Anda di halaman 1dari 9

BAB V

MOMENTUM LINIER & TUMBUKAN

A. Pendahuluan
Momentum sebuah partikel adalah sebuah vektor P yang didefinisikan
sebagai perkalian antara massa partikel m dengan kecepatannya, v, yaitu:

P = m ⃗v (1)
Isac Newton dalam Principia menyebut hukum gerak yang kedua dalam
bahasa momentum yang ia sebut sebagai ”kuantitas gerak”. Dalam istilah modern,
hukum kedua Newton berbunyi: ”Perubahan momentum (kuantitas gerak) benda
tiap satuan waktu sebanding dengan gaya resultan yang bekerja pada benda dan
berarah sama dengan gaya tersebut.” Secara matematis pernyataan ini dituliskan:

⃗ d⃗P
F = (2)
dt
Jika komponen P diuraikan, dengan menganggap m bernilai konstan, maka
hukum II Newton dituliskan sebagai:

⃗ d ( m ⃗v ) d ⃗v
F = =m = m ⃗a (3)
dt dt
Pada kenyataannya, Hukum II Newton lebih sering dituliskan dalam bentuk
Persamaan (3) di atas.
Pada sebuah sistem partikel yang memiliki n buah partikel, masing-masing
memiliki momentum p1, p2 , ... , pn. Jika dilihat secara kesuluruhan, sistem
partikel tersebut mempunyai momentum P,

P = ⃗p 1 + ⃗p 2 …. + ⃗p n (4)
Selengkapnya dituliskan :

P = m1 v 1 + m2 v 2 …. mn v n (5)
Jika massa total sistem adalah M dan kecepatan pusat massanya adalah vpm, maka:

P = M ⃗v pm (6)

“Momentum total sistem partikel sama dengan perkalian massa total


sistem partikel dengan kecepatan pusat massanya”
Jika Persamaan (6) dibagi dengan dt , maka diperoleh:
d⃗
P d ( M ⃗v pm ) d ⃗v pm
= =M , (7)
dt dt dt
Dan akhirnya diperoleh,
d⃗
P
= M ⃗a pm (8)
dt
M a pm didefinisikan sebagai gaya eksternal (Feks);
d⃗
P
= ⃗
Feks (9)
dt
Feks didefinisikan sebagai gaya eksternal yang bekerja pada sistem partikel.
Penyebutan ini bermaksud agar tidak rancu dengan keberadaan gaya internal antar
partikel. Adapun jumlahan gaya internal antar partikel adalah nol, karena masing-
masing saling meniadakan.

B. Momentum Linier & Impuls


Dalam suatu tumbukan, misalnya bola yang dihantam tongkat pemukul,
tongkat bersentuhan dengan bola hanya dalam waktu yang sangat singkat,
sedangkan pada waktu tersebut tongkat memberikan gaya yang sangat besar pada
bola. Gaya yang cukup besar dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat ini
disebut gaya impulsif.

Gambar B.1. Proses tumbukan sebuah bola dengan pemukul.

Pada peristiwa tumbukan semacam itu, tongkat memberikan gaya kepada


bola dengan arah gaya yang tetap. Tumbukan dimulai pada saat t1 dan berakhir
pada saat t2. Sebelum dan sesudah tumbukan gayanya adalah nol, namun selama
rentang t1 dan t2 gaya berubah dari nol menjadi sangat besar sebelum akhirnya
kembali ke nol lagi.
Perubahan gaya impulsif terhadap waktu ketika terjadi tumbukan dapat
digambarkan sebagai berikut:

Gambar B.2. Perubahan besarnya gaya sebagai fungsi waktu.

Tampak bahwa gaya impulsif tersebut tidak konstan. Dari Persamaan (2) tentang
hukum II Newton diperoleh:

⃗ d⃗
P
F =
dt
Persamaan tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk:
t2 P2

∫ ⃗F dt = ∫ d ⃗P (10)
t1 P1

Ruas kiri Persamaan (12) tersebut dikenal sebagai impuls sedangkan ruas kanan
merupakan perubahan momentum. Impuls menunjukan besarnya gaya yang
bekerja pada suatu benda dalam rentang waktu yang sangat kecil. Berdasarkan
Persamaan di atas, impuls juga didefinisikan sebagai perubahan momentum.
Persamaan (10) juga dapat diturunkan dengan cara sebagai berikut:
Persamaan (2) tentang Hukum II Newton dapat dituliskan dengan cara:

⃗ ∆⃗P
F = (11)
∆t
Persamaan tersebut dapat ditata ulang menjadi :

F∆t = ∆⃗ P (12)
Besaran F ∆ t adalah impuls J, sehingga akhirnya diperoleh:
⃗J = ⃗F∆t = ∆⃗ P = ⃗ P2 - ⃗ P1 (13)

Teorema Impuls-Momentum: Impuls dari sebuah gaya sama dengan


perubahan momentum partikel
C. Hukum Kekekalan Momentum Linier
Seandainya jumlah semua gaya eksternal yang bekerja pada sistem sama
dengan nol, maka:
d⃗P ⃗
= 0 atau P = konstan (14)
dt
Bila momentum total sistem ⃗ P = ⃗p1 + ⃗p2 ….+ ⃗pn , maka:

P = p
⃗ 1 + p
⃗ 2 ….+ ⃗pn = Konstan = ⃗
P0 (15)
Momentum masing-masing partikel dapat berubah, tetapi momentum sistem tetap
konstan.

