Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN IKFR LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2018


UNIVERSITAS HASANUDDIN

FROZEN SHOULDER SINISTRA

OLEH :
1. Lalu Rahmat Yuanda Aji (C11114118)
2. Andi Harvan Zakariya (C11114511)
3. Indah Nurinsani Guntur (C11114816)

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Nuralam Sam, Sp.KFR

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama :
1. Lalu Rahmat Yuanda Aji (C11114118)
2. Andi Harvan Zakariya (C11114511)
3. Indah Nurinsani Guntur (C11114816)

Judul Laporan Kasus : Frozen Shoulder

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada bagian Ilmu Kedokteran

Fisik dan Rehabilitasi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar, 7 April 2018


Mengetahui,

Supervisor,

dr. Nuralam Sam, Sp.KFR

Koordinator Pendidikan Mahasiswa IKFR

dr. Husnul Mubarak, Sp.KFR


BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I.1 Definisi

Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan lingkup


gerak sendi (LGS) pada bahu. Mungkin timbul karena adanya trauma, mungkin juga timbul
secara perlahan-lahan tanpa tanda-tanda atau riwayat trauma. Keluhan utama yang dialami
adalah nyeri dan penurunan kekuatan otot penggerak sendi bahu dan keterbatasan LGS terjadi
baik secara aktif atau pasif. Frozen shoulder diperkirakan memiliki insidensi 3-5% pada
populasi umum dan sampai 20% pada mereka dengan diabetes. Kejadian puncaknya di
antaranya usia 40 dan 60 dan jarang di luar usia ini kelompok dan pekerja manual dan umum
pada wanita. Diabetes adalah yang paling umum dikaitkan penyakit dengan frozen shoulder
dan penderita diabetes memiliki risiko seumur hidup sebesar 10% -20% dari pengembangan
ini kondisi. Pasien dengan bahu beku memiliki risiko lebih tinggi memiliki beberapa bentuk
kondisi prediabetikdengan glukosa puasa abnormal atau glukosa terganggu uji toleransi
(Uppal H S, 2015)

Rehabilitasi merupakan satu cabang ilmu kedokteran yang mengelola secara


komprehensif kecacatan atau keterbatasan fisik akibat penyakit atau cedera yang mengenai
sistem neuromuskuloskeletal dan kardiorespirasi serta gangguan psiko-sosio-vokasional yang
menyertainya. Kecacatan menurut definisi WHO, terdiri dari impairment yaitu gangguan
pada tingkat organ, jaringan atau sistem, disability yaitu gangguan terjadi pada tingkat
manusia akibat dari impairment dan handicap yaitu gangguan atau masalah yang terjadi pada
tingkat lingkungan dan sosial. Rehabilitasi medik merupakan satu tim yang terdiri dari dokter
spesialis KFR, fisioterapis, terapis okupasional, terapis wicara, ahli pembuat ortesa dan
protesa, psikolog, perawat dan pekerja sosial medis. Dokter spesialis KFR dalam menangani
penderita dengan kecacatan fisik memberikan terapi medikamentosa, terapi modalitas dan
sarana fisik, alat bantu jalan dan berbagai macam teknik latihan terapeutik serta tindakan
intervensi seperti injeksi intraartikular dan lain-lain bagi membantu penderita untuk
mengembalikan fungsi ke tahap yang optimal (Hening L, et all, 2015).
Frozen shoulder adalah gangguan yang ditandai dengan progresif nyeri dan kekakuan
bahu yang biasanya sembuh secara spontan setelah sekitar 18 bulan. Itu Penyebab tetap tidak
diketahui. Fitur histologisnya adalah mengingatkan pada penyakit Dupuytren, dengan aktif
proliferasi fibroblastik pada interval rotator, anterior kapsul dan lintah korosi-humeral.
Kondisi ini terutama terkait dengan diabetes, penyakit Dupuytren, hiperlipidemia,
hipertiroidisme, penyakit jantung dan hemiplegia dan kadang muncul setelah sembuh dari
bedah saraf. (Solomon,2010)

Frozen shoulder dimulai dengan fase yang menyakitkan menyebabkan kekakuan yang
menunjukkan bahwa ada yang awal respon inflamasi yang berkembang menjadi reaksi
fibrotik. Ada beberapa bukti ini terjadi secara histlogi dan ada beberapa kesamaan dengan
kontraktur dalam penyakit Dupuytren. Model saat ini menunjukkan bahwa proliferasi
fibroblastik aktif awal di kapsul sendi bahu nantinya disertai beberapa transformasi fibroblast
ke myofibroblast. Hal ini menyebabkan inflamasi kontraktur bahu mengurangi volume
kapsular dan akhirnya membatasi gerakan glenohumeral. Faktor awal yang menyebabkan
pathoanatomi ini kurang dipahami. Pendekatan saat ini mempertimbangkan peran matriks
metaloproteinase dalam konstruksi dari matriks ekstraselular dan berbagai sitokin yang
mengendalikan deposisi kolagen. (Uppal HS, 2015)

Kriteria untuk mendiagnosis seseorang dengan Frozen Shoulder bervariasi, dan ini
menyebabkan masuknya kondisi seperti bursitis subakromial, kalsifikasi tendinitis, dan
robekan rotator cuff parsial. Namun penting bahwa definisi konsensus saat ini tentang Frozen
Shoulder oleh American Shoulder and Elbow Surgeons adalah kondisi etiologi yang tidak
pasti yang ditandai dengan pembatasan gerak aktif bahu dan pasif yang terjadi tanpa adanya
bahu intrinsik yang diketahui. (Zuckerman, 2011)

