ABSTRAK. Bawang merah umumnya ditanam di dataran rendah pada musim kemarau, karena pada musim hujan
lahan dataran rendah yang biasa ditanami bawang dipergunakan untuk pertanaman padi. Penanaman serempak
bawang merah dilakukan di musim kemarau. Penanaman secara bersamaan pada musim kemarau sering menyebabkan
kekurangan bibit, sehingga diperlukan pasokan bibit dari daerah dan sentra produksi di daerah dataran medium dan
dataran tinggi. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan varietas bawang merah asal dataran tinggi dan medium yang
cocok ditanam pada agroekosistem dataran rendah Brebes. Lima varietas dataran tinggi dan medium ditambah 3
varietas pembanding yang banyak dibudidayakan di Brebes, yaitu varietas Tanduyung, Ilokos, dan Bima Curut, diuji
dalam suatu percobaan yang ditata sesuai dengan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Populasi tanaman per
plot sebanyak 500 tanaman. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelima varietas yang diuji dapat beradaptasi di
Brebes. Varietas yang berdaya hasil tinggi adalah Batu Ciwidey (27,3 t/ha berat basah), dengan potensi hasil yang
setara dengan varietas Tanduyung (26,8 t/ha berat basah), dan Bima Curut (24,9 t/ha berat basah). Varietas Batu
Ciwidey menghasilkan umbi ukuran besar yang nyata lebih besar dari varietas Bima Curut dan Tanduyung.
ABSTRACT. Kusmana, R.S. Basuki, and H. Kurniawan. 2009. Adaptation Trial of Five Shallots Varieties
Originated from High and Mid Altitudes in Lowland Ecosystem Brebes. Shallots are mostly grown in lowland
elevation at dry season. At the rainy season the land are not fit because it was used for planting paddy. Growing
shallots at the same time in the dry season causes insufficient of planting materials. Therefore, seed supply was
needed from other mid and high elevation production areas. The objective of the research was to select mid and high
elevation shallots varieties which were suitable in Brebes. Five mid and high elevation shallot varieties (Menteng
Kupa, Maja, Bali Karet Maja, Batu Ciwidey, and Bali Karet Batu), and 3 local varieties from Brebes (Tanduyung,
Ilokos, and Bima Curut) were planted in the field using cultivation technique applied by farmers. The experiment
was arranged in a randomized complete block design with 3 replications. The population was 500 hills per plot. The
results indicated that the highest yield was obtained by variety Batu Ciwidey (27.3 t/ha) and did not significantly
different with Tanduyung (26.8 t/ha), and Bima Curut (24.9 t/ha). In addition, Batu Ciwidey variety had bigger tuber
size compared to those of Bima Curut and Tanduyung varieties.
Sentra tanaman bawang merah terdapat di karena dalam proses pematangan umbi bawang
dataran rendah karena umur panen di dataran menghendaki masa kering yang cukup lama
rendah lebih cepat, hanya 50 hari dibandingkan di (Subhan 1990). Selain itu, di dataran tinggi,
dataran tinggi yang mencapai 90 hari, sehingga bawang merah kalah bersaing dengan komoditas
ongkos produksinya lebih murah (Suherman sayuran lainnya yang memiliki nilai ekonomi lebih
dan Basuki 1990, Sumarni dan Sutiarso 1998). tinggi, seperti kentang, tomat, kubis-kubisan, dan
Produksi bawang merah nasional mencapai cabai merah. Namun ekosistem dataran tinggi
732,610 t, di antaranya 118.795 t berasal dari dan medium dapat dijadikan sebagai daerah
Jawa Barat (Kab. Cirebon), 202.692 t berasal dari penangkaran benih bawang merah untuk memasok
Jawa Tengah, (Kab. Brebes), dan 233.098 t berasal kebutuhan benih di dataran rendah.
dari Kab. Nganjuk, Jawa Timur (Biro Pusat Statistik Budidaya tanaman bawang merah di dataran
2005). Sebagian produksi bawang merah berada rendah terkendala oleh ketersediaan benih.
