Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN
A. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran Siswa
Dengan adanya peranan bimbingan tersebut diharapkan semua persoalan
yang dihadapi anak didik dapat diantisipasi sedini mungkin. Menurut Bimo Walgito
bimbingan dan penyuluhan di sekolah dapat dilaksanakan dengan bermacam sifat:
1. Preventif, yaitu bimbingan yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah
jangan sampai timbul kesulitan yang menimpa diri anak atau individu.
2. Korektif, yaitu memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang
dihadapi oleh individu.
3. Preservatif, yaitu memelihara atau mempertahankan yang telah baik, jangan
sampai menjadi keadaan yang tidak baik (Walgito, 1984:26)
Dari uraian tersebut dapat ditarik benang merah bahwa peranan dari pada bimbingan
dan penyuluhan sangat diperlukan oleh siswa dalam rangka untuk mencapai tujuan
dari pada pendidik dan pengajaran.
Pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan di sekolah
mempunyai dua tujuan yaitu :
1. Tujuan bimbingan dapat dibedakan atas tujuan sementara dan tujuan akhir.
Tujuan sementara adalah supaya orang bersikap dan bertindak seperti dalam
situasi hidupnya sekarang ini. Sedangkan tujuan akhir adalah supaya orang
mampu mengatur kehidupannya sendiri, mengambil sikapnya sendiri dan
menanggung sendiri resiko dari tindakan-tindakannya (Winkel, 1991:17).
Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa tujuan dari bimbingan dapat
dibedakan atas tujuan sementara dan tujuan akhir. Tujuan sementara adalah
supaya orang bersikap dan bertindak sendiri dalam situasi hidupnya sekarang
ini. Misalnya melanjutkan sekolah, mengambil sikap dan pergaulan,
mendaftarkan diri pada fakultas Perguruan Tinggi tertentu. Tujuan akhir adalah
supaya orang mampu mengatur kehidupannya sendiri, mempunyai pandangan
sendiri dan menanggung sendiri konsekuensi atau resiko dari tindakannya
sendiri.
B. Konsep, Prinsip, dan asas Pokok BK
Prinsip Dalam Bimbingan Dan Koseling
Sebagaimana kita ketahui bahwa prinsip merupakan paduan hasil kajian
teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan
sesuatu yang dimaksudkan. Pemahaman tentang prinsip – prinsip dasar dari
bimbingan dan konseling ini sangat penting dan perlu terutama dalam penerapan
di lapangan. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan diri dari kesalahan dan
penyimpangan – penyimpangan dalam praktik pemberian layanan bimbingan dan
konseling. Adapun prinsip – prinsip dari bimbingan dan konseling, antara lain :

1. Prinsip – prinsip umum


Prinsip – prinsip umum, meliputi :
a. Bimbingan berhubungan dengan sikap, tingkah laku dan lainnya dari individu
yang terbentuk dari segala aspek kepribadian yang unik dan ruwet.
b. Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbing.
c. Masalah yang tidak dapat dipecahkan di sekolah harus diserahkan pada
individu atau lembaga yang mampu dan berwenang melakukannya.
d. Bimbingan harus dimulai dengan identifikasi kebutuhan – kebutuhan yang
dirasakan oleh individu yang dibimbing.
e. Bimbingan harus fleksibel sesuai dengan program pendidikan sekolah yang
Bersangkutan.
f. Pelaksanaan program bimbingan harus dipimpin oleh seorang petugas yang
memiliki keahlian dalam bidang bimbingan.
g. Terhadap program bimbingan harus ada penilaian yang teratur.

