Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

MOLA HIDATIDOSA

PEMBIMBING:
dr.Darsono, Sp. OG

PENYUSUN:
dr. Kheluwis Sutiady

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSU HASSANUDIN DAMRAH MANNA
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat menempuh

Program Internship Dokter Indonesia

Nama : dr. Kheluwis Sutiady

Judul : Mola Hidatidosa

Pembimbing : dr.Darsono, Sp.OG

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal ..........................................................................

Pembimbing

dr.Darsono, Sp.OG
BAB 1
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PENDERITA


Nama : Ny. O
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Sudah menikah
Alamat : Suka Negeri
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
No MR : 10.76.87
Tanggal MRS : 13-07-2018

1.2 ANAMNESIS (Dilakukan di Bangsal VK pada tanggal 14-07-2018)


1. Keluhan Utama
Keluar flek dari kemaluan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Ps datang dengan keluhan keluar darah seperti flek dari kemaluan sejak 4 hari yang
lalu. 2 hari yg lalu bahkan sempat keluar darah yang banyak. Ps mengatakan tidak ada
keluhan nyeri perut, tidak ada mual dan muntah. Ini merupakan kehamilan ke 4 dan ibu
belom pernah mengalami keguguran sebelumnya. BAB dan BAK pasien dalam batas
normal, bab berwarna putih dempul (-), keras (-). Pasien menyangkal sebelumnya pernah
mengalami hal serupa.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (+) DM (-) Stroke (-) Ginjal (-) Kejang (-) Alergi (-) TBC (-), Keguguran
(-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Hanya penderita yang mengalami gejala seperti ini dalam keluarganya.
Hipertensi (-) DM (-) Stroke (-) Ginjal (-) Kejang (-) Alergi (-) TBC (-)
5. Riwayat Kebiasaan
Penderita adalah seorang ibu rumah tangga, yang kesehariannya bekerja dirumah. Pola
makan penderita biasa 3 kali sehari dengan variasi makanan beragam. Kebiasaan
olahraga (-). kebiasaan merokok(-), minuman beralkohol (-) konsumsi obat-obatan
terlarang (-).

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita saat ini sebagai Ibu Rumah Tangga. Penderita saat ini tinggal bersama suami.
Pendapatan tidak tetap, tetapi cukup untuk kehidupan sehari-hari. Biaya pengobatan
ditanggung oleh BPJS. Kesan sosial ekonomi menengah..

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : Tekanan darah = 170/100 mmHg
Nadi = 80 kali/menit
Pernapasan = 20 kali/menit
Suhu badan = 36,5OC

Visual Analogue Scale (VAS) = 0


0 10

Kepala / leher
• Normosefal (+) Anemis (-/-) ikterik (-/-) sianosis (-) Pembengkakan KGB (-/-) Trakea
tepat di tengah (+)
Toraks
Jantung
• Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
• Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicula kiri
• Perkusi : Batas jantung kanan: ICS 4 linea parasternal kanan
Batas jantung kiri: ICS 5 linea midclavikula kiri
• Auskultasi : S1S2 reguler, bising jantung(-)
Paru
• Inspeksi : gerakan pernafasan simetris kiri = kanan
• Palpasi : stem fremitus kiri = kanan
• Perkusi : sonor kiri = kanan
• Auskultasi : suara pernafasan vesikuler, Ronki -/-, Wheezing -/-

Abdomen
• Inspeksi : Bulging (+) distended (-)
• Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (+), Tinggi fundus uteri 2 jari bawah
pusat
• Perkusi : Timpani (+)
• Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal

Ekstremitas
• Akral hangat, sianosis (-), edema (-) pada kedua tungkai, CRT <2 detik.

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium :
Hemoglobin : 11,2 gr/dl
Hematokrit : 33 %
Leukosit : 15.000 uL
Trombosit : 382.000 uL
Bleeding Time : 3.10 Menit
Clotting Time : 7.30 Menit
Golongan Darah ABO : AB
Golongan Darah Rhesus : (+) Positif
Tes Kehamilan : (+) Positif
HBS Ag Rapid : (-) Negatif
B20 : (-) Negatif

1.5 DIAGNOSIS
Ny O, 42th G4P3A0 UH 9 minggu dengan suspek Mola Hidatidosa
DIAGNOSIS BANDING
 Kehamilan Ektopik Terganggu
 Abortus

1.6 PENATALAKSANAAN
Planning Diagnosis :
USG
1) Terapi medikamentosa
IVFD RL 20 tpm makro
Inj Cefotaxime 2 x 1 gr (i.v)
Amlodipine 2 x 5mg (i.v)