Tidak semua bahu yang kaku atau menyakitkan adalah bahu yang membeku, dan
memang ada beberapa kontroversi mengenai kriteria tersebut untuk mendiagnosis frozen
shoulder kekakuan terjadi dalam berbagai kondisi seperti rematik, pasca trauma dan pasca
operasi. Diagnosis frozen shoulder bersifat klinis, tergantung pada dua ciri khas: (1)
pembatasan gerakan disebabkan nyeri dengan adanya x-ray normal; dan (2) perkembangan
alami sampai tiga kali berturut-turut fase. Saat pasien pertama kali terlihat, sejumlah kondisi
harus dikecualikan seperti infeksi pada penderita diabetes. Sangat penting untuk
mengecualikan infeksi. Pada hari pertama atau dua, tanda-tanda peradangan mungkin tidak
ada. Adanya kekakuan pasca trauma. Setelah bahu parah cedera, kekakuan bisa bertahan
selama beberapa bulan. Ini maksimal di awal dan sedikit demi sedikit berkurang, tidak seperti
pola bahu pada frozen shoulder. Kemudian kekakuan difuse. Jika lengan itu dirawat dengan
hati-hati (misalnya setelah fraktur lengan bawah) bahu mungkin menjadi kaku. Ini
menyingkirkan pola karakteristik pada frozen shoulder. Refleks simpatik distrofi contohnya
nyeri bahu dan kekakuan bisa terjadi saat serangan infark miokard atau stroke. Itu ciri khas
yang mirip dengan frozen shoulder tetapi gejala ini adalah bentuk refleks distrofi simpatik.
(Solomon,2010)

I.2 Epidemiologi dan Faktor Resiko

Etiologi dari frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva masih belum diketahui dengan
pasti. Adapun faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama,
akibat trauma, over use, injuries atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme,
penyakit cardiovascular,clinical depression dan Parkinson.

Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS tahun 2007 mengenai frozen
shoulder, teori tersebut adalah :

a. Teori hormonal; Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita
bersamaan dengan datangnya menopause.

b. Teori genetik.; Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen


shoulder, contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada saat
yang sama.

c. Teori auto immuno; Diduga penyakit ini merupakan respon auto


immuno terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal.

d. Teori postur; Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan
berpostur tegap menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.

Frozen Shoulder dapat mempengaruhi kedua bahu, baik secara simultan atau
berurutan, mempunyai prevalensi sebanyak 16% daripada penderita tersebut. Frekuensi
Frozen Shoulder bilateral lebih tinggi pada penderita diabetes daripada mereka yang tidak
menderita diabetes. Pada 14% daripada penderita, walaupun Frozen Shoulder masih aktif di
bahu awal, bahu kontralateral juga terpengaruh. Frozen Shoulder kontralateral biasanya
terjadi dalam waktu 5 tahun setelah onset penyakit. Frozen Shoulder yang relaps di bahu
yang sama adalah jarang. Sebagian besar cerebrovascular accident (CVA) yang
menyebabkan hemiplegia mengalami kekakuan pada bahu. Frozen Shoulder paling sering
mempengaruhi orang yang berusia lebih dari 40 tahun, dan 70% penderita dengan Frozen
Shoulder adalah perempuan.

I.3 Anatomi dan fisiologi bahu.

Bahu manusia adalah sendi paling mobile di tubuh. Mobilitas ini memberikan
ekstremitas atas dengan rentang gerak yang luar biasa seperti adduksi, penculikan, fleksi,
ekstensi, rotasi internal, rotasi eksternal, dan pelepasan 360 ° pada bidang sagital. Sendi bahu
(glenohumeral joint) merupakan persendian pada ekstremitas superior yang memiliki ROM
(Range of Movement) yang sangat luas karena fungsinya yang vital terhadap kehidupan
sehari-hari. Sendi bahu secara anatomi merupakan sendi peluru (synovial ball and socket
joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkok sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal
sehingga memungkinkan seseorang untuk dapat menggerakan lengannya secara bebas. Sendi
bahu dibentuk oleh tulang scapula dan humerus.

Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humerus dan cavitas glenoidalis yang
diperluas dengan adanya jaringan fibrokartilago (labrum glenoidalis) pada tepi cavitas
glenoidalis. Kapsul sendi yang longgar ini memungkinkan terjadinya gerakan yang luas.
Proteksi terhadap sendi ini dilakukan oleh acromion, procecus coracoideus, dan ligamen-
ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus selalu terjaga
pada cavitas glenoidalisnya. Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral, yaitu
ligamen glenoidalis, ligamen humeral transversum, ligamen coracohumeral, dan ligamen
coracoacromiale, serta kapsul sendi yang melekat pada cavitas glenoidalis dan collum
anatomicum humerus.
Gambar I.3 1 : Anatomi sendi bahu

Gerakan dari kompleks sendi bahu adalah fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi internal,
dan rotasi ekstrnal (Reese N B, 2017).

Gambar I.3.2 : Gerakan Abduksi dan Adduksi


Abduksi : Elevasi humerus pada glenoid (bidang frontal). Normal 165-190 derajat

Adduksi : Gerakan humerus pada glenoid (arah medial). Normal 25 derajat

Gambar I.3.3 : Gerakan fleksi

Gerakan Fleksi : Gerakan humerus ke depan, ke atas pada glenoid (bidang sagittal).

Normal 160- 190 derajat.

Gambar I.3.4: Gerakan Ekstensi.

Gerakan Ekstensi : Gerakan humerus ke belakang, ke atas pada glenoid (bidang


sagittal). Normal 60-90 derajat
Gambar I.3.5 : Gerakan rotasi internal dan eksternal

Gerakan Rotasi Internal : Gerakan rotasi humerus pada glenoid (ke medial).
Normal 90 derajat.

