Pengertian Thaharah
Dalam hukum Islam, soal bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk
bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama karena diantara syarat-syarat
shalat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan shalat diwajibkan
suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis.1
Thaharah menurut arti bahasa adalah bersih dan suci dari kotoran atau
najis hissi (yang dapat dilihat) seperti kencing atau lainnya, dan najis ma’nawi
(yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan maksiat.
Sedangkan menurut Istilah ialah suatu kegiatan bersuci dari najis dan
hadats sehingga seseorang diperbolehkan untuk beribadah yang dituntut harus
dalam keadaan suci. Kegiatan bersuci dari najis itu meliputi menyucikan badan,
pakaian, tempat dan lingkungannya yang menjadi tempat segala aktifitas kita.
Sedangkan bersuci dari hadats dapat dilakukan dengan berwudhu, tayamum, dan
mandi.2
Adapun menurut istilah syara’, thaharah ialah bersih dari najis baik najis
haqiqi, yaitu khabats (kotoran) atau najis hukmi, yaitu hadats.
Khabats ialah sesuatu yang kotor menururt syara’. Adapun hadas ialah
sifat syara’ yang melekat pada anggota tubuh dan ia dapat menghilangkan
thoharah.
Menurut Imam An-Nawawi mendefinisikn thaharah sebagai kegiatan
mengangkat hadats atau menghilangkan najis atau yang serupa dengan kedua
kegiatan itu, dari segi bentuk atau maknanya. Tambahan diakhir definisi yang
dibuat oleh ulama Mazhab Hanafi bertujuan supaya hukum-hukum berikut dapat
tercakup, yaitu tayamum, mandi sunnah, memperbaharui wudhu’, membasuh dan
menyucikan dari hadats dan najis, mengusap telinga berkumur dan kesunnahan
thaharah, thaharah wanita mustahadah dan orang yang mengidap kencing
berterusan.
Definisi yang dibuat oleh ulama mazhab Maliki dan Hambali adalah sama
dengan definisi ulama Mazhab Hanafi. Mereka mengatakan bahwa thaharah
1
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung:Sinar Baru Algensindo,2013), hal. 13
2
Buku Fiqih Madrasah Tsanawiyah kelas VII, (Jakarta: Kementrian Agama,2014), hal.3
adalah menghilangkan apa yang menghalangi shalat, yaitu hadas atau najis
dengan menggunakan air ataupun menghilangkan hukumnya dengan tanah.3
Dalil-dalil yang menganjurkan kita supaya bersuci antara lain :
Q.S. Al-Mudatsir : 4-5
“Dan pakaianmu bersihkanlah dan tinggalkanlah perbuatan dosa”
Hadis nabi saw bersabda yang artinya “Allah tak akan menerima shalat
tanpa bersuci dan tak menerima sedeqah dari harta curian”. (H.R. Ibnu Mjjah)4
3
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Waadillatuhu jilid 1, (Jakarta:Gema Insani,2010), hal.
202
4
Buku Fiqih Madrasah Tsanawiyah kelas VII, (Jakarta: Kementrian Agama,2014), hal.3-
4
3. Baligh
4. Berhentinya darah haid dan nifas
5. Masukknya waktu
6. Tidak tidur
7. Tidak lupa
8. Tidak dipaksa
9. Ada air atau debu yang suci
10. Mampu melakukan thaharah seseuai kemampuan.5
5
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Waadillatuhu jilid 1, (Jakarta:Gema Insani,2010), hal.
204-205
6
Buku Fiqih Madrasah Tsanawiyah kelas VII, (Jakarta: Kementrian Agama,2014), hal.4
jika air tersebut hanya sedikit, maka menurut mayoritas ulama ahli fiqih
hukumnya juga mutanajis, sekalipun ia tidak berubah.
Diantara najis-najis tersebut ada yang keluar dari tubuh manusia.
Contohnya seperti air kencing, tinja, madzi, darah haid, darah nifas, darah
manusia yang mengalir cukup banyak, dan muntah-muntahan yang tidak sedikit.
Diantara najis tersebut ada yang keluar dari binatang. Contohnya seperti
air kencing dan kotoran binatang yang dagingnya tidak boleh dimakan, bagian
dari anggota tubuh binatang yang dipotong dalam keadaan hidup, sisa makanan
anjing, sisa makanan babi, dan darah yang dialirkan.
Diantara najis-najis tersebut ada yang berupa binatang. Contohnya seperti
bangkai, Daging babi. Diantaranya bagi ada yang berupa benda cair contohnya.
Seperti khomar menurut sebagian besar ulama fiqih, karena ada juga sebagian
mereka yang tidak menghukumi khomar sebagai najis.7
Dari beberapa najis tersebut diatas maka dapat dikelompokkan menjadi
beberapa tingkatan najis, berikut macam-macam najis berdasarkan tingkatannya
dan cara mensucikannya.
Macam-Macam Najis Dan Tata Cara Thaharahnya:
Dalam hukum Islam ada tiga macam najis, yaitu najis mukhaffafah, najis
mutawasstithah dan najis mughallazah.
a. Najis mukhaffafah
Adalah najis yang ringan seperti air seni bayi laki-laki yang belum berumur
dua tahun dan belum makan apapun kecuali air susu ibu. Cara
menyucikannya sangat mudah, cukup dengan memercikkan atau
mengusapkan air yang suci pada permukaan yang terkena najis sebagaimana
hadis Rasulullah SAW:
7
Syekh Hassan Ayyub, Fiqih Ibadah, (Jakarta:Pustaka Al-kautsar,2003), hal. 29-30
b. Najis Mutawassitah
Adalah najis pertengahan atau sedang. yang termasuk najis ini adalah:
a) Bangkai binatang darat yang berdarah sewaktu hidupnya
b) Darah
c) Nanah
d) Kotoran manusia atau binatang
e) Arak (khamar)
Najis jenis ini ada dua macam, yaitu najis hukmiyah dan najis ‘aniyah.
1. Najis hukmiyah adalah najis yang diyakini adanya tetapi tidak nyata
wujudnya, bau dan rasanya seperti air kencing yang sudah kering yang
terdapat pada pakaian atau lainnya. Cara mensucikannya adalah cukup
dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis. Jika seandainya
bekas najis yang sudah dicuci sampai berulang-ulang masih juga tidak
dapat dihilangkan semuanya, maka yang demikian itu dapat dimaafkan.
2. Sedangkan Najis ‘Ainiyah adalah najis yang tampak wujudnya dan bisa
diketahui melalui bau maupun rasanya. Cara mensucikannya adalah
menghilangkan najis ‘Ainiyah nya dengan cara membuang dan
menggosokkannya sampai bersih dan diyakini sudah hilang zat, rasa,
warna, dan baunya dengan menggunakan air yang suci.
c. Najis Mughalazah
Adalah najis yang berat. Najis ini bersumber dari anjing dan babi. Cara
mensucikannya melalui beberapa tahap, yaitu dengan membasuh air sebanyak
tujuh kali, salah satu diantaranya menggunakan air yang dicampur dengan
tanah. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Sucinya tempat dan peralatan salah seorang kamu, apabila dijilad anjing
hendaklah dicuci tujuh kali, permulanya dari tujuh kali itu harus dengan
tanah dan debu”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah)8
8
Fiqih Madrasah Tsanawiyah kelas VII, (Jakarta: Kementrian Agama,2014), hal.4-5
Macam-macam najis yang dimaafkan
Ada beberapa najis yang dapat dimaafkan antara lain ialah:
1. Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir, umpanya nyamuk, kutu
dan sebagainya.
2. Najis yang amat sedikit sekali.
3. Nanah atau darah dri kudis (bisulnya) sendiri yang belum sembuh.
4. Debu yang bercampur najis dan lain-lainnya yang sangat sukar
menghindarinya.9
Macam-Macam Hadas dan Cara Bersuci
Hadas ada dua macam, yaitu Hadas Kecil dan Hadas Besar
a. Hadas kecil
yaitu keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci maka ia harus
berwudhu, dan apabila tidak ada air maka diganti dengan tayammum. Hal-hal
yang menyebabkan seseorang berhadas kecil adalah:
1. Karena keluar sesuatu dari dua lubang, yaitu qubul dan dubur
2. Karena hilang akalnya, yang disebabkan mabuk, gila atau sebab lainnya
yaitu tidur
3. Persentuhan antar kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan
mahramnya tanpa ada batas yang menghalanginya
4. Karena menyentuh kemaluan, baik kemaluan sendiri atau pun kemaluan
orang lain dengan telapak tangan atau jari.
