Anda di halaman 1dari 47

Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Latar Belakang Pemilihan Daerah Perencanaan


2.1.1 Aspek Fisik
Aspek fisik adalah kondisi fisik dari daerah perencanaan. Aspek fisik ini
erat kaitannya dengan daerah perencanaan yang memerlukan penanganan khusus
da;am pengolahan air buangan. Air buangan memerlukan suatu pengolahan yang
benar-benar menjamin dari segi kuantitas, kontinuitas, dan kualitasnya. Karena
tanpa adanya pengolahan yang baik nantinya akan menimbulkan masalah pada
masa-masa mendatang. Dengan adanya sistem perencanaan pengolahan air
buangan yang baik, diharapkan dapat menekan seminimal mungkin masalah yang
mungkin akan timbul. Hal-hal yang perlu menjadi perhatian dalam aspek ini
adalah :
 Kondisi daerah
 Tata guna lahan
 Jumlah pertambahan dan kepadatan penduduk
 Tinggi muka air tanah
 Keadaan, jumlah prasarana, dan fasilitas kota
 Iklim dan cuaca
 Fasilitas penyediaan dan pengolahan air buangan yang ada

2.1.2 Aspek Ekonomis


Pertimbangan aspek ekonomi memiliki peranan yang cukup penting di
dalam melatar belakangi pemilihan daerah perencanaan. Dimana aspek ini erat
kaitannya dengan kuantitas air buangan yang dihasilkan, dan juga kebijakan
pemerintah daerah setempat untuk merencanakan penyaluran air buangan untuk
periode mendatang.

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-1


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

2.1.3 Aspek Lingkungan


Jika ditinjau dari keadaan penyaluran air buangan yang telah ada, dan serta
bila dikaitkan dengan laju pertambahan penduduk, maka sangatlah perlu
direncanakan sarana dan sistem penyaluran air buangan yang baik dan memenuhi
syarat.
Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak negative yang ditimbulkan
oleh air buangan terhadap kesehatan masyarakat serta lingkungan, maka perlu
sekali adanya sistem pengolahan yang baik.

2.2 Pengertian Air Buangan


Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik berupa cairan, padatan
maupun dalam bentuk gas. Air limbah atau air buangan merupakan air bekas
pemakaian, baik pemakaian rumah tangga maupun pemakaian dalam proses dan
operasi industry (Hardjosuprapto, 2000; Insani, 2007).
Air limbah domestik adalah air bekas pemakaian yang berasal dari
aktivitas daerah pemukiman yang kontaminannya didominasi oleh bahan organik.
Sedangkan air limbah non domestik adalah air bekas pemakaian yang berasal dari
daerah non pemukiman, yaitu dari daerah komersial, perkantoran, institusional,
laboratorium, rumah sakit, industri, dan lain sebagainya. Kontaminan air limbah
non domestik ada yang didominasi oleh cemaran bahan organik, juga ada yang
didominasi oleh cemaran bahan anorganik. Karena sifat cemarannya yang berbeda
itulah sehingga cara penanganannya juga berbeda (Insani, 2007).

2.2.1 Karakteristik Air Buangan


Dalam air buangan ditemukan senyawa yang dapat diidentifikasi melalui
visual maupun laboratorium. Warna air, rasa, bau, kekeruhan dapat dikenal
melalui cara umum dengan mata dan indera biasa, sedangkan senyawa kimia
seperti kandungan fenol, kandungan oksigen, besi dan lain-lain harus dilakukan
melalui penelitian laboratorium. Pada umumnya persenyawaan yang sering
dijumpai dalam air antarif lain: padatan terlarut, padatan tersuspensi, padatan
tidak larut, mikroorganisme dan kimia organik.

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-2


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

Berdasarkan persenyawaan yang ditemukan dalam air buangan maka sifat


air dirinci menjadi karakteristik fisika, kimia dan biologi. Padatan terlarut yang
banyak dijumpai dalam air adalah golongan senyawaan alkalinitas seperti
karbonat, bikarbonatdan hidroksida. Di samping itu terdapat pula unsur kimia
anorganik ditemukan dalam air yang mempengaruhi kualitas air.
Pengamatan unsur fisika, kimia dan biologi terhadap air sangat penting
untuk menetapkan jenis parameter pencemar yang terdapat di dalamnya. Kondisi
alkalinitas ini menghasilkan dua macam sifat air yaitu sifat basa dan sifat asam.
Air cenderung menjadi asam bila pH lebih kecil 7 sedangkan pH lebih besar 7
menunjukkan air cenderung bersifat basa. Dalam pengolahan air bahan alkalinitas
akan bereaksi dengan koagulan yang memungkinkan lumpur cepat mengendap.
Selain itu ada sifat air yang lain, yaitu kesadahan. Penyebab kesadahan
adalah karena air mengandung magnesium, kalium, strontium dan barium. Garam-
garam ini terdapat dalam bentuk karbonat, sulfat, chlorida, nitrat, fospat, dan lain-
lain. Air yang mempunyai kesadahan tinggi membuat air sukar berbuih dan sulit
dipergunakan untuk pencucian. Gas yang larut dalam air seperti CO2, oksigen,
nitrogen, hidrogen dan methane, sering dijumpai menyebabkan bersifat asam,
berbau dan korosif.
Sulfida menyebabkan air berwarna hitam dan berbau. Padatan tidak larut
adalah senyawa kimia yang terdapat dalam air baik dalam keadaan melayang,
terapung maupun mengendap. Senyawa-senyawa ini dijumpai dalam bentuk
organik maupun anorganik. Padatan tidak larut menyebabkan air berwarna keruh.
Sebagaimana padatan dan gas yang larut, mikroorganisme juga banyak dijumpai
dalam air.
Mikroorganisme sangat membahayakan bagi pemakai air. Air minum
harus bebas dari bakteri pathogen. Air untuk pendingin harus bebas dari besi dan
Sifat kimia dan fisika masing-masing parameter menunjukkan akibat yang
ditimbulkan terhadap lingkungan? Ditinjau dari sifat air maka karakteristik air
yang tercemar dapat dirinci menjadi: Sifat perubahan secara fisik, kimia dan
biologi.

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-3


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

2.3 Sumber Air Buangan


2.3.1 Air Buangan Domestik
Air buangan domestik mencakup seluruh limbah rumah tangga yang
dibuang ke dalam saluran pembuangan yang emliputi air buangan dari
pemukiman perumahan. Untuk daerah perumahan yang kecil, aliran air buangan
diperhitungkan melalui kepadatan penduduk dan rata-rata perorangan dalam
menghasilkan air buangan.

2.3.2 Air Buangan Non Domestik


Air buangan non domestik meliputi:
a. Air buangan dari daerah perdagangan.
Yang bersumber antara lain : hotel, gedung perusahaan, bandara, kantor,
rumah makan, pasar, masjid, rumah sewaan, dst.
b. Air buangan dari daerah kelembagaan.
Yang bersumber antara lain : rumah tahanan, rumah sakit, sekolah, asrama,
dan lain lain.
c. Air buangan industri.
Bersumber dari kegiatan produksi industri, bahwa tidak semua buangan
industri di bawa melalui riol. Air buangan industry memiliki kualitas dan
kuantitas yang bervariasi tergantung pada :
 Besar kecilnya industri
 Pengawasan pada proses produksi pada industri
 Derajat penggunaan air pada produksi
 Derajat pengolahan air buangan pada industri tersebut

2.4 Sistem Penyaluran Air Buangan


2.4.1 Sistem Sanitasi Setempat (On-Site Sanitation)
Sistem sanitasi setempat (on-site sanitation) adalah sistem pembuangan air
limbah dimana air limbah tidak dikumpulkan serta disalurkan ke dalam suatu
jaringan saluran yang akan membawanya ke suatu tempat pengolahan air buangan
atau badan air penerima, melainkan dibuang di tempat. Sistem ini dipakai jika

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-4


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

syarat-syarat teknis lokasi dapat dipenuhi dan menggunakan biaya relatif rendah.
Sistem ini sudah umum karena telah banyak dipergunakan di Indonesia.
Kelebihan sistem ini adalah :
 Biaya pembuatan relatif murah.
 Bisa dibuat oleh setiap sektor ataupun pribadi.
 Teknologi dan sistem pembuangannya cukup sederhana.
 Operasi dan pemeliharaan merupakan tanggung jawab pribadi.
Disamping itu, kekurangan sistem ini adalah :
 Umumnya tidak disediakan untuk limbah dari dapur, mandi dan cuci.
 Mencemari air tanah bila syarat-syarat teknis pembuatan dan pemeliharaan
tidak dilakukan sesuai aturannya.
Pada penerapan sistem setempat ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
(DPU, 1989), antara lain :
 Kepadatan penduduk kurang dari 200 jiwa/ha.
 Kepadatan penduduk 200 – 500 jiwa/ha masih memungkinkan dengan syarat
penduduk tidak menggunakan air tanah.
 Tersedia truk penyedotan tinja.
Beberapa contoh fasilitas sanitasi on-site antara lain sebagai berikut :

1. Cubluk
Cubluk merupakan sistem pembuangan tinja yang paling sederhana.
Terdiri atas lubang yang digali secara manual dengan dilengkapi dinding rembes
air yang dapat dibuat dari pasangan batu bata berongga, anyaman bambu dan lain-
lain. Cubluk biasanya berbentuk bulat atau kotak dengan potongan melintang
sekitar 0.5 – 1.0 m2 dan kedalaman 1 – 3 m. Air yang digunakan untuk
menggelontorkan tinja hanya sedikit. Cubluk ini biasanya di desain untuk waktu 5
– 10 tahun.
Beberapa jenis cubluk antara lain :

a. Cubluk Tunggal
Cubluk tunggal dapat digunakan untuk daerah yang memiliki tinggi muka air
tanah > 1 m dari dasar cubluk dan cocok untuk digunakan pada daerah dengan

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-5


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

kepadatan < 200 jiwa/ha. Pemakaian cubluk tunggal dihentikan setelah terisi
75%.

b. Cubluk Kembar
Cubluk kembar dapat digunakan untuk daerah dengan kepadatan penduduk
<50 jiwa/ha dan memiliki tinggi muka air tanah >2 m dari dasar cubluk.
Pemakaian lubang cubluk pertama dihentikan setelah terisi 75% dan
selanjutnya lubang cubluk kedua dapat disatukan. Jika lubang cubluk kedua
terisi 75%, maka lumpur tinja yang ada di lubang pertama dapat dikosongkan
secara manual dan dapat digunakan untuk pupuk tanaman. Setelah itu lubang
cubluk dapat difungsikan kembali.