D. Tumbukan
Tumbukan biasanya dibedakan dari kekal-tidaknya energi kinetic selama
proses. Bila energi kinetik sistem kekal, tumbukan bersifat elastic (lenting).
Sedangkan bila sebelum dan sesudah tumbukan energi kinetic berubah (tidak
kekal), tumbukan dikatakan tidak elastik. Dalam kondisi setelah tumbukan kedua
benda menempel dan bergerak bersama-sama, tumbukan dikatkan tidak elastik
sempurna.
D.1. Tumbukan Elastik Sempurna
Berikut ditunjukan dua buah benda bermassa m1 dan m2 bergerak dengan
kecepatan v1 dan v2 dengan v1 > v2. Pada saat awal, benda pertama berada di
belakang benda kedua. Suatu ketika benda pertama menumbuk benda kedua,
setelah itu kedua benda bergerak dengan kecepatan v’1 dan v’2, kini v’1 < v’2.

Gambar D.1.1. Proses dua buah benda bertumbukan

Pada tumbukan elastik, Energi Kinetik (dan juga momentum) sebelum dan
sesudah tumbukan adalah konstan/tetap. Artinya, setelah tumbukan tidak terjadi
pengurangan/penambahan jumlah energ kinetik. Dengan demikian pada tumbukan
elastik berlaku dua hukum kekekalan, yakni hukum kekelan momentum dan
hukum kekekalan energi kinetic sekaligus.
Berdasarkan kekekalan momentum:
m1 v1 + m2 v2 = m1v’1 + m2v’2,
dan dari kekekalan energi kinetik:
1/2 m1 v12 + 1/2m2 v22 = 1/2m1v’12 + 1/2 m2v2’2
Maka jika kedua persamaan tersebut diselesaikan secara serentak, diperoleh:
v1 - v2 = v’2 - v’1 (16)
D.1.2. Tumbukan Tidak Elastik Sempurna
Pada tumbukan ini, setelah tumbukan kedua benda bersatu dan bergerak
bersama-sama. Persamaan (20) tentang kekekalan momentum kini dituliskan
sebagai berikut:
m1v1+ m2 v2 = (m1 + m2)v’
Contoh Soal :
Dua buah balok A dan B berturut-turut memiliki massa 0,5 kg dan 0,3 kg bergerak
berhadapan satu dengan yang lain pada lintasan linier licin sempurna dengan va: 2
m/s dan vb= - 2 m/s. Jika sesudah tumbukan kedua balok menyatu dan bergerak
bersama-sama, tentukan kecepatan akhir dan bandingkan energi kinetik awal dan
akhir!
Penyelesaian:
Dari kekekalan momentum:
mava+mbvb=( ma +mb) v’

v’ =
mq v a+ mb v b
ma+ m b
= ( ms )+ ( 0.3 kg) (−2 ms )
( 0.5 kg ) 2

( 0.5 kg+ 0.3 kg )


Karena hasilnya positif, maka kedua balok menyatu dan sama-sama bergerak ke
kanan.
Energi kinetik sebelum tumbukan,
K= ½ mava2+½ mbvb2 = ½ (0,5 kg) (2 m/s)2+ ½ (0,3 kg) (-2 m/s)2= 1,6 J
Energi kinetic sesudah tumbukan,
K’= ½ (ma+mb)v’2= ½ (0,5 kg + 0,3 kg) (0,5 m/s)2= 0,1 J
Tampak nilai K > K’, artinya setelah tumbukan tidak semua enrgi kinetic diubah
menjadi energi kinetic, melainkan sebagian berubah menjadi energi lain.

E. Pusat Massa
Dalam gerak translasi, tiap titik pada benda mengalami pergeseran yang sama
dengan titik lainnya sepanjang waktu, sehingga gerak dari salah satu partikel
dapat menggambarkan gerak seluruh benda. Tetapi, walaupun di dalam geraknya,
benda juga berotasi atau bervibrasi, akan ada satu titik pada benda yang bergerak
serupa dengan gerak partikel, titik tersebut disebut pusat massa.
m1 m2 mn

