TB MILIER
Disusun Oleh :
NIM : 1308012056
SMF/BAGIAN RADIOLOGI
Pembimbing Klinik
Ditetapkan di : Kupang
Tanggal : Oktober 2018
BAB 1
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di dunia walaupun upaya penanggulangan TB telah dilaksanakan di banyak negara
sejak tahun 1995. Menurut laporan WHO tahun 2015, ditingkat global diperkirakan 9,6 juta
kasus TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan. Dengan 1,5 juta kematian
karena TB dimana 480.000 kasus adalah perempuan. Dari kasus TB tersebut ditemukan 1,1 juta
(12%) dengan infeksi Human Imunodeficiency Virus (HIV) positif, dengan kematian 320.000
orang (140.000 orang adalah perempuan) dan 480.000 TB Resistan Obat (TB-RO) dengan
kematian 190.000 orang. Dari 9,6 juta kasus TB baru, diperkirakan 1 juta kasus TB Anak (di
bawah usia 15 tahun) dan 140.000 kematian/tahun. Jumlah kasus TB di Indonesia menurut
Laporan WHO tahun 2015, diperkirakan ada 1 juta kasus TB baru pertahun (399 per 100.000
penduduk) dengan 100.000 kematian pertahun (41 per 100.000 penduduk). Diperkirakan 63.000
kasus TB dengan HIV positif (25 per 100.000 penduduk). Secara nasional perkiraan prevalensi
HIV diantara pasien TB diperkirakan sebesar 6,2%1,2.
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB dengan gejala klinis yang berat dengan
angka kematian yang tinggi. Tuberkulosis milier dikategorikan TB ekstraparu karena menyerang
organ lain selain paru. Berdasarkan data yang disalur dari sebuah jurnal menyebutkan bahwa
jumlah kasusTB ekstraparu di USA pada tahun 2010 mencapai 11.182 kasus, dan 20%
diantaranya merupakan TB ekstraparu, dan 2.7% dari kasus TB ekstraparu merupakan kasus TB
milier. Kasus TB terbukti meningkat pada pasien dengan HIV, dan 50% kasus TB pada pasien
dengan HIV adalah kasus TB ekstraparu3.
Keadaan terinfeksi HIV memang menjadi salah satu faktor risiko TB milier baik pada orang
dewasa maupun anak-anak. Selain factor risiko pasien dengan HIV, masih terdapat faktor risiko
lainnya yang penting untuk diketahui dan akan dijelaskan lebih rinci di dalam referat ini. Selain
angka kejadiannya yang cukup tinggi dan mortalitas yang dapat disebabkan, terdapat tantangan
dalam mendiagnosa TB milier secara pasti itu sendiri. Walaupun gambaran suatu TB milier
sangat khas, dan pada sebuah pedoman menyebutkan pasien dengan hasil Rontgen toraks
menunjukkan gambaran khas TB milier dapat didiagnosa dengan TB milier, namun pada
beberapa kasus TB milier dapat memberikan manifestasi klinik yang tidak khas, dan hasil
gambaran radiologi yang atipik sehingga akan membingungkan dalam penegakkan diagnosis.
Dalam diagnosis TB milier pemeriksaan penunjang berupa foto toraks memegang peranan yang
penting, namun pada kasus TB milier seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pertimbangan
untuk memilih pemeriksaan penunjang lain perlu untuk dilakukan, termasuk pemeriksaan
bakteriologis dan beberapa metode imaging lain yang dianggap lebih sensitif dan mampu
menuntun diagnosa, sebelum menentukan metode imaging yang dianggap lebih sensistif,
pengetahuan dalam menilai hasil foto toraks yang khas suatu TB milier juga diperlukan oleh
seorang klinisi sebelum dapat menyimpulkan diperlukannya pemeriksaan imaging tambahan atau
pemeriksaan penunjang lain untuk membantu dalam menegakkan diagnosa3,4,5.
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan di
bidang imaging terkait kasus TB milier, sehingga dapat menentukan metode imaging yang dapat
digunakan dan menjadi pilihan dalam mendiagnosis suatu TB milier. Penulisan referat ini juga
bertujuan untuk memenuhi salah satu prasyarat dalam menyelesaikan kepaniteraan di bidang
Ilmu Radiologi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang
iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan
paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua
lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi
beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary
segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum.
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis
dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung membungkus paru, sedangkan
pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat
rongga yang disebut kavum pleura (Guyton, 2007). Paru manusia terbentuk setelah embrio
mempunyai panjang 3 mm. Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari
Foregut. Pada Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut
Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan
trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud.
Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree
terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi
lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Alveoli bertambah besar
sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan
terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti.