Gerakan Rotasi Eksternal : Gerakan rotasi humerus pada glenoid (ke lateral).
Normal 70-90 derajat.

I.4 Patofisiologi Frozen Shoulder

a. Kapsul dan ligamen sendi

Penyebab utama pembatasan pergerakan nyeri pada Frozen Shoulder adalah


kontraktur inflamasi dari kapsul sendi. Ini bisa terjadi selama pelepasan kapsul arthroskopik
pada pasien dengan Frozen Shoulder yang rekalsitran. Seseorang yang mengalami inflamasi
pada sinovium paling sering terjadi di daerah interval rotator dan kapsul sendi menebal.
Peningkatan jumlah kolagen dalam kapsul sendi, dan peradangan merupakan faktor penting
yang mengarah kepada kekakuan, nyeri, dan fibrosis kapsul. Fibrosis, degenerasi fibrinoid,
dan hyalinisasi dalam kapsul interval rotator dan coracohumeral ligamen pasien dengan
kekakuan bahu yang rekalsitran. Dalam sebuah studi imunohistokimia, ditemukan kolagen
tipe-II di kapsul anterosuperior Frozen Shoulder, menunjukkan pengendapan baru kolagen.
Mereka juga melaporkan pewarnaan sel dan matriks untuk ‘transforminggrowth
factor’(TGF)-beta, faktor pertumbuhan turunan trombosit atau ‘platelet-derived growth
factor’(PDGF), dan faktor pertumbuhan hepatosit lebih besar pada Frozen Shoulder daripada
nonspesifik sinovitis, menunjukkan proses fibrotik di Frozen Shoulder. (Tamai, 2014)
b. Synovium

Terdapat sejumlah besar penelitian yang telah dilakukan untuk mengkarakterisasi


mikroskopis patologi dan temuan histokimia glenohumeral (tendonitis bicipitalis, inflamasi
rotator cuff, fracture) dan sinovium subakromial di Frozen Shoulder. Tidak ada multiplasi
lapisan sinovial superfisial mahupun sinoviosit interleukin (IL) -1a-positif, dan tidak ada
peradangan di sinovium pada Frozen Shoulder primer. Sebaliknya, berbagai sitokin pro-
inflamasi seperti faktor nekrosis tumor (TNF) -alpha, IL-1 alpha, IL-1 beta, dan IL-6 pada
sinovium Frozen Shoulder, selain itu faktor pertumbuhan yang berhubungan dengan proses
fibrotic seperti TGF-beta, PDGF, dan faktor pertumbuhan fibroblst (AFGF, dan bFGF).
Sitokin pro-inflamasi dikenalpasti muncul dalam glenohumeral dan sinovium subakromial.
Adanya sel sistem kekebalan tubuh, yaitu, B-limfosit,T-limfosit dan makrofag, serta adanya
sel mast pada synovium dan kapsul rotator memberi cadangan imunologis di Frozen
Shoulder. Angiogenesis dan neurogenesis diketahui terjadi pada lapisan subsynovial.
Molekul yang berhubungan dengan mekanik stres juga muncul di sinovium Frozen Shoulder.
(Tamai, 2014)

Meskipun melibatkan kapsul sinovial dan glenohumeral, sebagian besar penyakit ini
juga melibatkan struktur di luar sendi glenohumeral. Struktur ini dapat mencakup ligamen
coracohumeral, interval rotator, unit otot sel subskapular dan bursa subakromial. (Laubscher,
2009)

I.5 Klasifikasi

Lundberg mengklasifikasikan frozen shoulder menjadi dua, yaitu primer dan


sekunder.

Kelompok primer : adalah yang paling sering terjadi dan bersifat idiopatik. Bahu
dapat dielevasi <135 deg dan gerakan terbatas pada articulation gleno-humeral. Hasil
radiologi selalu didapatkan normal dan penyebab lain adalah disebabkan oleh osteoarthritis,
rheumatoid arthritis, hemiplegia dan lain-lain.

Kelompok sekunder: diakibatkan oleh perkembangan suatu penyakit yang meliputi


sistem saraf pusat, immobilisasi extremitas atas, trauma lengan, kanker atau infeksi
pulmonari, infark myocard, infus IV yang terlalu lama, diabetes mellitus, rheumatoid
arthritis, dan lainnya. Trauma minor atau suatu serangan inflamasi dapat menyebabkan nyeri
yang nantinya menyebabkan restriksi gerakan pada frozen shoulder. Dari sekian penyebab
tersebut, yang paling sering berhubungan dengan frozen shoulder sekunder adalah diabetes
mellitus (10%-36%). Insidensinya baik pada DM tipe 1 dan 2 adalah sama. Frozen shoulder
pada pasien pengidap DM lebih parah dan resisten terhadap terapi.

I.6 Tanda dan gejala

Berdasarkan artikel dari American Academy of Orthopaedic Surgeon, frozen shoulder


dibahagikan pada tiga fase yaitu fase freeze,frozen dan thawing.

Fasa Penerangan
Pain (freezing) Ditandai dengan adanya nyeri hebat
bahkan saat istirahat, memberat saat
malam hari, gerak sendi bahu menjadi
terbatas selama 2-3 minggu dan masa
akut ini berakhir sampai 10- 36 minggu.
Stifness (frozen) Ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak,
kekakuan atau perlengketan yang nyata
dan keterbatasan gerak dari glenohumeral
yang di ikuti oleh keterbatasan gerak
scapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.
Recovery (thawing) Pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa
nyeri dan tidak ada synovitis tetapi
terdapat keterbatasan gerak karena
perlengketan yang nyata. Fase ini
berakhir 6-24 bulan atau lebih.
I.7 Diagnosis

1. Anamnesis

Pada penderita ‘frozen shoulder’ didapatkan keluhan nyeri di bagian depan dan
samping bahu,sehingga penderita mendapat keluhan keterbatasan gerak.