x1
x2
xn

Misalkan terdapat n buah partikel dengan massa masing-masing, m1, m2, ..., mn,
sepanjang garis lurus dengan jarak dari titik asal masing-masing x1, x2, ..., xn
didefinisikan mempunyai koordinat pusat massa :
m1x1 + m2x2 + ... + mn xn
m1 + m2, + ... + mn
 mixi
 mi
 mixi
M
Dengan cara yang sama bila partikel terdistribusi dalam 3 dimensi (ruang),
koordinat pusat massanya adalah
 mixi
M
 miyi
M
 mizi
M
Untuk benda pejal, misalkan bola, silinder dsb, dianggap benda tersebut
tersusun atas partikel-partikel yang terdistribusi secara kontinu. Bila benda terbagi
menjadi n buah elemen dengan massa masing-masing m dan untuk m → 0
koordinat pusat massanya :
 mixi  x dm  x dm
 mi  dm M

 miyi  y dm  y dm
 mi  dm M

 mizi  z dm  z dm
 mi  dm M

F. Gerakan Pusat Massa


Terdapat sekumpulan partikel dengan massa masing-masing : m1, m2 , ... , mn
dengan massa total M. Dari teori pusat massa diperoleh :
M rpm = m1r1 + m2r2 + ... + mn rn
dengan :rpm adalah pusat massa susunan partikel tersebut.
Bila persamaan tersebut dideferensialkan terhadap waktu t, diperoleh
M drpm /dt= m1 dr1/dt + m2 dr2/dt + ... + mn drn/dt
M vpm = m1v1 + m2v2 + ... + mn vn
Bila dideferensialkan sekali lagi, diperoleh
M dvpm /dt= m1 dv1/dt + m2 dv2/dt + ... + mn dvn/dt
M apm = m1 a1 + m2 a2 + ... + mn an
Menurut hukum Newton, F = m a, maka F1 = m1 a1, F2 = m2 a2 dst.
F1

F2

Fn

M apm = F1 + F2 + ... + Fn
Jadi massa total dikalikan percepatan pusat massa sama dengan jumlah vektor
semua gaya yang bekerja pada sekelompok partikel tersebut. Karena gaya internal
selalu muncul berpasangan (saling meniadakan), maka tinggal gaya eksternal saja

M apm = Feks
Pusat massa suatu sistem partikel bergerak seolah-olah dengan seluruh sistem
dipusatkan di pusat massa itu dan semua gaya eksternal bekerja di titik tersebut.

G. Gerak Roket
Roket bergerak bukan karena tekanan semburan gasnya mendorong udara,
karena di luar angkasa tidak ada udara. Prinsip yang digunakan hukum kekekalan
momentum. Dengan massa gas yang disemburkan dengan kecepatan tertentu,
menyebabkan roket mendapatkan gerak majunya. Percobaan sederhananya
dilakukan oleh astronot dengan sarung tangan karet (berfungsi sama dengan
balon) yang dipasangi sedotan minuman berperang seperti roket. Tekanan udara
yang keluar dari sarung tangan karet yang semula ditiup memberi efek dorongan.
Roket bergerak karena adanya semburan propelan. Pada roket air, semburan
propelan digantikan dengan campuran air dan udara bertekanan tertentu.

Dorongan jet merupakan penerapan menarik hukum ketiga Newton dan


kekekalan momentum. Sebuah roket mendapatkan dorongan dengan membakar
bahan bakar dan membuang gas yang terbentuk lewat belakang. Roket
mengerjakan gaya pada gas buang, dan dari hukum ketiga Newton, gas
mengerjakan gaya yang sama dan berlawanan pada roket, mendorongnya ke
depan. Momentum yang hilang karena gas yang dikeluarkan sama dengan
momentum yang yang diperoleh roket. Roket mendorong melawan gas
buangannya sendiri, yang mendorong kembali melawan roket tersebut.

Persamaan Roket :

m.dv/dt = ukeluar |dm/dt| + Feks

besaran ukeluar |dm/dt| dinamakan dorongan roket :

Fdorongan = ukeluar |dm/dt|

Ketika roket bergerak didekat permukaan bumi, gaya eksternal Feks adalah berat
roket. Dalam persamaan Roket, gaya ini negative karena gaya ini langsung
berlawanan dengan arah kecepatan, seandainya roket bergerak ke atas. Jadi,
dorongan harus lebih besar dibandingkan berat roket jika roket harus dipercepat
ke atas. Setelah kita mensubstitusi Fkeluar = -mg dan membagi dengan m, maka
persamaannya menjadi :

dv/dt = -g + ukeluar/ m |dm/dt|

Untuk roket yang bergerak dalam ruang bebas tanpa gaya eksternal, perubahan
kecepatan diberikan oleh :

vf vi = + ukeluar In mi/mf (tanpa gaya eksternal)

massa roket tanpa bahan bakar sama sekali dinamakan berat roket
kosong(payload). Jika berat kosong hanya 10 persen dari massa awal total,
artinya, 90 persen massa awal adalah bahan bakar, rasio mi/mf ketika bahan bakar
habis adalah 10. Untuk roket yang bergerak dengan vi = 0 dan tanpa gaya
eksternal, kelajuan akhir akan sama dengan :

vf = ukeluar In 10 = 2,3 ukeluar

Anda mungkin juga menyukai