MOLA HIDATIDOSA
PEMBIMBING:
dr.Darsono, Sp. OG
PENYUSUN:
dr. Kheluwis Sutiady
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat menempuh
Pembimbing
dr.Darsono, Sp.OG
BAB 1
LAPORAN KASUS
Kepala / leher
• Normosefal (+) Anemis (-/-) ikterik (-/-) sianosis (-) Pembengkakan KGB (-/-) Trakea
tepat di tengah (+)
Toraks
Jantung
• Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
• Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicula kiri
• Perkusi : Batas jantung kanan: ICS 4 linea parasternal kanan
Batas jantung kiri: ICS 5 linea midclavikula kiri
• Auskultasi : S1S2 reguler, bising jantung(-)
Paru
• Inspeksi : gerakan pernafasan simetris kiri = kanan
• Palpasi : stem fremitus kiri = kanan
• Perkusi : sonor kiri = kanan
• Auskultasi : suara pernafasan vesikuler, Ronki -/-, Wheezing -/-
Abdomen
• Inspeksi : Bulging (+) distended (-)
• Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (+), Tinggi fundus uteri 2 jari bawah
pusat
• Perkusi : Timpani (+)
• Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
Ekstremitas
• Akral hangat, sianosis (-), edema (-) pada kedua tungkai, CRT <2 detik.
1.5 DIAGNOSIS
Ny O, 42th G4P3A0 UH 9 minggu dengan suspek Mola Hidatidosa
DIAGNOSIS BANDING
Kehamilan Ektopik Terganggu
Abortus
1.6 PENATALAKSANAAN
Planning Diagnosis :
USG
1) Terapi medikamentosa
IVFD RL 20 tpm makro
Inj Cefotaxime 2 x 1 gr (i.v)
Amlodipine 2 x 5mg (i.v)
1.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
1.8 FOLLOW UP
Sabtu, 14 Juli 2018 (VK)
S Nyeri perut sedikit-sedikit
O Kesadaran compos mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
KU: Sedang
TTV :
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 82 x / menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,4oC
Abd: TFU 2 jari bawah pusat
Perdarahan (+) Flek
A Ny O, 42th G4P3A0 UH 9 minggu dengan suspek Mola Hidatidosa
P - IVFD RL 20 tpm makro
- Inj Cefotaxime 2 x 1 gr (i.v)
- Amlodipine 2 x 5mg (i.v)
- Rencana USG:
o Hasil: terdapat gambaran snow storm
o Mudigah (-)
o Rencana D&C
- POST D&C:
o Puasa sampai sadar penuh, diet biasa
o Mobilisasi bertahap
o IVFD RL 28 tpm
o Inj. Anbacim 2 x 1 gr
o Inj Induxin 3 x 10 iu
o Ciprofloxacin 2 x 500mg
o Metronidazol 3 x 500mg
o Myotonic 3 x 1
o Nonemi 1x 1
Minggu, 15 Juli 2018 (Bangsal Kebidanan)
S Masih keluar darah dari kemaluan sedikit, nyeri pada pinggang dan perut
O Kesadaran compos mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
KU: Baik
TTV :
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,5oC
Perdarahan (+) minimal
A Ny O 43 th P3A1 post D&C a/i Molahidatidosa
P IVFD RL 28 tpm
Inj Induxin 3 x 10 iu
Ciprofloxacin 2 x 500mg
Asam Mefenamat 3 x 500mg
Myotonic 3 x 1
Amlodipine 2 x 5mg
Nonemi 1 x 1
Obs KU, TTV, Perdarahan
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan hidrofili dengan ciri-ciri
stroma villi korealis langka vaskularisasi dan edematus. Jaringan trofoblast pada villus
berploriferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.1
Mola hidatidosa adalah rare mass atau pertumbuhan yang terbentuk di dalam rahim
pada permulaan kehamilan. Mola hidatidosa atau kehamilan mola merupakan hasil dari
produksi jaringan berlebihan yang seharusnya berkembang menjadi plasenta. Mola hidatidosa
merupakan penyakit trofoblastik gestasional (PTG).2
Frekuensi mola banyak ditemukan di negara-negara asia, Afrika dan Amerika latin
dari pada di negara-negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita dalam masa
reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Penderita dengan kehamilan mola