2. Prinsip – Prinsip Khusus


a. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseling.
Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua klien atau
konseling, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria
maupun wanita; baik anak-anak, remaja maupun dewasa. Dalam hal ini
pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan
pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan
teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
b. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi.
Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui
bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan
keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus
sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya
menggunakan teknik kelompok.
c. Bimbingan menekankan hal yang positif.
Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang
negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara
yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut,
bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan
dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun
pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan
peluang untuk berkembang.
d. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama.
Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi
juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan
peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
e. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan
dan konseling.
Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan
pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk
memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat
penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan
oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-
timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui
pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan
secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus
dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan
kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil
keputusan.
f. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan)
Kehidupan.
Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di
Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri,
lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya.
Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek
pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
 Asas Dalam Bimbingan Dan Konseling
1. Asas Kerahasiaan (confidential); yaitu asas yang menuntut
dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik (klien) yang
menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan
tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru
pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua
data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2. Asas Kesukarelaan; yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan
kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang
diperuntukkan baginya. Guru Pembimbing (konselor) berkewajiban
membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3. Asas Keterbukaan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik
(klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak
berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri
maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang
berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor)
berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Agar
peserta didik (klien) mau terbuka, guru pembimbing (konselor) terlebih
dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini
bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan dan kekarelaan.
4. Asas Kemandirian; yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum
bimbingan dan konseling; yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-
individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan
lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta
mewujudkan diri sendiri. Guru Pembimbing (konselor) hendaknya
mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi
berkembangnya kemandirian peserta didik.
5. Asas Kekinian; yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan
bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta
didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa
depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang
ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.
6. Asas Kedinamisan; yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan
terhadap sasaran layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak
maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai
dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
7. Asas Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru
pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan
terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai
pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting
dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
8. Asas Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma,
baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu
pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh
lagi, melalui segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini
harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam
memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
9. Asas Keahlian; yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah
profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli
dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing
(konselor) harus terwujud baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan dalam penegakan
kode etik bimbingan dan konseling.
10. Asas Alih Tangan Kasus; yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak
yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling
secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien)
kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru
pembimbing (konselor)dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua,
guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru
pembimbing (konselor), dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak
yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah
maupun di luar sekolah.
11. Asas Tut Wuri Handayani; yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan
bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana
mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan
memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-
luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.
C. Orientasi Layanan dan Kode Etik BK
Orientasi layana meliputi :
1. Orientasi individual
Pada hakekatnya setiap individu itu mempunyai perbedaan satu sama
lainnya. Perbedaan itu dapat bersumber dari latar belakang pengalamannya,
pendidikan, sifat-sifat kepribadian yang dimiliki an sebagainya. Menurut
Willer Man (1979) anak kembar satu telur pun juga mempunyai perbedaan
apalagi dibesarkan dalam lingkungan berbeda. Ini dibuktikan bahwa kondisi
lingkungan juga ikut andil terjadinya perbedaan individu. Taylor (1956) juga
menyatakan kelas sosial dapat menimbulkan perbedaan individu.
Perbedaan latar belakang kehidupan individu ini dapat mempengaruhi
dalam cara berpikir, cara berperasaan dan cara menganalisis masalah dalam
layanan bimbingan dan konseling hal ini harus menjadi perhatian besar.
2. Orientasi perkembangan
Masing-masing individu berada pada usia perkembangannya. Setiap usaha
perkembangan yang bersangkutan mampu mewujudkan tugas-tugas
perkembangan itu. Sebagai contoh dapat dikemukakan tugas-tugas masa
remaja menurut Havighurts yang dikutip oleh Hurlock (1980) antara lain :
a. Mampu mengadakan hubungan-hubungan baru dan lebih matang dengan
teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan
b. Dapat berperan sosial yang sesuai, baik peranannya sebagai laki-laki atau
sebagai perempuan
c. Menerima keadaan fisik serta dapat memanfaatkan kondisi fisiknya
dengan baik
d. Mampu menerima tanggung jawab sosial dan bertingkah laku sesuai
dengan tanggung jawab sosial.
e. Tidak tergantung secara emosional pada orang tua atau orang dewasa
lainnya.
3. Orientasi masalah
Pelayanan bimbingan dan konseling harus menekankan penanganannya
pada masalah yang sedang dihadapi oleh klien. Konselor jangan sampai
terperangkap kepada masalah-masalah lain yang tidak dikeluhkan oleh klien. Hal
ini identik dengan ‘asas kekinian’ (Priyatno, 1985). Artinya pembahasan masalah
difokuskan pada masalah yang saat ini (saat berkonsultasi) dirasakan oleh klien.
Kode etik adalah pola ketentuan / aturan / tata cara yang menjadi pedoman
menjalani tugas dan aktivitas suatu profesi. Di samping rumusan kode etik
bimbingan dan konseling yang dirumusakan oleh ikatan petugas bimbingan
Indonesia, yaitu:
1. Pembimbing menghormati harkat klien.
2. Pembimbing menempatkan kepentingan klien diatas kepentingan pribadi.
3. Pembimbing tidak membedakan klien.
4. Pembimbing dapat menguasai dirinya, dalam arti kata kekurangan-
kekurangannya dan perasangka-prasangka pada dirinya.
5. Pembimbing mempunyai sifat renda hati sederhana dan sabar.
6. Pembimbing terbuka terhadap saran yang diberikan pada klien.
7. Pembimbing memiliki sifat tanggung jawab terhadab lembaga ataupun
orang yang dilayani.
8. Pembimbing mengusahakan mutu kerjanya sebaik ungkin.
9. Pembimbing mengetahui pengetahuan dasar yang memadai tentang
tingkah laku orang , serta tehnik dan prosedur layanan bimbingan guna
memberikan layanan sebaik-baiknya.
10. Seluruh catatan tentang klien bersifat rahasia.
11. Suatu tes hanya boleh diberikan kepada petugas yang berwenang
menggunakan dan menafsirkan hasilnya.
Beberapa rumusan kode etik bimbingan dan konseling adalah sebagai
berikut:
1. Pembimbing yang memegang jabatan harus memegang teguh prinsip-
prinsip bimbingan dan kinseling.
2. Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai
hasil yang baik.
3. Pekerjaan pembimbing harus harus berkaitan dengan kehidupan
pribadi seseorang maka seorang pembimbing harus:
a. Dapat menyimpan rahasia klien
b. Menunjukkan penghargaan yang sama pada berbagai macam klien.
c. Pembimbing tidak diperkjenan menggunakan tena pembantu yang
tidak ahli.
d. Menunjukkan sikap hormat kepada klien
e. Meminta bantuan alhi diluar kemampuan stafnya