1.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
1.8 FOLLOW UP
Sabtu, 14 Juli 2018 (VK)
S Nyeri perut sedikit-sedikit
O Kesadaran compos mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
KU: Sedang
TTV :
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 82 x / menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,4oC
Abd: TFU 2 jari bawah pusat
Perdarahan (+) Flek
A Ny O, 42th G4P3A0 UH 9 minggu dengan suspek Mola Hidatidosa
P - IVFD RL 20 tpm makro
- Inj Cefotaxime 2 x 1 gr (i.v)
- Amlodipine 2 x 5mg (i.v)
- Rencana USG:
o Hasil: terdapat gambaran snow storm
o Mudigah (-)
o Rencana D&C
- POST D&C:
o Puasa sampai sadar penuh, diet biasa
o Mobilisasi bertahap
o IVFD RL 28 tpm
o Inj. Anbacim 2 x 1 gr
o Inj Induxin 3 x 10 iu
o Ciprofloxacin 2 x 500mg
o Metronidazol 3 x 500mg
o Myotonic 3 x 1
o Nonemi 1x 1
Minggu, 15 Juli 2018 (Bangsal Kebidanan)
S Masih keluar darah dari kemaluan sedikit, nyeri pada pinggang dan perut
O Kesadaran compos mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
KU: Baik
TTV :
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,5oC
Perdarahan (+) minimal
A Ny O 43 th P3A1 post D&C a/i Molahidatidosa
P  IVFD RL 28 tpm
 Inj Induxin 3 x 10 iu
 Ciprofloxacin 2 x 500mg
 Asam Mefenamat 3 x 500mg
 Myotonic 3 x 1
 Amlodipine 2 x 5mg
 Nonemi 1 x 1
 Obs KU, TTV, Perdarahan

Senin, 16 Juli 2018 (Bangsal Kebidanan)


S Nyeri perut sedikit, BAK (+)
O Kesadaran compos mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
KU: Baik
TTV :
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,3oC
Perdarahan (+) minimal
A Ny O 43 th P3A1 post D&C a/i Molahidatidosa
P  IVFD RL 28 tpm
 Inj Induxin 3 x 10 iu
 Ciprofloxacin 2 x 500mg
 Asam Mefenamat 3 x 500mg
 Myotonic 3 x 1
 Amlodipine 2 x 5mg
 Nonemi 1 x 1
 Obs KU, TTV, Perdarahan
 Rencana USG:
o Hasil: masih terdapat sisa mola  kontrol senin, 30-7-18
o Rencana kuret tanggal 31-7-18
 Blh plg:
o Myotonic 3x1 (3 hari)
o Asam Mefenamat 3 x 500mg
o Nonemi 1 x 1
o Ciprofloxacin 2 x 500mg
BAB II
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan hidrofili dengan ciri-ciri
stroma villi korealis langka vaskularisasi dan edematus. Jaringan trofoblast pada villus
berploriferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.1

Mola hidatidosa adalah rare mass atau pertumbuhan yang terbentuk di dalam rahim
pada permulaan kehamilan. Mola hidatidosa atau kehamilan mola merupakan hasil dari
produksi jaringan berlebihan yang seharusnya berkembang menjadi plasenta. Mola hidatidosa
merupakan penyakit trofoblastik gestasional (PTG).2

Frekuensi mola banyak ditemukan di negara-negara asia, Afrika dan Amerika latin
dari pada di negara-negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita dalam masa
reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Penderita dengan kehamilan mola
mempunyai risiko untuk terjadinya kehamilan mola juga pada kehamilan berikutnya. Insiden
molahidatidosa ulangan tersebut dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari seluruh kehamilan yang
terjadi setelahnya di Amerika Utara dan Asia. Penderita dengan kehamilan molahidatidosa
ulangan tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi penyakit trofoblas ganas yang
persisten pada fase penyakit mola berikutnya.3
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan hidrofili dengan ciri-ciri
stroma villi korealis langka vaskularisasi dan edematus. Jaringan trofoblast pada villus
berploriferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.1
Mola hidatidosa adalah rare mass atau pertumbuhan yang terbentuk di dalam rahim
pada permulaan kehamilan. Mola hidatidosa atau kehamilan mola merupakan hasil dari
produksi jaringan berlebihan yang seharusnya berkembang menjadi plasenta. Mola hidatidosa
merupakan penyakit trofoblastik gestasional (PTG).2