mempunyai risiko untuk terjadinya kehamilan mola juga pada kehamilan berikutnya. Insiden
molahidatidosa ulangan tersebut dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari seluruh kehamilan yang
terjadi setelahnya di Amerika Utara dan Asia. Penderita dengan kehamilan molahidatidosa
ulangan tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi penyakit trofoblas ganas yang
persisten pada fase penyakit mola berikutnya.3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan hidrofili dengan ciri-ciri
stroma villi korealis langka vaskularisasi dan edematus. Jaringan trofoblast pada villus
berploriferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.1
Mola hidatidosa adalah rare mass atau pertumbuhan yang terbentuk di dalam rahim
pada permulaan kehamilan. Mola hidatidosa atau kehamilan mola merupakan hasil dari
produksi jaringan berlebihan yang seharusnya berkembang menjadi plasenta. Mola hidatidosa
merupakan penyakit trofoblastik gestasional (PTG).2
3.2 Epidemiologi
Frekuensi mola banyak ditemukan di negara-negara asia, Afrika dan Amerika latin
dari pada di negara-negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita dalam masa
reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Penderita dengan kehamilan mola
mempunyai risiko untuk terjadinya kehamilan mola juga pada kehamilan berikutnya. Insiden
mola hidatidosa ulangan tersebut dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari seluruh kehamilan yang
terjadi setelahnya di Amerika Utara dan Asia. Penderita dengan kehamilan mola hidatidosa
ulangan tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi penyakit trofoblas ganas yang
persisten pada fase penyakit mola berikutnya.3
Dalam penelitian terbaru disebutkan bahwa insidensi mola hidatidosa bervariasi dari
0,57/1000 kehamilan hingga 2,0/1000 kehamilan. Insidensi tinggi berasal dari Asia Tenggara
dan Jepang. Sedangkan insidensi rendah berasal dari Amerika Utara, Australia, Selandia Baru
dan Eropa.4
Mola hidatidosa biasanya menyerang wanita pada usia reproduksi ekstrim. Wanita
pada masa remaja awal atau usia perimenopause adalah yang paling berisiko. Wanita yang
berusia lebih dari 35 tahun memiliki peningkatan risiko 2 kali lipat. Wanita yang berusia
lebih dari 40 tahun memiliki peningkatan risiko 5-10 kali dibandingkan dengan wanita yang
lebih muda. Jumlah paritas tidak mempengaruhi risiko.5
3.3 Klasifikasi1
Ada berbagai macam klasifikasi penyakit trofoblas gestasional :
A. Menurut International Union Against Cancer (IUAC)
a. Penyakit trofoblast yang berhubungan dengan kehamilan
b. Penyakit trofoblast yang tidak berhubungan dengan kehamilan
B. Menurut FIGO (Federation International of Gynecology and Obstetric)
a. Mola Hidatidosa
Mola Hidatidosa Komplit
Mola Hidatidosa Parsial
b. Neoplasia Trofoblas Gestasional
Mola Invasif
Koriokarsinoma
Placental Site Trophoblastic Tumor (PSTT)
Tumor Trofoblastik Epiteloid
1. MOLA HIDATIDOSA KOMPLIT
Mola hidatidosa komplit adalah kehamilan abnormal tanpa embrio dan seluruh
vili korialis mengalami degenerasi hidropik. Vili korionik berubah menjadi suatu
massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari sulit dilihat sampai yang
berdiameter beberapa sentimeter dan sering berkelompok-kelompok menggantung
pada tangkai kecil. Pada mola hidatidosa komplit tidak ditemukan gambaran janin.
Degenerasi hidropik atau degenerasi mola, yang mungkin sulit dibedakan dari mola
sejati, tidak digolongkan sebagai penyakit trofoblastik.
