Anda di halaman 1dari 9

Facile synthesis of novel soluble cellulose-grafted hyperbranched polymers

as potential natural antimicrobial materials


Journal of Carbohydrate Polymers 157 (2017) 1913–192176
Deniz Demircan and Baozhong Zhang
Reviewer : Andriyani Budi Listyo

Abstrak

Material polimer selulosa- graft hyperbranched merupakan selulosa termodifikasi jenis


baru yang memiliki sifat yang lebih baik secara kimia maupun fisik serta memiliki banyak
kegunaan dalam berbagai macam aplikasi salah satunya adalah sebagai antibakteri. Berbagai
macam metode modifikasi kimia dapat dilakukan untuk menghasilkan polimer selulosa
dengan gugus fungsional tertentu. Strategi grafting monomer atau penyambungan monomer
mudah untuk dilakukan untuk modifikasi selulosa. Modifikasi selulosa akan menghasilkan
kereaktivitasan yang berbeda-beda dalam beberapa aplikasi diantaranya yaitu sebagai
senyawa antibakteri.
Keyword : Modifikasi selulosa, Polimer hyperbranched, Aktivitas antibakteri

1. Pendahuluan
Selulosa secara alami terdapat pada kayu, kapas, rami, dan tumbuhan lainnya
merupakan polimer yang menyerupai serabut, tidak larut dalam air. Selulosa umum
digunakan sebagai bahan pakaian, serat pembuatan kertas, bahan bangunan, tekstil, sebagai
sumber kimiawi untuk membuat alkohol atau bahan kimia lainnya, serta material alam yang
dapat diperbaharui. Supaya selulosa lebih kompetitif sebagai bahan fungsional dalam
industri, teknologi pengolahannya terus disempurnakan dengan dilakukan modifikasi baik
secara fisik atau kimiawi dari selulosa.
Pada penelitian ini telah dilakukan modifikasi kimia atau gugus fungsional selulosa
dengan metode grafting polimer hyperbranched bis(2-kloroetil)amina pada kerangka
selulosa menghasilkan material baru, polimer hyperbranched polietilenimina-selulosa.
Senyawa bis(2-kloroetil) amina merupakan monomer tipe AB2 yang dapat digunakan untuk
strategi pembentukan polimer hyperbranched. Polimer hasil sintesis dikarakterisasi dengan
13
C-NMR, FTIR dan Analisis Elemental. Selain itu juga dilakukan analisis termal gravimetri
(TGA) serta ters kelarutan dengan berbagai pelarut organik. Hasil uji kelarutan polimer
hyperbranched polietilenimina-selulosa menghasilkan kelarutan yang baik terhadap
beberapa pelarut organik aprotik diantaranya yaitu DCM, asetonitril, 1,4 dioksankloroform,
DMF, DMA dan DMSO.
Polimer hyperbranched polietilenimina-selulosa berpotensi sebagai antibakteri. Uji
aktivitas antibakteri dilakukan dengan tes difusi cakram terhadap beberapa bakteri gram
positif dan negatif. Hasil yang diperoleh zona inhibisi polimer hyperbranched
polietilenimina-selulosa lebih besar dibanding tosilat selulosa.

2. Isi Review
Selulosa merupakan polimer alam berupa rantai linear molekul cincin glukosa.
Selulosa terdiri dari dua cincin anhidroglukosa ((C6H10O5) n; n = 10.000 hingga 15.000, di
mana n tergantung pada bahan sumber selulosa) yang dihubungkan melalui oksigen yang
diikat secara kovalen pada C1 dari cincin glukosa satu ke C4 dari cincin yang bersebelahan
(C1 – C4) dan disebut sebagai ikatan β 1-4 glukosida (Moon et al., 2011).