3.2 Epidemiologi
Frekuensi mola banyak ditemukan di negara-negara asia, Afrika dan Amerika latin
dari pada di negara-negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita dalam masa
reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Penderita dengan kehamilan mola
mempunyai risiko untuk terjadinya kehamilan mola juga pada kehamilan berikutnya. Insiden
mola hidatidosa ulangan tersebut dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari seluruh kehamilan yang
terjadi setelahnya di Amerika Utara dan Asia. Penderita dengan kehamilan mola hidatidosa
ulangan tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi penyakit trofoblas ganas yang
persisten pada fase penyakit mola berikutnya.3
Dalam penelitian terbaru disebutkan bahwa insidensi mola hidatidosa bervariasi dari
0,57/1000 kehamilan hingga 2,0/1000 kehamilan. Insidensi tinggi berasal dari Asia Tenggara
dan Jepang. Sedangkan insidensi rendah berasal dari Amerika Utara, Australia, Selandia Baru
dan Eropa.4
Mola hidatidosa biasanya menyerang wanita pada usia reproduksi ekstrim. Wanita
pada masa remaja awal atau usia perimenopause adalah yang paling berisiko. Wanita yang
berusia lebih dari 35 tahun memiliki peningkatan risiko 2 kali lipat. Wanita yang berusia
lebih dari 40 tahun memiliki peningkatan risiko 5-10 kali dibandingkan dengan wanita yang
lebih muda. Jumlah paritas tidak mempengaruhi risiko.5
3.3 Klasifikasi1
Ada berbagai macam klasifikasi penyakit trofoblas gestasional :
A. Menurut International Union Against Cancer (IUAC)
a. Penyakit trofoblast yang berhubungan dengan kehamilan
b. Penyakit trofoblast yang tidak berhubungan dengan kehamilan
B. Menurut FIGO (Federation International of Gynecology and Obstetric)
a. Mola Hidatidosa
 Mola Hidatidosa Komplit
 Mola Hidatidosa Parsial
b. Neoplasia Trofoblas Gestasional
 Mola Invasif
 Koriokarsinoma
 Placental Site Trophoblastic Tumor (PSTT)
 Tumor Trofoblastik Epiteloid
1. MOLA HIDATIDOSA KOMPLIT
Mola hidatidosa komplit adalah kehamilan abnormal tanpa embrio dan seluruh
vili korialis mengalami degenerasi hidropik. Vili korionik berubah menjadi suatu
massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari sulit dilihat sampai yang
berdiameter beberapa sentimeter dan sering berkelompok-kelompok menggantung
pada tangkai kecil. Pada mola hidatidosa komplit tidak ditemukan gambaran janin.
Degenerasi hidropik atau degenerasi mola, yang mungkin sulit dibedakan dari mola
sejati, tidak digolongkan sebagai penyakit trofoblastik.
Pada pemeriksaan sitogenetik terhadap kehamilan mola hidatidosa komplit
menemukan sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak
berfungsi dibuahi oleh sebuah sperma haploid 23 X, sehingga terbentuk hasil konsepsi
dengan kromosom 23 X. Kromosom ini kemudian mengadakan penggandaan sendiri
(endoreduplikasi) menjadi 46 XX. Kromosom MHK menyerupai kromosom seorang
perempuan, yakni homozigot, tetapi kedua kromosom X-nya berasal dari ayah dan
tidak ada faktor ibu. Teori ini disebut sebagai teori Diploid Androgenetik.
Gambaran histopatologis yang khas dari mola hidatidosa komplit adalah
edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili dan proliferasi sel-sel
trofoblas. Secara makroskopik, pada kehamilan trimester pertama, vili korialis
mengandung cairan dalam jumlah sedikit, bercabang dan mengandung
sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak pembuluh darah. Pada
trimester dua, mola hidatidosa komplit berbentuk seperti anggur karena vili korialis
mengalami pembengkakan secara menyeluruh.

Gambar 2. Mola Hidatidosa Komplit

2. MOLA HIDATIDOSA PARSIAL


Mola hidatidosa parsial adalah hanya sebagian vili korialis mengalami
degenerasi hidropik, sehingga unsur janin selalu ada. Perkembangan janin akan
bergantung kepada luas plasenta yang akan mengalami degenerasi, tetapi janin
biasanya tidak dapat bertahan lama dan akan mati dalam rahim.
Apabila perubahan hidatidosa bersifat lokal dan kurang berkembang dan
mungkin tampak sebagian jaringan janin, biasanya paling tidak kantung amnion,
keadaan ini diklasifikasikan sebagai mola hidatidosa parsial. Terjadi pembengkakan
hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian vili yang biasanya avaskular,
sementara vili-vili berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin-plasenta yang masih
berfungsi tidak terkena. Hiperplasia trofoblastik lebih bersifat fokal daripada
generalisata.
Secara sitogenetik MHP terjadi karena satu ovum yang normal dibuahi oleh
dua sperma. Hasil konsepsi meliputi 69 XXX, 69 XXY, atau 69 XYY. MHP
mempunyai satu haploid ibu dan dua haploid bapak, sehingga disebut Diandro
Triploid. Komposisi unsur ayah dan ibu yang tidak seimbang menyebabkan
pembentukan plasenta tidak wajar, yang merupakan gabungan vili korialis yang
normal dan yang mengalami degenerasi hidropik. Biasanya kematian janin terjadi
sangat dini.
MHP umumnya dianggap sebagai missed abortion dan diagnosisnya
ditegakkan atas dasar pemeriksaan patologi anatomi yang memperlihatkan degenerasi
hidropik vili korialis setempat dan hiperplasia sinsitiotrofoblas. Gambaran khas MHP
adalah crinkling atau scalloping vili dan inklusi trofoblas di stroma (stromal
trophoblastic inclusion), serta terdapat jaringan embrionik atau janin.