D. Pola Organisasi, Tugas dan Tanggung Jawab Personil dalam BK


1. Pola Organisasi Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Manajemen Bimbingan dan Konseling agar bisa berjalan seperti yang
diharapkan antara lain perlu didukung oleh adanya organisasi seperti yang
jelas dan teratur. Organisasi yang demikian itu secara tegas mengatur
kedudukan, tugas dan tanggung jawab para personil sekolah yang terlibat.
Demikian pula, organisasi tersebut tergambar dalam struktur atau pola organisasi
yang bervariasi yang tergantung pada keadaan dan karakteristik sekolah masing-
masing.Sebagai contoh untuk sebuah sekolah yang jumlah siswanya sedikit
dengan jumlah guru yag terbatas maka pola organisasinya biasanya bersifat
sederhana. Sebaliknya jika seseorang tersebut siswanya jumlah banyak dengan
didukung oleh personil sekolah yang memadai diperlukan sebuah pola oraganisasi
Bimbingan dan Konseling yang lebih kompleks.
a. Unsur Kan Depdiknas, adalah personil yang bertugas melakukan pengawasan dan
terhadap penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Dalam
hal ini adalah pengawas sebagaimana di0maksud dalam petunjuk pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling di sekolah.

b. Kepala sekolah (bersama Wakil Kepala Sekolah) adalah penanggung jawab


pendidikan pada satuan pendidikan (SLTP, SMA, SMK) secara keseluruhan,
termasuk penanggung jawab dalam membuat kebijaksanaan pelayanan bimbingan
dan konseling.
c. Koordinator Bimbingan dan Konseling (bersama guru pembimbing/konselor
sekolah) adalah pelaksanaan utama pelayanan bimbingan dan konseling.
d. Guru (mata Pelajaran atau Praktik) adalah pelaksanaan pengajaran dan praktik
atau latihan.
e. Wali Kelas, adalah guru yang ditugasi secara khusus untuk mengurusi pembinaan
dan adminitrasi (seperti nilai rapor, kenaikan kelas, kehadiran siswa) satu kalas
tertentu.
f. Siswa adalah peserta didik yang menerima pelayanan pengajaran, praktik /
latihan, dan bimbingan di SLTP, SMA, dan SMK.
g. Tata Usaha, adalah pembantu Kepala Sekolah dalam penyelenggara adminitrasi
dan ketatausahaan.
h. Komite Sekolah, adalah Organisasi yang terdiri dari unsure sekolah, orang tua dan
tokoh masyarakat, yang berperan membantu penyelenggaraan satuan pendidikan
yang bersangkutan.
Sifat hubungan tersebut dapat di artikan secara variatif. Hubungan antara
Unsur Kedepdiknas dengan kepala sekolah dan koordinator BK adalah hubungan
adminitrasif. Hubungan antara koordinator BK dengan guru dan wali kelas adalah
hubungan kerjasama sekaligus koordinatif bila di tinjau dari garis adminitrasi
Kepala Sekolah ke bawah. Sedangkan hubungan koordinator BK (dan Guru
Pembimbing / konselor Sekolah), Guru Mata Pelajaran, Wali Kelas dengan siswa
adalah hubungan layanan.
2. Peranan Guru dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Apabila dirinci ada beberapa peranan yang dapat dilakukan oleh seseorang
ketika ia dominta bagian dalam penyelenggaraan program bimbingan dan
konseling disekolah.
a) Guru sebagai infomator
Melalui peranan ini guru dapat menginformasikan beberapa hal tentang
layanan bimbingan dan konseling, tujuan, fungsi dan manfaat bagi siswa.
b) Guru sebagai fasilator
Guru dapat berperan sebagai fasilator terutama ketika dilangsungkan
layanan pembeljaran yang baik itu bersifat preventif ataupun kuratif.