b. Hadas Besar
yaitu keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci maka ia harus
mandi besar. Apabila tidak ada air maka diganti dengan tayammum. Hal-hal
yang menyebabkan seseorang berhadas besar adalah:
1. Karena bertemunya dua kelamin laki-laki denga perempuan (jima’) baik
keluar mani maupun tidak
2. Karena keluar mani, baik karena bermimpi atau sebab lain
3. Karena haid yaitu darah yang keluar dari perempuan sehat yang telah
dewasa
9
Imam Zarkasyi, Pelajaran Fiqih 1, (Gontor: Trimurti Press,1995/1415 H), hal. 13
4. Karena nifas, yaitu darah yang keluar dari seorang ibu sehabis melahirkan
5. Karena wiladah, yaitu darah yang keluar ketika melahirkan
6. Karena meninggal dunia, Kecuali yang meninggal dalam perang membela
agama Allah, maka dia tidak dimandikan.10
10
Fiqih Madrasah Tsanawiyah kelas VII, (Jakarta: Kementrian Agama,2014), hal.5-6
11
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung:Sinar Baru Algensindo,2013), hal.48-52
12
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyid khawwas, Fiqih Ibadah,
(Jakarta:Amzah, 2009), hal.3
a. Air Mutlak atau Tahir Mutahir (suci mensucikan)
yaitu air yang masih asli belum tercampur dengan sesuatu benda lain dan
tidak terkena najis. Air mutlak ini hukumnya suci dan dapat menyucikan.
Air yang termasuk air mutlak ini terdiri dari tujuh yaitu air hujan, air laut,
air sungai, air sumur, air salju, air embun, dan air mata air.
b. Air Makruh (musyammas)
yaitu air yang dipanaskan pada terik matahari dalam logam yang dibuat
dari besi, baja, tembaka, aluminium yang masing-masing benda logam itu
berkarat. Air musyammas seperti ini hukumnya makruh, karena
dikhawatirkan menimbulkan suatu penyakit. Adapun air dalam logam yang
tidak berkarat dan dipanaskan pada terik matahari tidak termasuk air
musyammas. Demikian juga air yang tidak ditempatkan tidak pada logam
dan terkena panas matahari atau air yang dipanaskan bukan pada terik
matahari misalnya direbus juga tidak termasuk air musyammas.
c. Air Tahir Gairu Mutahir (suci tidak menyucikan )
air ini hukumnya suci tapi tidak dapat untuk menyucikan. Ada dua macam
air yang termasuk jenis ini, yaitu:
1) Air suci yang dicampur dengan benda suci lainnya sehingga air itu tidak
berubah salah satu sifatnya (warna, bau, dan rasa). Contohnya air kopi,
air teh, dan sebagainya.
2) Air buah-buahan atau air yang ada didalam pohon, misalnya pohon
bambu, pohon pisang dan sebagainya.
d. Air Musta’mal
yaitu air suci sedikit yang kurang dari dua kulla dan sudah dipergunakan
untuk bersuci walaupun tidak berubah sifatnya, atau air suci yang cukup
dua kulla yang sudah dipergunakan untuk bersuci dan telah berubah
sifatnya.
e. Air Mutannajis (air bernajis)
yaitu air suci yang tadinya suci kurang dua kulla tetapi kena najis dan telah
berubah salah satu sifatnya (bau, rasa, atau warnanya). Air seperti ini
hukumnya najis, tidak boleh diminum, tidak sah dipergunakan untuk
ibadah seperti wudhu, tayammum, mandi atau menyucikan benda yang
terkena najis. Tetapi apabila air dua kulla atau lebih terkena najis, namun
tidak mengubah salah satu sifatnya maka hukumnya suci dan
menyucikan.13
Bersuci dari kotoran (istinja’)
Istinja’ menurut bahasa terlepas atau selamat. Sedangkan istinja’ menurut
istilah adalah bersuci sesudah buang air besar atau buang air kecil. Beristinja’
dengan air, dan apabila tidak ada air, maka boleh dengan benda padat seperti batu,
daun, kayu, kertas, dan sebagainya.
a. syarat-syarat istinja dengan batu atau benda kasat atau keras:
1. Batu atau benada itu kasat atau keras
2. Batu atau benda itu tidak dihormati, seperti bahan makanan atau batu
masjid
3. Diusap sekurang-kurangnya tiga kali sampai bersih
4. Najis yang dibersihkan belum sampaikering
5. Najis itu tidak bercampur dengan benda lain
13
Fiqih Madrasah Tsanawiyah kelas VII, (Jakarta: Kementrian Agama,2014), hal.6-7
6. bercakap-cakap sewaktu buang air
7. Menghadap kiblat atau membelakanginya14
14
Fiqih Madrasah Tsanawiyah kelas VII, (Jakarta: Kementrian Agama,2014), hal.7
dia tetap wajib membasuh sisa tangan yang tersisa, Jika tangannya
terpotong dari bawah siku. Dan tidak ada kewajiban untuk membasuhnya
jika sudah tidak ada lagi bagian yang dibasuh.
f. Mengusap sebagian kepala. Bisa ubun-ubun atau yang lain. Ini yang
wajib, disunnahkan membasuh seluruh kepala. Caranya yaitu mengusap
kepala dengan kedua tangan dari depan menuju kebelakang sampai
tengkuk kemudian mengembalikannya ketempat awal.
g. Membasuh telinga. Caranya memasukkan jari telunjuk kedalam telinga
dan ibu jari dibelakang daun telinga (bagian luar) dan digerakkan dari
bawah daun telinga sampai keatas.
h. At-Tartib. Membasuh anggota wudhu satu demi satu dengan urutan yang
sebagaimana Allah dan Rasullallah perintahkan.
i. Al-Muwallat. Berkesinambungan dalam berwudhu sampai selesaitidaj
terhenti atau terputus). Yaitu seseorang melakukan gerakan-gerakan
wudhu secara berkesinambungan, usai dari satu gerakan wudhu langsung
diikuti dengan gerakan wudhu berikutnya sebelum kering bagian tubuh
yang baru saja dibasuh.
Membaca doa sesudah berwudhu:
ا َ ْش َهدُ ا َ ْن الاّلَهَ اّالللاُ َو ْحدَهُ الَش َّري َْك لَهُ َوا َ ْش َهدُ اَن
َاجعَ ْلنّ ْى ّمنَ التوا ّبيْن ْ اَللٰ ُهم.ُس ْولُهُ ُم َحمدًا َع ْبدُهُ َو َر
َ َو ْجعَ ْلنّ ْي ّم ْن ّعبَاد، َط ّ ِّه ّريْن
ّك َ َ اجعَ ْلنّ ْى ّمنَ ْال ُمت
ْ َو
َالصا ّل ّحيْن
"Aku bersaksi, tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya, dan aku mengaku bahwa Nabi Muhammad itu adalah
hamba dan Utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku dari golongan orang-
orang yang bertaubat dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang
yang suci dan jadikanlah aku dari golongan hamba-hamba Mu yang
shaleh"
2. Mandi
Adapun tatacara mandi wajib sebagai berikut:
a. Mandi wajib dimulai dengan membersihkan kemaluannya, dan kotoran
yang ada disekitarnya.
b. Mengucapkan bismillah, dan berniat untuk menghilangkan hadas besar.
c. Dimulai dengan membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan
tangan, masing-masing tiga kali dan cara membasuhnya dengan
mengguyur kedua telapak tangan itu dengan air yang diambil dengan
gayung. Bukan dengan cara mencelupkan kedua telapak tangan itu ke bak
air.
d. Setelah itu berwudhu “sebagaimana cara wudhu” untuk sholat.
e. Kemudian mengguyurkan air dimulai dari pundak kanan terus kekepala
dan seluruh tubuh dan menyilang-nyilangkan air dengan jari tangan ke
sela-sela rambut kepala dan rambut jenggot dan kumis serta rambut mana
saja ditubuh kita sehingga air itu rata mengenai seluruh tubuh.
f. Kemudian bila diyakini bahwa air telah mengenai seluruh tubuh, karena
itu siraman air itu harus pula dibantu dengan jari-jemari tangan yang
mengantarkan air itu kebagian tubuh yang paling tersembunyi sekalipun
tetapi menyela pangkal rambut hanya khusus bagi lai-laki. Bagi
perempuan, cukup dengan mengguyurkan pada kepalanya tiga kali
guyuran, dan menggosoknya, tapi jangan mengurai membuka rambutnya
yang dikepang.
g. Membasuh (menggosok) badan dengan tangan sampai tiga kali,
mendahulukan yang kanan daripada yang kiri, serta muwalat, yaitu
sambung menyambung dalam membasuh anggota badan.
3. Tayamum
a. Membaca basmalah dan berniat.
ض للّ تَعَالَى
ً ْت التيَ ُّم َم ّ ّال ْستّبَا َح ّة الصالَةّ فَ ْر
ُ ن ََوي
"Sengaja aku bertayamum untuk melakukan sholat, fardhu karena Allah Ta'ala"
b. Memukulkan atau menepuk kedua telapak tangan kepermukan tanah
dengan sekali tepukan.
c. Meniup kedua telapak tangan sebelum membasuhnya ke anggota
tayamum.
d. Mengusap wajah dan kedua tangan hingga pergelangan.
e. Tertib dalam tayamum, yaitu dimulai dengan mengusap wajah lalu kedua
tangan.
f. Dikerjakan secara beriringan.15
4. Istinja’
Apabila keluar kotoran dari salah satu dua pintu tempat keluar kotoran wajib
istinja’ dengan air atau dengan tiga buah batu yang lebih baik mula-mula
dengan batu atau lainnya, kemudian dengan air. Rasulullah saw bersabda :
Yang artinya Sulaiman berkata, “Rasulullah saw telah melarang kita
beristinja’ dengan batu kurang dari 3” (H.R. Muslim).
Dalam hadis ini disebutkan tiga batu, berarti tiga buah batu atau satu
persegi tiga. Yang dimaksud dengan batu disini ialah setiap benda yang keras,
suci, kesat, seperti kayu, dan sebagainya. Adapun benda yang licin seperti
kaca tidak boleh dipakai istinja’ karena tidak dapat menghilangkan najis-
najis. Demikian pula benda yang dihormati, seperti makanan dan sebagainya
karena mubazir.16
a. Membasuh atau membersihkan tempat keluar kotoran air besar atau air
kecil dengan air sampai bersih.
b. Membasuh dan membersihkan tempat keluar kotoran air besar atau air
kecil dengan batu atau dengan benda kasar lainnya sampai bersih
sekurang-kurangnya tiga kali.
c. Najis yang berupa benda yang bisa dipegang, jatuh diatas benda yang
padat, seperti bangkai tikus yang jatuh mengenai mentega yang padat.
Maka untuk memebersihkannya cukup dengan mengambil tikus tersebut
dan mentega yang berada disekitarnya.
d. Benda yang padat atau keras, seperti pisau atau pedang, terkena najis,
maka cukup diusap sampai bersih untuk mensucikannya. Adapun benda
15
Fiqih Madrasah Tsanawiyah kelas VII, (Jakarta: Kementrian Agama,2014), hal.8-10
16
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam,, (Bandung : Sinar Baru Algensindo,2013), hal. 22-23
yang terdapat bekas minum anjing, harus dicuci sebanyak tujuh kali dan
salah satu nya dengan debu.
17
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Waadillatuhu jilid 1, (Jakarta:Gema Insani,2010), hal.
203
adek dan sebagainya. Oleh karena itu, agar kita sehat dan betah tinggal
dirumah, maka kebarsihan, kerapian, dan keindahan rumah harus dijaga
dengan baik. Dengan demikian, kebersihan lingkungan tempat tinggal yang
bersih, rapi, dang nyaman menggambarkan ciri pola hidup orang yang
beriman kepada Allah swt.
b. Menjaga kebersihan kelas dan lingkungan madrasah.
Madrasah adalah tempat kita menuntut ilmu, belajar, sekalian tempat bermain
pada waktu istirahat. Madrasah yang bersih rapi dan nyaman sangat
mempengaruhi ketenangan dan kegairahan belajar. Oleh karena itu, para
siswa hendaknya menjaga kebersihan kelas, seperti dinding, lantai, meja,
kursi dan hiasan yang ada. Demikian juga tentang kebersihan lingkungan
madrasah karna kelancaran dan keberhasilan pembelajaran ditunjang oleh
kebersihan lingkungan madrasah, kenyamanan dikelas, keindahan taman
madrasah, serta para pendidik yang disiplin.
c. Menjaga kebersihan tempat lingkungan beribadah.
Kita mengethaui bahwa tempat beribadah, mesjid, mushalla, adalah tempat
yang suci, oleh karena itu, Islam mengajarkan untuk merawatnya supaya
orang yang melakukan ibadah mendapatkan ketenangan, dan tidak terganggu
dengan pmandangan yang kotor atau bau disekelilingnya. Umat Islam akan
mendapatkan kekhusukan dalam beribadah, kalau tempatnya terawat dengan
baik, dan orang yang merawatnya akan mendapatkan pahala disisi Allah.
d. Menjaga kebersihan lingkungan tempat umum
Menjaga dan memelihara kebersihan ditempat umum dalam ajaran Islam
memiliki nilai lebih besar dari pada memelihara kebersihan dilingkungan
tempat diri sendiri, karena tempat umum dimanfaatkan oleh orang banyak.18
18
Fiqih Madrasah Tsanawiyah kelas VII, (Jakarta: Kementrian Agama,2014), hal.10-11