2. Pemeriksaan fisik

Frozen shoulder merupakan gangguan pada kapsul sendi,maka gerakan aktif maupun
pasif terbatas dan nyeri. Nyeri dapat menjalar ke leher, lengan atas dan punggung, perlu
dilihat faktor pencetus timbulnya nyeri. Gerakan pasif dan aktif terbatas, pertama – tama pada
gerakan elevasi dan rotasi interna lengan, tetapi kemudian untuk semua gerakan sendi bahu
(Roberts J, 2017).

3. Pemeriksaan spesifik

Tes Appley scratch merupakan tes yang berguna untuk mengevaluasi lingkup gerak
sendi aktif pasien. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis scapula dengan tangan
sisi kontra lateral melewati belakang kepala (Woodward dan Best, 2005). Pada Frozen
shoulder pasien tidak dapat melakukan gerakan ini. Bila sendi dapat bergerak penuh pada
bidang geraknya secara pasif, tetapi terbatas pada gerak aktif, maka kemungkinan kelemahan
otot bahu sebagai penyebab keterbatasan (Malanga, 2017).

Gambar I.7.1 : Appley’s scratch test


Jobe (empty can) test merupakan pemeriksaan untuk mengevaluasi kekuatan otot
supraspinatus. Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi kedua bahu pasien abduksi 90
derajat, kemudian adduksi secara horizontal sebanyak 30 derajat, dan kemudian internal
rotasi supaya ibu jari menunjukkan ke bawah. Pemeriksa akan memberi tahanan yang
berlawanan pada pasien daripada melakukan gerakan abduksi. Tes positif apabila pasien
mengeluhkan rasa nyeri dan ada kelemahan otot pada posisi ini. (Malanga, 2017)

Gambar I.7.2 : Jobe (empty can) test

Speed test merupakan pemeriksaan untuk mengevaluasi ada tidaknya tendinitis


biceps. Pemeriksa akan memberikan tahanan terhadap pergerakan fleksi lengan yang
dilakukan oleh pasien dengan posisi siku ekstensi dan supinasi pada lengan. Tes positif
apabila nyeri dirasakan. (Frontera,2015)

Gambar I.7.3: Speed Test


I.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi

Berdasarkan artikel dari American Academy of Orthopaedics Surgeon , pemeriksaan


radiologi pada pasien dengan nyeri bahu di indikasikan sebagai pemeriksaan yang
mendukung diagnosis. Terdapat dua jenis pemeriksaan yaitu radiologi awal dan radiologi
lanjutan. Pemeriksaan radiologi awal berupa radiografi atau foto polos standar posisi
anteroposterior, scapular Y, dan axillary view. Foto polos merupakan pilihan untuk melihat
adanya osteoarthritis sendi AC atau sendi glenohumeral, tendinitis kalsifikasi, sclerosis
subacromion akibat kelainan rotator cuff kronik, dan fraktur avulsi glenoid inferior.
Pemeriksaan radiologi lainnya jika diperlukan adalah pemeriksaan MRI bahu.

I.9 Penatalaksanaan

Frozen shoulder biasanya akan sembuh dengan sendiriya namun akan memakan
waktu yang lama, kadang hingga 2-3 tahun. Pengobatan untuk mengontrol nyeri dan
memulihkan pergerakan.

Edukasi yang baik kepada pasien dapat membantu mengurangi rasa frustasi dan
memberikan semangat. Suatu penjelasan bahwa kondisi tersebut akan secara spontan teratasi
dan kekakuan akan menghilang seiring waktu terbukti membantu psikologi pasien. Namun
perlu juga dIngatkan bahwa cakupan gerak bahu tidak akan dapat pulih sepenuhnya.

1. Terapi Medikamentosa

-Anti inflamasi NSAID

Beberapa peneliti telah melaporkan adanya komponen inflamasi pada frozen shoulder
syndrome. Oleh karena itu, penggunaan obat-obat nonsteroid dalam tahap pengobatan awal
frozen shoulder dianjurkan. Pemberian obat-obatan nonsteroid dapat mengurangi peradangan
dan nyeri dan pasien lebih mampu mentolerir terapi fisik yang agresif. Sebelum pasien yang
diresepkan obat, sebaiknya dilakukan anamsesis terlebih dahulu apakah pasien kontraindikasi
terhadap obat-obatan nonsteroid (Roberts J, 2017)

-Kortikosteroid oral

Kortikosteroid oral dapat diresepkan sebagai pengganti NSAID, karena memberi efek
antInflamasi yang lebih kuat, namun sebaiknya tidak diberikan secara rutin karena potensi
efek sampingnya. Penggunaan kortikosteroid oral dosis rendah direkomendasikan hanya pada
kasus frozen shulder refraktori parah yang telah ada untuk jangka waktu lama (yaitu lebih
dari 2 bulan) atau menyebabkan rasa sakit yang signifikan. Meskipun kortikosteroid oral
memberikan manfaat jangka pendek yang signifikan, efeknya mungkin tidak dipertahankan
melebihi 6 minggu.