Gambar 3. Mola Hidatidosa Parsial

Perbandingan Gambaran Mola Hidatidosa Parsial dan Komplit


Gambaran Mola Hidatidosa Parsial Moal Hidatidosa Komplit
Kariotipe Umumnya 69 XXX atau 69 46 XX atau 46 XY
XXY
Patologi
 Janin Kadang-kadang Tidak ada

 Amnion, sel darah merah Kadang-kadang Tidak ada


janin

 Edema vilus Bervariasi, fokal Difus

 Proliferasi Trofoblas Bervariasi, fokal, ringan- Bervariasi, ringan-berat


sedang
Gambaran Klinis
 Diagnosis Missed abortion Gestasi mola

 Ukuran uterus Kecil untuk masa kehamilan 50% besar untuk masa
kehamilan
 Kista teka-lutein Jarang 25-30%

 Penyulit medis Jarang Sering

 Penyakit pasca-mola 1-5% 15-20%


Kadang ditemukan juga kehamilan kembar, antara janin dengan mola komplit.
Nieman (2006) melaporkan bahwa 5% terjadi kehamilan kembar janin dengan mola komplit.
Kemampuan janin untuk bertahan hidup tergantung dari pemuatan diagnosis dan penyulit
dari mola, misalnya pre-eklamsia atau perdarahan. Dari pengamatan Vejerslev (1991)
terhadap 113 kasus kehamilan gemeli mola, 45% berkembang mencapai usia 28 minggu dan
70% di antaranya bertahan hidup. Dibandingkan dengan mola parsial, wanita dengan
kehamilan gemeli mola memiliki resiko yang lebih besar menjadi keganasan, tapi tidak
sebesar pada kehamilan mola komplit.

Gambar 4. Kehamilan kembar dengan mola komplit


3.4 Etiologi
Etiologi penyakit trofoblas sampai saat ini belum juga diketahui dengan pasti. Namun
ada beberapa teori yang mencoba menerangkan terjadinya penyakit trofoblas yaitu teori
desidua, teori telur, teori infeksi dan teori hipofungsi ovarium.1
1. Teori desidua
Menurut teori ini terjadinya molahidatidosa ialah akibat perubahan-perubahan
degeneratif sel-sel trofoblas dan stroma vili korialis. Dasar teori ini adalah selalu
ditemukan desidual endometritis, pada binatang percobaan dapat terjadi
molahidatidosa bila pembuluh darah uterus dirusak sehingga terjadi gangguan
sirkulasi pada desidua.
2. Teori telur
Menurut teori ini molahidatidosa dapat terjadi bila terdapat kelainan pada telur,
baik sebelum diovulasikan maupun setelah dibuahi.
3. Teori infeksi
Bagshawe, melaporkan bahwa ada sarjana yang dapat mengisolasi sejenis
virus pada molahidatidosa. Virus ini kemudian ditransplantasikan pada selaput
korioalantoin mudigah ayam, ternyata kemudian terjadi perubahan-perubahan khas
menyerupai molahidatidosa, baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Selain
itu molahidatidosa diduga disebabkan oleh toksoplasmosis, teori ini dikemukakan
oleh Bleier. Teori ini didasarkan pada penemuan toksoplasmosis Gondii dalam
jumlah besar pada darah penderita molahidatidosa.
4. Teori hipofungsi ovarium
Teori ini dikemukakan oleh Hasegawa, berdasarkan penelitian beberapa orang
ahli yaitu Courrier dan Gros yang melakukan kastrasi pada seekor kucing, 15-17 hari
setelah pembuahan. Ternyata kemudian pada plasentanya ditemukan perubahan-
perubahan yang menyerupai molahidatidosa. Karzafina melaporkan bahwa 60%
penderita molahidatidosa yang ditelitinya berumur 18–21 tahun, disertai oleh
hipofungsi ovarium. Smalbreak melaporkan bahwa dari hasil penelitiannya
ditemukan angka kejadian molahidatidosa yang tinggi pada perempuan muda, dimana
fungsi seksualnya masih imatur. Menurut Hasegawa molahidatidosa diduga
disebabkan oleh teori defisiensi estrogen, yang didukung oleh data-data penelitian
yang melaporkan bahwa 60% penderita molahidatidosa berumur 18–21 tahun dan
disertai hipofungsi ovarium. Serta insidens molahidatidosa yang tinggi pada
perempuan muda dan pada perempuan tua dimana fungsi ovarium telah menurun.