2. Tangki Septik (Septic Tank)


Tangki septik merupakan suatu ruangan yang terdiri atas beberapa
kompartemen yang berfungsi sebagai bangungan pengendap untuk menampung
kotoran padat agar mengalami pengolahan biologis oleh bakteri anaerob dalam
jangka waktu tertentu. Untuk mendapat proses yang baik, tangki septik harus
hampir terisi penuh dengan cairan, oleh karena itu tangki septik haruslah kedap
air.
Prinsip operasional tangki septik adalah pemisahan partikel dan cairan,
partikel yang mengendap (lumpur) dan juga partikel yang mengapung (scum)
disisihkan dan diolah dengan proses dekomposisi anaerobik. Pada umumnya
bangunan tangki septik dilengkapi dengan sarana pengolahan effluen berupa
bidang resapan (sumur resapan). Tangki septik dengan peresapan merupakan jenis
fasilitas pengolahan air limbah rumah tangga yang paling banyak digunakan di
Indonesia. Pada umumnya diterapkan di daerah pemukiman yang berpenghasilan
menengah ke atas, perkotaan, serta pelayanan umum.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan tangki septik
(DPU, 1989):
 Kecepatan daya serap tanah >0.0146 cm/menit.
 Cocok diterapkan di daerah yang memiliki kepadatan penduduk <500
jiwa/ha.

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-6


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

 Dapat dijangkau oleh truk penyedot tinja.


 Tersedia lahan untuk bidang resapan.

3. Beerput
Sistem ini merupakan gabungan antara bak septik dan peresapan. Oleh
karena itu bentuknya hampir seperti sumur resapan. Untuk penerapan sistem
beerput, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu tinggi air dalam
saluran beerput pada musim kemarau tidak kurang dari 1,3 m dari dasar, jarak
dengan sumur minimal 8 m, volume air dalam sumuran harus >1m 3, apabila
sumur tersebut dibuat bulat, maka diameternya tidak boleh <1m dan apabila
dibuat segi empat maka sisi-sisinya harus lebih besar dari 0.9 m.

4. Septic tank dengan Up Flow Filter


Septic tank dengan up flow filter merupakan suatu upaya memperbaiki
kualitas effluen yang akan dibuang ke suatu lingkungan terbuka karena effluen
tidak dapat diresapkan ke dalam tanah karena daya resap tanah kurang baik dan
air tanah pada daerah setempat cukup tinggi, sehingga tidak memungkinkan untuk
mengggunakan septic tank dengan bidang resapan.
Media saringan terdiri dari batu kerikil berdiameter antara 2-3 cm dan
tinggi lapisan media sekurang-kurangnya 50 cm. Beberapa tipe bahan media filter
yang pernah diteliti oleh Virraghavan & Kent (1983) adalah :
 Batuan berbentuk bulat (porositas 0.42)
 Keramik (porositas 0.68)
 Plastik (porositas 0.91)
Tetapi jenis batuan yang paling banyak digunakan dalam penelitian anaerobic up
flow filter untuk mengolah effluen septic tank pada skala laboratorium dan skala
penuh adalah batu-batuan.
Dua parameter disain yang utama yang perlu dipertimbangkan untuk
membuat Anaerobic Up Flow Filter adalah waktu detensi hidrolis dan beban
organik. Nilai dari parameter-parameter tersebut tergantung pada konsentrasi dari
air limbahnya. Penelitian Anaerobic Up Flow Filter dengan skala penuh telah
dilakukan oleh Ramon & Khan (1852). Karakteristik air limbah yang digunakan

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-7


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

mempunyai nilai BOD sebesar 210 mg/L. Dengan nilai pembebanan organik
sebesar 0,01 kg/BOD/m3/hari dan waktu retensi hidrolis sebesar 6 hingga 8 jam
dapat diperoleh efisinsi penyisihan BOD sebesar 79,5%.

2.4.2 Sistem Sanitasi Terpusat


Sistem Sanitasi Terpusat (off site sanitation) merupakan sistem
pembuangan air buangan rumah tangga (mandi, cuci, dapur, dan limbah kotoran)
yang disalurkan keluar dari lokasi pekarangan masing-masing rumah ke saluran
pengumpul air buangan dan selanjutnya disalurkan secara terpusat ke bangunan
pengolahan air buangan sebelum dibuang ke badan perairan.
Sistem penyaluran air buangan dapat dilakukan secara terpisah, tercampur,
maupun kombinasi antara saluran air buangan dengan saluran air hujan
(Hardjosuprapto, 2000; Insani, 2007).

2.4.2.1 Sistem Penyaluran Terpisah


Sistem penyaluran terpisah atau biasa disebut separate system/full
sewerage adalah sistem dimana air buangan disalurkan tersendiri dalam jaringan
riol tertutup, sedangkan limpasan air hujan disalurkan tersendiri dalam saluran
drainase khusus untuk air yang tidak tercemar. Sistem ini digunakan dengan
pertimbangan antara lain (Bhuana, 2006; Fajarwati, 2008) :
 Periode musim hujan dan kemarau lama.
 Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan
domestik.
 Air buangan umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu, sedangkan
air hujan harus secepatnya dibuang ke badan air penerima.
 Fluktuasi debit (air buangan domestik dan limpasan air hujan) pada musim
kemarau dan musim hujan relatif besar.
 Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat
berupa polongan (conduit) atau berupa parit terbuka (ditch).
Kelebihan sistem ini adalah masing-masing sistem saluran mempunyai
dimensi yang relatif kecil sehingga memudahkan dalam konstruksi serta operasi
dan pemeliharaannya. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan tempat luas

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-8


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

untuk jaringan masing-masing sistem saluran. Beberapa alternatif dari system


penyaluran air buangan secara terpisah adalah sebagai berikut.

1. Sistem Penyaluran Konvensional


Sistem penyaluran konvensional (Conventional Sewer) merupakan suatu
jaringan perpipaan yang membawa air buangan ke suatu tempat berupa bangunan
pengolahan atau tempat pembuangan akhir seperti badan air penerima. Sistem ini
terdiri dari jaringan pipa persil, pipa servis, pipa lateral, dan pipa induk yang
melayani penduduk untuk suatu daerah pelayanan yang cukup luas.
Setiap jaringan pipa dilengkapi dengan lubang periksa manhole yang
ditempatkan pada lokasi-lokasi tertentu. Apabila kedalaman pipa tersebut
mencapai 7 meter, maka air buangan harus dinaikkan dengan pompa dan
selanjutnya dialirkan secara gravitasi ke lokasi pengolahan dengan mengandalkan
kecepatan untuk membersihkan diri.
Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem penyaluran
konvensional :
 Suplai air bersih yang tinggi karena diperlukan untuk menggelontor.
 Diameter pipa minimal 100 mm , karena membawa padatan.
 Aliran dalam pipa harus aliran seragam.
 Slope pipa harus diatur sehingga V cleansing terpenuhi (0,6 m/detik). Aliran
dalam saluran harus memiliki tinggi renang agar dapat mengalirkan padatan.
 Kecepatan maksimum pada penyaluran konvensional 3 m/detik.
Kelebihan sistem penyaluran konvensional yaitu tidak memerlukan tangki
septik. Sedangkan kekurangan dari sistem penyaluran konvensional antara lain :
 Biaya konstruksi relatif mahal.
 Peraturan jaringan saluran akan sulit jika dikombinasikan dengan saluran
small bore sewer, karena dua sistem tersebut membawa air buangan dengan
karakteristik berbeda sehingga tidak boleh ada cabang dari sistem
konvensional bersambung ke saluran small bore sewer.
Daerah yang cocok untuk penerapan sistem penyaluran secara
konvensional (DPU, 1989) :

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-9


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

 Daerah yang sudah mempunyai sistem jaringan saluran konvensional atau


dekat dengan daerah yang punya sistem ini.
 Daerah yang mempunyai kepekaan lingkungan tinggi, misalnya daerah
perumahan mewah, pariwisata.
 Lokasi pemukiman baru, dimana penduduknya memiliki penghasilan cukup
tinggi, dan mampu membayar biaya operasional dan perawatan.
 Di pusat kota yang terdapat gedung-gedung bertingkat yang apabila tidak
dibangun jaringan saluran, akan diperlukan lahan untuk pembuangan dan
pengolahan sendiri.
 Di pusat kota, dengan kepadatan penduduk >300 jiwa/ha dan umumnya
penduduk menggunakan air tanah, serta lahan untuk pembuatan system
setempat sangat sulit dan permeabilitas tanah buruk.

2. Sistem Riol Dangkal


Shallow sewerage disebut juga Simplified sewerage atau Condominial
Sewerage (Mara, 1996). Perbedaannya dengan sistem konvensional adalah, sistem
ini mengangkut air buangan dalam skala kecil dan pipa dipasang dengan slope
lebih landai. Peletakan saluran ini biasanya diterapkan pada blok-blok rumah.
Shallow sewer sangat tergantung pada pembilasan air buangan untuk mengangkut
buangan padat jika dibandingkan dengan cara konvensional yang mengandalkan
self cleansing.
Sistem ini cocok diterapkan sebagai sewerage sekunder di daerah
perkampungan dengan kepadatan tinggi, tidak dilewati oleh kendaraan berat dan
memiliki kemiringan tanah sebesar 1%. Shallow sewer harus dipertimbangkan
untuk daerah perkampungan dengan kepadatan penduduk tinggi dimana sebagian
besar penduduk sudah memiliki sambungan air bersih dan kamar mandi pribadi
tanpa pembuangan setempat yang memadai. Sistem ini melayani air buangan dari
kamar mandi, cucian, pipa servis, pipa lateral tanpa induk serta dilengkapi dengan
pengolahan mini.

