Anda di halaman 1dari 8

1

PERDARAHAN SALURAN CERNA PADA GAGAL GINJAL KRONIK

Gagal ginjal kronik berhubungan dengan berbagai macam kondisi patologis termasuk
imbalans elektrolit, asidosis metabolic, malnutrisi, gangguan perdarahan dan berbagai macam
kondisi patologis seperti pada system gastrointestinal, jantung, paru dan system kekebalan tubuh.
Studi menyebutkan bahwa kejadian perdarahan saluran cerna bagian atas pada pasien gagal ginjal
kronik cukup tinggi. Seperti di Taiwan dilaporkan 42,01 per 1.000 orang per tahun.1,2

Ulkus gastroduodenal, esophagitis, vascular ectasia, gastritis erosive dan duodenal erosive
sering teridentifikasi sebagai penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna bagian atas pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialysis.1

Studi mengatakan bahwa pada gagal ginjal kronik, perdarahan dari saluran cerna bagian
atas lebih sering terjadi daripada perdarahan saluran cerna bagian bawah. Erosi dan ulkus
gastroduodenal menjadi penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna bagian atas pada pasien
gagal ginjal kronik dengan hemodialysis. Secara anatomi erosive dan ulkus lebih sering ditemukan
terlebih dahulu di duodenum diikuti oleh gaster.1

Gejala terbanyak dari perdarahan saluran cerna bagian atas pada pasien gagal ginjal kronik
adalah melena dan diikuti dengan hematemesis. Untuk mendapatkan diagnosis dari perdarahan
saluran cerna bagian atas maka dilakukan tindakan endoskopi. Dari hasil endoskopi akan
didapatkan jenis dari kerusakan yang terjadi. Untuk tindakan menghentikan perdarahan ditentukan
berdasarkan kerusakan yang ditemukan. Pada pasien dengan spurting vessels, hemostasis
dilakukan dengan kombinasi hemoklip dan injeksi adrenalin. Pasien dengan ulkus tipe oozing atau
hanya berdarah maka hanya dilakukan injeksi adrenalin. Chung et al, mengatakan bahwa terapi
kombinasi lebih efektif diantaranya penggunaan injeksi epinefrin dan terapi thermal menghasilkan
outcome yang lebih baik dibandingkan injeksi saja pada pasien perdarahan saluran cerna bagian
atas jenis spurting blood.1

Sejak perdarahan saluran cerna bagian atas berhubungan dengan angka kematian yang
tinggi, system skoring yang tepat harus digunakan untuk memprediksi hasil pengobatan dan
diperlukannya endoskopic therpauetic intervention (ETI). The Rockall score dan The Glasgow
2

Blatchford Score adalah yang sering digunakan. Beberapa studi menunjukan bahwa semakin tinggi
skor Rockall maka semakin tinggi angka kematianya.1

Studi menyatakan tidak banyak yang memberikan batasan kapan pasien gagal ginjal kronik
dengan perdarahan saluran cerna bagian atas harus dilakukan ETI. Namun didapatkan beberapa
patokan diantaranya usia kurang dari 60 tahun, didapatkan hematemesis melena, denyut nadi lebih
dari 100, didapatkan penyakit liver kronis dan skor Glasgow Blatchford lebih dari 14.1

Tabel. The Glasgow Blatchford Skor


3

Tabel 2. Rockall Skoring

Perdarahan saluran cerna telah seringkali dilaporkan sebagai komplikasi dari gagal ginjal
kronik dan menyebabkan angka kematian sekitar 3-7%. Beberapa mekanisme telah diketahui
menjadi pemicu terjadinya perdarahan saluran cerna pada pasien gagal ginjal kronik termasuk
diantaranya disfungsi trombosit induced uremia, peningkatan risiko dari malformasi vascular,
beberapa penyakit penyerta seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, sirosis hepatis dan
usia lanjut. Selain dari gangguan fungsi trombosit, anemia, gangguan dinding pembuluh darah dan
penggunaan obat-obatan juga menjadi salah satu penyebab dari perdarahan saluran cerna pada
gagal ginjal kronik. Hal tersebut akibat gangguan hemostasis yang terjadi pada galga ginjal
kronik.1,2,3