pada ekosistem dataran medium (Majalengka dan Untuk mencukupi kebutuhan benih, petani sering
Paseh-Majalaya) dan dataran tinggi (Ciwidey dan menggunakan benih bawang konsumsi asal impor
Batu-Malang). Pada ekosistem dataran tinggi, (Basuki 2005). Hal tersebut selain disebabkan
pertumbuhan bawang merah kurang optimal karena ketersediaan benih lokal yang terbatas,
281
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009
panen. Data dianalisis dengan analisis varians medium dan tinggi (Tabel 1). Jumlah anakan
menggunakan program komputer MSTAT- ada hubungannya dengan karakter ukuran umbi,
C yang dilanjutkan uji beda rerata perlakuan di mana umbi yang berukuran besar memiliki
menggunakan uji jarak berganda Duncan pada jumlah anakan yang lebih sedikit (Basuki 2005).
taraf beda nyata 5%. Varietas-varietas yang memiliki karakter berumbi
besar, di antaranya merupakan tanaman hasil
persilangan yang salah satu tetuanya, bawang
HASIL DAN PEMBAHASAN Bombay, seperti pada varietas Bali Ijo. Bawang
Bombay memiliki karakter berumbi besar dengan
Pertumbuhan Tanaman jumlah anakan yang sedikit. Untuk mendapatkan
Tinggi tanaman dari 8 varietas yang diuji jumlah anakan maksimum pada varietas-varietas
berkisar antara 43,3-48,9 cm. Dari 5 varietas yang yang jumlah anakannya sedikit, mungkin dapat
diuji, varietas Bali Karet Maja menampilkan tinggi dilakukan pengaturan jarak tanam. Perlakuan
tanaman yang lebih rendah dibandingkan ketiga jarak tanam rapat akan menghasilkan jumlah
varietas pembanding. Hasil pengamatan tinggi anakan yang lebih banyak persatuan luas,
tanaman memberikan indikasi bahwa varietas sehingga diharapkan akan meningkatkan hasil
asal dataran medium dan tinggi dapat beradaptasi per satuan luas.
dengan baik pada ekosistem dataran rendah. Jumlah daun diduga berkorelasi dengan
Sebaliknya, varietas Bima Curut yang habitat jumlah anakan. Semakin banyak anakan, maka
aslinya dataran rendah, ternyata pada ekosistem jumlah daun yang dihasilkan juga semakin
dataran medium Majalengka menampilkan tinggi banyak (Putrasamedja 1990), seperti pada
tanaman rerata 47,7 cm (Sumarni dan Thomas varietas Tanduyung yang memiliki 13 anakan,
1989) yang setara dengan tinggi tanaman pada sehingga menghasilkan jumlah daun 70,4 lembar.
penelitian ini (48,2 cm). Tinggi tanaman varietas Walaupun demikian, pada varietas Bali Karet
Bima Curut hanya mencapai 26,9 cm walaupun Batu dengan 6,9 anakan menghasilkan 47,0
ditanam pada ekosistem habitatnya, yaitu di lembar, sementara varietas pembanding Ilokos
dataran rendah (Alliudin et al. 1990). Hal tersebut dengan jumlah anakan 7,5, hanya menghasilkan
memberikan indikasi bahwa variasi daya adaptasi jumlah daun sebanyak 33,9 lembar.