Gambar 1. Rantai Sesulosa (Moon et al., 2011)


Berdasarkan strukturnya kereaktivitasan selulosa terletak pada tiga gugus hidroksil (-
OH) dalam setiap residu glukosa. Tiga gugus hidroksil tersebut yaitu hidroksil pada posisi 2
dan 3 yang berperilaku sebagai alkohol sekunder serta gugus –OH pada posisi 6 bertindak
sebagai alkohol primer (lihat pada Gambar 1). Ketiga hidroksil ini bertanggung jawab atas
reaksi yang terjadi pada selulosa. Secara umum tingkat reaktivitas dari gugus hidroksil dari
selulosa dapat dinyatakan : OH – C6 > OH – C2> OH – C3 (Roy et al., 2009). Gugus-gugus
–OH pada molekul selulosa dapat membentuk dua macam ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen
antara gugus-gugus –OH dari satuan glukosa yang berdekatan dalam molekul selulosa yang
sama disebut ikatan intramolekul (O5---HO3 dan O2---HO6) yang menyebabkan masing-
masing rantai memiliki kekakuan tertentu. Terdapat juga ikatan hidrogen antara gugus-gugus
–OH dari molekul-molekul selulosa yang berdampingan atau disebut ikatan antarmolekul
(O3---H-O6). Ikatan tersebut menyebabkan pembentukan struktur supramolekul.
Adanya ikatan hidrogen intramolekul dan antarmolekul menyebabkan gugus-gugus
–OH pada selulosa sukar dimasuki oleh pereaksi (aksesibilitas rendah). Pereaksi sukar
berpenetrasi ke dalam serat, sehingga hanya terjadi reaksi topokimiawi atau permukaan. Jika
terjadi penetrasi, reaksi hanya terjadi pada daerah amorf, sehingga produk reaksi tidak
seragam. Gugus-gugus –OH yang tidak saling bebas juga membuat selulosa bersifat
hidrofobik dan sama sekali tidak larut dalam pelarut berair.
Dalam penggunaan selulosa pada berbagai aplikasinya, dilakukan modifikasi selulosa
untuk mengatasi berbagai kelemahan selulosa. Modifikasi yang dapat dilakukan yaitu
modifikasi kimia atau gugus fungsional yang terikat pada struktur selulosa sehingga dapat
mempengaruhi reaktivitasnya. Aplikasi material selulosa termodifikasi yang sudah diteliti
yaitu selulosa yang termodifikasi dengan gugus amino melalui reaksi kondensasi antara S-
OH sebagai agen kopling selulosa yang digunakan dalam bidang katalis (Koga, Kitaoka &
Isogai, 2011). Penelitian lainnya yaitu dalam bidang adsorbsi dengan modifikasi cangkok
permukaan bahan selulosa menggunakan monomer yang mengandung -COOH, -COO-, -
SO3H atau -NH2 dapat digunakan sebagai adsorben
untuk menghilangkan ion logam divalen dari air (Tian et al., 2011;Keleş and Güçlü, 2006)
Modifikasi kimia selulosa dilakukan untuk mengubah reaktifitas selulosa agar dapar
meningkatkan daya guna selulosa dalam berbagai aplikasi. Riview oleh Hokkanen,
Bhatnagar & Sillanpää, (2016) membahas tentang macam-maca modifikasi kimia pada
selulosa diantaranya yaitu :
a. Grafting Monomer
Grafting monomer atau penyambungan monomer pada struktur selulosa untuk
membentuk kopolimer bercabang. Strategi ini dapat dilakukan pada medium homogen dan
heterogen. Sifat dari polimer selulosa ini tergantung pada monomer yang digunakan.
b. Direct chemical
- Esterifikasi . Selulosa ester adalah turunan selulosa yang dihasilkan dari esterifikasi
gugus hidroksil bebas dari selulosa dengan satu atau lebih asam, di mana selulosa
bereaksi sebagai alkohol polimer trivalen. Ester selulosa umumnya diturunkan dari
selulosa alami dengan bereaksi dengan asam organik, anhidrida, atau asam klorida.
Metode esterifikasi selulosa yang mengarah ke bahan adsorben untuk pengolahan air.
- Halogenisasi. Halogenasi adalah reaksi kimia yang melibatkan reaksi senyawa dengan
halogen dan menghasilkan halogen yang ditambahkan ke senyawa (Zhou et al., 2012).
Klorin adalah halogen yang efektif dengan polimer
- Oksidasi. Selulosa dapat mengalami variasi oksidasi. Serangan oksidator terhadap
selulosa diantaranya yaitu kelompok akhir aldehid bias teroksidasi menjadi gugus
karboksil, kelompok alkohol primer yang dapat dioksidasi menjadi aldehida atau gugus
karboksil, dan glikol grup (gugus 2,3-dihidroksi) yang dapat dioksidasi menjadi tahap
keton, aldehid, atau karboksil.
- Alkaline treatment. Alkaline treatment dapat meningkatkan luas permukaannya,
volume, dan diameter pori yang bagus untuk aplikasi bidang adsobsi. Natrium
hidroksida adalah reagen yang baik untuk saponifikasi atau konversi gugus ester
menjadi karboksilat dan alkohol.
- Eterifikasi. Eter selulosa disintesis dariselulosa melalui proses eterifikasi OH kelompok
C-2, C-3, dan C-6 dari unit anhidroglukosa pada molekul selulosa disubstitusi oleh
kelompok lain (Fox et al., 2011). Hidroksietil selulosa dan turunan hidrofobiknya
dimodifikasi secara luas digunakan dalam banyak aplikasi industri seperti obat-obatan,
kosmetik, tekstil, dan cat dan industri mineral.