Gambar 2.1 Anatomi paru manusia
(Sumber : )
2.2.3. Epidemiologi
Kasus Tuberkulosis milier mencapai persentase sebesar 2% dari 20% kasus TB
ekstrapulmonel dari 11.182 kasus TB yang terkonfirmasi di United State of America (USA). TB
milier sebelum memasuki era pre-antibiotik, diketahui hanya mengenai anak-anak dan bayi.
Namun seiring dengan meningkatnya kasus TB dengan HIV dan berkembangnya obat-obatan
imunosupressif, kasus TB milier pada orang dewasa menjadi cenderung meningkat, dan lebih
sering terkena pada jenis kelamin laki-laki daripada perempuan sebagaimana TB milier yang
terjadi pada anak-anak dan bayi3.
2.2.4. Patomekanisme
Mekanisme dasar dari terjadinya TB milier adalah adanya penyebaran yang masif dari kuman
TB secara hematogen dan limfogen, di mana kuman ini berasal dari suatu fokus infeksi atau
beberapa fokus infeksi (multiple focci infection) baik dari dalam paru itu sendiri maupun berasal
dari ekstraparu. Organ yang paling sering menjadi target adalah hepar, lien ,paru, sumsum tulang
dan lapisan menings dari otak, karena struktur dari organ-organ ini kaya akan sel-sel fagosit pada
dinding sinusoidnya3,6.
Akibat yang ditimbulkan dapat berkembang dari suatu infeksi TB primer maupun sekunder
(suatu bentuk reaktivitas dari kuman TB yang sebelumnya sudah ada), atau reakivtias ini
berkembang akibat dari suatu infeksi prmer itu sendiri. Infeksi primer akan berkembang menjadi
gejala yang onsetnya akut dan berkembang secara progresif, gejala yang ditimbulkan ini juga
bisa muncul beleakangan (late generalization) yang mana gejala ini juga bisa berkembang secara
progresif menjadi suatu bentuk yang akut, atau bisa muncul secara episodik, atau bahkan tahunan
yang akan berkembang menjadi suatu bentuk yang kronik. Reaktivasi ini juga bisa timbul dari
kuman TB yang dorman pada organ yang sudah terinfeksi sebelumnya, kejadian yang seperti ini
paling banyak dijumpai pada daerah dengan transmisi TBC yang tinggi3.
Reaktivasi dan penyebaran TB milier terjadi karena adanya defek pada sel makrofag, sel
natural killer (NK), sel limfosit T γ/δ, serta adanya gangguan ekspansi sel limfosit Tγ/δ. TB
milier banyak ditemukan pada pasien HIV karena terjadi penurunan sel limfosit T CD4+
menyebabkan penurunan produksi IFN-γ dan IL-2 sehingga terjadi penyebaran TB secara
milier5,6.
2.2.6. Diagnosa
Dalam diagnosa TB milier mengikuti pedoman yang sama dengan TBC paru. Dalam
diagnosa pasien dengan TBC diperlukan anamnesis dan pemeriksaan penunjang yang
mendukung. TB milier dapat mengenai ornag dewasa dan lebih sering mengenai anak-anak.
Namun terdapat perbedaan dalam hasil penilaian foto toraks pada pasien dengan gambaran khas
TB milier dengan TBC paru biasa. Berdasarkan pada Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis 2014, Pada pasien dengan curiga TB dengan gambaran hasil foto toraks merupakan
gambaran khas TB milier dapat langsung di diagnosa dengan TB milier dan langsung diberikan
penatalaksanaan yang sesuai dengan kasus, sementara hal yang demikian tidak sama dengan
pada kasus TBC paru biasa, dimana pada pasien dengan TBC paru tidak selalu memberikan
gambaran foto toraks yang khas TB sehingga dengan diagnosa radiologi saja tidak dibenarkan
penegakkan diagnosa TB4. Diagnosa pada orang dewasa mengikuti alur sebagai berikut,
Gambar 2.1. Alur diagnosa TB pada dewasa
(Sumber : Permenkes RI,No.67,Tahun 2016)
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga dapat
menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun underdiagnosis.
Pada kasus TB milier, umumnya tidak ada gejala yang khas dan pemeriksaan fisik yang khas.
Pasien yang datang dapat memberikan gejala yang berbeda-beda dan manifestasi klinik pada
pasien dewasa dan anak-anak juga umumnya berbeda. Untuk membantu dalam penegakkan
diagnosa dari TB milier, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang radiologi
saja tidak cukup untuk menegakkan kasus TB milier, terlebih pada gambaran TB milier yang
atipikal di hasil foto toraks, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan yang menyeluruh termasuk
pemeriksaan bakteriologis yang terutama memegang peranan penting dalam membuktikan
adanya infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis dan pemeriksaan histopatologis pada kasus TB
ekstraparu3,4,7.
