Pada pulan Juli 2017 mulai timbul masalah pada SNP finance dimana
terdapat perbedaan angka akuntansi antara SNP sebagai multifinance dengan
bank seperti Bank Mandiri yang terlihat dari CAPS yaitu suatu
aplikasi connecting. OJK kemudian meminta dilakukan pemeriksaan kepada pihak
perbankan secara internal dan oleh pengawas, setelah dilakukan pemeriksaan
oleh investigator internal bank mandiri ditemukan bahwa ternyata tidak pernah
dilakukan rekonsiliasi antara banking yang disebabkan adanya kesalahn system
yang tidak sempurna.
Terlepas dari kasus yang tengah bergulir ini, sejumlah pihak mensinyalir
adanya kelemahan bank dalam menjalankan prinsip kehati-hatian. Selain itu,
system pengawasan otoritas pun dinilai perlu dievaluasi. Pembobolan dana
perbankan melalui kredit fiktif biasanya terdeteksi setelah ada kasus gagal bayar.
Biasanya untuk debitur yang sudah lama, bank mengandalkan kepercayaan dan
rating korporasi. Nah ini menjadi satu kelemahan apabila kredit yang diberikan,
seperti channeling, dan bank tidak melakukan pengecakan ulang kepada
nasabah.
Menurut pengakuan Bos BCA yang menjadi korban pembobolan oleh SNP
Finance, modus yang dilakukan diketahu dengan mengajukan kredit fiktif. Nilai
kredit yang diajukan ke bank di mark-up dari nilai sebenarnya. Awal mula
kerjasama antara SNP Finance dengan Bank BCA yaitu pada bulan Juni 2016
dimana SNP Finance mengajukan kredit. Besaran kredit berjenjang hingga
November 2017 nilainya mencapai Rp. 545 Miliar.
Semula SNP mengangsur secara rutin. Sisa kewajiban SNP Finance terus
berkurang hingga menjadi Rp. 210 Miliar. BCA memberikan kepercayaan untuk
menyalurkan kredit kepada SNP Finance karena memiliki kinerja keuangan yang
sehat. Menurut hasil audit Deloitte tahun 2017 dan rating Pefindo Maret 2018,
kondisi keuangan SNP Finance sehat. Bahkan pada Maret 2018, SNP Finance
masih menerbitkan Medium Term Notes (MTN). Pefindo juga menaikan peringkat
utang SNP Finance dari idA- menjadi idA. Pembayaran kredit mulai tersendat
setelah 18 April 2018.
Dampak besar dari kasus ini menurut Ketua Umum Asosiasi Perusahaan
Pembiayaan Indonesia Suwandi Wiratno menilai kasus yang melibatkan
multifinance dengan modus double financing hingga menggunakan piutang fiktif
sebagai jaminan untuk memperoleh kredit bank. Perbankan mulai memperketat
kredit ke multifinance, atau menyebabkan kesulitan bagi multifinance untuk
mendapatkan kredit dari bank.
Salah satu langkah bank untuk menghindari hal serupa, akan mengubah
sikap bank menjadi leih konservatif dan selektif dalam memberikan akses
financial kepada perusahaan pembiayaan atau multifinance. Selain itu bank akan
meminta multifinance untuk menyerahkan asset lebih besar untuk pinjamannya
guna menumbuhkan rasa kepercayaan dengan kreditur.
Ditengah kasus pidana terhadap pengurus SNP Finance, perusahaan
pembiyaan tersebut juga tengah menghadapi ancaman dicabutnya izin usaha
menyusul penetapan pembekuan kegiatan usaha (PKPU) sebagai rentetan kasus
gagal bayar bunga MTN sebesar Rp. 6,75 Miliar.
Mereka terancam pasal 263 KUHP, dan/atau Pasal 372 KUHP, dan/atau
Pasal 378 KUHP, dan/atau pasal 3, pasal 4, pasal 5 undang-undang nomor 8
tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang.
1. Utilitarianisme
Teori utilitarianisme adalah teori etis yang menilai suatu tindakan etis jika
bermanfaat bagi banyak orang, namun mengabaikan motivasi dan integritas
semua pemangku kepentingan pada saat pengambilan keputusan.
Sebenarnya hal ini tentu melanggar etika, Banyak orang yang salah
mengartikan teori ini dengan mengatakan tujuan menghalalkan cara. Namun ini
adalah sebuah aplikasi yang tidak tepat dari teori etika. Bagi para utilitarian,
tujuan akhir tidak pernah membenarkan sarana.
2. Deontologi
Nilai moral yang dimaksud oleh kant yaitu ketika seseorang bertindak
berdasarkan rasa kewajiban. Seseorang akan bertindak dengan benar saat
seseorang itu mengikuti tugas dan kewajiban etikanya. Kaitannya dengan kasus
SNP yaitu SNP tidak bertindak sesuai dengan kewajibannya, tugas atau kegiatan
bisnis SNP yaitu memberikan pembiayaan kepada nasabah, namun dibalik itu
SNP juga memiliki kewajiban untuk melunasi hutangnya kepada pihak debitur.
Pada kenyataannya SNP tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap debitur,
SNP malah melakukan manipulasi untuk menghindarinya. Jadi disini karna pada
dasarnya sumber dana yang didapat SNP yaitu berasal dari pembiayaan Bank,
seharusnya SNP bukan hanya mementingkan seberapa banyak dana yang
diperoleh dari Bank yang akhirnya digunakan untuk pembiayaan kepada
nasabahnya. Tetapi harus memikirkan juga kewajiban pembayaran kepada pihak
debitur atas dana yang didapat.
4. Etika Kebajikan
Sehingga kasus SNP ini telah melanggar etika kebajikan, tidak ada
perbuatan kecurangan yang telah merugikan banyak pihak yang dapat ditolelir.
Karna berdasarkan sumber yang telah kami baca, tidak ada alasan yang jelas
mengapa SNP melakukan manipulasi kredit fiktif. Dapat ditarik kesimpulan, para
pelaku melakukan hal tersbut untuk kepentingan pribadinya masing-masing.
5. Imajinasi Moral
Imajinasi moral berati datang dari sebuah solusi konservatif dan inovatif
untuk suatu dilemma etika. Seperti yang telah dijelaskan pada teori
utilitarianisme, terdapat beberapa alternative yang dapat diambil oleh SNP untuk
menangani masalah keuangannya. Bisa menggunakan cara yang baik atau
beretika dan dengan cara yang tidak baik namun memiliki hasil yang sama. Hal ini
tergantung dari imajinasi seorang manajer untuk mengambil keputusan yang
seperti apa.