STATUS EPILEPTIKUS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Anestesi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Diajukan Kepada:
dr. Totok Kristiyono, M.Kes, Sp.An
Disusun Oleh:
Talitha Inas Lailina
20174011073
1
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
STATUS EPILEPTIKUS
Januari 2018
Oleh:
20174011073
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan tema “STATUS
EPILEPTIKUS”. Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Kepaniteraan
Klinik bagian Ilmu Anestesi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Dalam penulisan referat ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang
tulus kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:
1. dr. Totok Kristiyono, M.Kes, Sp. An., selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
bagian Ilmu Anestesi sekaligus pembimbing referat di RSUD KRT Setjonegoro,
Wonosobo.
2. Seluruh perawat Anestesi dan tenaga medis lainnya yang telah berkenan membantu
berjalannya Kepaniteraan Klinik bagian Anestesi.
3. Papa dan Mama masing-masing dari kami yang telah mencurahkan kasih sayang yang
tiada henti bagi kami dan telah memberikan dukungan financial dalam penyelesaian
referat ini.
Semoga pengalaman dalam membuat referat ini dapat memberikan hikmah bagi semua
pihak. Mengingat penyusunan referat ini masih jauh dari kata sempurna, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat menjadi masukan berharga sehingga menjadi
acuan untuk penulisan referat selanjutnya.
Penulis
3
DAFTAR ISI
REFERAT .................................................................................................................................. 1
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ 3
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 4
BAB I ......................................................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................ 1
Daftar pustaka ............................................................................................................................ 1
4
BAB I
PENDAHULUAN
Status Epileptikus merupakan masalah kesehatan umum yang diakui meningkat akhir-
akhir ini terutama di Negara Amerika Serikat. Ini berhubungan dengan mortalitas yang tinggi
pada 152.000 kasus di USA yang terjadi tiap tahunnya menghasilkan kematian. Begitu pula
dalam praktek sehari-hari, Status Epileptikus merupakan masalah yang tidak dapat secara
cepat dan tepat tertangani untuk mencegah kematian ataupun akibat yang terjadi kemudian. 1
Status Epileptikus secara fisiologis didefenisikan sebagai aktivitas epilepsi tanpa adanya
normalisasi lengkap dari neurokimia dan homeostasis fisiologis dan memiliki spektrum luas
dari gejala klinis dengan berbagai patofisiologi, anatomi dan dasar etiologi. Berdasarkan
observasi pada pasien yang menjalani monitoring video-electroencephalography (EEG)
selama episode kejang, komponen tonik-klonik terakhir satu sampai dua menit dan jarang
berlangsung lebih dari lima menit. Batas ambang untuk membuat diagnosis ini oleh
karenanya harus turun dari lima sampai sepuluh menit.1,2
Banyaknya jenis status epileptikus sesuai dengan bentuk klinis epilepsi: status petitmal,
status psikomotor, dan lain-lain. Biasanya bila status epileptikus tidak bisa diatasi dalam satu
jam, sudah akan terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen. Oleh karena itu, gejala ini
harus dapat dikenali dan ditanggulangi secepat mungkin. Rata-rata 15 % penderita
meninggal, walaupun pengobatan dilakukan secara tepat. Lebih kurang 60-80% penderita
yang bebas dari kejang setelah lebih dari 1 jam akan menderita cacat neurologis atau
berlanjut menjadi penderita epilepsi.2
Berdasarkan kompleksitas dari penyakit ini, Status Epileptikus tidak hanya penting
untuk menghentikan kejang tetapi identifikasi pengobatan penyakit dasar merupakan bagian
utama pada penatalaksanaan Status Epileptikus.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Berdasarkan Epilepsy Foundation of America (EFA), status epileptikus didefinisikan
sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan
kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang
yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status
epileptikus.1
2.2 Epidemiologi
Status epileptikus merupakan suatu masalah yang umum terjadi dengan angka kejadian
kira-kira 60.000 – 160.000 kasus dari status epileptikus tonik-klonik umum yang terjadi di
Amerika Serikat setiap tahunnya.Pada sepertiga kasus, status epileptikus merupakan gejala
yang timbul pada pasien yang mengalami epilepsi berulang. Sepertiga kasus terjadi pada
pasien yang didiagnosa epilepsi, biasanya karena ketidakteraturan dalam memakan obat
antikonvulsan. Mortalitas yang berhubungan dengan aktivitas kejang sekitar 1-2 persen,
tetapi mortalitas yang berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan status epileptikus
kira-kira 10 persen. 1,3
Dari data epidemiologi menunjukkan bahwa etiologi dari Status Epileptikus dapat
dikategorikan pada proses akut dan kronik. Pada usia tua Status Epileptikus kebanyakan
sekunder karena adanya penyakit serebrovaskuler, disfungsi jantung, dementia. Pada Negara
miskin, epilepsy merupakan kejadian yang tak tertangani dan merupakan angka kejadian
yang paling tinggi.1,4
1
2.3 Etiologi
Penyebab status epileptikus yang banyak diketahui adalah, infark otak mendadak, ,
bermacam-macam gangguan metabolisme, tumor otak, atau berhenti mengkonsumsi obat
anti kejang. Beberapa penyebab dari status epileptikus adalah 2,3:
Alkohol
Anoksia otak
Penyakit cerebrovaskular
Epilepsi kronik
Metabolik
Trauma
Hipoglikemia
2.4 Patofisiologi
Status epileptikus dibagi menjadi lima fase. Fase pertama terjadi mekanisme
kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dan cardiac output, peningkatan
oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan darah, peningkatan laktat serum,
peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang diakibatkan asidosis laktat.