Dalam berbagai aplikasi saat ini para peneliti lebih menyukai untuk memodifikasi
selulosa dengan strategi grafting monomer atau penyambungan monomer. Hal ini
dikarenakan metode ini mudah untuk dilakukan, banyaknya monomer-monomer yang
dapat digunakan dengan kereaktivitasannya yang berbeda beda serta menghasilkan
material baru yang sifanya unik, viskositas rendah dan kelarutan yang tinggi.

Beberapa percobaan modifikasi kimia selulosa menggunakan strategi “hypergrafting


modification” telah banyak dilakukan. Sintetsis yang telah dilakukan oleh Dadkhah
Tehrani and Basiryan, (2015) menggunakan monomer etilendiamin untuk membentuk
hyperbranced poliamidoamin selulosa. Metode yang dilakukan terdiri dari 2 langkah yaitu
penambahan gugus amino pada tosilat selulosa dan amidasi menghasilkan senyawa ester
sebagai gugus terminal. Karakterisasi produk menggunakan H-NMR dan FTIR.

(a) (b)
Gambar 2. Tosilat Selulosa (a) dan hyperbranched poliamidoamin selulosa (b)

Sintesis hyperbranced selulosa dilakukan dengan menggunakan acrylonitrile yang


dilanjutkan dengan reaksi aminasi dengan etilendiamin dan beberapa turunan senyawa
aldehid aromatik yaitu vanillin, p-hidroksibenzaldehid, p-klorobenzaldehid dan anisaldehid
menjadi polimer hyperbranced selulosa polyacrylonitrile dengan beberapa senyawa turunan
aldehid aromatik (lihat pada gambar 3). Karakterisasi produk menggunakan H-NMR dan
FTIR (El-Khouly et al., 2011).
Dalam sintesis material hyperbranced selulosa pada paper ini selulosa dilakukan
tosilasi terlebih dahulu untuk menghasilkan prekursor selulosa terlarut agar selanjutnya dapat
dengan mudah untuk bereaksi secara substritusi. Hal ini karena tosilat merupakan gugus
leaving group yang baik dibanding dengan gugus -OH (Dalgleish et al., 2007). Selanjutnya
inisiasi dalam polimerisasi “hypergrafting” menggunakan monomer tipe AB2 yaitu bis
(kloroetilamin) menghasilkan polimer selulosa dengan struktur hyperbranched
polietilenimina (PEI).
Gambar 3. Modifikasi percabangan selulosa polyacrylonitrile