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-10


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

Gambar 2.1 Contoh Layout Saluran Shallow Sewerage pada Perumahan Tak
Teratur (kiri) dan Teratur (kanan) (Mara, 1996)

Biaya pembuatan shallow sewerage lebih murah bila dibandingkan dengan


penyaluran secara konvensional dan bahkan mungkin lebih murah daripada sistem
sanitasi setempat. Biaya murah ini dikarenakan penggalian yang dangkal, pipa
yang digunakan berdiameter kecil dan unit pengawasan yang sederhana dalam
tempat manhole yang tidak besar.

3. Sistem Riol Ukuran Kecil


Sistem ini menyalurkan air keluaran dari septic tank, keluar dari daerah
pelayanannya. Hal itu karena lahan lokasi bidang rembesannya sudah tersita oleh
pengembangan rumah atau pembangunan perumahannya yang baru, tetapi tidak
tersedia lokasi lahan tanah untuk membangun bidang rembesannya atau keadaan
daya rembes tanahnya sangat jelek, maka air keluaran septic tank itu perlu
disalurkan keluar dari tapak (off site system) ke Bangunan Pengolahan Air
Buangan (Hardjosuprapto, 2000).
Karena air limbah tersebut tanpa padatan tinja, maka sistem penyalurannya
dapat dilakukan dengan pipa berukuran kecil. Pengalirannya dapat dengan system
gravitasi aliran terbuka (tidak penuh sampai penuh), atau dengan aliran tertutup
bertekanan, asal garis gradien hidrolisnya tidak melebihi elevasi permukaan air
yang ada pada setiap septic tank, sehingga tidak terjadi aliran balik (back water).
Saluran tidak dirancang untuk self cleansing, dari segi ekonomis sistem ini lebih
murah dibandingkan dengan sistem konvensional.
Daerah pelayanannya relatif lebih kecil, pipa yang dipasang hanya pipa
persil dan servis yang menuju lokasi pembuangan akhir, pipa lateral dan pipa

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-11


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

induk tidak diperlukan, kecuali untuk beberapa daerah perencanaan dengan


kepadatan penduduk sangat tinggi dan timbulan air buangan yang sangat besar.
Karena ukuran pipanya kecil dan dapat dengan aliran bertekanan, maka
penanaman pipanya dangkal, asalkan pipanya tidak pecah akibat beban lalu lintas
yang melintasinya, sedang kemiringan dasar saluran dapat mengikuti kemiringan
permukaan tanah yang ada. Jalur pipa utama umumnya ditanam dibawah badan
jalan raya menuju BPAB perkotaan.
Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem ini :
 Memerlukan tangki yang berfungsi untuk memisahkan padatan dan cairan,
tangki ini biasanya septic tank.
 Diameter pipa minimal 50-100 mm karena tidak membawa padatan.
 Aliran yang terjadi dalam pipa tidak harus memenuhi kecepatan self
cleansing karena tidak harus membawa padatan.
 Kecepatan maksimum 3 m/detik.
 Kawasan tersebut telah memiliki Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja, untuk
mengolah lumpur endapan di septic tank.

Gambar 2.2 Skema Sistem Riol Ukuran Kecil (TAG UNDP, 1985)

Kelebihan Sistem Riol Ukuran Kecil :


 Cocok untuk daerah dengan kerapatan penduduk sedang sampai tinggi
terutama daerah yang telah menggunakan septic tank tapi tanah sekitarnya
sudah tidak mampu lagi menyerap effluen septic tank.

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-12


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

 Biaya pembangunan dan pemeliharaan relatif murah. Menurut pengalaman


di Australia, USA, Columbia, Nigeria dan Zambia, biaya sistem SBS ini
sekitar 50–60 % lebih rendah dari biaya sistem konvensional
(Hardjosuprapto, 2000).
 Mengurangi kebutuhan air, karena saluran tidak mengalirkan padatan.
 Mengurangi kebutuhan pengolahan misalnya screening.
 Biasanya dibutuhkan di daerah yang tidak mempunyai lahan untuk bidang
resapan atau bidang resapannya tidak efektif karena permeabilitasnya jelek.
 Bangunan pengolahan air dapat lebih kecil atau sederhana disbanding
dengan sistem konvensional, karena air telah terolah sebelumnya oleh septic
tank.
Sedangkan kekurangan Sistem Riol Ukuran Kecil adalah :
 Memerlukan lahan untuk septic tank ataupun tangki interseptor.
 Memungkinkan untuk terjadi clogging karena diameter pipa yang kecil.

2.4.2.2 Sistem Penyaluran Tercampur


Sistem penyaluran tercampur merupakan sistem pengumpulan air buangan
yang tercampur dengan air limpasan hujan. Sistem ini digunakan apabila daerah
pelayanan merupakan daerah padat dan sangat terbatas untuk membangun saluran
air buangan yang terpisah dengan saluran air hujan, debit masing-masing air
buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, memiliki kuantitas air buangan
dan air hujan yang tidak jauh berbeda serta memiliki fluktuasi curah hujan yang
relatif kecil dari tahun ke tahun.
Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem
penyaluran air buangan sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih
ekonomis. Selain itu terjadi pengurangan konsentrasi pencemar air buangan
karena adanya pengenceran dari air hujan. Sedangkan kelemahannya adalah
diperlukannya perhitungan debit air hujan dan air buangan yang cermat. Selain itu
karena salurannya tertutup maka diperlukan ukuran riol yang diperlukan
berdiameter besar serta luas lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi
pengolahan air buangan (Bhuana, 2006).

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-13


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

2.4.2.3 Sistem Kombinasi


Pada sistem penyaluran secara kombinasi dikenal juga dengan istilah
interceptor, dimana air buangan dan air hujan disalurkan bersama-sama sampai
tempat tertentu baik melalui saluran terbuka atau tertutup, tetapi sebelum
mencapai lokasi instalasi antara air buangan dan air hujan dipisahkan dengan
bangunan regulator.
Air buangan dimasukkan ke saluran pipa induk untuk disalurkan ke lokasi
pembuangan akhir, sedangkan air hujan langsung dialirkan ke badan air penerima.
Pada musim kemarau air buangan akan masuk seluruhnya ke pipa induk dan tidak
akan mencemari badan air penerima.
Sistem kombinasi ini cocok diterapkan di daerah yang dilalui sungai yang
airnya tidak dimanfatkan lagi oleh penduduk sekitar, dan di daerah yang untuk
program jangka panjang direncanakan akan diterapkan saluran secara
konvensional, karena itu pada tahap awal dapat dibangun saluran pipa induk yang
untuk sementara dapat dimanfaatkan sebagai saluran air hujan.

2.5 Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Sistem Penyaluran Air


Buangan
 Umum
 Penentuan daerah yang akan dilayani
 Pengamatan topografi
 Lokasi sungai dan IPAL
 Penentuan konfigurasi jaringan :
 Terpisah
 Gabungan
 Sistem penyaluran air limbah
 Jumlah populasi
 Pelayanan air limbah domestik dan industri
 Kuantitas air limbah
 Kriteria perencanaan
 Kecepatan minimum air dalam pipa (prinsip saluran terbuka)
 Jarak Manhole

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-14


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

 Umumnya air limbah domestic diperhitungkan dari 80% air minum yang
digunakan
Faktor-faktor yang dapat dipergunakan sebagai pedoman adalah :

a. Daerah pelayanan
Faktor daerah pelayanan berdasarkan sebagai berikut :
 Jumlah aktifitas bangunan-bangunan domestik
 Jumlah penduduk yang terlayani pada suatu jalur pipa dan mengikuti pola
penjumlahan kumulatif dan hilirsaluran
Di dalam pembagian jalur pengumpulan ini juga disesuaikan dengan
aspek-aspek yang mempengaruhi diantaranya : perencanaan jalur, kepadatan
penduduk, ketinggian muka air tanah, jenis tanah, tata guna lahan, tinggi
rendahnya muka tanah, sungai, rawa kolam yang ada, arah pengaliran sungai,
tinggi maksimum dan minimum sungai, daerah yang terendam air.

b. Kuantitas air buangan


Pada penentuan besarnya debit air buangan, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain :
 Sumber air buangan
 Besarny pemakaian air bersih
 Curah hujan
 Daya serap tanah
 Keadaan air tanah
 Kuantitas pemakaian air bersih
Besarnya kebutuhan air bersih domestik, dihitung berdasarkan pemakaian
dari tiap-tiap orang setiap harinya. Sedangkan besarnya kebutuhan air untuk
kebutuhan non domestik dihitung berdasarkan pemakaian per unit, per bed per
orang sesuai dengan jenis layanan dalam satu hari. Penjelasan secara terinci
dicantumkan di dalam tabel berikut :

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-15


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

Tabel 2.1 Kebutuhan Air Bersih Non Domestik


Jenis Pelayanan Debit (Q) Air bersih
Hotel 90 liter/unit/hari
Industri 10 liter/unit/hari
Rumah makan 100 liter/unit/hari
Pasar 3000 liter/unit/hari
Rumah sakit 200 liter/unit/hari
Mesjid 30 liter/unit/hari
Gereja 15 liter/unit/hari
Toko 10 liter/unit/hari
Kantor 10 liter/unit/hari
Sekolah 10 liter/unit/hari
Puskesmas 1000 liter/unit/hari
Sumber: Kebijakan Operasional Replita V Progran Air Bersih Ditjen Cipta
Karya Dept. Pekerjaan Umum

Berdasarkan besarnya penggunaan air bersih untuk rumah tangga,


bangunan umum, institusional dan sebagainya tidaksemuanya mengalir sebagai air
buangan yang akan mencapai system penyaluran air buangan. Kehilangan ini
dapat terjadi karena adanya penguapan, penggunaan lain untuk penyiraman
tanaman, ataupun masuk ke saluran drainase dan sebagainya. Diperkirakan
besarnya kehilangan air tersebut adalah 20-30 % sehingga besarnya air buangan
yang mencapai saluran adalah 70-80%. Kemudian di dalam perhitungan
dipergunakan 70 %dari penggunaan air bersih.

c. Infltrasi/inflow
Pada sistem penyaluran air buangan ini harus diperhitungkan air yang
dapat masuk ke jaringan perpipaan yaitu adanya infiltrasi air. Hal ini
dimungkinkan karena :
 Pekerjaan sambungan yang tidak sempurna
 Jenis material yang dipergunakan
 Tinggi muka air tanah
 Kemungkinan masuknya air, misalnya lewat tutup manhole

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-16


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

Besarnya koefisien infiltrasi adalah sebesar 1.5 – 3 debit yang masuk


dalam saluran diperkirakan sebesar 1-3 liter/detik per 1000 meter saluran. Dan
penanggulangannya tidak bisa dilakukan secara menyeluruh.inflow sendiri adalah
masuknya air buangan lain ke dalam saluran air buangan, sebagaimana infiltrasi
hal ini harus dihindari agar tidak terjado aliran penuh di dalam pipa penyaluran.
Metode penentuan infiltrasi ini didasarkan padaluasan daerah pelayanan
dengan menentukan besarnya infiltrasi dalam Ha diperkirakan adad meterair yang
masuk. Grafik yang dipergunakan pada perhitungan ini adalah grafik yang ada
pada buku : ”Wastewater Engineering : Pumping and Collection of Wastewater ”
oleh Metcalf and Eddy.

d. Fluktuasi Pengaliran
Diketahui bahwa debit air buangan yang dapat ditampung dalam saluran ai
buangan mempunyai fluktuasi padasetiap jamnya dalam sehari, sesuai dengan
puncaknya pemakaian air bersih. Waktu puncaknya berkisar pada jam 08.00
hingga jam 12.00. Debit puncak trsebut dapat ditentukan berdasarkan grafik peak
dalam buku Metcalf and Edd : ”Waswater Engineering ”, Collection ang
Pumping of Wastewater halaman 73”.

2.6 Saluran dan Pipa


2.6.1 Tipe-Tipe Saluran
Menurut Masduki (1988), jenis saluran yang akan dipilih harus
disesuaikan dengan keadaan lingkungan setempat. Jenis saluran tersebut antara
lain :

a. Saluran Terbuka
Saluran jenis ini berfungsi untuk menyalurkan air yang belum tercemar
atau kualitasnya tidak membahayakan. Saluran ini terdiri dari dua bentuk dengan
karakteristik yang berbeda, yaitu :
 Saluran berbentuk segiempat dan modifikasinya
 Saluran ini dibuat dari pasangan batu kali atau batu belah dan diterapkan di
daerah dengan luasan yang terbatas, seperti pada pemukiman penduduk

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-17


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

 Saluran berbentuk trapesium dan modifikasinya


 Saluran ini dibuat tanpa pengerasan dan diterapkan di daerah dengan
kepadatan terendah, dimana ruang yang masih tersedia cukup luas, seperti
pada daerah pertanian

b. Saluran Tertutup
Saluran jenis ini berfungsi untuk menyalurkan air, baik yang sudah
tercemar maupun yang belum tercemar. Saluran ini dapat dibuat dari beton
bertulang maupun beton tidak bertulang, berbentuk bulat, dan diterapkan di
daerah dengan kepadatan tinggi, dimana ruang yang tersedia sangat terbatas dan
lalu lintas pejalan kaki maupun kendaraan bermotor cukup padat, seperti pada
daerah perdagangan dan jalan protocol. Sistem pengaliran air dari jalan ke dalam
saluran drainase menggunakan street inlet. Pada jarak tertentu digunakan manhole
yang berfungsi sebagai lubang inspeksi/pemeriksaan.

2.6.2 Jenis Bahan Pipa dan Bentuk Saluran


a. Bentuk Saluran
Dalam pemilihan bentuk saluran terdapat beberapa pertimbangan,
diantaranya:
 Segi konstruksi.
 Segi hidrolis pengaliran untuk menjamin pengaliran air buangan, kedalaman
berenang minimum dan kecepatan aliran minimum harus terpenuhi.
 Ketersediaan tempat bagi penanaman saluran.
 Segi ekonomis dan teknis termasuk kemudahan memperoleh materialnya.
Bentuk saluran yang banyak digunakan dalam jaringan pengumpul air
buangan adalah lingkaran dan bulat telur.

1. Bentuk Bulat Lingkaran


Saluran bentuk lingkaran lebih banyak digunakan pada kondisi debit aliran
konstan dan aliran tertutup dimana kondisi :
V max tercapai pada saat d = 0.815 D
Q max tercapai pada saat d = 0.925 D

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-18


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

Biasanya pipa persil dan servis berbentuk bulat lingkaran. Bentuk pipa bulat
lingkaran dapat dilihat pada Gambar 2.3 :

Gambar 2.3 Pipa bulat lingkaran

2. Bentuk Bulat Telur


Saluran bentuk bulat telur, digunakan pada kondisi debit aliran tidak
konstan dengan aliran tertutup dimana kondisi :
Vmax tercapai pada saat d = 0.89 D
Q max tercapai pada saat d = 0.94 D
Dari segi hidrolis, bentuk bulat telur ini mempunyai kelebihan :
 Kedalaman aliran lebih terjamin
 Dapat mengatasi fluktuasi aliran dengan baik

Gambar 2.4 Pipa bulat telur

Kekurangan bentuk ini antara lain :


 Pemasangan pipa bulat telur lebih rumit dan lebih lama
 Mempunyai resiko tidak kedap yang lebih tinggi setelah penyambungan
 Sukar diperoleh
 Harga pipa bulat telur lebih mahal

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-19


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

 Satuan panjang pipa bulat telur lebih pendek daripada pipa bulat lingkaran
sehingga pemasangannya tidak efisien.

b. Bahan Saluran
Pemilihan bahan pipa perlu diperhitungkan dengan cermat, mengingat di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia, memiliki sumber daya bahan-
bahan perlengkapan dan dana yang terbatas. Beberapa faktor yang menjadi bahan
pertimbangan pemilihan bahan pipa (Design and Construction of Sanitary and
Storm Sewers, 1969), adalah :
 Kondisi lapangan, drainase, topografi tanah.
 Sifat aliran dalam pipa, koefisien geseran.
 Lifetime yang diharapkan.
 Tahan gesekan, asam, alkali, gas, dan pelarut.
 Mudah penanganan dan pemasangannya.
 Kekuatan struktur dan tahan terhadap korosi tanah.
 Jenis sambungan dan kemudahan pemasangannya serta kedap air dan mudah
diperoleh di pasaran.
 Tersedianya bahan, adanya pabrik pembuatan dan perlengkapannya.
 Tersedianya pekerja terampil dan tenaga ahli dalam riolering sehingga dapat
memilih pipa yang tepat dan ekonomis.
Dalam penyaluran air buangan ada beberapa bahan pipa yang biasa
digunakan, yaitu :
 Pipa tanah liat (clay pipe)
 Pipa beton (concrete pipe)
 Pipa asbes (asbestos cement pipe)
 Pipa besi (cast iron)
 Pipa HDPE (High Density Polyethilen)
 Pipa PVC (Polyvinil Chlorida)
Di bawah ini adalah tabel perbandingan bahan saluran yang dapat
dijadikan pertimbangan dalam pemilihan bahan saluran :
Tabel 2.2 Tabel perbandingan bahan saluran

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-20


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

Sumber : Qasim, Sewerage and Treatment Plant

2.6.3 Pemilihan Jenis dan Bentuk Pipa


Pada umumnya sistem perpipaan penyaluran air buangan terdiri dari :

1. Pipa Persil
Pipa persil adalah pipa saluran yang umumnya terletak di dalam rumah
dan langsung menerima air buangan dari instalasi plambing bangunan. Pipa ini
memiliki diameter 3” – 4” dengan kemiringan pipa 2%. Teknis penyambungannya
dengan pipa servis, membentuk sudut 45° dan apabila perbandingan antara debit
dari persil dengan debit dari saluran pengumpul kecil sekali maka
penyambungannya tegak lurus.

2. Pipa Servis
Pipa servis adalah pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa persil
yang kemudian akan menyalurkan air buangan tersebut ke pipa lateral. Diameter
pipa servis sekitar 6” – 8” dengan kemiringan pipa 0,5 – 1 %. Lebar galian
pemasangan pipa servis minimal 0,45 m dan dengan kedalaman benam awal 0,6
m. Sebaiknya pipa ini disambungkan ke pipa lateral di setiap manhole.

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-21


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

3. Pipa Lateral
Pipa lateral adalah pipa saluran yang menerima aliran dari pipa servis
untuk dialirkan ke pipa cabang. Pipa ini terletak di sepanjang jalan sekitar daerah
pelayanan. Diameter awal pipa lateral minimal 8” dengan kemiringan pipa sebesar
0,5 – 1%.

4. Pipa Cabang
Pipa cabang adalah pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa-pipa
lateral. Diameternya bervariasi tergantung dari debit yang mengalir pada masing-
masing pipa. Kemiringan pipa cabang sekitar 0,2 – 1%.

5. Pipa Induk
Pipa induk adalah pipa utama yang menerima aliran air buangan dari pipa-
pipa cabang dan meneruskannya ke lokasi instalasi pengolahan air buangan.
Kemiringan pipa ini sekitar 0,2 – 1%.

2.6.4 Dimensi Pipa


Dalam perencanaan dimensi pipa air buangan, beberapa hal yang harus
diperhatikan :
 Memperkirakan besarnya debit air buangan
 Memilih parameter desain, yaitu :
 Persamaan hidrolika
 Pemilihan jenis pipa
 Ukuran diameter minimum
 Kecepatan maksimum dan minimum
 Memilih perlengkapan pendukung untuk pipa
 Mengevaluasi alternatif kemiringan/slope

a. Dimensi Saluran Tertutup


Langkah-langkah perhitungan dimensi pipa air buangan :

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-22


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

 Menentukan d/D dalam pipa, dimana rasio d/D = 0,5 – 0,8


 Dari grafik “Hydraulic Elements Graph For Circular Sewers” diambil
dengan d/D tertentu akan diperoleh Qp/Qf, sehingga bila Qp diketahui maka
Qf akan dapat dihitung.
 Perhitungan diameter
1.85
Qf
S=
[ 0.2785 x C x D2.63 ]
dimana :
D = diameter pipa (m)
Qf = debit air buangan saat kondisi full (m3/det)
C = koofisien kekasaran pipa
S = slope pipa

b. Dimensi Saluran Terbuka


Saluran air buangan ada pula yang berbentuk saluran terbuka sehingga
dapat direncanakan dengan cara hidrolika saluran terbuka. Misalnya berlaku
rumus Manning :
1
v= x R 2/3 x S 1/2
n
Rumus Kontinuitas :
Q= A . V
dengan :
v = kecepatan aliran (m/det)
n = angka kekasaran Manning
R = Jari – jari hidrolik (m)
S = kemiringan garis energi (m/m)
Untuk kecepatan minimum adalah sebesar 0,5 m/det untuk pipa penuh
atau setengah penuh. Untuk menghindari penumpukan pasir dan kerikil kecepatan
minimum 0,75 m/det. Sedangkan kecepatan maksimum untuk menghindari
kerusakan pipa adalah < 3 m/det.
Untuk slope minimum, digunakan untuk menghindari penggalian yang
berlebih, dimana kemiringan tanah adalah datar. Secara umum, slope minimum

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-23


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

berdasarkan persamaan Manning cocok untuk pipa dengan diameter kecil


(nomograf). Jika ukuran pipa lebih dari 600 mm slope minimum adalah 0,0008
m/m. Di daerah yang bercuaca hangat, gas hidrogen sulfida (H2S) akan muncul di
saluran dengan slope minimum. Gas H2S ini dapat :
 Menyebabkan masalah bau
 Kerusakan pada material berbahan semen
 Menghasilkan hujan asam

2.6.5 Penanaman Pipa


a. Penempatan dan Pemasangan Saluran
Berdasarkan keadaan atau kondisi daerah pelayanan, terdapat beberapa
alternatif penempatan dan pemasangan, antara lain :
 Perletakan saluran dilakukan pada jalan yang pada satu bagian sisi
mempunyai jumlah rumah yang lebih banyak daripada sisi lainnya. Saluran
ditempatkan pada sisi jalan dengan jumlah rumah terbanyak.
 Saluran dapat diletakkan pada kiri dan kanan jalan jika di kedua sisi jalan
tersebut terdapat banyak sekali rumah atau bangunan.
 Untuk jalan dengan letak rumah atau bangunan di satu sisi lebih tinggi dari
sisi lainnya, perletakan saluran dilakukan pada sisi jalan yang mempunyai
elevasi lebih tinggi.
 Untuk jalan dengan kondisi jumlah bangunan sama banyak di kedua sisinya
dan mempunyai elevasi lebih tinggi dari jalan, maka penempatan saluran
dilakukan di tengah jalan.
 Perletakan saluran pada tepi jalan sebaiknya di bawah trotoir atau tanggul
jalan untuk menjaga kemungkinan dilakukan penggalian di kemudian hari
untuk perbaikan.
 Penempatan di tengah, bawah jalan, bila jalan tidak terlalu lebar dan
penerimaan air buangan dari dua arah yaitu kanan dan kiri jalan.
Penempatan saluran dipengaruhi kondisi bangunan yang terdapat di kanan-
kiri jalan. Penempatan saluran dapat dilihat pada Gambar 2.5 dibawah ini.

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-24


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

Gambar 2.5 Penempatan dan Pemasangan Saluran (DPU, 1986)

b. Kedalaman Penanaman Pipa


Kedalaman penanaman pipa air buangan tergantung dari fungsi pipa itu
sendiri. Jenis pipa menurut fungsinya adalah pipa persil, servis, lateral, dan induk.
Kedalaman awal pemasangan pipa-pipa tersebut adalah sebagai berikut :
 Pipa persil → (0.45 – 1.00) meter dari permukaan tanah.
 Pipa servis → (0.88 – 1.20) meter dari permukaan tanah.
 Pipa awal lateral → (0.88 – 1.20) meter dari permukaan tanah.
Kedalaman akhir benam maksimum pipa induk dan cabang disyaratkan
tidak lebih dari 7 meter jika lebih dari 7 meter maka harus dinaikkan dengan
pompa. Sedangkan kedalaman awal pipa induk dan cabang adalah 1.2 meter, jika
kurang dari 1.2 meter maka butuh drop manhole.
Sedangkan untuk pipa SBS, penanaman pipa riolnya dari 0,6 m ( di lahan
persil = sambungan rumah / gedung ) sampai dalam sekali pada lajur saluran roil
induknya (di Indonesia maksimum sekitar 7,0 m).

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-25


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

2.7 Perencanaan Jaringan Air Buangan


a. Daerah Pelayanan
Faktor ini ditentukan berdasarkan:
 Jumlah aktifitas bangunan-bangunan domestic
 Jumlah penduduk yang dilayani pada suatu jalur pipa dan mengikuti pola
penjumlahan kumulatif dan hilir saluran
Di dalam pembagian jalur pengumpulan ini juga disesuaikan dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi:
 Perencanaan jalur
 Kepadatan penduduk
 Ketinggian muka air tanah
 Jenis tanah
 Tata guna lahan
 Tinggi rendahnya muka tanah
 Sungai, rawa kolam yang ada
 Arah pengaliran sungai
 Tinggi maksimum dan minimum sungai
 Daerah yang terendam air

b. Debit Air Buangan


Pada perencanaan besarnya debit air buangan, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain:
 Sumber air buangan
 Besarnya pemakaian air bersih
 Curah hujan
 Daya serap tanah
 Keadaan air tanah
 Kuantitas pemakaian air bersih
Besarnya kebutuhan air bersih domestic, dihitung berdasarkan pemakaian
dari tiap-tiap orang setiap harinya. Sedangkan besarnya kebutuhan air untuk
kebutuhan non domestic dihitung berdasarkan pemakaian per unit, per bed, per

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-26


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

orang sesuai dengan jenis layanan dalam satu hari. Penjelasan secara terinci
dicantumkan didalam tabel berikut:

Tabel 2.3 Kebutuhan Air Bersih Non Domestik

Jenis Pelayanan Debit (Q) Air Bersih


Hotel 90 liter/unit/hari
Industri 10 liter/unit/hari
Rumah Makan 100 liter/unit/hari
Pasar 3000 liter/unit/hari
Rumah Sakit 200 liter/unit/hari
Mesjid 30 liter/unit/hari
Gereja 15 liter/unit/hari
Toko 10 liter/unit/hari
Kantor 10 liter/unit/hari
Sekolah 10 liter/unit/hari
Puskesmas 1000 liter/unit/hari
Sumber: Kebijaksanaan Operasional Repelita V program Air Bersih Ditjen Cipta
Karya Departemen Pekerjaan Umum

Berdasarkan besarnya penggunaan air bersih untuk rumah tangga,


bangunan umum, institusional dan sebagainya tidak semuanya mengalir sebagai
air buangan yang akan mencapai system penyaluran air buangan. Kehilangan ini
dapat terjadi karena adanya penguapan, penggunaan lain untuk penyiraman
tanaman, ataupun masuk ke saluran drainase dsb. Diperkirakan besarnya
kehilangan air tersebut adalah 20-30%. Sehingga besarnya air buangan yang
mencapai saluran adalah 70-80%. Kemudian didalam perhitungan dipergunakan
70% dari penggunaan air bersih.

2.8 Bangunan Pelengkap


2.6.1 Manhole
Manhole merupakan salah satu bangunan pelengkap sistem penyaluran air
buangan yang berfungsi sebagai tempat memeriksa, memperbaiki, dan
membersihkan saluran dari kotoran yang mengendap atau benda-benda yang
tersangkut selama pengaliran, serta untuk mempertemukan beberapa cabang
saluran, baik dengan ketinggian sama maupun berbeda.

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-27


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

Manhole dapat ditempatkan pada :


 Permulaan saluran lateral.
 Setiap perubahan arah; vertikal, yaitu pada ketinggian terjunan lebih besar
dari dua kali diameter digunakan jenis drop manhole. Horizontal, pada
belokan lebih besar 22,5°
 Setiap perubahan diameter.
 Setiap perubahan bangunan.
 Setiap pertemuan atau percabangan beberapa pipa.
 Setiap terjadi perubahan kemiringan lebih besar dari 45°
 Sepanjang jalan lurus, dengan jarak tertentu dan sangat tergantung pada
diameter saluran.

a. Penempatan dan Jarak Antar Manhole


Berikut adalah tabel jarak perletakan manhole menurut diameter saluran :

Tabel 2.4 Jarak manhole menurut diameter

Sumber : DPU, 1986

Salah satu syarat utama manhole adalah besarnya diameter manhole harus
cukup untuk pekerja dan peralatannya masuk kedalam serta dapat mudah
melakukan pekerjaannya, diameter manhole bervariasi sesuai dengan kedalaman
manhole.

Tabel 2.5 Diameter manhole menurut kedalaman

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-28


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

Sumber : DPU, 1986

b. Bentuk dan Dimensi Manhole


Terdapat beberapa bentuk manhole yang dapat digunakan untuk daerah
pelayanan dengan kondisi tertentu :
1. Bentuk persegi panjang atau bujur sangkar, digunakan apabila
 Beban yang diterima kecil
 Kedalaman kecil (75 – 90 cm)
 Pada bangunan siphon, dimensi 60 cm x 75 cm, 75 cm x 75 cm tidak
memerlukan tangga karena pengoperasiannya cukup dari permukaan tanah.
2. Bentuk bulat, digunakan apabila
 Beban yang diterima besar, baik vertikal maupun horizontal
 Kedalaman besar
 Dimensinya berdasarkan kedalaman

c. Kriteria Manhole
Persyaratan atau kriteria manhole antara lain :
 Manhole harus ditutup dengan tutup yang dilengkapi kunci, agar tidak
dibuka/dicuri oleh orang yang tidak bertanggung jawab
 Bersifat padat dan kokoh
 Kuat menahan gaya-gaya dari luar
 Kemudahan akses tinggi, tangga dari bahan anti korosi
 Dinding dan pondasinya kedap air
 Terbuat dari beton atau pasangan batu kali. Jika diameternya = 2.50 m,
konstruksinya beton bertulang.
 Bagian atas dinding manhole, sebagai perletakkan tutup manhole,
merupakan konstruksi yang fleksibel, agar dapat selalu disesuaikan dengan

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-29


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

level permukaan jalan yang mungkin berubah, sehingga tutup manhole tidak
menonjol atau tenggelam terhadap permukaan jalan.

d. Konstruksi Manhole
Ketebalan dinding manhole serta lantai kerja tergantung pada :
 Kedalaman
 Kondisi tanah
 Beban yang diterima
 Material yang digunakan
Umumnya ketebalan manhole adalah 5”– 9” (125 – 225 mm). Perumusan
ketebalan dinding (Babbit, Harold E, 1969) :
T = 2 + d/2 (inchi)
Keterangan :
D = diameter manhole (ft)
Bahan yang digunakan adalah konstruksi beton, pasangan batu kali,
pasangan batu bata. Pada bagian atasnya digunakan ‘precast concrete’.

e. Lantai Kerja
Persyaratan lantai kerja adalah luasnya cukup untuk orang berdiri dan
menyimpan peralatan pembersih. Kemiringan lantai dasar 8%. Persyaratan
ketebalan lantai dasar sama dengan ketebalan dinding manhole. Untuk saluran
berdiameter besar, lantai dasarnya berupa papan injakan yang ditempatkan
melintang saluran atau pada salah satu dinding manhole.

f. Saluran pada Manhole


Saluran pada manhole dapat berbentuk U (U-shaped) atau setengah
lingkaran (Design and Construction of Sanitary and Storm Sewer, 1969).
Kedalaman saluran sama dengan diameter pipa air buangan agar tidak terjadi
luapan pada lantai dasar. Kemiringan salurannya 2,5%. Permukaan saluran
dilapisi dengan semen sehingga halus. Untuk kondisi tanah yang buruk,
digunakan sambungan flexible joint.

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-30


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

2.6.2 Drop Manhole


Drop manhole adalah bangunan yang dipasang jika elevasi permukaan air
pada riol penerima lebih rendah dan mempunyai perbedaan ketinggian lebih besar
dari 0.6 meter (2 ft) terhadap dasar riol pemasukkannya dalam satu manhole
pertemuan (Design and Construction of Sanitary and Storm Sewer, 1969).
Sebelum sampai di riol pertemuan itu, riol pemasukkannya harus dibelokkan
terlebih dulu miring atau vertikal ke bawah di luar manhole dengan sambungan Y
atau T.
Drop manhole berfungsi untuk menghindari terjadinya splashing air
buangan yang dapat merusak dasar manhole serta mengganggu operator. Selain
itu drop manhole pun berfungsi untuk mengurangi pelepasan H2S yang terbentuk
dalam saluran.
Dua jenis drop manhole yang sering digunakan :
a. Tipe Z (pipa drop 90o)
b. Tipe Y (pipa drop 45o)

Gambar 2.6 Manhole riol tipikal (kiri) dan drop manhole (kanan)
(Hardjosuprapto, 2000)

2.6.3 Terminal Cleanout

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-31


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

Cleanout adalah bangunan pelengkap saluran yang biasanya diletakkan


pada ujung awal saluran, pada jarak 150 – 200 ft dari manhole. Jarak antar
cleanout berkisar 250 – 300 ft. Cleanout berfungsi sebagai :
 Tempat untuk memasukkan alat pembersih ujung awal pipa servis/lateral,
 Tempat memasukan alat penerangan saat dilakukan pemeriksaan.
 Tempat pemasukkan air penggelontor sewaktu diperlukan.
 Menunjang kinerja manhole dan bangunan penggelontor.
 Turut berperan dalam proses sirkulasi udara.
Ukuran pipa terminal cleanout sama dengan diameter pipa air buangan,
namun untuk menghemat biaya digunakan pipa tegak berdiameter 8”.

Gambar 2.7 Typical cleanout small bore sewer

2.6.4 Siphon
Siphon merupakan bangunan perlintasan aliran dengan defleksi vertikal
atau miring. Misalnya, bila saluran harus melintasi sungai, jalan kereta api, jalan
raya rendah, saluran irigasi, lembah dan sebagainya, dimana elevasi dasarnya
lebih rendah dari elevasi dasar saluran riol.

a. Kriteria Perencanaan
Kriteria perencanaan untuk siphon antara lain :
 Diameter minimum 15 cm (Babbit, 1969) namun untuk memberikan
kecepatan yang lebih tinggi diameter bisa lebih kecil (minimal 10 cm)

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-32


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

namun untuk menghindari penyumbatan siphon harus dilengkapi pipa


penguras (drain)
 Pipa harus terisi penuh
 Kecepatan pengaliran harus konstan agar mampu menghanyutkan kotoran
atau buangan padat, kecepatan desain biasanya lebih besar (0,6 – 0,9)
m/detik (Desain and Construction of Sanitary and Storm Sewer, 1969)
 Dibuat tidak terlalu tajam agar mudah dalam pemeliharaan
 Perencanaan harus memepertimbangkan debit minimum, rata-rata, dan
maksimum.
 Pada awal dan akhir siphon harus dibuat sumur pemeriksaan untuk
memudahkan pembersihan.

b. Perdimensian
Dimensi pipa siphon dapat dihitung dengan persamaan kontinuitas
(Desain and Construction of Sanitary and storm sewer, 1969):
Q = A.V = ¼ π D2
Keterangan :
Q = debit air buangan (m3/detik)
V = kecepatan aliran dalam siphon (m/detik)
D = diameter pipa siphon (m)

c. Kehilangan Tekanan
Kehilangan tekanan dalam siphon berperan dalam perencanaan siphon,
dengan mengetahui kehilangan tekanan maka perbedaan ketinggian awal dan
akhir saluran siphon dapat ditentukan dengan tepat. Berikut adalah persamaan
untuk menentukan kehilangan tekanan :
V2 L
h= (1+a+b . )
2g D
1
a= −1
V
0.0005078
b=1.5(0.019818+ )
D

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-33


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

Keterangan:
h = Kehilangan tekanan sepanjang siphon
a = Koefisien kontraksi pada mulut dan belokan pipa (minor loses)
b = Koefisien gaya gesek antar air dengan pipa (mayor loses)
L = Panjang pipa (m)
D = Diameter pipa (m)
Agar pengaliran berjalan lancar, elevasi awal siphon harus lebih tinggi dari
elevasi akhir. Tinggi yang dibutuhkan adalah headloss selama pengaliran yang
berasal dari entrance loss, headloss sepanjang pipa, dan headloss di belokan.

d. Inlet Chamber
Inlet chamber berfungsi sebagai bangunan peralihan dari pipa air buangan
yang sifat alirannya terbuka menuju pipa siphon yang sifat alirannya bertekanan.
Selain itu inlet chamber berfungsi untuk mendistribusikan air buangan ke dalam
masing-masing pipa siphon sesuai dengan kondisi alirannya. Inlet chamber
berbentuk bujur sangkar atau persegi panjang yang dilengkapi dengan unit
pembagi aliran.
Dimensi:
 Lebar = diameter pipa air buangan + diameter pipa siphon aliran rata-rata +
diameter pipa siphon aliran max + 2”
 Panjangnya disesuaikan dengan panjang manhole
 Ketinggiannya diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi overflow ke
dalam manhole disampingnya

e. Outlet Chamber
Fungsi outlet chamber adalah kebalikan dari inlet chamber. Bentuk
dimensinya sama dengan inlet chamber hanya dilengkapi dengan sekat dan
terjunan agar alirannya tidak kembali masuk ke pipa siphon lainnya. Dimensi
sekat memiliki ketinggian yang disesuaikan dengan kedalaman alirannya
sedangkan ketinggian terjunan dipertimbangkan terhadap kedalaman penanaman
pipa air buangan.

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-34


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

f. Drain
Untuk pembersihan pipa bagian dasar, diperlukan pipa drain yang
menyalurakan kotorannya ke bak penampung yang terdapat dalam manhole, yang
selanjutnya akan dipompa. Bentuknya berupa pipa horizontal yang dihubungkan
dengan pipa siphon dan menggunakan ‘Y connection‘ serta dilengkapi dengan
valve. Diameternya sama dengan diameter pipa siphon. Tempat
penyambungannya pada bagian sisi pipa siphon yang menurun.

2.6.5 Bangunan Penggelontor


Bangunan penggelontor berfungsi untuk mencegah pengendapan kotoran
dalam saluran, mencegah pembusukkan kotoran dalam saluran, dan menjaga
kedalaman air pada saluran.
Penggelontoran diperlukan untuk penyaluran air buangan dengan sistem
konvensional, sementara penyaluran air buangan dengan menggunakan sistem
Small Bore Sewer (SBS), tidak memerlukan penggelontoran, karena pipa saluran
hanya mengalirkan effluen cair dari air buangan tidak berikut padatannya. Faktor-
faktor yang perlu diperhatikan pada bangunan penggelontor ini adalah, air
penggelontor harus bersih tidak mengandung lumpur, pasir, dan tidak asam, basa
atau asin, selain itu air penggelontor tidak boleh mengotori saluran.

1. Jenis Penggelontoran
Berdasarkan kontinuitasnya, penggelontoran dibagi menjadi dua:
a. Sistem Kontinu
Penggelontoran dengan sistem kontinu, adalah sistem dimana
penggelontoran dilakukan secara terus menerus dengan debit konstan.
Dalam perencanaan dimensi saluran, tambahan debit air buangan dari
penggelontoran harus diperhitungkan.
Dengan menggunakan sistem kontinu maka, kedalaman renang selalu
tercapai, kecepatan aliran dapat diatur, syarat pengaliran dapat terpenuhi,
tidak memerlukan bangunan penggelontor di sepanjang jalur pipa, tetapi
cukup berupa bangunanpada awal saluran atau dapat berupa terminal
cleanout yang dihubungkan dengan pipa transmisi air penggelontor. Selain

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-35


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

itu, kelebihan dari penggunaan system kontinu ini adalah kemungkinan


saluran tersumbat kecil, dapat terjadi pengenceran air buangan, serta
pengoperasiannya mudah.
Sedangkan kekurangannya yaitu, debit penggelontoran yang konsta
memerlukan dimensi saluran lebih besar, terjadi penambahan beban
hidrolis pada BPAB.
b. Sistem Periodik
Dalam sistem periodik, penggelontoran dilakukan secara berkala pada
kondisi aliran minimum. Penggelontoran dilakukan minimal sekali dalam
sehari. Dengan sistem periodik, penggelontoran dapat diatur sewaktu
diperlukan, debit gelontor akan sesuai dengan kebutuhan.
Dimensi saluran relatif tidak besar karena debit gelontor tidak
diperhitungkan. Penggunaan sistem penggelontoran secara periodik, akan
menyebabkan lebih banyaknya unit bangunan penggelontor di sepanjang
saluran, selain itu ada kemungkinan pula saluran tersumbat oleh kotoran
yang tertinggal.

2. Volume Air Penggelontor


Volume air gelontor tergantung pada :
 Diameter saluran yang digelontor
 Panjang pipa yang digelontor
 Kedalaman minimum aliran pada pipa yang digelontor
Untuk perencanaan penggelontoran sistem kontinu perhitungannya
dilakukan bersama dengan perhitungan dimensi penyaluran air buangan,
sedangkan untuk sistem periodik perhitungan perencanaannya sebagai berikut :
V gelontor = tg x Qg
Keterangan :
V gelontor = volume air gelontor (m3)
tg = waktu gelontor (dt)
Qg = debit air gelontor (m3/dt)

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-36


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

3. Alternatif Sumber Air Penggelontor


Air penggelontor dapat berasal dari berbagai sumber. Air pengelontor
dapat berasal dari air buangan dalam pipa riol itu sendiri atau air dari luar seperti
air tanah, air hujan, air PDAM, air sungai, danau, dan sebagainya. Air
penggelontor yang dari luar harus tawar (bukan air asin/laut), untuk menghindari
terjadinya penambahan kadar endapan/suspensi atau kadar kekerasan dan
kontaminan yang lebih besar (Masduki, 2000).

2.6.6 Junction dan Transition


Junction adalah bangunan pelengkap yang berfungsi untuk
menyambungkan satu atau lebih saluran pada satu titik temu dengan saluran
induk. Junction ini dilengkapi dengan manhole agar memudahkan pemeliharaan,
karena penyumbatan akibat akumulasi lumpur sering terjadi.
Transition adalah bangunan pelengkap yang berfungsi untuk menyambung
saluran bila terjadi perubahan diameter dan kemiringan. Transition juga
dilengkapi dengan manhole.
Junction dan transition dapat menyebabkan berkurangnya energi aliran,
untuk memperkecil kehilangan energi, maka perlu dipenuhi kriteria-kriteria
sebagai berikut:
 Kecepatan aliran dari setiap saluran yang bersatu harus seragam
 Dinding saluran dibuat selicin mungkin
 Perubahan sudut aliran pada junction tidak boleh terlalu tajam. Sudut
pertemuan antara saluran yang masuk (saluran cabang) dan saluran yang
keluar (saluran utama) maksimum 45°.

2.6.7 Belokan
Dalam pembuatan belokan harus diperhatikan beberapa hal, yaitu:
 Dinding saluran harus selicin mungkin
 Bentuk saluran harus seragam, baik radius maupun kemiringan saluran
 Untuk mempermudah pemeriksaan terhadap clogging, perlu dibuat manhole.

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-37


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

 Untuk meminimalisir kehilangan energi akibat belokan, maka perlu


dihindari radius lengkung belokan yang sangat pendek. Batas bentuk radius
lengkungan dari pusat adalah lebih besar dari tiga kali diameter saluran.
 Dihindari adanya perubahan penampang melintang saluran

2.6.8 Stasiun Pompa


Stasiun pompa terdiri sumuran pengumpul (wet well / sump well) yang
berfungsi sebagi suatu reservoir penyeimbang untuk menahan perbedaan volume
air buangan yang masuk dan volume air buangan yang dapat dikeluarkan pompa,
juga sebagai bak ekualisasi untuk memperkecil beban fluktuasi pompa.

Gambar 2.8 Stasiun pompa

Jumlah dan lokasi stasiun pompa biasanya ditentukan dari perbandingan


biaya konstruksi dan operasi serta perawatan, dengan biaya konstruksi dan
perawatan saluran berdiameter besar dan dangkal. Jenis pompa untuk air buangan
diantaranya:
1) Pompa sentrifugal
2) Pneumatic ejector
3) Screw pump
Untuk penyaluran air buangan, umumnya digunakan pompa sentrifugal
bertipe non clogging, yang dapat membawa air buangan yang mengandung

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-38


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

partikel padat. Klasifikasi pompa sentrifugal (Design and Construction of


Sanitary and Storm Sewer 1969) :
1) Axial flow / propeller pumps
2) Mixed flow / angle flow
3) Radial flow pump
Penggolongan klasifikasi pompa ini biasanya ditentukan oleh spesifik
speed (Ns) pada titik efisiensi maksimum dan dapat dilihat sebagai berikut :
Ns = N.Q1/2 / (H¾)
Keterangan :
N = rotasi impeller (rpm)
Q = debit pada efisiensi optimum
H = total head (feet)
Operasi pompa sentrifugal pada Ns yang rendah mempunyai efisiensi yang tinggi.

2.6.9 Ventilasi
Ventilasi adalah bangunan pelengkap sistem penyaluran air buangan yang
berfungsi (H E.Babbit, 1960) :
 Untuk mencegah terakumulasinya gas-gas berbahaya yang eksplosif dan
juga gas-gas yang korosif.
 Untuk mencegah terlepasnya gas-gas berbau yang terkumpul pada saluran.
 Untuk mencegah timbulnya H2S sebagai hasil proses dekomposisi zat-zat
organik dalam saluran.
 Untuk mencegah terjadinya tekanan di atas dan di bawah tekanan atmosfer
yang dapat menyebabkan aliran balik pada water seal alat-alat plambing.

2.6.10 Tangki Interseptor


1. Fungsi
Tangki interseptor memiliki fungsi (Mara, 1996), yaitu:
a. Sedimentasi.
Merupakan fungsi utama tangki yaitu untuk menurunkan kadar suspended
solid dalam air buangan. Tangki didesain untuk menghasilkan kondisi
tenang selama periode waktu yang cukup, sehingga suspended solid akan

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-39


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

mengendap dan floatable solid akan terapung ke permukaan. Baffle inlet


dan outlet akan menjaga aliran di dalam tangki dan akan menjamin
pengendapan lumpur serta pembentukan selimut busa.
b. Penyimpanan.
Tangki interseptor berfungsi untuk menghindari seringnya pengambilan
solid. Tangki dirancang dengan volume yang cukup untuk menyimpan
lumpur dan busa hingga tiga tahun atau lebih tanpa mengganggu fungsi
sedimentasi.
c. Penguraian.
Penyimpanan solid dalam jangka waktu yang lama menyebabkan
terjadinya proses penguraian lumpur secara anaerob. Bakteri anaerob
menghancurkan senyawa organik menjadi senyawa terlarut dan gas-gas
seperti H2, CO2, H2S dan CH4.

2. Jumlah Sambungan Rumah Yang Dilayani


Setiap tangki interseptor akan mencapai hasil yang optimal bila hanya
melayani satu sambungan rumah saja. Tapi pada kondisi tertentu, satu tangki
dapat melayani beberapa sambungan rumah sekaligus.

3. Bahan dan Konstruksi


Tangki interseptor harus terbuat dari pasangan yang tahan terhadap korosi,
kedap air, dan tahan lama harus kuat menahan beton dan gaya-gaya yang timbul
akibat tekanan air dan tanah. Bahan yang dapat digunakan adalah:
 Dinding dan dasar bak: batu, batu merah, dan beton. Sedangkan untuk
plesteran digunakan mortar dari semen dan pasir.
 Plat penutup tangki: beton bertulang, kayu, dan plat besi.
 Saluran pembuangan air limbah: pipa tanah liat, pipa beton, pipa asbes
semen, dan PVC.

4. Bentuk dan Volume


Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendesain septic tank antara
lain :

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-40


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

 Perbandingan panjang (P) dan lebar (L) untuk septic tank berbentuk empat
persegi panjang adalah 2:1 sampai 4:1.
 Tangki yang berukuran kecil hanya melayani satu keluarga dapat berbentuk
bulat dengan diameter minimum 1,2 m dan kedalaman minimum (Hmin)
1m.
 Waktu detensi (Td) dalam tangki 1-3 hari.
 Volume tangki (Vh) terdiri dari volume air (Vair) di dalam tangki ditambah
volume lumpur (VL).
 Volume air, Vair = Qr . Td
 Volume lumpur dalam tangki, VL = O . L . P
dimana :
O = Populasi
L = Lumpur yang mengendap dalam tangki (30-40 l/orang/tahun), dalam
perhitungan selanjutnya digunakan nilai 40 l/orang/hari.
P = Periode pengurasan
 Tinggi air dalam septic tank sekurang-kurangnya (Hair) 1 m dan maksimum
2.1 m.
 Tinggi tangki adalah tinggi air di dalam tangki ditambah tinggi ruang bebas
(freeboard) sebesar 20-40 cm dan ruang simpan lumpur.
 Tinggi ruang simpan lumpur (HL) = VL / P.L
 Kedalaman busa (Hb) = 0.4 / P.L per 1 m3 air buangan
 Tinggi daerah bebas lumpur (Hp) = Vh / P.L
 Lebar tangki sekurang-kurangnya 0.7 m dan panjang minimal 1.5 m.
 Dasar tangki dapat dibuat horisontal atau dengan kemiringan tertentu untuk
memudahkan pengurasan lumpur.
 Dinding tangki harus tegak.
 Tutup tangki harus dibuat dengan beton, dengan tinggi maksimum terbenam
dalam tanah adalah 0.4 m untuk memudahkan inspeksi.

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-41


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

5. Inlet dan Outlet


Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengatur inlet dan outlet
dalam tangki karena hal ini juga merupakan bagian penting dalam mendesain
tangki interseptor:
 Pipa inlet harus sama atau lebih besar ukurannya dengan sambungan rumah.
Pipa inlet harus berupa T agar proses pengendapan dalam tangki tidak
terganggu oleh tekanan air yang tiba-tiba dan tidak mengganggu lapisan
busa.
 Outlet tangki lebih kecil atau sama dengan diameter saluran, seperti juga
pada inlet, pipa outlet harus berupa T agar busa tidak terbawa keluar tangki.
 Pipa outlet harus diletakkan 5-10 cm lebih rendah dari pipa inlet.
 Sebagai alternatif dari penggunaan pipa T dapat pula dipakai sekat/baffle
yang terbuat dari papan kayu/plat form.

6. Ventilasi
Tangki harus dilengkapi dengan pipa udara untuk mengeluarkan gas yang
dihasilkan dari proses penguraian zat organik oleh mikroba. Pipa udara harus
terbuat dari bahan yang tahan korosi dengan diameter 50-200 mm. Ujung pipa
udara perlu dilengkapi dengan pipa U atau pipa T sedemikian rupa, sehingga
lubang pipa udara menghadap ke bawah dan ditutup dengan kawat kasa.

7. Manhole
Tangki harus dilengkapi dengan lubang pemeriksaan yang terbuat dari plat
beton atau plat baja sebagai lubang untuk pengurasan lumpur dan keperluan-
keperluan lainnya. Lubang pemeriksaan berbentuk bujur sangkar dengan ukuran
0.6 x 0.6 m2.

8. Operasi dan Pemeliharaan


Walaupun periode pengurasan lumpur direncanakan n tahun sekali, tetapi
pemeriksaan septic tank harus dilakukan 12-18 bulan sekali untuk septic tank

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-42


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

yang melayani kebutuhan rumah tangga dan setiap 6 bulan sekali untuk instansi
non domestik. Hal-hal yang harus dilakukan untuk pemeriksaan ini adalah:
 Mengukur jarak antara lapisan bawah scum dengan mulut bawah pipa outlet
(jarak ini tidak boleh kurang dari 7,5 cm).
 Mengukur tebal lapisan lumpur. Tebal lapisan lumpur tidak boleh lebihdari
50 cm.
Pengambilan lumpur dapat dilakukan dengan cara penimbaan atau
pemompaan. Lumpur/scum yang telah dikeluarkan dari tangki biasanya masih
membahayakan kesehatan. Karena itu pengolahan lumpur dapat dilakukan dengan
cara :
 Ditimbun dalam suatu galian yang berbentuk saluran yang dalamnya 60 cm.
 Dicampur dengan sampah dan dibuat kompos.
 Diolah dalam suatu instalasi pengolahan lumpur tinja.

9. Dimensi Tangki Interseptor


Tangki interseptor sebagai bagian dari small bore sewer, biasanya didesain
seperti septic tank. Dengan demikian konstruksi tangki interseptor tidak perlu
dilakukan (kecuali bangunan baru), tetapi hanya memanfaatkan septic tank yang
telah ada.

Gambar 2.9 Septic tank

10. Waktu Retensi Hidrolik Minimum


Waktu retensi hidrolik minimum merupakan waktu yang dibutuhkan
sehingga pengendapan terjadi. Nilai th tidak boleh kurang dari 0.2 hari. Persamaan

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-43


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

yang digunakan untuk menghitung waktu retensi hidrolik minimum (Mara, 1985)
adalah:
th = 1.5 – 0.3 log (P.q)
dimana:
th = Waktu retensi hidrolik minimum (hari)
P = Populasi per rumah (orang)
q = Debit air buangan (l/orang/hari)

11. Volume Pengendapan


Volume yang dibutuhkan untuk pengendapan dihitung dengan rumus
(Mara, 1985):
Vh = 10-3 (P.q) th
dimana:
Vh = Volume tangki (m3)
th = Waktu retensi hidrolik minimum (hari)
P = Populasi per rumah (orang)
q = Debit air buangan (l/orang/hari)

12. Volume Sludge Digestion dan Penyimpanan


Dari persamaan 3.25, volume sludge digestion dan penyimpanan dihitung
dengan rumus (Mara, 1985):
VL = 70 X 10-3 (P.N)
dimana:
N = Periode pengerukan lumpur (tahun)
Angka 70 adalah akumulasi lumpur per kapita per tahun (l/orang/tahun)

13. Kedalaman Busa


Berdasarkan pengalaman penerapan septic tank di Indoensia, untuk air
buangan domestik 1000 l/hari (1 m3/hari), akan menghasilkan busa dalam tangki
sebesar 0.4 m3. Karena itu kedalaman busa merupakan fungsi dari luas permukaan
tangki, yaitu :
(Hb) = 0.4 / P.L per 1 m3 air buangan

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-44


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

14. Tinggi Daerah Pengendapan


Tinggi daerah pengendapan dihitung dengan menggunakan persamaan
untuk menghitung tinggi ruang simpan lumpur (HL), yaitu :
(HL) = VL / P.L

2.9 Pengoperasian Sistem dan Pemeliharaan


Unsur pemeliharaan meliputi pencegahan tersumbatnya aliran,
pembersihan saluran, pembersihan dan perbaikan catch basin apabila ada.
Pemeliharaan disini tidak memakan biaya yang banyak apabila slope salurannya
tidak mendekati datar ( sedikit curam ) akar tumbuh-tumbuhan diatas saluran
tidak menghujam saluran. Unsure pemeliharaan yang baik memerlukan
pengetahuan yang memadai tentang lokasi penginapan dan etos kerja yang
kompeten yang dapat segera difungsikan apabila dibutuhkan.
Pada pengoperasian jaringan pengaliran air buangan, ppipa lateral
menerima air buangan dari daerah pelayanan (rumah, rumah sakit, sekolah, pasar,
kantor dan fasilitas lainnya). Selanjutnya air buangan tersebut dialirkan melalui
pipa persil masuk ke pipa cabang, lalu ke pipa utama dan selanjutnya ke instalasi
pengolahan air buangan. Air buangan diolah dahulu di instalasi pengolahan air
buangan dan selanjutnya baru dibuanng ke badan air penerima.
Pengaliran air buangan melalui pipa-pipa tersebut sedapat mungkin
dilakukan secara grafitasi dengan memanfaatkan kondisi medan yang ada untuk
penghindari pemakaian pompa dan kebutuhan penggelontoran. Hal ini
dimaksudkan agar biaya pengoperasian tidak terlalu mahal. Yang perlu diingngat
dalam penyaliran air buangan secara grafitasi, kecepatan aliran minimum harus
masih memungkinkan air buangan melakukan self cleaning terhadap bahan-bahan
organic dan partikel diskrit.
Agar saluran dapat berfungsi dengan baik, yang meliputi pencegahan
penyumbatan saluran, pemeliharaan saluran, perbaikan dan pembersihan sumur
pengumpul (bila ada). Pemeliharaan yang baik memerlukan pengetahuan yang

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-45


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

cukup mengenai lokasi dan kesiapsiagaan petugas bila sewaktu-waktu terjadi


kerusakkan.

Gangguan yang sering terjadi pada saluran


 Berkurangnya kapasitas saluran dan macetnya aliran akibat
mengendapnya partikel-pertikel diskrit seperti pasir dan kerikil.
Cara mengatasinya:
 Dilakukan penggelontoran
 Dibuat lubang melalui deposit lalu deposit tadi diambil dengan sekop.
Jika penggelontoran dan pembuat lubang melalui deposit tersebut tidak
cukup, maka alat semacam sekop yang dihubungkan dengan kabel dan
mesin derek dapat didorong ke dalam saluran untuk melakukan
pengangkatan deposit.
 Berkurangnya kapasitas saluran dan macetnya aliran akibat dari masuknya
akar-akar tanaman yang ada disekitar saluran air buangan.
Cara mengatasinya:
 Akar dipotang dengan menggunakan flexible type rods yang
mempunyai alat pemotong diujungnya.
 Pembubuhan tembaga sulfat kedalam saluran. Tembaga sulfat ini tidak
mematikan pohon dan tanaman.
 Berkurangnya kapasitas saluran akibat lemak / minyak yang terkandung
dalam air buangan.
Cara mengatasinya:
 Dilakukan penggelontoran dan pembersihan akhir dengan
menggunakan power rotared brush.
Pembersihan saluran merupakan tindakan pencegahan terjadinya
kemacetan aliran dalam saluran. Pembersihan saluran ini harus dilakukan secara
berkala dan teratur. Untuk membersihkan saluran, tindakan yang biasa dilakukan
adalah penggelontoran dan ini membutuhkan peralatan yang disebut brusher,
scaepers dan sloop yang membersihkan lemak dan minyak. Penggelontoran
merupakan tindakan yang sangat efektif karena dapat menaikan kecepatan aliran
air dan kedalaman ai dalam pipa (tinggi renang) sehingga distribusi air buangan

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-46


Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Kota Rantau

juga semakin tinggi. Air penggelontor bia yang ada di diambil dari fire hydrant
yang ada di sepenjang jalan dan dimasukkan ke dalam saluran melalui manhole.
Yang perlu diperhatikan lagi adalah timbulnya gas dalam saluran. Gas-gas
ini tidak hanya ditemukan dalam saluran daerah industry saja melainkan juga di
saluran pada daerah pemukiman penduduk. Bahaya yang biasa terjadi dari
timbulnya gas-gas ini adalah mudah terbakar dan meledak.
Gas-gas yang mudah terbakar dan meledak tersebut antara lain dapat
berasal dari :
 Bahan bakar dari garisi dan pompa-pompa bensin
 Dari pipa gas yang dekat dengan saluan air buangan akibat kebocoran pipa.
 Bermacam zat kimia : calcium carbido yang masuk kedalam saluran akibat
kebocoran pipa.
 Gas-gas hasil proses dekomposisi dalam saluran sendiri, misalnya metan.
Disamping itu adanya gas-gas yang bersifat racun bagi manusia dapat
menimbulkan bahaya dan pada saat pemeriksaan. Gas yang sering dijumpai pada
saluran air buangan ini adalah gas H2S. kecelakaan yang dapat dicegah dengan
melakukan pemeriksaan menggunakan detector-detektor yang ada, sebelum
melaksanakan pemeriksaan.
Peralatan yang dibutuhkan dalam pemeliharaan tergantung ukuran dan
tipe-tipe pipa yang digunakan. Biasanya dikota kecil peralatannya lebih sedikit
dan sederhana dibandingkan dengan adanya dikota besar.
Peralatan yang biasanya dipakai oleh petugas antara lain :
 Peralatan utama
 Peralatan pelengkap
 Peralatan keamanan

Nurin Nisa Farah Diena H1E107006 II-47

Anda mungkin juga menyukai