Karena potensi efek samping kortikosteroid, pasien harus benar-benar ditanyai mengenai
riwayat kesehatan masa lalu, termasuk diabetes mellitus. Diabetes mellitus bukanlah
kontraindikasi mutlak terhadap penggunaan kortikosteroid oral, namun mengingat potensi
efek hiperglikemik dari kortikosteroid, agen ini harus digunakan dengan bijaksana dan
glukosa darah pasien harus dipantau secara ketat.

Steroid oral biasanya diberikan dalam kursus prednisone 3 minggu yang meruncing,
meskipun pengobatannya mungkin berkisar 2-6 minggu. (Roberts J,2017)

-Suntikan kortikosteroid

Injeksi kortikosteroid lokal dapat digunakan bersamaan dengan NSAID oral atau
kortikosteroid oral. Penelitian telah menunjukkan 20 mg triamcinolone sebagai dosis optimal.
Injeksi intra-artikular atau subakromial memiliki khasiat yang sama. Sampai saat ini, tidak
ada penelitian yang menunjukkan bahwa suntikan yang dipandu gambar memiliki hasil yang
superior. Suntikan kortikosteroid memberikan penghilang nyeri yang cepat yang biasanya
berlangsung selama 6 minggu. Hasil jangka panjang serupa dengan plasebo. Efek samping
harus dipertimbangkan. Injeksi triamcinolonone dapat menyebabkan sindrom Cushing pada
pasien protease inhibitor (ritonavir / norvir). Berikan suntikan dengan hati-hati pada pasien
yang menderita diabetes. (Roberts J,2017)

-Terapi Panas

Efek terapi dari pemberian panas lokal, baik dangkal maupun dalam, terjadi oleh adanya
produksi atau perpindahan panas. Pada umumnya reaksi fisiologis yang dapat diterima
sebagai dasar aplikasi terapi panas adalah bahwa panas akan meningkatkan viskoelastik
jaringan kolagen dan mengurangi kekakuan sendi. Panas mengurangi rasa nyeri dengan jalan
meningkatkan nilai ambang nyeri serabut-serabut saraf. Efek lain adalah memperbaiki
spasme otot, meningkatkan aliran darah, juga membantu resolusi infiltrat radang, edema, dan
efek eksudasi (Goldfried, 2008).
Modalitas lain yang digunakan adalah short wave diathermy. Disini digunakan arus listrik
dengan frekuensi tinggi dengan panjang gelombang 11m yang diubah menjadi panas sewaktu
melewati jaringan.Pada umumnya pemanasan ini paling banyak diserap jaringan dibawah
kulit dan otot yang terletak dipermukaan (Goldfried, 2008).

2.Terapi Bedah

Terapi bedah disediakan untuk pasien yang tidak menanggapi manajemen konservatif dan
harus ditunda selama mungkin.

Sebuah subkelompok pasien dengan sindroma frozen shoulder gagal membaik meski
diobati dengan terapi nonsurgical agresif dan pengobatan. Pasien ini sering disebut memiliki
frozen shoulder refraktori atau kaku. Secara khusus, pasien-pasien ini menunjukkan sedikit
perbaikan pada nyeri bahu dan gerak selama periode 3 bulan, meskipun menggunakan
tindakan nonoperatif yang agresif, termasuk pengobatan dan terapi fisik. Dalam kasus
refrakter ini, teknik yang lebih invasif (misalnya manipulasi, artritis distensi, pelepasan bedah
terbuka) mungkin diperlukan. Namun, hasil dengan prosedur invasif ini terbukti setara
dengan pengobatan konservatif (Roberts J, 2017).

3. Terapi non medikamentosa

Berdasarkan artikel dari Harvard Health Publishing, latihan peregangan biasanya


merupakan batu penjuru untuk mengobati bahu beku. Selalu hangatkan bahumu sebelum
melakukan latihan.

Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan mandi air hangat atau mandi selama 10
sampai 15 menit. Anda juga bisa menggunakan pad pemanas lembab atau handuk basah yang
dipanaskan di microwave, tapi mungkin tidak efektif. Dalam melakukan latihan berikut,
peregangan sampai titik tegang tapi tidak terasa sakit.

a) Peregangan pendulum

Lakukan latihan ini dulu. Tenanglah bahumu. Berdiri dan ramping sedikit, membiarkan
lengan yang terkena untuk menggantung. Ayunkan lengan ke dalam lingkaran kecil - sekitar
satu kaki dengan diameter. Lakukan 10 putaran di setiap arah, sekali sehari. Saat gejala Anda
membaik, tingkatkan diameter ayunan Anda, tapi jangan memaksakannya. Bila Anda siap
untuk lebih, tingkatkan peregangan dengan menahan bobot ringan (tiga sampai lima pon) di
lengan ayun.
Gambar I.9.1 : peregangan pendulum

b) Peregangan handuk

Pegang satu ujung handuk tiga kaki di belakang punggung Anda dan ambil ujung yang
berlawanan dengan tangan Anda yang lain. Pegang handuk pada posisi horizontal. Gunakan
lengan baik Anda untuk menarik lengan yang terkena ke atas untuk meregangkannya. Anda
juga bisa melakukan versi lanjutan dari latihan ini dengan handuk yang menutupi bahu Anda.
Pegang bagian bawah handuk dengan lengan yang terkena dan tarik ke arah punggung bawah
dengan lengan yang tidak terpengaruh. Lakukan ini 10 sampai 20 kali sehari.

Gambar I.9.2: Peregangan Handuk


c) Jari-jari berjalan

Pandanglah dinding tiga perempat dari jarak lengan. Jangkau dan sentuh dinding di
tingkat pinggang dengan ujung jari lengan yang terkena. Dengan siku sedikit membungkuk,
pelan-pelan turunkan jari ke dinding, seperti laba-laba, sampai Anda mengangkat lengan
sejauh mungkin. Jari Anda seharusnya melakukan pekerjaan, bukan otot bahu Anda. Perlahan
turunkan lengan (dengan bantuan lengan yang baik, jika perlu) dan ulangi. Lakukan latihan
ini 10 sampai 20 kali sehari.

