak trivial, maka haruslah σ merupakan solusi dari

b b
−J0 (σ)Y1 (σ ) + Y0 (σ)J1 (σ ) = 0. (4.33)
a a

Nilai C2 dan C3 berturut-turut adalah Y0 (σ) dan −J0 (σ), sehingga

Φ(r) = Y0 (σ)J0 (σr) − J0 (σ)Y0 (σr). (4.34)

c2 (r, t) = C1 Φ(r) exp(−λ2 t). (4.35)

Karena persamaan differensialnya homogen dan terdapat tak hingga buah σ


yang memenuhi (4.33) maka kombinasi linier dari (4.35) juga merupakan solusi.
Sehingga:

X
c2 (r, t) = αn Φn (r) exp(−λ2n t),
n=1

dimana
Φn (r) = Y0 (σn )J0 (σn r) − J0 (σn )Y0 (σn r). (4.36)

Untuk memperoleh nilai αn , kita punya nilai awal c2 (r, 0) = 1, maka


X
1= αn Φn (r).
n=1

Sehingga
R b/a
rΦn (r)dr
αn = R1b/a
1
rΦ2n (r)dr
πJ12 (σn ab )
= − .
J02 (σn ) − J12 (σn ab )

Solusi untuk c1 (r, t).


Berdasarkan bagan c1 (r, t) = u(r) + w(r, t).
Solusi untuk u(r) (lihat Lampiran D) adalah
√ √ √ √
I0 ( kr)K1 ( k ab ) + K0 ( kr)I1 ( k ab )
u(r) = √ √ √ √ . (4.37)
I0 ( k)K1 ( k ab ) + K0 ( k)I1 ( k ab )
34

Untuk mencari w(r, t), prosesnya sama seperti mencari c2 (r, t), yang membe-
dakan adalah koefisien untuk kombinasi liniernya.


X
w(r, t) = βn Φn (r) exp(−λ2n t),
n=1

R b/a R b/a
−u(r)rΦn (r)dr [ −u(r)rΦn (r)dr ]J12 (σn ab )π 2 σn
2
dimana βn = 1
R b/a = 1
2[J02 (σn )−J12 (σn ab )]
.
1 rΦ2n (r)dr
Nilai βn dihitung dengan bantuan program Mapple 9.

Solusi untuk c3 (r, t).

Solusi c3 (r, t) dicari dengan menggunakan teorema Duhamel, yaitu

Z 
t
d sin 2πτ
T
c3 (r, t) = s(r, t − τ ) dτ,
0 dτ

dimana s(r, t) merupakan solusi dari persamaan differensial tersebut dengan


batas bernilai 1 dan nilai awal nol, dengan kata lain s(r, t) = c1 (r, t). Karena
c1 (r, t) telah diperoleh pada bagian sebelumnya, maka

Z t  
2π 2πτ
c3 (r, t) = u(r) cos dτ +
0 T T
Z "∞ #  
t
2π X 2 2πτ
βn Φn (r) exp(−λn (t − τ )) cos dτ.
0 T n=1 T

Sehingga (lihat Lampiran C) diperoleh:

 
2πt
c3 (r, t) = u(r) sin +
T

"   #
2π X 2π
T
sin 2πt
T
+ λ2n cos 2πt
T
− λ2n exp(−λ2n t)
βn Φn (r)  .
T n=1 2π 2
T
+ λ4n

Gambar 4.11 menunjukkan perbandingan solusi analitik dengan numerik. Ber-


dasarkan gambar tersebut, solusi analitik dan numerik memberikan hasil yang
sama.
35

t=6 t=20
2 2
Analitik Analitik
1.8 Numerik 1.8 Numerik

1.6 1.6

1.4 1.4

1.2 1.2
c c
1 1

0.8 0.8

0.6 0.6

0.4 0.4

0.2 0.2

0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
r* r*

Gambar 4.11: Perbandingan Solusi Numerik dan Analitik.

Gambar 4.12 menunjukkan proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan


b
untuk parameter a
= 11, T = 8.89, k = 0.0028. Karena kondisi batas pada
r = 1 berupa fungsi periodik, maka konsentrasi oksigen di jaringan terus men-
galami perubahan. Pada daerah jaringan, terdapat r ∗ dimana untuk r < r ∗
nilai konsentrasi oksigen mengalami perubahan mengikuti nilai konsentrasi di
dinding kapiler, dan untuk r > r ∗ , nilai konsentrasi oksigen tidak terpengaruh
oleh penyediaan dari dinding kapiler.

r*
Gambar 4.12: Proses Penyebaran Oksigen di Jaringan
dengan Laju Konsumsi Linier.

Anda mungkin juga menyukai