Barang Sitaan Dan Rampasan
Barang Sitaan Dan Rampasan
Kepala Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas II Pangkalpinang ,Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Joko Surono mengatakan Setiap barang bukti yang telah disita
oleh penyidik ataupun jaksa untuk di proses ke tahap berikutnya, seharusnya disimpan di rupbasan.
Menurutnya, Hal ini harus dilakukan karena diatur dalam KUHP Pasal 44, Peraturan Pemerintah No.
27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Acara Hukum Pidana Pasal 29 sampai
dengan dan Pasal 32, Inpres No. 10 Tahun 2016 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi Tahun 2016 dan Tahun 2017.
Dan Peraturan Bersama Kepolisian RI, Jaksa Agung RI, Komisi Pemberantasan Korupsi RI, Menteri
Hukum dan HAM RI, Mahkamah Agung RI, Menteri Keuangan RI tentang Sinkronisasi
Ketatalaksanaan Sistem Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara Tahun
2011 (pasal 16). Oleh karena itu, Instansi terkait (Kementerian Keuangan, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung,) harus menginformasikan kuantitas dan
kualitas Basan dan/ atau Baran kepada pihak Rupbasan untuk dilaporkan kepada Menteri Hukum
dan HAM RI.
” Hal ini sesuai dengan prosedur dan Surat Keputusan bersama, seharusnya apabila tersangka
sudah dilimpahkan ke Kejaksaan ataupun Pengadilan barang bukti sekecil apapun harus disimpan di
Rupbasan ataupun minimal melaporkan untuk diregistrasi, ” ungkap Joko kepada wartawan,
Rabu(23/08/2017).
Lebih lanjut Joko menyebutkan, penerapan regulasi ini harus dilakukan agar bisa saling menjaga
nama baik institusi pemerintah agar jangan sampai gara gara perbuatan oknum nakal semuanya
diterpa isu yang tidak sedap.
Kemudian joko mengungkapkan tidak semua barang bukti yang sudah diproses telah dititipkan ke
rubasan, namun disimpan digudang masing masing institusi terkait.
” Hubungan kita dengan seluruh stakeholder baik, hanya saja dikarenakan sesuatu hal seperti faktor
jarak, transportasi dan kapasitas penyimpanan membuat barang bukti yang prosesnya sudah jalan
tidak dititipkan disini,” ungkapnya.
Selanjutnya Joko juga menyebutkan selain hal tersebut faktor penyebab tidak dititipkannya barang
bukti yang sudah disita disebakan oleh kekurangannya personel dari masing masing institusi.
” Kekurangan personel juga bisa jadi penyebab, namun kami juga sering bersilahturahmi langsung
ataupun mengirimkan surat untuk berkoordinasi menanyakan status barang bukti yang perkaranya
dalam proses berjalan, ” ungkapnya.
Ditambahkannya, semoga hubungan antara rupbasan pangkalpinang dengan stakeholder terkait
dapat menjadi semakin lebih baik sehingga lebih mudah bekoordinasi terkait tanggung jawab masing
masing intitusi pemerintah.
” Untuk mengatasi permasalahan kapasitas tempat penyimpanan barang sitaan, dalam waktu dekat
rupbasan akan membangun kantor dan gudamg baru yang lebih luas agar bisa menampung barang
sitaan yang ada, ” pungkasnya.
Benda sitaan negara dan barang rampasan negara harus disimpan di Rumah
Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan).
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ulasan:
Penyitaaan
Dalam artikel Masalah Penyitaan dan Benda Sitaan dijelaskan
bahwa penyitaanadalah salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (“KUHAP”), yaitu dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP, Pasal 38 - Pasal 46
KUHAP, Pasal 82 ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf d KUHAP dalam konteks
Praperadilan, Pasal 128 – Pasal 130 KUHAP,Pasal 194 KUHAP, dan Pasal 215
KUHAP.
Definisi dari Penyitaan telah dirumuskan dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP sebagai berikut:
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau
menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam
penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Oleh karena penyitaan termasuk dalam salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang
dapat melanggar Hak Asasi Manusia, maka sesuai ketentuan Pasal 38 KUHAP, penyitaan
hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat,
namun dalam keadaan mendesak, penyitaan tersebut dapat dilakukan penyidik lebih
dahulu dan kemudian setelah itu wajib segera dilaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri,
untuk memperoleh persetujuan.
Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari
siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak,
apabila:[2]
a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak
merupakan tindak pidana;
c. Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut
ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana
atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan
kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika
menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan
atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut
masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.[3]
Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang
membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan
terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya
penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan
persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut:[7]
a. apabila perkara masih ada di tangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut
dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum,
dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya;
b. apabila perkara sudah ada di tangan pengadilan, maka benda tersebut dapat
diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang
menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.
Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang
bukti.[8] Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian dari benda
sitaan yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan tersebut.[9]
Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk
benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, dirampas untuk dipergunakan
bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.[10]
Menjawab pertanyaan Anda apa perbedaan penyitaan dengan perampasan oleh negara
dan mengapa istilahnya berbeda, dapat kami jelaskan bahwa penyitaan bersifat
sementara, dimana barang milik seseorang dilepaskan darinya untuk keperluan
pembuktian (baik pembuktian di tingkat penyidikan, penuntutan maupun
pengadilan).[14] Jika terbukti barang yang disita tersebut merupakan hasil tindak
pidana, maka tindakan selanjutnya terhadap barang itu adalah dirampas untuk negara
melalui putusan pengadilan.[15] Jika tidak terbukti, maka barang tersebut dikembalikan
kepada pemiliknya. Sedangkan, perampasan hanya dapat dilakukan berdasarkan
putusan pengadilan yang menyatakan bahwa barang tersebut dirampas oleh negara.
Penjelasan lebih lanjut tentang Penyitaan dan Perampasan dapat Anda simak dalam
artikel Bolehkah Perampasan Aset Dilakukan Tanpa Ada Penyitaan Lebih Dulu?.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, benda sitaan negara disimpan di Rupbasan. Yang
dimaksud dengan benda sitaan negara adalah benda yang disita oleh negara untuk
keperluan proses peradilan, sedangkan barang rampasan negara adalah benda sitaan
berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
dinyatakan dirampas untuk negara.