Jenis monomer yang digunakan untuk membentuk senyawa polimer dapat


mempengaruhi aktivitasnya salah satunya dapat diaplikasikan sebagai antibakteri. . Beberapa
monomer yang dapat dijadikan sebagai antibakteri diantaranya yaitu polivinil alkohol (PVA),
poliamida, poliuretana dan lain-lain (El-Refaie Kenawy, S. D. Worley, 2007). Material
antimikroba tersebut terikat melalui ikatan kovalen atau melalui interaksi nonkovalen pada
permukaan substrat (selulosa). Agen antimikroba yang berikatan kovalen pada permukaan
bisa menghasilkan sifat antimikroba yang efektif dan tahan lama. Monomer lain yang dapat
berfungsi sebagai antibakteri yaitu turunan fenol,seperti polipeptida, N-halamines, garam
amonium dan fosfonium kuaterner, Polimerisasi dapat memberikan konsentrasi yang
seragam dan rantai tinggi polimer pada permukaan matriks selulosa, yang biasa menunjukkan
aktivitas antibakteri yang baik (Kang, Liu & Huang, 2015)
Dibandingkan dengan polimer poliamina lainya, struktur hyperbranced
polietileimina memiliki struktur yang agak rumit sehingga ada keterkaitan antara struktur
molekul dan aktivitasnya. Ada beberapa struktural yang perlu dipertimbangkan secara umum
untuk memahami aktivitas antimikroba dari polimer hyperbranched. Pertama, material
mengandung cukup banyak kelompok kloroetilamin, yang dikenal karena kemampuannya
untuk bereaksi dengan berbagai nukleofil (Norton, Popel & Pandey, 2015) Oleh karena itu,
interaksi antara hyperbranced selulosa polietilenimin dan sel bakteri juga dapat mencakup
kontribusi dari reaksi kimia dan interaksi elektrostatik antara amonium dan membrane yang
bermuatan negatif. Kedua, keberadaan sejumlah besar gugus ujung klorin (bukan gugus
amino atau hidroksi) juga dapat mengubah secara signifikan hidrofobisitas permukaan
polimer yang diperoleh, yang juga dianggap sebagai faktor penting untuk agen antimikroba.
Ketiga, struktur dendritik yang dicangkokkan pada kerangka selulosa yang diperkuat
kelompok fungsional (misalnya amina, klorin). Ini akan menyebabkan konsentrasi menjadi
tinggi oleh gugus fungsional, yang dapat meningkatkan interaksi dengan dinding sel bakteri
dan meningkatkan efek antimikroba. Namun, gugus fungsi yang tertutup gugus juga dapat
membatasi akses mereka ke dinding sel bakteri, yang dapat menyebabkan dampak negatif
pada efek antimikroba seperti fenomena gabungan diamati lebih awal dalam kasus
dendrimers polyamine atau hyperbranched polimer (Salimpour Abkenar & Mohammad Ali
Malek, 2012).
3. Kesimpulan
Beberapa metode telah dikembangkan dalam modifikasi selulosa untuk mendapatkan
karakter selulosa yang lebih baik. . Modifikasi yang dapat dilakukan yaitu modifikasi kimia
atau gugus fungsional yang terikat pada struktur selulosa sehingga dapat mempengaruhi
reaktivitasnya. Modifikasi kimia selulosa dengan srategi grafting monomer atau
penyambungan monomer mudah untuk dilakukan,. Banyaknya monomer-monomer yang
dapat digunakan dengan kereaktivitasannya yang berbeda beda serta menghasilkan material
baru yang sifanya unik, viskositas rendah dan kelarutan yang tinggi . Aplikasi material
hyperbranched selulosa sebagai antimikroba telah semakin banyak dipelajari. Monomer
sebagai gen antimikroba yang berikatan kovalen pada permukaan selulosa bisa menghasilkan
sifat antimikroba yang efektif terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif.