Dibandingkan guru pembimbing, guru lebih memahami tentang
keterampilan belajar yang perlu dikuasai siswa pada mata pelajaran yang
diajarkan
c) Guru sebagai mediator
Dalam kedudukan yang strategis, yakni berhadapan langsung
dengan siswa, guru berperan mediator antara siswa dengan guru
pembimbing.
d) Guru Sebagai motifator
Dalam peranan ini, guru dapat berperan sebagi pemberi motivasi siswa
dalam memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling di sekolah,
sekaligus memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh layanan
konseling.
e) Guru sebagai Kolabolator
Sebagai mitra seprofesi yakni sama-sama sebagai tenaga pendidik sekolah,
guru dapat berperan sebagi kolaborator konselor di sekolah.
3. Tugas dan Tanggung Jawab Personil Sekolah Dalam Program Bimbingan dan
Konseling.
Dalam penyelengaraan program bimbingan dan knseling mau tidak mau
akan melibatkan personil sekolah lainya agar lebih berperan sesuai dengan
batas-batas kewenagan dan tanggung jawabnya.
a. Kepala Sekolah
Sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan disekolah , tugas kepala
sekolah adalah :
1. Menkoordinasikan seluruh kegiatan pendidikan
2. Menyediakan dan melengkapi sarana dan prasarana yan di perlukan
dalam kegiatan bimbingan dan konseling
3. Memberkan kemudahan bagi terlaksananya program kegiatan
bimbingan dan konseling
4. Melakukan supervisi terhadap pelaksanaan kegiatan bimbingan dan
konseling
5. Mengadakan kerjasama dengan instansi lain yan terkait dengan
pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling
B. Wakil Kepala Sekolah
Wali kepala seolah bertugas membantu kepala sekolah dalam hal :
1. Mengkoordinasikan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling
kepada semua persoil sekolah
2. Melaksanakan kebijakan pimpnana sekolah terutama dalam hal
pelaksanaan layanana bimbingan dan konseling
3. Melaksanakan bimbingan dan konseling terhadap minimal 75 siswa,
bagi wakil epala sekolah yang berlatar belakang pendidikan bimbingan
dan konseling
C. Koordinator Guru Pembimbing (Konselor)
Tugas koordinator guru pembimbing adalah :
1. Mengkoordinasikan para guru pembimbing (konselor) dalam :
 Memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling
 Menyusun program
 Melaksanakan program
 Mengadministrasikan kegiatan bimbingan dan konseling
 Menilai program
 Mengadakan tindak lanjut
2. Membuat usulan kepada kepala seklah dan mengusahakan
terpenuhinya tenaga, sarana dan prasarana
3. Mempertanggung jawabkan pelaksanaan program bimbingan dan
konseling kepada kepala sekolah
D. Guru Pembimbing (Konselor)
Guru pembimbing atau konselor bertugas :
1. Memasyaratkan kegiatan bimbingan dan konseling
2. Merencanakan program bimbingan dan konseling
3. Melaksanakan persiapan kegiatan bimbingan dan konseling
4. Melaksanakan layanan pada berbagai bidang bimbingan terhadap
sejumlah siswa yang menjadi tanggung jawabnya
E. Menganalisis hasil evaluasi

Guru Mata Pelajaran bertugas :

1. Membantu memasyarakatkan layanan bimbingan dan konseling

2. Ikut serta dalam program layanan bimbingan

3. Mengalih tangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan

F. Wali Kelas
1. Membantu guru pembimbing melaksanakan layanan
2. Ikut serta dalam konsferensi kasus
3. Memberikan informasi tentang siswa di kelas yang menjadi tanggung
jawabnya untuk memperoleh layanan bimbingan.