Pada pemeriksaan sitogenetik terhadap kehamilan mola hidatidosa komplit
menemukan sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak
berfungsi dibuahi oleh sebuah sperma haploid 23 X, sehingga terbentuk hasil konsepsi
dengan kromosom 23 X. Kromosom ini kemudian mengadakan penggandaan sendiri
(endoreduplikasi) menjadi 46 XX. Kromosom MHK menyerupai kromosom seorang
perempuan, yakni homozigot, tetapi kedua kromosom X-nya berasal dari ayah dan
tidak ada faktor ibu. Teori ini disebut sebagai teori Diploid Androgenetik.
Gambaran histopatologis yang khas dari mola hidatidosa komplit adalah
edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili dan proliferasi sel-sel
trofoblas. Secara makroskopik, pada kehamilan trimester pertama, vili korialis
mengandung cairan dalam jumlah sedikit, bercabang dan mengandung
sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak pembuluh darah. Pada
trimester dua, mola hidatidosa komplit berbentuk seperti anggur karena vili korialis
mengalami pembengkakan secara menyeluruh.
Ukuran uterus Kecil untuk masa kehamilan 50% besar untuk masa
kehamilan
Kista teka-lutein Jarang 25-30%
Walaupun etiologi mola hidatidosa masih belum jelas, terdapat faktor-faktor yang
meningkatkan risiko terjadinya mola hidatidosa. Fator-faktor tersebut antara lain:6
1. Usia
Kehamilan mola komplit sering terjadi pada wanita pada usia remaja dan
wanita berusia lebih dari 45 tahun. Usia memiliki sedikit atau bahkan tidak ada
pengaruh pada kehamilan mola parsial.
2. Kehamilan mola sebelumnya
Apabila terdapat riwayat kehamilan mola sebelumnya, penderita memiliki
kemungkinan 1-2% dibandingkan 0,167% orang pada wanita yang tidak pernah
mengalami kehamilan mola. Apabila kehamilan mola terjadi dua kali atau lebih, maka
kemungkinananya meningkat menjadi 15-20%.
3. Ras
Kehamilan mola lebih sering terjadi di negara-negara Asia seperti Taiwan,
Filipina dan Jepang, serta beberapa Native American. Akan tetapi, pada beberapa
tahun terakhir, perbedaan insidensi pada komunitas tersebut dan populasi secara
umum telah menjadi lebih sedikit.
3.5 Patologi
Secara mikroskopik pada mola komplet terlihat trias:1,12
1. Proliferasi dari trofoblast bersifat difus.
2. Degenerasi hidrofik dari stroma villi bersifat difus.
3. Hilangnya pembuluh darah dan stroma bersifat difus.
3.6 Patogenesis
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis penyakit ini.
Pertama, teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu, saat di
mana seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk, menyebabkan gangguan peredaran
darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi
yang berasal dari sirkulasi darah ibu, diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi
kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan interstitial
yang menyerupai cairan ascites atau edema, tetapi kaya akan hCG.1
Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa yang abnormal
adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi
cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan
gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari villi berubah menjadi
gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola
parsialis kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang
hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.1
Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada semua kasus mola
susunan kromatin seksnya adalah wanita (46xx). Secara makroskopik, mola hidatidosa
mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan
jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai satu atau dua sentimeter.1
3.8 Diagnosis
1. Anamnesis1,2,5
a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari
kehamilan biasa.
b. Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua
atau kecoklatan.
c. Pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan usia
kehamilan seharusnya.
d. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang
merupakan diagnosa pasti.
2. Gejala Klinis1,2,5,6
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum
ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala perdarahan
biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh dengan rata-rata
minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau lebih sering dapat
muncul secara intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak hingga
menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut gejala
anemia sering dijumpai terutama pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari
hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola yang lebih besar. Anemia
defisiensi Fe sering ditemukan, demikian pula halnya dengan kelainan
eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan yang tidak mencukupi karena
adanya mual dan muntah disertai peningkatan kebutuhan asam folat karena
cepatnya proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering disertai pengeluaran
jaringan mola. Darah yang keluar berwarna kecoklatan.
b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada
kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien mola. Ada
pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya dengan
kehamilan normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini
perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu dipikirkan
kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit untuk diidentifikasikan
secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan
karena konsistensinya yang lembut di bawah dinding perut yang kaku.