Gambar I.9.3 : Jari Berjalan

d) Cross-body reach

Duduk atau berdiri. Gunakan tangan kanan Anda untuk mengangkat lengan yang terkena
pada siku, dan pasang ke atas dan ke seluruh tubuh Anda, dengan menggunakan tekanan
lembut untuk meregangkan bahu. Tahan peregangan selama 15 sampai 20 detik. Lakukan ini
10 sampai 20 kali per hari.

Gambar I.9.4 : Cross Body Reac


e) Peregangan ketiak

Dengan menggunakan lengan Anda yang baik, angkat lengan yang terkena ke rak sekitar
payudara. Perlahan tekuk lutut Anda, buka ketiak. Kuatkan lutut Anda sedikit, dengan lembut
peregangan ketiak, lalu luruskan. Dengan setiap tikungan lutut, rentangkan sedikit lebih jauh,
tapi jangan memaksanya. Lakukan ini 10 sampai 20 kali setiap hari.

Seiring rentang gerak anda meningkat, tambahkan latihan penguatan manset rotator.
Pastikan untuk menghangatkan bahu dan melakukan latihan peregangan sebelum melakukan
latihan penguatan.

Gambar I.9.5 : Peregangan ketiak

f) Rotasi ke luar

Pegang pita latihan karet di antara tangan Anda dengan siku di sudut 90 derajat di dekat
sisi tubuh Anda. Putar bagian bawah lengan yang terkena ke luar dua atau tiga inci dan tahan
selama lima detik. Ulangi 10 sampai 15 kali, sekali sehari.
Gambar I.9.6 : Rotasi ke luar

g) Rotasi ke dalam

Berdirilah di samping pintu yang tertutup, dan kaitkan salah satu ujung pita latihan karet
di sekitar kenop pintu. Pegang ujung satunya dengan tangan lengan yang terkena, pegang
siku Anda pada sudut 90 derajat. Tarik pita ke tubuh Anda dua atau tiga inci dan tahan
selama lima detik. Ulangi 10 sampai 15 kali, sekali sehari.

Gambar I.9.7 : Rotasi ke dalam


I.10 Komplikasi

Komplikasi utama yang timbul dari capsulitis perekat adalah kekakuan atau nyeri
bahu residual. Beberapa laporan menunjukkan bahwa kebanyakan pasien mungkin terus
mengalami nyeri dan / atau kekakuan hingga 3 tahun setelah perawatan konservatif. Selain
itu, fraktur humerus, pecah tendon biseps, dan ruptur tendon subskapular telah dilaporkan
setelah manipulasi bahu. (Roberts J, 2017)

I.11 Prognosis

Hasil pengobatan konservatif bersifat subyektif baik, sebagian besar pasien akhirnya
sembuh tanpa rasa sakit dan fungsi yang memuaskan; Namun, pemeriksaannya adalah
cenderung menunjukkan beberapa pembatasan sisa gerakan (terutama rotasi eksternal) di
lebih dari 50 persen kasus (Solomon,2010).
DAFTAR PUSTAKA

Frontera R W, 2015. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation. Musculoskeletal


Disorders, Pain and Rehabilitation. Third Edition. Elseviers,Saunders.

Harvard Health Publishing. 7 stretching and strengthening exercises for frozen shoulder.
https://www.health.harvard.edu/shoulders/stretching-exercises-frozen-shoulder

Hening L, 2013. Buku Ajar Dokter Muda. Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.

Hoffman C, Rice D, Sung HY. Person with chronic conditions: their prevalence and costs.
JAMA 1996;276: 1473-9.

Kartika Dewi, 2011. Akupunktur Sebagai Terapi Pada Frozen Shoulder. Jurnal Fisoterapi.
Studi
Akupunktur/Biologi, FakultasKedokteran, Universitas KristenMaranatha

Laubscher PH. Frozen shoulder: A review.SA Orthopaedic Journal 2009;25(1):1-3

Lundberg BJ. Frozen Shoulder: Lundberg Classification 1969; 119: 1-59.

Malanga G A, 2017. Musculoskeletal Physical Examination. An Evidence Based Approach.


2nd Edition. Elsevier.

Mudatsir, 2002, Penulisan Pengaruh TENS dan Latihan Konvensral Pada Nyeri Frozen
Shoulder diROSS.

Sudarma, 2011. Penambahan Traksi MaximalyLose Pack Position Glenohumeral Pada


Intervensi Micro Wave Diathermy Dan Ultrasound Mengurangi Nyeri Frozen Shoulder,
Jurnal fisioterapi, Program StudiFisoterapi, Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana Denpasar.

Pearce, C.E. 2002 ;Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis ; PT Gramedia PustakaUmum.

Reese N B, 2017. Joint Range of Motion and Muscle Length Testing. 3rd Edition. Elsevier.

Stanley & Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2.Jakarta: EGC.
Solomon L, 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. United Kingdom,UK,
Hachette UK Company.

Tamai K, Akutsu M, Yano Y. Primary Frozen Shoulder: Brief Review Of Pathology And
Imaging Abnormalities. The Japanese Orthopaedic Association 2014; 19:1–5

Thomson, Ann M., 1991. Tidy’s physiotherapy, 12th ed,Butterworth-Heinemann. Ware JE,
Sherbourne CD. The MOS 36 - Item Short Form Health Survey (SF 36). Conceptual
Framework and Item selection. Medical Care. 1992; 30:473.