Trombosit

Funsgi trombosit mengalami Penurunan pada pasien dengan gagal ginjal kronik berat.
Abnormalitas fisiologi trombosit pada pasien gagal ginjalkronik berhubungan dengan gangguan
tipe α-granules. Trombosit tersebut terdiri dari factor trombosit 4, transforming growth factor-β1,
platelet-derived growth factor, fibronectin, B-thromboglobulin, von Willebrand factor (vWF),
fibrinogen, serotonin dan coagulation factors V and XIII. Pada pasien uremicum, rasio ATP/ADO
α-granules meningkat dan menurunkan jumlah serotonin. Lebih lanjut, disfungsi trombosit dan
4

perdarahan pada pasien uremicum berhubungan dengan kondisi the thrombin-triggered


mengeluarkan ATP bersamaan dengan peningkatan jumlah kalsium dan mengganggu flux kalsium
intraseluler melalui beberapa stimuli. Trombosit pada pasien dengan uremicum juga menunjukan
deregulasi metabolisme dari asam arakidonat dan prostaglandin dengan efek berupa gangguan
sintesis dan atau pengeluaran dari tromboxan A2 sehingga mengakibatkan penurunan adhesi dan
agregasi dari trombosit yang pada akhirnya mengakibatkan perdarahan. Sebagai tambahan,
pengumpulan dari ultrafiltrasi pasien uremicum menghambat sintesis dari platelet activating factor
(PAF) sehingga menurunkan aktifitas trombosit.2,3

Lebih lanjut lagi, sirkulasi dari fragmen fibrinogen juga dapat mengganggu dari hemostasis
dikarenakan secara kompetitif berikatan dengan reseptor glikoprotein (GP) IIb/IIIa pada trombosit
sehingga menghasilkan penurunan fungsi adhesi dan agregasi dari trombosit. Toksin uremic,
seperti phenol, asam phenol, asam guanidinosuccinic dapat menurunkan fungsi agreagasi dari
trombosit. Hemodialisis dapat mempengaruhi dari trombosit. Hemodialysis dapat berkontribusi
pada gangguan perdarahan bukan hanya akibat penggunaan heparin, tapi juga akibat aktifasi
trombosit berulang pada membrane dialiser yang diikuti oleh penurunan aktifitas dialiser. Tapi
disisi lain hemodialysis dapat memperbaiki trombosit karena dapat mengeluarkan toksin uremic
dari dalam darah. 2,3

Perubahan konsentrasi dan metabolisme kalsium yang diakibatkan berbagai stimulus yang
berbeda juga dapat berkontribusi pada penurunan aktifitas trombosit pada pasien uremicum. Salah
satu studi menyebutkan hal tersebut berhubungan dengan hormone paratiroid yang dapat
menghambat agregasi trombosit pada penelitian in vitro. Namun investigasi klinis menunjukan
bahwa tidak ada efek dari hormone paratiroid pada waktu perdarahan pada pasien dengan gagal
ginjal kronik. Stres oksidatif dan inflamasi yang didapatkan pada gagal ginjal juga mempunyai
efek terhadap penurunan fungsi trombosit. 2,3

Interaksi trombosit dan dinding pembuluh darah

Ikatan antara trombosit dan dinding pembuluh darah diperantarai oleh adhesi dari protein
fibrinogen, factor Von Willbrand dan reseptor GP Ib dan kompleks GP IIb/IIIa. Jumlah GP Ib
menurun pada trombosit pasien uremicum akibat dari proteolysis yang tinggi dari GP Ib.
Insufisiensi pengikatan faktor Von Willbrand dan fibrinogen untuk mengaktivasi trombosit pada
pasien uremicum juga berhubungan dengan penurunan fungsi dari kompleks GP IIb/IIIa. Hal
5

tersebut dapat membaik dengan dilakukan hemodialysis. Nitrit oxide (NO) meningkata pada
pasien uremicum, hal tersebut dapat menghambat agregasi trombosit melalui formasi cGMP atau
prostasiklin yang mengatur tonus vascular. 2,3

Anemia

Faktor penting yang berpengaruh terhadap perdarahan pada pasien uremicum adalah
Anemia. Anemia pada gagal ginjal secara langsung mempengaruhi waktu perdarahan. Eritrosit
akan menuntun trombosit sepanjang dinding pembuluh darah melalui aliran darah yang akan
menstimulasi pengeluaran ADP trombosit dan inaktivasi dari PGI2, sehingga akan menstimulasi
fungsi trombosit. Lebih lanjut, hemoglobin dapat menurunkan nitrit oxide. Oleh karena itu anemia
menurunkan fungsi trombosit lewat Penurunan interaksi dari trombosit dan dinding pembuluh
darah, menurunkan pengeluaran ADP/inaktivasi PGI2, juga meningkatkan Nitrit oxide. Temuan
tersebut didukung oleh pengamatan bahwa pada pasien uremicum yang diberikan
tratransfuseitrosit atau eritropoitin akan menurunkan waktu perdarahan. 2,3