G. Staf Tata Usaha / Administrasi


Staf dan tata usaha adalah bertugas :
1. Membantu mempersiapkan seluruh kegiatan bimbingan dan konseling
2. Membantu menyiapkan sarana yang di perlukan dalam layanan
bimbingan dan konseling
3. Membantu guru pembimbin dan koordinator daam mengadministrasikan
seluruh kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah
4. Membantu melengkapi dokuman tentang siswa seperti catatan komuatif
siswa.

E. Identifikasi Masalah dan Penanganan Siswa yang Bermasalah


Secara umum identifikasi masalah dan penanganan siswa yang bermasalah
ada tahapanya :
1. Identifikasi kasus; merupakan upaya untuk menemukan peserta didik yang
diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Robinson dalam Abin
Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga mebutuhkan layanan
bimbingan dan konseling, yakni :
a. Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua cara
ini akan dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar membutuhkan
layanan konseling.
b. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh
keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing
dengan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara
yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja,
misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi
informal lainnya.
c. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang
menimbulkan ke arah penyadaran peserta didik akan masalah yang
dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan peserta didik
yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes
bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta
diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
d. Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara ini
bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang
dihadapi peserta didik.
e. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan peserta
didik yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial
2. Identifikasi Masalah; langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis,
karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta didik. Dalam
konteks Proses Belajar Mengajar. Untuk mengidentifikasi masalah peserta
didik, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak
masalah peserta didik, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah
(AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan
yang dihadapi peserta didik, seputar aspek :
(1) jasmani dan kesehatan
(2) diri pribadi
(3) hubungan sosial;
(4) ekonomi dan keuangan
(5) karier dan pekerjaan
(6) pendidikan dan pelajaran
(7) agama, nilai dan mora
(8) hubungan muda-mudi
(9) keadaan dan hubungan keluarga
(10) waktu senggang
3. Diagnosis; upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang
melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses
Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar peserta didik,
bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton
membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat
menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu : (1) faktor
internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri, seperti
: kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap
serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (2) faktor eksternal, seperti :
lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan
lingkungan sosial dan sejenisnya.
4. Prognosis; langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami
peserta didik masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai
alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan
dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses
mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan
konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk
diminta bekerja sama menangani kasus - kasus yang dihadapi.
5. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus); jika jenis dan sifat serta
sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan
masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru
pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau
guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut
aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka
selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat
rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.
6. Evaluasi dan Follow Up; cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha
pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk
melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan
terhadap pemecahan masalah yang dihadapi peserta didik.