Berdasarkan dari gambaran radiologis berupa pola milier dalam bentuk nodul-nodul, pola ini
terbentuk dari keadaan patologis pada struktur parenkim paru berupa terbentuknya turbekel.
Penemuan pola milier dari nodul-nodul ini mempermudah dalam mendiagnosa suatu TB milier.
Bila keadaan klinis yang menunjukkan gejala khas yang suatu TB milier namun hasil
pemeriksaan ChesT X ray menunjukkan gambaran yang atipikal (atau tidak khas), dapat
dilakukan pemeriksaan konfirmasi dengan HRCT (High Resolution Ct-Scan)3,7.
Gambar 2.1 Foto X-ray thoraks PA (pada gambar tampak pola milier dari pasien dengan
diagnosa TB milier)
(Sumber : Diagnosis and management of miliary tuberculosis: Current state and future perspectives)
Peranan CT-Scan dan MRI dengan tambahan kontras sangat berguna dalam mengevaluasi
organ diluar kavum toraks yang kemungkinan terlibat atau terinfeksi kuman TB. Pada CT-
abdomen , dapat dilakukan evaluasi pada organ hepar, lien, peritoneum, mesenterium,
limfadepoati intraabdomen dan menilai ada tidaknya cold abscess3.
MRI selain berguna untuk mengidentifikasi ada tidaknya lesi pada organ atau struktur lain
ekstraparu, juga untuk mengidentifikasi cold abscess dan evaluasi setelah pengobatan.
3. USG
USG pada kasus dengan kecurigaan TB milier memiliki peran dalam evaluasi lesi pada
organ-organ intraabdomen atau organ lain yang dicurigai berhubungan dengan penyebaran dari
kuman penyebab TB milier. Selain itu USG dapat menjadi guiding dalam proses parasentesis
untuk keperluan diagnosis dari penyebab efusi pleura3.
4. PET
Positron emission Tomography-CT dengan menggunakan radiofarmakoterai fluorodeoxyglu-
cose memiliki peranann yang penting dalam aktivitas dari berbagai lesi yang timbul akibat
infeksi termasuk infeksi TB. PET-CT dapat berperan dalam mengevaluasi luasnya lesi yang
ditimbulkan pada manifestasi awal dari penyakit, dengan mendeteksi lesi yang letaknya
tersembunyi dan sulit untuk ditemukan pada pemeriksaan imaging konvensional. Pemeriksaan
imaging jenis ini juga dapat dipakai untuk guiding dalam biopsy dan pemantauan keberhasilan
terapi3.
Gambar 2.4. pengambilan potongan koronal dengan CT-Scan (A) dan PET-CT dengan
fluorodeoxyglucose uptake pada hepar dan lien (ditunjuk oleh anak panah)
(Sumber : Diagnosis and management of miliary tuberculosis: Current state and future perspectives)
BAB 3
KESIMPULAN
TB milier adalah bentuk penyakit TB ekstraparu yang berat karena penyebaran yang massif
dari kuman Mycobacterium tuberculosis secara hematogen dan limfogen, sehingga penting untuk
didiagnosa dengan tepat dan mendapat terapi yang tepat secara adekuat. Diagnosa TB milier
tidaklah mudah. Walaupun pada pasien dengan kecurigaan klinis TB dan gambaran hasil Foto
Toraks menunjukkan gambaran khas TB milier sudah dapat didiagnosa dengan TB, dalam
praktis klinis yang ada, tidak semua pasien dengan TB milier akan memberikan gambaran khas
TB milier pada hasil Foto toraks dan manifestasi klinis yang berbeda-beda. Gambaran khas dari
TB milier dapat diperoleh dari pemeriksaan foto toraks yaitu berupa gambaran nodul-nodul
milier dengan ukuran satu sampai dua millimeter yang tersebar pada kedua lapangan paru. Pada
kasus dengan manifestasi klinis yang khas TB namun pada pemeriksaan foto toraks didapatkan
lesi yang meragukan dari suatu bentuk TB milier, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan
HRCT (High Resolution CT) yang mana merupakan Gold standard yang mampu memberikan
gambaran nodul milier yang lebih jelas pada kasus dengan letak dari lesi yang tidak begitu luas
dan tersembunyi. Berdasarkan kasus yang ditemukan dalam praktik klinis sendiri dapat diambil
kesimpulan bahwa pasien yang datang dengan manifestasi klinis curiga mengarah ke suatu
infeksi TB, pemeriksaan radiologis sebaiknya juga diikuti dengan pemeriksaan penunjang lain
yaitu pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan bakteriologis) dan pemeriksaan histopatologis
bila ada kecurigaan suatu TB ekstraparu.
DAFTAR PUSTAKA