Walaupun etiologi mola hidatidosa masih belum jelas, terdapat faktor-faktor yang
meningkatkan risiko terjadinya mola hidatidosa. Fator-faktor tersebut antara lain:6
1. Usia
Kehamilan mola komplit sering terjadi pada wanita pada usia remaja dan
wanita berusia lebih dari 45 tahun. Usia memiliki sedikit atau bahkan tidak ada
pengaruh pada kehamilan mola parsial.
2. Kehamilan mola sebelumnya
Apabila terdapat riwayat kehamilan mola sebelumnya, penderita memiliki
kemungkinan 1-2% dibandingkan 0,167% orang pada wanita yang tidak pernah
mengalami kehamilan mola. Apabila kehamilan mola terjadi dua kali atau lebih, maka
kemungkinananya meningkat menjadi 15-20%.
3. Ras
Kehamilan mola lebih sering terjadi di negara-negara Asia seperti Taiwan,
Filipina dan Jepang, serta beberapa Native American. Akan tetapi, pada beberapa
tahun terakhir, perbedaan insidensi pada komunitas tersebut dan populasi secara
umum telah menjadi lebih sedikit.
3.5 Patologi
Secara mikroskopik pada mola komplet terlihat trias:1,12
1. Proliferasi dari trofoblast bersifat difus.
2. Degenerasi hidrofik dari stroma villi bersifat difus.
3. Hilangnya pembuluh darah dan stroma bersifat difus.

Sedangkan pada mola parsialis struktur histologisnya bersifat:1,7-9


1. Campuran dari sel villi besar dan kecil; jumlahnya tidak menentu. Meningkatnya
inklusi pseudovilli. Kemudian akan terlihat pembuluh darah angioma melingkari villi
avaskular lainnya. stroma villi mempunyai struktur retikular, beberapa villi bersifat
fibrotik.
2. Proliferasi trofoblastik Lebih sedikit bila dibandingkan dengan mola hidatidosa
komplit, biasanya fokal dan kadang-kadang tidak ada.
3. Perubahan hidropik bersifat fokal, membesar pada trimester kedua. Pada trimester
pertama biasanya kecil, ireguler dan mempunyai villi fibrotik. Pada mola yang telah
lama terdapat sisterna yang besar, jarang terlihat pada aborsi hidropik.
4. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah bernukleus juga amnion.

3.6 Patogenesis
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis penyakit ini.
Pertama, teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu, saat di
mana seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk, menyebabkan gangguan peredaran
darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi
yang berasal dari sirkulasi darah ibu, diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi
kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan interstitial
yang menyerupai cairan ascites atau edema, tetapi kaya akan hCG.1
Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa yang abnormal
adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi
cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan
gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari villi berubah menjadi
gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola
parsialis kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang
hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.1
Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada semua kasus mola
susunan kromatin seksnya adalah wanita (46xx). Secara makroskopik, mola hidatidosa
mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan
jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai satu atau dua sentimeter.1

3.7 Manifestasi Klinis


Gejala yang timbul pada kehamilan mola adalah sebagai berikut:2
1. Pertumbuhan uterus abnormal, dimana ukuran uterus dapat lebih besar ataupun lebih
kecil daripada usia kehamilannya.
2. Mual dan muntah yang cukup berat sehingga memerlukan perawatan di Rumah Sakit.
3. Perdarahan pervaginam pada 3 bulan pertama kehamilan.
4. Gejalan hipertiroidisme seperti intoleransi panas, BAB cair, takikardia, gugup
berlebihan, kulit yang hangat dan lembab, tremor pada tangan, ataupun penurunan
berat badan yang sulit dijelaskan.
5. Gejala yang mirip dengan preeklampsia yang terjadi pada trimester pertama atau
permulaan trimester kedua seperti terkanan darah tinggi, pembengkakan pada kaki,
pergelangan kaki dan tungkai bawah (yang hampir selalu menjadi tanda mola
hidatidosa karena pada preeklampsia sangat jarang terjadi pada awal kehamilan).

3.8 Diagnosis
1. Anamnesis1,2,5
a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari
kehamilan biasa.
b. Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua
atau kecoklatan.
c. Pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan usia
kehamilan seharusnya.
d. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang
merupakan diagnosa pasti.