F. Pengembangan Suasana yang Kondisif untuk Pelayanan BK.


Pendidikan lebih diorientasikan menghasilkan pribadi yang mandiri,
memiliki harga diri, tumbuh dan berkembang untuk menggapai masa depan.
pendidikmerupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulai, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” (UU RI No. 20 Tahun 2003). Untuk
itulah diperlukan strategi pembelajaran yang mengarah pada pembentukan
kompetensi. Kompetensi yang dimaksud adalah bagaimana dapat berpikir kreatif,
produktif, bagaimana dalam pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan
upaya pengelolaan diri dan pengendaliannya. Siswa sebagai pembelajar berada
memasuki kawasan pengetahuan maupun penerapan pengetahuan yang didapatkan
melalui pembelajaran. Kompetensi siswa menyangkut ability, skill, knowledge
akan terbangun dan berkembang melalui proses pembelajaran. Kalau lebih jauh
dicermati, tidak bersemangatnya dalam proses pembelajaran lebih diakibatkan
belum maksimalnya niat baik (good will) para pendidik untuk secara serius
mengelola pembelajaran yang ideal.
Selama ini, guru tampaknya masih memiliki keyakinan bahwa tugasnya
hanyalah mentransfer ilmu pengetahuan yang tertuang dalam kurikulum dan buku
pelajaran. diperparah oleh “performance” guru yang acuh dan sengaja
membiarkan proses pembelajaran apa adanya atau asal ngajar. Ada banyak faktor
yang harus dipertimbangkan dalam belajar, baik yang bersifat internal maupun
yang eksternal. Tanpa disadari, pembelajaran sekolah bukan membuat siswa
riang, kreatif dan terbebaskan. Tetapi justru menjadi momok yang cukup
menakutkan, menegangkan dan menciptakan kelesuan dan kebosanan. Suasana
kaku dan serba prosedural ini akan berbahaya bagi bangunan pendidikan. Guru
sebagai agen pembelajaran harus mampu membekali untuk kreatif, rasional,
keterlatihan memecahkan masalah , dan kematangan emosionalnya. Kadang Guru
hanya bertindak sesuai kemauan dirinya, tanpa memahami harapan-harapan siswa,
ditambah lagi dengan hadirnya ‘performa’ guru yang kurang bersahabat.
Bayangkan, bila pada awal pembelajaran seorang guru memasuki ruang belajar
dengan wajah merengut dan suram, Proses pembelajaran akan melelahkan dan
menegangkan. Ada beberapa kondisi yang sering dijumpai pada siswa dalam
pembelajaran yaitu :
1. siswa kebanyakan ramai di kelas pada waktu pembelajaran dan cenderung
tidak mengindahkan materi pelajaran yang disampaikan guru,.
2. siswa diam pada waktu pembelajaran, tapi proses penyerapan materi
pelajaran sangat rendah,
3. siswa kelihatan sibuk dengan urusan masing-masing waktu pembelajaran,
ada yang ngerjakan tugas PR materi pelajaran lain, ada yang bicara dengan
teman sebangkunya, ada yang berpangku pada meja belajar, bahkan ada
yang tidur.
Kalau kondisi semacam ini dipaksakan akan banyak siswa yang asal
mengikuti pelajaran tanpa paham makna apa yang mereka lakukan. Tentu
berbagai cara dan teknik telah banyak dilakukan guru dalam mengatasi situasi
kecemasan pembelajaran agar bisa membuat siswa nyaman dalam belajar.
Kelas yang tidak bergairah selayaknya untuk di-reorganisasi secara besar-besaran.
Hal ini dapat dilakukan guru dengan :
1. Pergunakan pujian verbal. Kata-kata seperti “bagus”, baik”, pekerjaanmu
baik”, yang diucapkan segera dan refleks setelah anak didik selesai
mengerjakan pekerjaan, merupakan pembangkit motivasi yang besar.
2. Pergunakan tes dan nilai secara bijaksana tanpa rekayasa.
3. Membangkitkan rasa ingin tahu dan hasrat eksplorasi. Dengan
melontarkan pertanyaan atau masalah-masalah, guru dapat menimbulkan
suatu konflik konseptual yang merangsang anak didik untuk bekerja.
Motivasi justru akan berakhir apabila konflik itu terpecahkan atau bosan
untuk memecahkannya.
4. Melakukan hal yang luar biasa, misalnya meminta anak didik melakukan
penyusunan soal-soal tes, menceritakan problem guru dalam belajar di
masa lalu dan lain-lain.
5. Memanfaatkan apersepsi anak didik. Pengalaman anak didik baik yang di
dapat di lingkungan sekolah maupun luar sekolah dimanfaatkan guru
ketika sedang menjelaskan materi pelajaran. Dengan cara asosiasi ini anak
didik berusaha menghubungkan materi pelajaran yang diserap dengan
pengalaman yang telah dialaminya.
6. Pergunakan simulasi dan permainan.
Salah satu sistem pembelajaran yang baik yaitu menambahkan unsur
humor dalam belajar.Humor adalah alat pengajaran berharga untuk membangun
iklim kelas yang kondusif dalam belajar. Humor sering dimaknai oleh banyak
orang sebagai lawakan yang kemudian mengundang tawa dan canda,peluang