Uppal H S. Frozen Shoulder : A systemic review of therapeutic options. 2015 March. 18; 6
(2): 263-268

Zuckerman JD, Rokito A. Frozen Shoulder: A Consensus Definition. J Shoulder Elbow Surg.
2011 Mar. 20 (2):322-5
BAB II
LAPORAN KASUS

II.1 Identitas Pasien


• Nama : Tn. Drs. M.
• Umur : 58 tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan Komp. SMP 12
• Pendidikan : Sarjana
• Pekerjaan : PNS
• Suku : Bugis
• Agama : Islam
• Tgl pemeriksaan : 5 April 2018

II.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama: Nyeri Bahu Kiri
b. Riwayat penyakit sekarang:
Nyeri bahu kiri dirasakan sejak ± 8 bulan sebelum memeriksakan diri. Nyeri
hilang timbul, Nyeri muncul disaat tertentu seperti saat bangun tidur dan ketika
mencoba untuk full ROM. Nyeri tidak menjalar ke belakang siku. Pasien juga
mengeluh terhambat gerakannya pada bahu kiri tersebut. Pasien telah menjalani
fisioterapi selama 8 bulan, Ada perbaikan nyeri namun gerakan masih terhambat.
Pasien merupakan seorang Guru SMP. Karena keluhan utama, pekerjaan tersebut
terganggu. Saat ini pasien sudah tidak mengonsumsi anti nyeri.

c. Riwayat penyakit dahulu


 Hipertensi Ada
 DM dan Penyakit jantung Ada
 Riwayat berobat TB tidak ada

d. Riwayat penyakit keluarga


 Riwayat Hipertensi dan DM ada
 Riwayat keluhan yang sama: Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan yang
sama pada bahu kanan pada tahun 2011, membaik dengan terapi.
II.3 Pemeriksaan Fisis
a. Status generalis
• Keadaan umum: Sakit ringan
• Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15 (E4M6V5)
• Tanda Vital :
▫ Tekanan darah = 140/80 mmHg;
▫ Nadi = 88 x/menit;
▫ Respirasi = 20 x/menit;
▫ Suhu = 36,5 oC
• VAS skor : 2/10

• Tinggi Badan : 160 cm


• Berat Badan : 74 Kg
• IMT : 28,9 (Obesitas 1)
• Kepala : Anemis (-) Ikterus (-)
• Jantung : BJ I/I murni reguler, bising(-)
• Paru : BP vesikuler, RH/WH (-)
• Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
• Ekstremitas :
▫ Ekstremitas atas:
 Shoulder: atrofi (-/-), deformitas (-/-), udem (-/-), kalor (-/+), nyeri
tekan (-/+)
 Elbow, wrist, finger: normal
▫ Ekstremitas bawah: normal
b. Pemeriksaan Muskuloskleletal
PART OF MM
MOVEMENT ROM MUSCLES
BODY T
Upper Extremity
0
Shoulder Flexion Limited (0-150 )/Full (0-1650) Flexor 5/5
0 0
Extension Full (0-60 )/Full (0-60 ) Extensor 5/5
0 0
Abduction Limited (0-145 )/Full (0-170 ) Abductor 5/5
0 0
Adduction Full (0-50 )/Full (0-50 ) Adductor 5/5
0 0
External Rotation Limited (0-70 )/Full (0-85 ) External Rotator 5/5
0 0
Internal Rotation Limited (0-70 )/Full (0-80 ) Internal Rotator 5/5
Elbow Flexion 145° / 145° Flexor 5/5
Extension 180° / 180° Extensor 5/5
Supination 80° / 80° Supinator 5/5
Pronation 75° / 75° Pronator 5/5
Flexion 75° / 75° Flexor 5/5
Wrist Extension 75° / 75° Extensor 5/5
Radial Deviation 20° / 20° Deviator Radial 5/5
Ulnar Deviation 35° / 35° Deviator Ulnar 5/5
Fingers I IP 85-90° / 85-90°
Flexion Flexor 5/5
MCP 50-55° / 50-55°
IP 0-5° / 0-5°
Extension Extensor 5/5
MCP 0° / 0°
Abduction 60-70° / 60-70° Abductor 5/5
Adduction 30° / 30° Adductor 5/5
I DIP 80-90° / 80-90°
Flexion PIP 100-115° / 100-115° Flexor 5/5
MCP 85-90° / 85-90°
DIP 20° / 20°
Extension PIP 0° / 0° Extensor 5/5
MCP 30-45° / 30-45°
Abduction 20-30° / 20-30° Abductor 5/5
Adduction 0° / 0° Adductor 5/5
DIP 80-90° / 80-90°
II Flexion PIP 100-115° / 100-115° Flexor 5/5
MCP 85-90° / 85-90°
DIP 20° / 20°
Extension PIP 0° / 0° Extensor 5/5
MCP 30-45° / 30-45°
Abduction 20-30° / 20-30° Abductor 5/5
Adduction 0° / 0° Adductor 5/5
DIP 80-90° / 80-90°
Flexion PIP 100-115° / 100-115° Flexor 5/5
MCP 85-90° / 85-90°
DIP 20° / 20°
IV
Extension PIP 0° / 0° Extensor 5/5
MCP 30-45° / 30-45°
Abduction 20-30° / 20-30° Abductor 5/5
Adduction 0° / 0° Adductor 5/5
DIP 80-90° / 80-90°
Flexion PIP 100-115° / 100-115° Flexor 5/5
MCP 85-90° / 85-90°
DIP 20° / 20°
V
Extension PIP 0° / 0° Extensor 5/5
MCP 30-45° / 30-45°
Abduction 20-30° / 20-30° Abductor 5/5
Adduction 0° / 0° Adductor 5/5