varietas bawang merah cukup luas. Peningkatan jumlah daun dapat diinduksi
Jumlah anakan yang dihasilkan pada penelitian dengan cara memperbaiki kondisi fisik tanah
ini berkisar antara 4,3-13,1 anakan. Jumlah anakan melalui pemberian pupuk organik (Limbongan
terbanyak didapat pada varietas Tanduyung yang dan Monde 1999). Cara lain dapat ditempuh
diikuti oleh kedua varietas pembanding lainnya, untuk meningkatkan jumlah daun adalah dengan
yaitu Bima Curut dan Ilokos, yang semuanya pemberian larutan mepiquat klorida (Sumiati
menampilkan jumlah anakan yang nyata lebih 1996). Peningkatan jumlah daun yang maksimum
banyak dibandingkan varietas asal dataran diperlukan oleh tanaman karena semakin banyak
Tabel 1. Tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, dan diameter pangkal batang 8
varietas bawang merah umur 40 HST (Plant height, number of sprouts, number of
leaf, stem diameter of 8 varieties of shallot at 40 DAP) Brebes, 2005
Diameter pangkal
Tinggi tanaman Jumlah daun
Varietas Jumlah anakan batang
(Plant height) (No.of leafes)
(Varieties) (No. of sprouts) (Stem diameter)
cm Lembar (Peaces)
mm
Menteng Kupa 47,8 a 4,5 d 32,6 c 10,1 ab
Maja 47,3 a 4,3 d 30,5 c 11,7 a
Batu Ciwidey 48,2 a 5,2 cd 34,1 c 10,5 ab
Bali Karet Maja 43,3 b 4,9 d 30,8 c 8,7 bc
Bali Karet Batu 48,7 a 6,9 c 47,0 b 9,6 b
Bima Curut 48,2 a 8,1 b 35,3 c 9,0 b
Tanduyung 48,9 a 13,1 a 70,4 a 7,1 c
Ilokos 43,0 b 7,5 b 33,9 c 9,4 b
283
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009
daun, semakin tinggi kandungan fotosintat untuk terkait dengan preferensi petani dalam memilih
mendukung pertumbuhan dan perkembangan mutu bawang merah. Semua karakter tersebut,
tanaman. terkecuali warna umbi, dijumpai pada varietas
Hasil pengamatan terhadap diameter pangkal Bima (Basuki 2005). Kendati varietas Bima Curut
batang, terbesar dihasilkan oleh varietas Menteng dipilih petani karena berukuran cukup besar,
Kupa (10,1 mm), diikuti oleh varietas Maja tetapi belakangan ini dengan masuknya varietas
(11,7 mm), kemudian Batu Ciwidey (10,5 mm) impor Ilokos, yang berumbi lebih besar dari
yang nyata lebih besar dari varietas pembanding Bima Curut, secara perlahan mulai ditinggalkan
Tanduyung (7,1 mm). Diameter pangkal batang, oleh sebagian petani di Brebes. Umbi berukuran
oleh petani bawang merah dijadikan sebagai besar diduga dapat menembus supermarket dan
penduga untuk mengetahui penampilan hasil umbi. mendapatkan nilai jual yang lebih tinggi. Semua
Batang yang besar diyakini dapat menghasilkan varietas yang diuji menampilkan ukuran umbi
umbi yang berukuran besar, sebaliknya batang yang sebanding dengan varietas Ilokos serta
kecil akan menghasilkan umbi yang berukuran nyata lebih besar dari varietas pembanding Bima
kecil. Data hasil penelitian ini ternyata tidak Curut dan Tanduyung. Karakter ukuran umbi
mendukung hipotesis petani tersebut (Tabel 2). pada varietas dataran medium dan tinggi tersebut
diturunkan dari hasil persilangan dengan varietas
Komponen Hasil bawang Bombay.
Komponen hasil yang diamati meliputi jumlah
umbi/tanaman, diameter umbi (masing-masing Bobot umbi per plot dengan populasi awal
diambil dari 10 tanaman contoh), bobot umbi/ 500 tanaman, tertinggi, dihasilkan oleh varietas
plot, bobot umbi basah t/ha, dan perkiraan hasil pembanding Ilokos (65,5 kg/plot atau 30,6 t/ha)
bobot kering. Rerata jumlah umbi terbanyak diikuti oleh varietas Batu Ciwidey (58,5 kg/plot
dihasilkan oleh varietas Tanduyung (14,7 buah) atau 27,3 t/ha), Tanduyung (57,3 kg/plot atau
diikuti varietas Bima Curut (9,1 buah), Ilokos (7,6 26,8 t/ha), dan Bima Curut (53,3 kg/plot atau 24,9
buah), dan Bali Karet Batu (7,2 buah). Pada kasus t/ha). Bobot umbi yang dihasilkan oleh ketiga
tertentu, jumlah umbi yang dihasilkan oleh suatu galur tadi lebih tinggi dibandingkan dengan
varietas berkaitan erat dengan jumlah daun karena penelitian sebelumnya, yaitu Tanduyung hanya
dengan jumlah daun banyak akan menghasilkan 24, 6 t/ha, Ilokos 23,6 t/ha, dan Bima Curut 19,6 t/
fotosintat yang lebih banyak (Limbongan dan ha (Kusmana et al. 2007). Varietas Batu Ciwidey
Monde 1999). Selain jumlah daun, jumlah umbi merupakan satu-satunya varietas yang mampu
juga dipengaruhi oleh jumlah anakan. Hal ini menghasilkan umbi setara dengan varietas
sesuai dengan uraian di atas bahwa varietas pembanding, Bima Curut dan Tanduyung, namun
Tanduyung dengan jumlah anakan terbanyak juga masih lebih rendah dari varietas impor Ilokos.