untuk menggabungkan humor di kelas, mengkaji dampak humor pada hasil
belajar, dan menyarankan pedoman penggunaan humor yang tepat . Yang menarik
adalah humorsebagai "kursus ketakutan" dimana siswa dapat menghindari rasa
ketakutan karena kurangnya kepercayaan diri, kesulitan yang dirasakan dari
materi atau pengalaman negatif sebelumnya. Humor yang sesuai dan tepat waktu
di dalam kelas dapat mendorong keterbukaan dan saling menghormati serta
berkontribusi terhadap efektivitas mengajar secara keseluruhan.
Peran guru dalam pembelajaran berpusat pada siswa telah menjadi subyek
diskusi yang cukup besar. pengajaran yang efektif berkisar antara pendidik dan
siswa, Perilaku guru mempengaruhi kualitas pengajaran dan lingkungan belajar
yang diciptakan. siswa semakin interaktif dan saling tergantung satu dengan yang
lainnya, masing-masing terbentuk oleh karakteristik dan persyaratan dari
keduanya. Guru harus kreatif karena berperan penting dalam menciptakan
lingkungan yang kondusif agar siswa belajar lebih optimal. Humor sering
diidentifikasi sebagai teknik pengajaran untuk mengembangkan lingkungan
belajar yang positif karena siswa lebih reaktif dalam menangkap suatu pelajaran.
Humor sebagai rumus ketika semua elemen pendidikan berkumpul serta guru dan
siswa secara bersama selalu berpikir positif dan bersemangat dalam belajar. untuk
peningkatan komunikasi dengan siswa dengan memiliki sikap yang
menyenangkan serta kemauan untuk menggunakan humor yang sesuai pada
tempatnya.
Humor di dalam kelas dapat berbagai macam bentuk, humor
diklasifikasikan sebagai lelucon, teka-teki, permainan kata-kata, cerita lucu,
komentar lucu dan lainnya. Guru telah menemukan cara kreatif lain untuk
memasukkan humor dalam belajar seperti kartun, komik,ataupun dengan
percobaan sederhana. humor membantu siswa rileks dan menciptakan suasana
yang positif selama dalam belajar.dengan humor bisa membuat otak beristirahat
agar bisa memproses dan mengintegrasikan bahan-bahan pelajaran . Hal ini dapat
digunakan sebagai alat yang ampuh agar para siswa nyaman dan membuat proses
belajar secara keseluruhan lebih menyenangkan. Hal ini dicapai ketika guru bisa
mengintegrasikan humor dengan konten dan menggunakannya secara spontan dan
terencana.
Humor juga dapat digunakan untuk masalah berkomunikasi yang berkaitan
dengan pengelolaan kelas. Humor telah berhasil digunakan untuk peraturan
berkomunikasi kelas implisit, mendorong pemahaman yang lebih besar antara
hubungan seorang guru dan siswa . Humor di dalam kelas bukanlah jawaban
untuk semua masalah pengelolaan kelas, tetapi merupakan tindakan pencegahan
yang sangat baik yang dapat meredakan suasana tegang pada siswa. Efek humor
dalam mendemokasikan pembelajaran ternyata tidak hanya terhenti pada
penciptaan kelas yang menyenangkan, penuh keakraban, keterbukaan, dan
toleransi serta mampu membangkitkan kembali motivasi siswa.
Semangat humor dapat menciptakan kegairahan kembali (re-motivasi)
siswa akan berdampak jelas pada prestasi. Kelas yang penuh keterbukaan, akrab,
dan gairah akan lebih berprestasi dibanding kelas yang kurang bergairah, lesu dan
tertekan, humor tidak boleh diarahkan pada seorang individu atau kelompok;
penghinaan rasial atau ejekan dari kelompok target harus dihindari. humor yang
disampaikan juga mempengaruhi bagaimana ia diterima oleh siswa, Humor yang
bernada seksual sebaiknya dihindari kecuali secara langsung terkait dengan
konten seperti pendidikan seksualitas.Guru memiliki peran yang kuat dalam
menggunakan humor yang tepat di dalam kelas untuk meningkatkan rasa
kebersamaan. Humor dapat dijaga dan diintegrasikan ke dalam kelas sedemikian
rupa sehingga menumbuhkan rasa keterbukaan dan saling menghormati antara
siswa dan guru. Ketika siswa merasa aman, mereka bisa menikmati proses belajar
dan satu sama lain, Penggunaan secara bijak humor dapat memberikan kontribusi
untuk efektivitas dalam mengajar.
Pembelajaran yang dibingkai dengan kehadiran humor didalamnya akan
penuh dengan keriangan, kesetiaan, motivasi dan demokrasi serta prestasi belajar.
Situasi kelas dan siswa yang bermasalah tidak harus diselesaikan dengan
kemarahan guru dan pengelola pendidikan atau memberikan hukuman keras,
tetapi dapat diselesaikan dengan elegan melalui rangkaian humor dalam
pembelajaran. humor yang dibingkai dengan tepat dan sesuai dengan kondisi
kultur, emosional pembelajar akan menjadi alternatif strategi belajar yang jitu dan
sangat mencengangkan dan sekaligus menyenagkan semua pihak.

Anda mungkin juga menyukai