c. Status Neurologi
• Pemeriksaan Nervus : Nervus cranialis I-XII dalam batas normal
• Refleks Fisiologis : BPR N/N, KPR N/N, TPR N/N, APR N/N
• Refleks Patologis : Babinski : (-)/(-), Chaddock : (-) Hoffman-Tromner : (-)
• Defisit sensoris : (-)
• Spastisitas : Ekstremitas atas N/N, Ekstremitas bawah N//N
• Tonus Otot N N
N N
• MMT 5 5
5 5
d. Status Lokalis
Inspeksi : Atrofi (-) , Edema (-) , Tumor (-) Rubor (-)
Palpasi : Dolor (-) Dubor (-) calor (-) Stiffness (+) spasme otot (+)
Spesial test :
 Apley’s scratch test full: abduksi eksternal rotasi Nyeri (+)
Adduksi-internal rotasi Nyeri (+)
 Yergason : Ada Kontraksi
 Hawkins : Negatif
 Empty can : Negatif
 Drop arm test : Negatif

e. Pemeriksaan Fisis Fungsional


a) Barthel Index
Nilai Interpretasi:
0-20 Disabilitas Total
25-45 Disabilitas Berat
50-75 Disabilitas Sedang
80-90 Disabilitas Ringan
100 Mandiri
Interpretasi : 100 (Mandiri)

b) Fungsi Bicara: Pasien mengerti apa yang disampaikan oleh pemeriksa dan
menangkap dan memahami informasi yang disampaikan melalui bahasa lisan dan
tertulis.

c) Fungsi Makan/menelan: jaw movement dalam batas normal, tongue atrophy


tidak ada

f. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
WBC 7.81 4.00 – 11.0
RBC 4.41 4.50 – 5.50
HGB 13.1 13.0 – 16.0
PLT 150 150 – 450
NEUT 46.3 50.0 – 70.0
Kimia Darah
GDS 241 70 - 110
HbA1c 6.6 4–6
Kolestrol 74 < 100
Kreatinin 1.1 0.6 – 1.3
Fungsi Hati
SGOT 51 <35
SGPT 58 <45

b) Echocardiography
Kesan : - Fungsi sistol LV baik
- Disfungsi diastolic LV grade I
II.4 Diagnosis
• Diagnosis klinis : Adhesive capsulitis e.c Idiopatic
• Diagnosis fungsional :
▫ Impairment : nyeri bahu kiri
▫ Disabilitas : keterbatasan menggerakkan bahu
▫ Handicap : keterbatasan dalam melakukan aktivitas sebagai guru
SMP
II.5 Daftar Masalah
• R1:Nyeri bahu kiri
• R2: ADL: ada gangguan saat aktivitas
• R3 Komunikasi dan Feeding: tidak ada gangguan
• R4 Psikologis: tidak ada gangguan
• R5 Vokasional: ada gangguan saat menjalani aktifitas sebagai guru SMP
• R6 Sosioekonomi cultural: ditanggung ASK
• R7 VAS: 2
II.6 Planning
a) Planning medical : Meloxicam 3x7.5 mg bila nyeri
b) Planning Surgical : -
c) Planning Rehabilitasi medik :
▫ Modalitas : SWD (Short Wave Diatermhy)27.12 MHz continous mode 20
menit dan TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
100Hz 30.menit
▫ Fisioterapi : - ROM exercise (latihan flexibilitas dan stretching ektremitas
secara pasif/ungulasi ) Penguatan otot-otot bahu
- Terapi Manipulasi
II.7 Prognosis
• Quo ad Vitam : dubia ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam
• Quo ad sanationam : dubia ad bonam

II.8 Resume
Seorang laki-laki berusia 58 tahun datang ke poli KFR RS Unhas dengan keluhan
nyeri pada shoulder sinistra yang dialami sejak 8 bulan sebelum memeriksakan diri.. Nyeri
dirasakan hilang timbul. Nyeri muncul disaat tertentu seperti bangun tidur dan saat berusaha
full ROM. Nyeri dirasakan menjalar ke belakang siku. Pasien juga mengeluh terhambat
gerakannya pada bahu kiri tersebut. Riwayat mengalami keluhan yang sama pada tahun 2011,
sembuh dengan terapi. Riwayat trauma (-),. Nyeri bahu tersebut mengakibatkan keterbatasan
pasien dalam melakukan pekerjaannya sebagai seorang guru SMP. Pasien telah menjalani
terapi selama 8 bulan dan ada perbaikan. Pasien memiliki riwayat Hipertensi dengan
pengobatan rutin Acarbose 50 mg. Pasien juga memiliki riwayat DM tipe2 dengan
pengobatan rutin Metformin 500mg dan levemir. Dari pemeriksaan fisis didapatkan adanya
limited ROM shoulder sinistra pada gerakan fleksi, abduksi, eksternal rotasi dan internal
rotasi, juga disertai appey’s scratch test (+). Penatalaksaaan yang diberikan adalah edukasi
penjelasan kondisi pasien dan perjalanannya, pentingnya exercise, serta hindari faktor pemicu
nyeri. Untuk farmakoterapi diberikan Meloxicam 7.5mg tab 3x1 sehari (bila nyeri). Terapi
Rehabilitasi Medik yang diberikan adalah SWD (Short Wave Diatermhy) dan TENS
(Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation). Untuk Fisioterapi diberikan ROM exercise,
penguatan otot-otot bahu serta terapi manipulasi.

Anda mungkin juga menyukai