Pembesaran uterus karena kista theca lutein multiple akan membuat sulit
perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa.
e. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala mola
hidatidosa.
f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat,
namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry insidennya 1%, tetapi
Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya
tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus.
Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh
karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka
Martaadisoebrata menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari
tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif. Mola yang disertai tirotoksikosis
mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun
kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis
tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti
yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat
sebagai akibat thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin hormone.
Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar
hCG yang melebihi 100.000 IU/L yang bersifat tirotoksis.
3. Pemeriksaan Fisik1,5,6,7,9,12
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
a. Inspeksi
Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang
disebut muka mola (mola face).
Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.
b. Palpasi
Uterus membesar tidak sesuai dengan usianya, terasa lembek.
Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak janin.
Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar, dan fundus
uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
c. Auskultasi
Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Terdengar bising dan bunyi khas
d. Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin,
terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta
evakuasi keadaan serviks.
4. Pemeriksaan Penunjang1,2,5,6,7,9,12
a. Pemeriksaan sonde
Dengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus. Jika sonde
masuk ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat diputar 360o dengan deviasi
sonde kurang dari 10o, berarti merupakan kehamilan mola.
b. Pemeriksaan laboratorium
Pengukuran kadar β-hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan diagnosis
mola karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan serial diperlukan untuk
mendeteksi penyakit PTG yang persisten setelah pengeluaran mola. Yang harus
diperhatikan di sini adalah hormon β-hCG, karena karakteristik yang terpenting
dari penyakit ini adalah kemampuannya dalam memproduksi hormon β-hCG,
sehingga jumlah hormon ini lebih meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan
normal pada usia kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di urin maupun
dalam serum penderita. Namun pemeriksaan yang dilakukan pada serum
terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada yang di urin. Terdapat tiga jenis
pemeriksaan β-hCG, yaitu:
β-hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5 – 10
mIU/ml.
β-hCG kualitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50 mIU/ml.
β-hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2 juta mIU/ml.
Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat kehamilan
tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa dibuat. Kadar hormon β-
hCG sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir.
Pemantauan secara hati-hati dari kadar β-hCG, penting untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah
hormon β-hCG yang ditemukan pada serum atau urin berhubungan dengan jumlah
sel-sel tumor yang ada.
c. Ultrasonografi
Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran seperti
“badai salju” tanpa disertai kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan USG
sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada
trisemester awal kehamilan dan memiliki ukuran uterus yang lebih besar daripada
usia kehamilannya.
3.9 Penatalaksanaan1,7-9,12
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan srok
hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti preeklamsia
dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk
tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam, antara lain dengan inderal.
2. Pengeluaran jaringan mola
Ada dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi
a. Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan
mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU
oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes/menit.
Oksitosin diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya
akan dikeluarkan Tindakan ini dapat mengurangi perdarahan dari tempat
implantasi dan dengan terjadinya retraksi miometrium, dinding uterus akan
menebal dan dengan demikian resiko perforasi dapat dikurangi. Bila sudah
terjadi abortus maka kanalis servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi
abortus, kanalis servikalis belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria
atau servikalis dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan
mola dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan kontraksi
dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati dengan
menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang diperoleh diberi
label dan dikirim untuk pemeriksaan.
Kuretase kedua dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari 20
minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2 dilakukan kira-kira 10-14 hari
setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus sudah mengecil sehingga lebih
besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul menghasilkan uterus yang bersih.
Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12 minggu, dan
dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus dipersiapkan, atau mungkin
diperlukan ligasi arteri hipogastrika bilateral bila terjadi perdarahan atau
perforasi. Sebelum kuret sebaiknya disediakan persediaan darah untuk
menjaga kemungkinan terjadi perdarahan masif selama kuretase berlangsung.
b. Histerektomi
Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk
pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun histerektomi tetap
merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai
anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas
tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi timbulnya keganasan.
Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak
jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan
histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda mola invasif. Ada beberapa
ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan melalui
histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah ditinggalkan.
Walau histerektomi tidak dapat mengeliminasi sel-sel tumor trofoblastik,
namun mampu untuk mengurangi kekambuhan penyakit ini.
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan di
bawah pengawasan dokter. Misalnya umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk
dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang mencurigakan.