2. Gejala Klinis1,2,5,6
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum
ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala perdarahan
biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh dengan rata-rata
minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau lebih sering dapat
muncul secara intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak hingga
menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut gejala
anemia sering dijumpai terutama pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari
hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola yang lebih besar. Anemia
defisiensi Fe sering ditemukan, demikian pula halnya dengan kelainan
eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan yang tidak mencukupi karena
adanya mual dan muntah disertai peningkatan kebutuhan asam folat karena
cepatnya proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering disertai pengeluaran
jaringan mola. Darah yang keluar berwarna kecoklatan.

b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada
kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien mola. Ada
pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya dengan
kehamilan normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini
perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu dipikirkan
kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit untuk diidentifikasikan
secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan
karena konsistensinya yang lembut di bawah dinding perut yang kaku.
Pembesaran uterus karena kista theca lutein multiple akan membuat sulit
perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa.

c. Tidak adanya aktifitas janin


Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak ditemukan
adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin terdapat plasenta ganda
dengan kehamilan mola komplet yang bertumbuh bersamaan, sementara plasenta
yang satu dan janin terlihat normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat
mola inkomplet pada plasenta yang disertai janin hidup.

d. Eklampsia dan preeklampsia


Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester ke 2. Eklamsia
atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum usia kehamilan
24 minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang terjadi sebelum waktunya harus
dicurigai sebagai mola hidatidosa.

e. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala mola
hidatidosa.

f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat,
namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry insidennya 1%, tetapi
Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya
tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus.
Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh
karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka
Martaadisoebrata menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari
tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif. Mola yang disertai tirotoksikosis
mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun
kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis
tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti
yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat
sebagai akibat thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin hormone.
Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar
hCG yang melebihi 100.000 IU/L yang bersifat tirotoksis.

Mola hidatidosa komplit:


a. Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplit. Jaringan mola terpisah
dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus mungkin membesar karena
sejumlah besar darah dan cairan gelap masuk ke dalam vagina. Gejala ini muncul
pada 97% kasus.
b. Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG
c. Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan kulit yang
hangat.

Mola hidatidosa parsial


a. Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama dengan
mola komplit. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda seperti abortus
inkomplet atau missed abortion.
b. Perdarahan pervaginam
c. Adanya denyut jantung janin

3. Pemeriksaan Fisik1,5,6,7,9,12
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
a. Inspeksi
 Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang
disebut muka mola (mola face).
 Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.
b. Palpasi
 Uterus membesar tidak sesuai dengan usianya, terasa lembek.
 Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak janin.
 Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar, dan fundus
uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
c. Auskultasi
 Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
 Terdengar bising dan bunyi khas
d. Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin,
terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta
evakuasi keadaan serviks.

4. Pemeriksaan Penunjang1,2,5,6,7,9,12
a. Pemeriksaan sonde
Dengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus. Jika sonde
masuk ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat diputar 360o dengan deviasi
sonde kurang dari 10o, berarti merupakan kehamilan mola.

b. Pemeriksaan laboratorium
Pengukuran kadar β-hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan diagnosis
mola karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan serial diperlukan untuk
mendeteksi penyakit PTG yang persisten setelah pengeluaran mola. Yang harus
diperhatikan di sini adalah hormon β-hCG, karena karakteristik yang terpenting
dari penyakit ini adalah kemampuannya dalam memproduksi hormon β-hCG,
sehingga jumlah hormon ini lebih meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan
normal pada usia kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di urin maupun
dalam serum penderita. Namun pemeriksaan yang dilakukan pada serum
terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada yang di urin. Terdapat tiga jenis
pemeriksaan β-hCG, yaitu:
 β-hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5 – 10
mIU/ml.
 β-hCG kualitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50 mIU/ml.
 β-hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2 juta mIU/ml.

Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar β-hCG serum kehamilan normal


pada usia kehamilan yang sama. Bila kadar β-hCG kuantitatif >100.000 mIU/L
mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang berlebihan dari trofoblastik dan
meningkatkan kecurigaan adanya kehamilan mola namun kadang-kadang
kehamilan mola dapat memiliki nilai hCG normal. Biasanya tes β-hCG normal
setelah 8 minggu post evakuasi mola.

Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat kehamilan
tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa dibuat. Kadar hormon β-
hCG sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir.
Pemantauan secara hati-hati dari kadar β-hCG, penting untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah
hormon β-hCG yang ditemukan pada serum atau urin berhubungan dengan jumlah
sel-sel tumor yang ada.

c. Ultrasonografi

Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran seperti
“badai salju” tanpa disertai kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan USG
sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada
trisemester awal kehamilan dan memiliki ukuran uterus yang lebih besar daripada
usia kehamilannya.

USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara


kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa beberapa
struktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola
hidatidosa termasuk myoma uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin > 1.
Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga
seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus
incomplitus atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola
hidatidosa umumnya lebih spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur
bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm. Gambaran
tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang tawon (honey comb) atau
badai salju (snow storm).

Gambar 5 USG mola Hidatidosa


d. Amniografi
Dengan menggunakan bahan radioopague yang dimasukkan ke dalam uterus
secara transabdominal, akan memberikan gambaran radiografik yang khas untuk
mola hidatidosa. Kavum uterus ditembus dengan jarum amniosentesis. Suntikan
20 ml hypague segera. Dibuat foto anteroposterior 5-10 menit kemudian. Pola
sinar X yang terjadi seperti sarang tawon, yang ditimbulkan oleh bahan kontras
yang mengelilingi gelombang-gelombang korion. Amniografi ini sekarang sudah
jarang digunakan lagi semenjak adanya USG yang lebih mudah.

3.9 Penatalaksanaan1,7-9,12
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan srok
hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti preeklamsia
dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk
tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam, antara lain dengan inderal.
2. Pengeluaran jaringan mola
Ada dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi
a. Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan
mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU
oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes/menit.
Oksitosin diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya
akan dikeluarkan Tindakan ini dapat mengurangi perdarahan dari tempat
implantasi dan dengan terjadinya retraksi miometrium, dinding uterus akan
menebal dan dengan demikian resiko perforasi dapat dikurangi. Bila sudah
terjadi abortus maka kanalis servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi
abortus, kanalis servikalis belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria
atau servikalis dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan
mola dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan kontraksi
dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati dengan
menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang diperoleh diberi
label dan dikirim untuk pemeriksaan.
Kuretase kedua dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari 20
minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2 dilakukan kira-kira 10-14 hari
setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus sudah mengecil sehingga lebih
besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul menghasilkan uterus yang bersih.
Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12 minggu, dan
dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus dipersiapkan, atau mungkin
diperlukan ligasi arteri hipogastrika bilateral bila terjadi perdarahan atau
perforasi. Sebelum kuret sebaiknya disediakan persediaan darah untuk
menjaga kemungkinan terjadi perdarahan masif selama kuretase berlangsung.
b. Histerektomi
Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk
pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun histerektomi tetap
merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai
anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas
tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi timbulnya keganasan.
Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak
jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan
histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda mola invasif. Ada beberapa
ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan melalui
histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah ditinggalkan.
Walau histerektomi tidak dapat mengeliminasi sel-sel tumor trofoblastik,
namun mampu untuk mengurangi kekambuhan penyakit ini.
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan di
bawah pengawasan dokter. Misalnya umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk
dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang mencurigakan.
Biasanya diberikan Methotrexate atau Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju
dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak
dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa
pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan metastasis, serta
mengurangi terjadinya koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar hCG
>100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah
keganasan, pertimbangan untuk memberikan Methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau
25 mg IM dosis tunggal. Metastasis yang hanya ke paru dapat diobati dengan agen
kemoterapi tunggal sedangkan metastasis lainnya memerlukan 3 agen kemoterapi.
4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)
Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang mengarah
keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai berikut.
Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun, mematuhi jadwal
kontrol selama 2-3 tahun (1x pada triwulan pertama, tiap 2 minggu pada triwulan
kedua, tiap bulan pada 6 bulan berikutnya, tiap 2 bulan pada tahun berikutnya,
selanjutnya tiap 3 bulan.
Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu.
Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan atau pendataran
kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjut.
 Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan pengukuran
setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama 1 tahun
 Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun kemudian.

Setiap periksa ulang penting diperhatikan:


 Gejala klinik: keadaan umum, perdarahan, dan lain-lain
 Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo: tentang keadaan serviks,
uterus cepat bertambah kecil atau tidak, dan lain-lain
 Reaksi biologis atau imunologis air seni, 1x seminggu sampai hasil negatif, 1x 2
minggu selama triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x 3
bulan selama tahun berikutnya. Kalau reaksi titer tetap (+) maka harus dicurigai
adanya keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca
terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap tumor timbul 34,5% dalam 6
minggu, 62,1% dalam 12 minggu, dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2%
dalam 1 tahun setelah mola keluar.

Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan
terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (20%). Gejala-gejala choriocarsinoma yang
harus diwaspadai setelah dilakukan kuretase mola: perdarahan yang terus menerus,
involusi rahim tidak terjadi, kadang-kadang malahan nampak metastasis di vagina
berupa tumor-tumor yang biru ungu, rapuh dan mudah berdarah. Selama pengawasan,
secara berkala dilakukan ginekologis, kadar -hCG dan ultrasonografi. Cara yang
paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang menetap untuk beberapa
lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara
yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap -hCG
sub-unit. Pemeriksaan kadar -hCG diselenggarakan setiap minggu sampai kadar
menjadi negatif selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan.
Mungkin juga timbul metastasis di paru-paru yang menimbulkan batuk dan
haemoptoe, oleh karena itu bila ada gejala-gejala yang mencurigakan harus dibuat
foto rontgen paru.

3.11 Diagnosis Banding1,2,7-12


 Kehamilan normal
 Kehamilan dengan mioma uteri
 Abortus
 Kehamilan ektopik terganggu

3.12 Komplikasi1-12
 Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang membesar. Jika
hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam bimbingan laparaskopi.
 Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus diberikan
sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga diberikan.
 Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya
pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post evakuasi sampai
hasilnya negatif.
 DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik. Semua pasien
harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.
 Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor resiko
terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia
kehamilan 16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir fatal.
 kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein dapat menyebabkan
pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan ukuran yang beragam, dari
diameter mikroskopik sampai ukuran 10 cm atau lebih. Hal ini terjadi pada 25-60%
penderita mola. Kista teka lutein multiple pada 15-30% penderita mola menyebabkan
pembesaran satu atau kedua ovarium dan menjadi sumber rasa nyeri. Ruptur,
perdarahan atau infeksi mudah terjadi.
 Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen lutein yang berlebihan
oleh hormon korionik-gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas
yang berproliferasi dengan pemeriksaan klinis, insiden kista lutein + 10,2%, tetapi
bila menggunakan USG angkanya meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista
lutein mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan
di kemudian hari daripada kasus-kasus tanpa kista. Involusi dari kista terjadi setelah
beberapa minggu yang biasanya seiring dengan penurunan kadar B-hCG. Tindakan
bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau ovarium yang membesar
tadi mengalami infeksi. umumnya ukuran kembali normal dalam 12 minggu.
 Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang
 Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh pelepasan
jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus oleh karena
keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena evakuasi jaringan mola.
 Infeksi sekunder
BAB IV
PENUTUP

Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda (walaupun tanpa pembesaran uterus
yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus dicurigai terhadap kemungkinan adanya
penyakit mola hidatidosa. Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosa pasti ditegakkan bila adanya gelembung-gelembung mola
atau jaringan mola yang keluar. Bila masih terdapat keraguan dalam penegakkan diagnosa,
cara yang sangat membantu yaitu pemeriksaan USG yang akan memberikan gambaran badai
salju. Pengukuran kadar B-hCG secara serial digunakan dalam mendeteksi penyakit trofoblas
ganas yang terjadi setelah evakuasi jaringan mola. Terdapat 2 cara pengeluaran jaringan mola,
yaitu kuretase hisap ataupun histerektomi. Pemeriksaan tindak lanjut dilakukan pada 1x
seminggu sampai hasil negatif, 1x 2 minggu selama triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6
bulan selanjutnya, 1x 3 bulan selama tahun berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa. Dalam: Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011.
2. White CD. Hydatidiform mole. 2014. Tersedia dari: https://www.nlm.nih.gov/
medlineplus/ency/article/000909.htm [diakses pada 15 Oktober 2015].
3. Igwegbe AO dan Eleje GU. Hydatidiform mole: A Review of Management Outcomes
in a Tertiary Hospital in South-East Nigeria. Ann Med Health Sci Res. 2013; 3(2):
210-4.
4. Heidarpour M dan Khanahmadi M. Diagnostic value of P63 in differentiating normal
gestation from molar pregnancy. J Res Med Sci. 2013; 18(6): 462-6.
5. Moore LE dan Hernandez E. Hydatidiform Mole. 2014. Tersedia dari: http://
emedicine.medscape.com/article/254657-overview#showall [diakses pada 15 Oktober
2015].
6. NHS. Molar pregnancy. 2014. Tersedia dari: http://www.nhs.uk/conditions/ Molar-
pregnancy/Pages/Introduction.aspx [diakses pada 15 Oktober 2015].
7. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD. Penyakit Trofoblas Gestasional; Obstetri
Patologi; 1983; 28-33.
8. Berek AS, Adashi EY, Hillard PA. Novak’s Gynecology. 20th ed, Wiliams & Wilkins,
Baltimore, 1996.
9. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Gestational Trophoblastic Disease:
Williams Obstetrics.21th ed. Conneticut, Appleton & Lange, 2001; 835-43.
10. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta & Selaput
Janin. ILMU KEBIDANAN. Yayasan Bina pustaka SARWONO
PRAWIROHARDJO. Jakarta. 2002. Hal 341-8.
11. Rustam Muchtar. Penyakit Trofoblas: Sinopsis Obstetri. Edisi 2, Jilid 1. Penerbit buku
Kedokteran. EGC. Hal. 238-43.
12. Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. OBSETETRI PATOLOGIK. Bagian Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. ELSTAR OFFSET.
Bandung. 1981. Hal 38-42.

Anda mungkin juga menyukai