Perubahan syaraf reversibel pada tahap ini. Setelah 30 menit, ada perubahan ke fase
kedua, kemampuan tubuh beradaptasi berkurang dimana tekanan darah, pH dan glukosa
serum kembali normal. Kerusakan syaraf irreversibel pada tahap ini. Pada fase ketiga
aktivitas kejang berlanjut mengarah pada terjadinya hipertermia (suhu meningkat),
perburukan pernafasan dan peningkatan kerusakan syaraf yang irreversibel.3
Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap keempat,
ketika peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme ventilasi. Keadaan
ini diikuti oleh penghentian dari seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi
kehilangan syaraf dan kerusakan otak berlanjut.
Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus, tetapi
maksimal pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks
serebri, serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus
mungkin paling sensitif akibat efek dari status epileptikus.1,3
2
Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu kompleks dan
melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui reseptor GABA dan
meningkatkan pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor glutamat dengan
masuknya ion Natrium dan Kalsium dan kerusakan sel yang diperantarai kalsium. 1
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena
penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya
status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan, area tertentu dari
korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset), kategori
utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi atau non-
konvulsi.2,4
Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status epileptikus.
Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status epileptikus umum
(tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial
(sederhana atau kompleks).2,4
Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum (overt atau subtle) dan
status epileptikus non-konvulsi (parsial sederhana, parsial kompleks, absens).
1. Overt generalized convulsive status epilepticus
Aktivitas kejang yang berkelanjutan dan intermiten tanpa ada kesadaran penuh.
a. Tonik
b. Klonik
c. Tonik – klonik
2. Subtle generalized convulsive status epilepticus diikuti dengan generalized convulsive
status epilepticus dengan atau tanpa aktivitas motorik
3. Simple / partial status epilepticus (consciousness preserved)
a. simple motor status epilepticus
b. sensory status epilepticus
c. aphasic status epilepticus
4. nonconvulsive status epilepticus (consciousness impaired)
a. petitmal status epilepticus
b. complex partial status epilepticus
3
2.4 Komplikasi
Otak
Peningkatan Tekanan Intra Kranial
edema serebri
Trombosis arteri dan vena otak
Disfungsi kognitif
Gagal Ginjal
Myoglobinuria, rhabdomiolisis
Gagal Nafas
Apnea
Pneumonia
Hipoksia, hiperkapni
Pelepasan Katekolamin
Hipertensi
Oedema paru
Aritmia
Glikosuria, dilatasi pupil
Hipersekresi, hiperpireksia
Jantung
Hipotensi, gagal jantung, tromboembolisme
Metabolik dan Sistemik
Dehidrasi
Asidosis
Hiperglikemia
hipoglikemia
Hiperkalemia, hiponatremia
Kegagalan multiorgan
Idiopatik
Fraktur, tromboplebitis, DIC
4
Clonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari
survei ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga
terjadi.1,2,5
Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan
potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik
umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status
tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa
pemulihan kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.1,5
Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang
melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien
menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi
dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia
dan peningkatan laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan
asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam
pertama pada kasus yang tidak tertangani.1,5
Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan
kesadaran tanpa diikuti fase klonik.
5
D. Status Epileptikus Mioklonik.
Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas
atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai
suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai
“slow motion movie” dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama.
Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak.
Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada
semua tempat. Respon terhadap status epileptikus Benzodiazepin intravena didapati.1,2
Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial
kompleks, karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-
konvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma. Ketika sadar, dijumpai
perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat marah, halusinasi, tingkah
6
laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada beberapa kasus
dijumpai psikosis. 1,2,4
Diagnosa dilakukan dengan cepat dalam waktu 5 – 10 menit. Hal yang pertama kita
lakukan adalah:3,4
anamnesis
riwayat epilepsi, riwayat menderita tumor, infeksi obat, alkohol, penyakit
serebrovaskular lain, dan gangguan metabolit. Perhatikan lama kejang, sifat kejang (fokal,
umum, tonik/klonik), tingkat kesadaran diantara kejang, riwayat kejang sebelumnya,
riwayat kejang dalam keluarga, demam, riwayat persalinan, tumbuh kembang, dan
penyakit yang sedang diderita. 4
Pemeriksaan fisik
pemeriksaan neurologi lengkap meliputi tingkat kesadaran penglihatan dan
pendengaran refleks fisiologis dan patologi, lateralisasi, papil edema akibat peningkatan
intrakranial akibat tumor, perdarahan, dll. Sistem motorik yaitu parestesia, hipestesia,
anestesia.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yaitu darah, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal dengan urin
analisis dan kultur, jika ada dugaan infeksi, maka dilakukan kultur darah dan imaging
yaitu CT Scan dan MRI untuk mengevaluasi lesi struktural di otak EEG untuk
mengetahui aktivitas listrik otak dan dilakukan secepat mungkin jika pasien mengalami
gangguan mental, Pungsi lumbal dapat kita lakukan jika ada dugaan infeksi atau
perdarahan subarachnoid.3,4
2.9 Penatalaksanaan
7
Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering digunakan adalah Diazepam (Valium),
Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Versed). 1,3
Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric acid
(GABA) oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks Reseptor-Barbiturat.
Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan dengan Diazepam dan
karenanya memiliki masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut dalam lemak dan
akan terdistribusi pada depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah dosis awal, konsentrasi
Diazepam plasma jatuh ke 20 persen dari konsentrasi maksimal. Mula kerja dan
kecepatan depresi pernafasan dan kardiovaskuler (sekitar 10 %) dari Lorazepam adalah
sama.1
Fenitoin diberikan dengan dosis 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1
mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya
adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Efek samping termasuk
hipotensi (28-50 %), aritmia jantung (2%). Fenitoin parenteral berisi Propilen glikol,
Alkohol dan Natrium hidroksida dan penyuntikan harus menggunakan jarum suntik yang
besar diikuti dengan NaCl 0,9 % untuk mencegah lokal iritasi : tromboplebitis dan
“purple glove syndrome”. Larutan dekstrosa tidak digunakan untuk mengencerkan
fenitoin, karena akan terjadi presipitasi yang mengakibatkan terbentuknya
mikrokristal.2,4
1. Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu
intubasi)
a. Periksa tekanan darah
b. Mulai pemberian Oksigen
c. Monitoring EKG dan pernafasan
d. Periksa secara teratur suhu tubuh
e. Anamnesa dan pemeriksaan neurologis
2. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar glukosa,
hitung darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan darah; periksa
AGDA (Analisa Gas Darah Arteri)
8
3. Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat
4. Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan Tiamin 100 mg
IV atau IM untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wernicke’s encephalophaty
5. Lakukan rekaman EEG (bila ada)
6. Berikan Lorazepam (Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8 mg) intravena
dengan kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2 mg/kg (5 sampai 10 mg). Jika
kejang tetap terjadi berikan Fenitoin dengan dosis 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan
1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit
9
2.10 Prognosis
Prognosis status epileptikus adalah tergantung pada penyebab yang mendasari status
epileptikus. Pasien dengan status epileptikus akibat penggunaan antikonvulsan atau akibat
alkohol biasanya prognosisnya lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan dengan cepat dan
dilakukan pencegahan terjadi komplikasi. Pasien dengan meningitis sebagai etiologi maka
prognosis tergantung dari meningitis tersebut.4
10
1
Daftar pustaka
1. Status Epileptikus. Available at:
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepd
f=0&pdf=&html=061214-gtfy209.htm.
2. BAG/SMF Ilmu Penyakit Saraf. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Edisi III. Surabaya :
Rumah Sakit Dokter Soetomo, 2006.
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2000. Buku Ajar Neurologi. Cetakan ke-2 Jakarta :
Badan Penerbit IDAI.
4. Pediatric Status Epileptycus, 2014, from :
http://emedicine.medscape.com/article/908394-overview#a2
5. Status epileptikus. Available at: http://adc.bmj.com/content/79/1/78/F1.large.jpg.