Obat

Interaksi obat dengan trombosit pada pasien uremicum mempunyai efek pada fungsi
trombosit dan gangguan perdarahan atau pada abnormalitas agregasi trombosit. Antibiotic
sefalosforin generasi ketiga dan B-laktam mempunyai peranan penting dalam hal tersebut. B –
lactam berinteraksi dengan fungsi membrane trombosit melalui pengaruhnya terhadap reseptor
ADP. Efek tersbut berhubungan dengan dosis dan lama penggunan antibiotic tersebut. 2,3

Aspirin juga sering digunakan pada pasien gagal ginjal kronik dikarenakan tingginya angka
gangguan kardiovaskular dan untuk mencegah thrombosis vascular. Namun aspirin dapat
mengakibatkan pemanjangan waktu perdarahan yang signifikan pada pasien gagal ginjal. NSAID
juga mempengaruhi fungsi dari trombosit melalui cara penghambatan siklooksigenase. Hal
tersebut bersifat reversible dengan penghentian pengguanaan obat tersebut. 2,3

Banyak antikoagulan dieliminasi melalui ginjal, sehingga penggunaan obat tersebut pada
gagal ginjal dapat mengakibatkan akumulasi bila tidak disesuaikan. Antikoagulan tersebut adalah
low-molecular weight heparins (LMWHs), direct factor Xa inhibitors seperti danaparoid dan
fondaparinux, juga direct thrombin inhibitors seperti refludan dan dabigatran. 2,3
6

Gambar 1. Mekanisme Perdarahan Pada Gagal Ginjal Kronik3


7

KESIMPULAN

Perdarahan saluran cerna pada pasien dengan gagal ginjal kronik diakibatkan oleh berbagai
faktor. Bentuk tersering adalah erosive dan ulkus terutama di daerah duodenum diikuti oleh gaster.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah ETI dengan indikasinya.

Peningkatan risiko perdarahan pada pasien gagal ginjal kronik diakibatkan oleh perubahan
dari fungsi trombosit yang berhubungan dengan komposisi α-granules, deregulasi dari metabolime
asam arakidonat dan prostaglandin, sirkulasi fragmen fibrinogen, perubahan konten kalsium dan
metabolism kalsium, juga stress oksidatif. Penambahan aktifati trombosit dalam filter dialysis saat
dilakukan hemodialisa juga meningkatkan risiko perdarahan.

Lebih lanjut, perubahan dari interaksi trombosit dan dinding pembuluh darah akibat
penurunan dari jumlah reseptor GP Ib, penurunan ikatan von Willbrand dan fibrinogen akibat
penurunan fungsi dari kompleks GPIIb/IIIa dan peningkatan konsentrasi zat vasoaktif nitrit oxide
(NO), akan meningkatakn risiko perdarahan. Anemia dan penggunaan obat-obatan juga berperan
dalam peningkatan risiko perdarahan pada pasien gagal ginjal kronik.
8

REFERENSI

1. Laeeq SM, Tasneem AA, Hanif FM, Luck NH, Mandhwani R, Wadhva R. Upper
gastrointestinal bleeding in patients with end stage renal disease: causes, characteristics
and factors associated with need for endoscopic therapeutic intervention. Sindh
Institute of Urology and Transplantation, Karachi, Sindh, Pakistan. JOURNAL OF
TRANSLATIONAL INTERNAL MEDICINE / APR-JUN 2017 / VOL 5 | ISSUE 2.
2. Jalal DI, Chonchol M, Targher G. Disorders of Hemostasis Associated with Chronic
Kidney Disease. Division of Renal Diseases and Hypertension, University of Colorado
Denver, Aurora, Colorado; 2Section of Endocrinology, Department of Biomedical and
Surgical Sciences, University of Verona, Verona, Italy. Semin Thromb Hemost.
Thieme Medical Publishers, Inc., 333 Seventh Avenue, New York, NY 10001, USA :
2010;36:34–40.
3. Lutz J, Menke J, Sollinger D, Schinzel J and Thürmel K. Haemostasis in chronic kidney
disease. Nephrol Dial Transplant. Oxford University Press :2014 (29): 29–40.

Anda mungkin juga menyukai