Biasanya diberikan Methotrexate atau Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju
dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak
dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa
pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan metastasis, serta
mengurangi terjadinya koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar hCG
>100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah
keganasan, pertimbangan untuk memberikan Methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau
25 mg IM dosis tunggal. Metastasis yang hanya ke paru dapat diobati dengan agen
kemoterapi tunggal sedangkan metastasis lainnya memerlukan 3 agen kemoterapi.
4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)
Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang mengarah
keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai berikut.
Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun, mematuhi jadwal
kontrol selama 2-3 tahun (1x pada triwulan pertama, tiap 2 minggu pada triwulan
kedua, tiap bulan pada 6 bulan berikutnya, tiap 2 bulan pada tahun berikutnya,
selanjutnya tiap 3 bulan.
Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu.
Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan atau pendataran
kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjut.
Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan pengukuran
setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama 1 tahun
Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun kemudian.
Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan
terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (20%). Gejala-gejala choriocarsinoma yang
harus diwaspadai setelah dilakukan kuretase mola: perdarahan yang terus menerus,
involusi rahim tidak terjadi, kadang-kadang malahan nampak metastasis di vagina
berupa tumor-tumor yang biru ungu, rapuh dan mudah berdarah. Selama pengawasan,
secara berkala dilakukan ginekologis, kadar -hCG dan ultrasonografi. Cara yang
paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang menetap untuk beberapa
lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara
yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap -hCG
sub-unit. Pemeriksaan kadar -hCG diselenggarakan setiap minggu sampai kadar
menjadi negatif selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan.
Mungkin juga timbul metastasis di paru-paru yang menimbulkan batuk dan
haemoptoe, oleh karena itu bila ada gejala-gejala yang mencurigakan harus dibuat
foto rontgen paru.
3.12 Komplikasi1-12
Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang membesar. Jika
hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam bimbingan laparaskopi.
Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus diberikan
sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga diberikan.
Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya
pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post evakuasi sampai
hasilnya negatif.
DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik. Semua pasien
harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.
Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor resiko
terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia
kehamilan 16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir fatal.
kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein dapat menyebabkan
pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan ukuran yang beragam, dari
diameter mikroskopik sampai ukuran 10 cm atau lebih. Hal ini terjadi pada 25-60%
penderita mola. Kista teka lutein multiple pada 15-30% penderita mola menyebabkan
pembesaran satu atau kedua ovarium dan menjadi sumber rasa nyeri. Ruptur,
perdarahan atau infeksi mudah terjadi.
Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen lutein yang berlebihan
oleh hormon korionik-gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas
yang berproliferasi dengan pemeriksaan klinis, insiden kista lutein + 10,2%, tetapi
bila menggunakan USG angkanya meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista
lutein mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan
di kemudian hari daripada kasus-kasus tanpa kista. Involusi dari kista terjadi setelah
beberapa minggu yang biasanya seiring dengan penurunan kadar B-hCG. Tindakan
bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau ovarium yang membesar
tadi mengalami infeksi. umumnya ukuran kembali normal dalam 12 minggu.
Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang
Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh pelepasan
jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus oleh karena
keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena evakuasi jaringan mola.
Infeksi sekunder
BAB IV
PENUTUP
Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda (walaupun tanpa pembesaran uterus
yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus dicurigai terhadap kemungkinan adanya
penyakit mola hidatidosa. Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosa pasti ditegakkan bila adanya gelembung-gelembung mola
atau jaringan mola yang keluar. Bila masih terdapat keraguan dalam penegakkan diagnosa,
cara yang sangat membantu yaitu pemeriksaan USG yang akan memberikan gambaran badai
salju. Pengukuran kadar B-hCG secara serial digunakan dalam mendeteksi penyakit trofoblas
ganas yang terjadi setelah evakuasi jaringan mola. Terdapat 2 cara pengeluaran jaringan mola,
yaitu kuretase hisap ataupun histerektomi. Pemeriksaan tindak lanjut dilakukan pada 1x
seminggu sampai hasil negatif, 1x 2 minggu selama triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6
bulan selanjutnya, 1x 3 bulan selama tahun berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA