Anda di halaman 1dari 16

TUGAS BELAJAR

DEPARTEMEN GIGI DAN MULUT

Disusun Oleh:
Aulia Ulfah, S.Ked
04054821719102

Pembimbing:
Drg. Billy Sujatmiko, Sp.KG

DEPARTEMEN GIGI DAN MULUT


RS. MOH. HOESIN PALEMBANG/ FK UNSRI
PERIODE 17 SEPTEMBER S/D 03 OKTOBER 2018
1. Klasifikasi Karies Berdasarkan Kedalaman D1-D6

Klasifikasi karies dari ICDAS (International Caries Detection and Assessment System).
ICDAS mengklasifikasi karies berdasarkan keparahan karies yaitu dari masih belum ada
kavitas, hingga kavitas yang mencapai pulpa.

D0 : gigi yang sehat.

D1 : perubahan awal pada email yang tampak secara visual. Biasa dilihat dengan cara
mengeringkan permukaan gigi, dan tampak adanya lesi putih di gigi tersebut.

D2 : perubahan pada email yang jelas tampak secara visual. Terlihat lesi putih pada gigi,
walau gigi masih dalam keadaan basah.

D3 : kerusakan email, tanpa keterlibatan dentin (karies email)

D4 : terdapat bayangan dentin (tidak ada kavitas pada dentin). Karies pada tahap ini sudah
menuju dentin, berada pada perbatasan dentin dan email (dentino-enamel junction).

D5 : kavitas karies yang tampak jelas dan juga terlihatnya dentin (karies sudah mencapai
dentin).

D6 : karies dentin yang sudah sangat meluas (melibatkan pulpa).


2. Progresifitas Karies

Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plaque di permukaan gigi,
sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu
yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis
(5,5) dan akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi. Secara
perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus
tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).
Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-
kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak
secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makrokopis dapat dilihat. Pada
karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan,
terdiri dari tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap
mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/tidak tembus
penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala
degenerasi cabang-cabang odontoblast). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan
menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-
lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular
diserang), lapisan empat dan lapisan lima.

Akumulasi plak pada permukaan gigi utuh dalam dua sampai tiga minggu
menyebabkan terjadinya bercak putih. Waktu terjadinya bercak putih menjadi kavitasi
tergantung pada umur, pada anak-anak satu setengah tahun, dengan kisaran enam
bulan ke atas dan ke bawah, pada umur 15 tahun, dua tahun dan pada umur 21-24
tahun, hampir tiga tahun. Tentu saja terdapat perbedaan individual. Sekarang ini karena
banyak pemakaian flourida, kavitasi akan berjalan lebih lambat daripada dahulu
(Schuurs, 1993).
Pada anak-anak, kemunduran berjalan lebih cepat dibanding orang tua, hal ini
disebabkan :
(1) email gigi yang baru erupsi lebih mudah diserang selama belum selesai maturasi
setelah erupsi (meneruskan mineralisasi dan pengambilan flourida) yang
berlangsung terutama satu tahun setelah erupsi;
(2) remineralisasi yang tidak memadai pada anak-anak, bukan karena perbedaan
fisiologis, tetapi sebagai akibat pola makannya (sering makan makanan kecil);
(3) lebar tumbuli pada anak-anak mungkin menyokong terjadinya sklerotisasi yang
tidak memadai; dan
(4) diet yang buruk dibandingkan dengan orang dewasa, pada anak-anak terdapat
jumlah ludah dari kapasitas buffer yang lebih kecil, diperkuat oleh aktivitas
proteolitik yang lebih besar di dalam mulut (Schuurs, 1993).
3. Perjalanan Nervus Gigi Dari Awal Sampai Ke Tiap Gigi
Serabut saraf yang terapat pada gigi baik rahang atas dan rahang bawah juga pada
mata terhubung melalui saraf trigeminus ( nervus V/ganglion gasseri).
 N.V1 Cabang Opthalmicus 
 N.V2 Cabang Maxillaris 
 N.V3 Cabang Mandibula 

a. Cabang maxillaris memberikan inervasi sensorik ke gigi maxillaris, palatum, dan
gingiva. Cabang mandibularis memberikan persarafan sensorik ke gigi mandibularis,
lidah, dan gingiva. Variasi nervus yang memberikan persarafan ke gigi diteruskan ke
alveolaris, ke soket di mana gigi tersebut berasal.
 Nervus alveolaris superior ke gigi maxillaris berasal dari cabang maxillaris
nervus trigeminus. 
 Nervus alveolaris inferior ke gigi mandibularis berasal dari cabang
mandibularis nervus trigeminus. 

CABANG MAXILLARIS
MEMPERSARAFI : PALATUM
Membentuk atap mulut dan lantai cavum nasi yang terdiri dari :
 Palatum durum (langit keras) 
 Palatum mole (langit lunak) 

PALATUM DURUM
Terdapat tiga foramen:
 foramen incisivum pada bidang median ke arah anterior 
 foramina palatina major di bagian posterior dan 
 foramina palatina minor ke arah posterior 
Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen incisivum),
mempersarafi gigi anterior rahang atas
Bagian belakang palatum: N. Palatinus Majus (keluar dari foramen palatina
mayor), mempersarafi gigi premolar dan molar rahang atas.

PALATUM MOLAE
N. Palatinus Minus (keluardari foramen palatina minus), mempersarafi seluruh palatina
mole.

PERSARAFAN DENTIS DAN GINGIVA RAHANG ATAS


Permukaan labia dan buccal :

N. alveolaris superior posterior, medius dan anterior


o Nervus alveolaris superior anterior, mempersarfi gingiva dan gigi anterior
o Nervus alveolaris superior media, mempersarafi gingiva dan gigi premolar dan
molar I bagian mesial
o Nervus alveolaris superior posterior, mempersarafi gingiva dan gigi molar I bagian
distal, molar II dan molar III

Permukaan palatal : N. palatinus major dan nasopalatinus


o Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen incisivum),
mempersarafi gingiva dan gigi anterior rahang atas
o Bagian belakang palatum: N. Palatinus Majus (keluar dari foramen palatina mayor),
mempersarafi gingiva dan gigi premolar dan molar rahang atas.

CABANG
MANDIBULARIS :
PERSARAFAN
DENTIS
Dipersyarafi oleh Nervus Alveolaris Inferior, mempersarafi gigi anterior dan posterior
gigi rahang bawah

PERSARAFAN GINGIVA

Permukaan labia dan buccal :

• N. Buccalis, mempersarafi bagian buccal gigi posterior rahang bawah

• N. Mentalis, merupakan N.Alveolaris Inferior yang keluar dari foramen Mentale

Permukaan lingual :

• N. Lingualis, mempersarafi 2/3 anterior lidah, gingiva dan gigi anterior dan posterior
rahang bawah
4. Pengertian, tatalaksana, dan cara diagnosis dari :

a. White spot

White spot adalah suatu daerah yang kepadatannya berkurang pada bagian
bawah permukaan enamel, sedangkan permukaan atas atau luar lapisan enamel masih
utuh. Hal ini disebabkan karena terjadi pelepasan ion kalsium dan fosfat dari prisma
enamel.

White spot dibagi menjadi dua, yaitu white spot kering dan white spot
basah.Pada white spot kering dapat dilakukan inspeksi gigi dengan menggunakan chip
blower/puspus untuk mengeringkan gigi dan white spot basah dilakukan dengan
inspeksi gigi tanpa dikeringkan. Pada tahap ini, kerusakan masih bisa diatasi dengan
memberikan aplikasi fluor pada gigi.

b. Karies email

Karies email adalah karies yang terjadi pada permukaan enamel gigi (lapisan
terluar dan terkeras pada gigi), dan belum terasa sakit, hanya ada pewarnaan hitam atau
coklat pada enamel. Pemeriksaan gigi yang mengalami karies email dapat dilakukan
menggunakan sonde dan sonde tampak seperti menyangkut. Pasien belum merasakan
ngilu/sakit. Tatalaksana yang dapat diberikan adalah remineralisasi dengan fluor,
konsul diet dan faktor risiko lain, serta aplikasi penutupan fissure.

c. Karies dentin

Karies dentin adalah perkembangan dari karies email yang sudah mencapai
pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa. Pemeriksaan menggunakan sonde dan
dirasakan menyangkut. Pasien sudah merasakan ngilu, karena pada dentin terdapat
tubulus-tubulus yang dapat menghantarkan rasa sakit/ngilu. Tatalaksana dari karies
dentin adalah pembuatan ragangan restorasi yang diinginkan, pertimbangan resistensi
dan retensi, pembuangan karies dentin dan penempatan restorasi, penyingkiran karies
dentin, penghalusaan bagian dalam kavitas, dan penghalusan tepi preparasi.

d. Iritasi pulpa

Iritasi pulpa adalah suatu keadaan dimana lapisan enamel gigi mengalami
kerusakan sampai batas dentino enamel junction. Pada pemeriksaan dapat dilakukan
inspeksi yang menunjukkan adanya karies kecil. Dengan sonde tidak memberikan
reaksi dan tes thermis dengan chlor etil terasa ngilu. Tatalaksana yang dapat diberikan
adalah dilakukan penumpatan sesuai indikasi.

e. Hiperemia pulpa

Hiperemia pulpa adalah keadaan dimana lapisan dentin mengalami kerusakan,


terjadi peningkatan sirkulasi darah karena terjadi pelebaran pembuluh darah halus di
dalam pulpa. Pada hiperemia pulpa, dilakukan tes dengan chlor etil terasa ngilu, tes
menggunakan sonde terasa ngilu, sedangkan pada perkusi tidak ada rasa apa-apa.
Tatalaksana yang diberikan adalah penumpatan sesuai indikasi, bila karies sudah
mencapai profunda, maka dilakukan pulp capping.

f. Pulpitis reversibel

Pulpitis reversibel adalah keadaan dimana terjadinya inflamasi pada pulpa


akibat jejas yang dapat menimbulkan infeksi, namun pulpa masih mampu kembali
pada keadaan tidak terinflamasi setelah jejas ditiadakan. Diagnosis dapat ditegaskan
oleh pemeriksaan visual, taktil, termal, dan pemeriksaan radiograf. Pulpitis reversibel
akut berhasil dirawat dengan prosedur paliatif yaitu aplikasi semen seng oksida
eugenol sebagai tambalan sementara, rasa sakit akan hilat dalam beberapa hari. Bila
sakit tetap bertahan atau menjadi lebih buruk, maka lebih baik pulpa diekstirpasi. Bila
restorasi yang dibuat belum lama mempunyai titik kontak prematur, memperbaiki
kontur yang tinggi ini biasanya akan meringankan rasa sakit dan memungkinkan pulpa
sembuh kembali. Bila keadaan nyeri setelah preparasi kavitas atau pembersihan kavitas
secara kimiawi atau ada kebocoran restorasi, maka restorasi harus dibongkar dan
aplikasi semen seng oksida eugenol. Perawatan terbaik adalah pencegahan yaitu
meletakkan bahan protektif pulpa dibawah restorasi, hindari kebocoran mikro, kurangi
trauma oklusal bila ada, buat kontur yang baik pada restorasi dan hindari melakukan
injuri pada pulpa dengan panas yang berlebihan sewaktu mempreparasi atau memoles
restorasi amalgam.

g. Pulpitis irreversibel

Pulpitis irreversibel adalah suatu infeksi jaringan pulpa yang merupakan proses
lanjut dari karies yang bersifat kronis yang akan berakhir dengan nekrosis. Diagnosa
dapat ditegakkan melalui beberapa cara, yaitu:

Anamnesa: ditemukan rasa nyeri spontan yang berkepanjangan serta menyebar.

Gejala Subyektif: nyeri tajam (panas, dingin), spontan (tanpa ada rangsangan sakit),
nyeri lama sampai berjam-jam.

Gejala Obyektif: karies profunda, kadang-kadang profunda perforasi, perkusi dan


tekan kadang-kadang ada keluhan.

Tes vitalitas: peka pada uji vitalitas dengan dingin, sehingga keadaan gigi dinyatakan
vital. Perawatan gigi pada pulpitis irreversibel dilakukan dengan pulpektomi.
Pulpektomi adalah pembuangan seluruh jaringan nekrotik pada ruang pulpa dan
saluran akar diikuti pengisian saluran akar dengan bahan semen yang dapat diresorbsi.
h. Nekrosis pulpa

Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya. Gigi
ditemukan sudah berubah warna menjadi abu-abu kehitaman, terdapat lubang gigi
yang dalam. Saat dilakukan sondenasi tidak ada rasa apa-apa dan tidak sakit. Ketika
sudah sampai tahap nekrosis pulpa, dapat dilakukan perawatan saluran akar pada gigi
nekrosis

i. periodontitis

Periodontitis adalah peradangan pada jaringan yang menyelimuti gigi dan


akar gigi. Secara umum periodontitis terbagi atas 2 jenis yaitu: Marginal
periodontitis, Apikal periodontitis.
Periodontitis marginali berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi
pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah bawah gigi
sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal.
Sedangkan periodontitis apikalis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan
sekitar apeks gigi yang biasanya merupakan lanjutan dari infeksi atau peradangan
pada pulpa.
Pengukuran kedalaman poket merupakan bagian penting dari diagnosis
periodontal tetapi harus tetap diinterpretasikan bersama dengan inflamasi gingiva
dan pembengkakan.
Teoritis, bila tidak ada pembengkakan gingiva, poket sedalam lebih dari 2 mm
menunjukkan adanya migrasi ke apikal dari epiteluim krevikular, tetapi pembengkakan
inflamasi sangat sering mengenai individu muda usia sehingga poket sedalam 3-4mm
dapat seluruhnya merupakan poket gingiva atau poket palsu. Tatalaksana yang dapat
diberikan adalah dilakukan penumpatan sesuai indikasi, biasanya dilakukan tindakan
scaling gigi.
5. Selulitis
Selulitis suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada permukaan
jaringan lunak dan bersifat difus. Diagnosis ditegakkan dari riwayat penyakit atau
anamnesa dan pemeriksaan klinis (inpeksi, palpasi & auskultasi intraoral dan
ekstraoral), yang lebih jauh menegakkan diagnosa selulitis tersebut berasal dari gigi.
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis, umumnya periapikal foto dan
panoramik foto, walaupun banyak kasus dilaporkan selulitis dapat didiagnosa dengan
MRI.

Gejala lokal antara lain pembengkakkan mengenai jaringan lunak/ikat longgar,


sakit, panas dan kemerahan pada daerah pembengkakkan, pembengkakan disebabkan
oedem, infiltrasi selular dan kadang karena adanya pus, pembengkakkan difus, konsistensi
kenyal – keras seperti papan, kadang-kadang disertai trismus dan kadang-kadang dasar
mulut dan lidah terangkat. Gejala sistemik seperti temperatur tinggi, nadi cepat dan
tidak teratur, malaise, lymphadenitis, peningkatan jumlah leukosit, pernafasan cepat,
muka kemerah-merahan, lidah kering, delirium terutama malam hari, disfagia dan
dispnoe, serta stridor .
Gambar Gejala klinis (a) selulitis fasialis a/r bukalis & temporal dextra (b) Angina Ludwig
yang meluas ke daerah colli dan mediastinum.

Apabila terdapat tanda-tanda seperti kondisi sistemik seperti malaise dan


demam tinggi, adanya disfagia atau dispnoe, dehidrasi atau pasien kurang minum,
diduga adanya penurunan resistensi terhadap infeksi, toksis sept ikemia da n infiltrasi
ke daerah anatomi yang berbahaya serta memerlukan anestesi umum untuk drainase,
diperlukan penanganan serius dan perawatan di rumah sakit sesegera mungkin. Jalan
nafas harus selalu dikontrol, intubasi endotracheal atau tracheostomi jika diperlukan.
Empat prinsip dasar perawatan infeksi (Falace, 1995), yaitu: menghilangkan causa
(Jika keadaan umum pasien mungkinkan segera dilakukan prosedur ini, dengan cara
pencabutan gigi penyebab), drainase (Insisi drainase bisa dilakukan intra maupun extra
oral, ataupun bisa dilakukan bersamaan seperti kasus-kasus yang parah. Penentuan
lokasi insisi berdasarkan spasium yang terlibat).

Gambar Garis Insisi Drainase


Dalam pemberian antibiotik perlu diperhatikan apakah pasien mempunyai
riwayat alergi terhadap antibiotik tertentu, terutama bila diberikan secara intravena
untuk itu perlu dilakukan skin test terlebih dahulu. Antibiotik diberikan selama 5-10
hari (Milloro, 2004). Antibiotik per-oral yang efektif mengatasi infeksi ondontogenik
ialah penisilin, eritromisin, klindamisin, sefadroksil, metronidazole, tetrasiklin.

Suppotive Care, seperti istirahat dan nutrisi yang cukup, pemberian analgesik &
antiinflamasi (analgesik-antiinflamasi nonsteroid seperti Diklofenak (50 mg/8 jam)
atau Ibuprofen (400-600 mg/8 jam) dan jika Kortikosteroid diberikan, perlu
ditambahkan analgesik murni, seperti Paracetamol antiinflamasi diberikan dalam (650
mg/4-6 jam) dan/atau Opioid rendah seperti Kodein (30 mg/6 jam)), pemberian
aplikasi panas eksternal (kompres panas) maupun peroral (melalui obat kumur saline)
dapat memicu timbulnya pernanahan.

6. Antibiotik dan Analgesik Sakit Gigi Untuk Wanita Hamil


Berikut Daftar Obat Antibiotik yang aman untuk Ibu Hamil/Kehamilan & Menyusui

Lactation Risk Categories Pregnancy Risk Categories

 L1 (safest)  A (controlled studies show no risk)


 L2 (safer)  B (no evidence of risk in humans)
 L3 (moderately safe)  C (risk cannot be ruled out)
 L4 (possibly hazardous)  D (positive evidence of risk)
 L5 (contraindicated)  X (contraindicated in pregnancy)
NR: Not Reviewed. This drug has not yet been reviewed by Hale.

Antibiotika [ contents]

Amoxicillin Larotid, Amoxil Approved B L1

Aztreonam Azactam Approved B L2

Cefadroxil Ultracef, Duricef Approved B L1

Cefazolin Ancef, Kefzol Approved B L1

Cefotaxime Claforan Approved B L2

Cefoxitin Mefoxin Approved B L1

Cefprozil Cefzil Approved C L1

Ceftazidime,
Ceftazidime Fortaz, Taxidime Approved B L1

Ceftriaxone Rocephin Approved B L2

Ciprofloxacin [ more] Cipro Approved C L3

Clindamycin Cleocin Approved B L3

E-Mycin, Ery- L1
Erythromycin tab, ERYC, Approved B L3 early
Ilosone postnatal
Fleroxacin – Approved – NR

Gentamicin Garamycin Approved C L2

Kanamycin Kebecil, Kantrex Approved D L2

Moxalactam Moxam Approved – NR

Nitrofurantoin Macrobid Approved B L2

Ofloxacin Floxin Approved C L2

Penicillin – Approved B L1

Streptomycin Streptomycin Approved D L3

Sulbactam – Approved – NR

Gantrisin, Azo-
Sulfisoxazole Approved C L2
Gantrisin

Achromycin,
Tetracycline Sumycin, Approved D L2
Terramycin

Ticarcillin,
Ticarcillin Ticar, Timentin Approved B L1

Proloprim,
Trimethoprim/sulfamethoxazole Approved C L3
Trimpex

Anda mungkin juga menyukai