menghasilkan umbi paling banyak. Untuk memprediksi hasil bobot kering atau
Ukuran umbi, warna umbi, bentuk umbi, bobot kering jual maka perlu diperhitungkan
dan hasil dapat dijadikan kriteria mutu yang nilai susut bobot, yaitu 30-40%. Berdasarkan
Tabel 2. Jumlah umbi/tanaman, diameter, dan panjang umbi 8 varietas bawang merah (Tuber
numbers, diameter tubers, and length of tubers of 8 varieties of shallots) Brebes, 2005
Diameter umbi Panjang umbi
Varietas Jumlah umbi/tanaman
(Diameter of tubers) (Tuber length)
(Varieties) (Tuber numbers/plant)
cm cm
Menteng Kupa 5,0 d 2,9 a 3,9 a
Maja 5,0 d 3,5 a 3,9 a
Batu Ciwidey 5,6 cd 3,4 a 3,6 a
Bali Karet Maja 5,4 cd 3,2 a 3,5 a
Bali Karet Batu 7,2 bc 3,3 a 3,9 c
Bima Curut 9,1 b 2,5 c 3,5 a
Tanduyung 14,7 a 2,2 d 2,7 b
Ilokos 7,6 b 3,5 a 3,6 a
284
Kusmana et al.: Uji Adaptasi Lima Varietas Bawang
Merah Asal Dataran Tinggi ...
Tabel 3. Bobot umbi/plot, bobot umbi basah, dan estimasi bobot kering 8 varietas bawang
merah (Tuber weight/plot, tuber wet weight, tuber yield estimation of dry yield of 8
shallots varieties) Brebes, 2005
Bobot umbi (Tuber weight)
Umbi kering dengan estimasi susut
Varietas Bobot basah umbi 30-40%
(Varieties) kg/plot (Tuber wet weight) (Estimation of dry yield)
t/ha with 30-40% loss weight)
t/ha
Menteng Kupa 51,2 c 23,9 c 14,3-16,7
Maja 48,0 c 22,4 c 13,4-15,7
Batu Ciwidey 58,5 b 27,3 b 16,4-19,1
Bali Karet Maja 47,7 c 22,2 c 13,3-15,5
Bali Karet Batu 48,0 c 22,4 c 13,4-15,7
Bima Curut 53,3 bc 24,9 bc 14,9-17,4
Tanduyung 57,3 b 26,8 b 16,1-18,8
Ilokos 65,5 a 30,6 a 18,4-21,4
285
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009
10. _____________. 1990. Evaluasi Beberapa Kultivar 13. Sumarni, N dan T.A. Sutiarso.1998. Pengaruh Waktu
Bawang Merah untuk Musim Penghujan di Brebes. Bul. Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan,
Penel. Hort. XVIII(1):85-90. Produksi dan Biaya Produksi Biji Bawang Merah. J.
11. Suhardi, 1996. Pengaruh Waktu Tanam dan Pemberian Hort.8(2):1085-1094.
Fungisida terhadap Intensitas Serangan Antraknos pada 14. Sumiati. E. 1996. Konsentrasi Optimum Mepiquat
Bawang Merah. J. Hort.6(2):172-179. Klorida untuk Peningkatan Hasil Umbi Bawang Merah
12. Suherman R, dan R.S. Basuki.1990. Strategi Pengembangan Kultivar Bima Brebes di Majalengka. J. Hort.6(2):132-
Luas Areal Usaha Tani Bawang (Allium ascalonicum L) di 138.
Jawa Barat. Tinjauan dari Segi Biaya Usahatani Terendah.
Bul. Penel. Hort. XVIII.(1):11-18.
286