Daftar Pustaka
Dadkhah Tehrani, A. and Basiryan, A. (2015) ‘Dendronization of cellulose nanowhisker with
cationic hyperbranched dendritic polyamidoamine’, Carbohydrate Polymers.
Elsevier Ltd., 120, pp. 46–52. doi: 10.1016/j.carbpol.2014.12.004.
Dalgleish, T. et al. (2007) Organic Synthesis The Disconnection Approach Second Edition,
Journal of Experimental Psychology: General.
El-Khouly, A. S. et al. (2011) ‘Synthesis, characterization and antimicrobial activity of
modified cellulose-graft-polyacrylonitrile with some aromatic aldehyde
derivatives’, Carbohydrate Polymers. Elsevier Ltd., 83(2), pp. 346–353. doi:
10.1016/j.carbpol.2010.07.047.
El-Refaie Kenawy, S. D. Worley, and R. B. (2007) ‘The Chemistry and Applications of
Antimicrobial Polymers’, 8(5).
Fox, S. C. et al. (2011) ‘Regioselective Esterification and Etherification of Cellulose.PDF’,
pp. 1956–1972.
Hokkanen, S., Bhatnagar, A. and Sillanpää, M. (2016) ‘A review on modification methods
to cellulose-based adsorbents to improve adsorption capacity’, Water Research,
91, pp. 156–173. doi: 10.1016/j.watres.2016.01.008.
Kang, H., Liu, R. and Huang, Y. (2015) ‘Graft modification of cellulose: Methods, properties
and applications’, Polymer. Elsevier Ltd, 70, pp. A1–A16. doi:
10.1016/j.polymer.2015.05.041.
Keleş, S. and Güçlü, G. (2006) ‘Competitive removal of heavy metal ions by starch-graft-
acrylic acid copolymers’, Polymer - Plastics Technology and Engineering, 45(3),
pp. 365–371. doi: 10.1080/03602550600553291.
Koga, H., Kitaoka, T. and Isogai, A. (2011) ‘In situ modification of cellulose paper with
amino groups for catalytic applications’, Journal of Materials Chemistry, 21(25),
pp. 9356–9361. doi: 10.1039/c1jm10543d.
Moon, R. J. et al. (2011) Cellulose nanomaterials review: Structure, properties and
nanocomposites, Chemical Society Reviews. doi: 10.1039/c0cs00108b.
Norton, K. A., Popel, A. S. and Pandey, N. B. (2015) ‘Optimizing Halogenation Conditions
of N-Halamine Polymers and Investigating Mode of Bactericidal Action’, American
Journal of Cancer Research, 5(4), pp. 1295–1307. doi: 10.1002/app.
Roy, D. et al. (2009) ‘Cellulose modification by polymer grafting: A review’, Chemical
Society Reviews, 38(7), pp. 2046–2064. doi: 10.1039/b808639g.
Salimpour Abkenar, S. and Mohammad Ali Malek, R. (2012) ‘Preparation, characterization,
and antimicrobial property of cotton cellulose fabric grafted with poly (propylene
imine) dendrimer’, Cellulose, 19(5), pp. 1701–1714. doi: 10.1007/s10570-012-
9744-y.
Tian, Y. et al. (2011) ‘Electrospun membrane of cellulose acetate for heavy metal ion
adsorption in water treatment’, Carbohydrate Polymers. Elsevier Ltd., 83(2), pp.
743–748. doi: 10.1016/j.carbpol.2010.08.054.
Zhou, Y. et al. (2012) ‘Removal of Chromium (VI) from Aqueous Solution by Cellulose
Modified with D-Glucose’, Separation Science and Technology, 47(1), pp. 157–165.
doi: 10.1080/01496395.2011.603139.

Anda mungkin juga menyukai