Anda di halaman 1dari 21

37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Dari pelaksanaan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu melakukan observasi

ke sekolah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jadwal mata pelajaran serta

memperoleh informasi tentang pengetahuan hasil belajar siswa. Dalam penelitian

ini, peneliti terlibat langsung sebagai motivator dan fasilitator dalam proses

belajar mengajar di kelas. Materi yang diambil dalam penelitian ini adalah ikatan

kimia yang menggunakan model pembelajaran corousel.

4.1.1. Deskripsi Tingkat Penguasaa Siswa Hasil Tes awal

Tes awal adalah tes kepada siswa mengenai pelajaran yang sudah

didapatkan pada pertemuan sebelumnya (materi stuktur atom dan sistem

periodik) yang ada keterkaitannya dengan pelajaran yang akan diajarakan

sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, seperti terlihat pada tabel 4.1 berikut

ini.

Tabel 4.1 Tingkat Penguasaan Tes Awal Siswa

Frekuensi Relatif
Interval Nilai Frekuensi Kualifikasi
(100 %)
86-100 2 10 % Sangat Baik
76-85 2 10% Baik
70-75 2 10% Cukup
60-69 13 65 % Kurang
≤ 59 1 5% Gagal
Jumlah 20 100
Sumber: Hasil Peneiitian (Lampiran 2.c)
38

Tabel 4.1 Menggambarkan perolehan hasil belajar tes awal siswa yaitu

terdapat 2 siswa (10 %) dengan kualifikasi sangat baik, 2 siswa (10 %)

dengan kualifikasi baik, 2 siswa (10 %) dengan kualifikasi cukup, 13 siswa

(65 %) dengan kualifikasi kurang, dan 1 siswa (5 %) dengan kualifikasi

gagal. Berdasarkan hasil tes awal, maka dapat diasumsikan bahwa sebagian

besar (14 siswa) belum siap untuk mengikuti proses pembelajaran berikutnya

dengan materi ikatan kimia.

4.1.2. Deskripsi Tingkat Penguasaan Siswa Yang Dinilai Selama Proses

Pembelajaran.

A. Kemampuan Kognitif Siswa

1. Skor Perolehan LKS

Adapun pada Tabel 4.2 dapat dilihat skor perolehan LKS siswa pada

pertemuan 1-2, sebagai berikut :

Tabel 4.2 Data Skor Perolehan LKS Siswa Pada Pertemuan 1-2

Interval Pertemuan 1 Pertemuan 2 Kualifikasi


Nilai Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
(100 %) (100 %)
86 – 100 9 30 % 10 55 % Sangat Baik
76 – 85 6 30 % 6 35 % Baik
70 – 75 3 40 % 3 10 % Cukup
60 – 69 2 10 % 1 5% Kurang
≤ 59 - - - - Gagal
Jumlah 20 100 20 100
Sumber : Hasil Penelitian (Lampiran 7.c dan 7.d )

Tabel 4.2 Menggambarkan bahwa kemampuan afektif siswa yang dinilai

melalui lembar kerja siswa (LKS) dua kali pertemuan sebagai berikut: pada

pertemuan pertama terdapat 9 siswa (45 %) dengan kualifikasi sangat baik, 6


39

siswa (30 %) dengan kualifikasi baik, 3 siswa (15 %) dengan kualifikasi

cukup, 2 siswa (10 %) dengan kualifikasi kurang, dan tidak ada siswa

dengan kualifikasi gagal.

Sedangkan pada pertemuan kedua, terdapat 10 siswa (50 %) dengan

kualifikasi sangat baik, 6 siswa (30 %) dengan kualifikasi baik, 3 siswa (15

%) dengan kualifikasi cukup, 1 siswa (5 %) dengan kualifikasi kurang, dan

tidak ada siswa dengan kualifikasi gagal.

2. Nilai Rata-Rata Kognitif

Hasil belajar siswa pada aspek kognitif dapat dilihat melalui nilai rata-

rata LKS selama proses pembelajaran, seperti terlihat pada Tabel 4.2 berikut

ini :

Tabel 4.3 Nilai Rata-Rata Kognitif

Interval Frekuensi Relatif


Frekuensi Kualifikasi
Nilai (100 %)
86-100 9 45 % Sangat Baik
76-85 6 30% Baik
70-75 3 15% Cukup
60-69 2 10 % Kurang
≤ 59 - - Gagal
Jumlah 20 100
Sumber: Hasil Peneiitian (Lampiran 6.d)

Tabel 4.3 Menggambarkan bahwa kemampuan siswa pada LKS

mempunyai skor perolehan yang bervariasi yaitu 9 siswa (45 %) dengan

kualifikasi sangat baik, 6 siswa (30 %) dengan kualifikasi baik, 3 siswa (15

%) dengan kualifikasi cukup, 2 siswa (10 %) dengan kualifikasi kurang, dan

tidak ada siswa dengan kualifikasi gagal.


40

B. Kemampuan Afektif Siswa

1. Skor Perolehan Nilai Afektif

Adapun pada Tabel 4.4 dapat dilihat nilai perolehan aaspek afektif siswa

pada pertemuan 1-2, sebagai berikut :

Tabel 4.4 Data Kemampuan Afektif Siswa Pada Pertemuan 1-2

Interval Pertemuan 1 Pertemuan 2 Kualifikasi


Nilai Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
(100 %) (100 %)
86 – 100 6 30 % 11 55 % Sangat Baik
76 – 85 6 30 % 7 35 % Baik
70 – 75 8 40 % 2 10 % Cukup
60 – 69 - - - - Kurang
≤ 59 - - - - Gagal
Jumlah 20 100 20 100
Sumber : Hasil Penelitian (Lampiran 7.c dan 7.d )

Tabel 4.4 Menggambarkan bahwa kemampuan afektif siswa yang

dinilai melalui lembar penilaian pengamatan afektif selama dua kali

pertemuan sebagai berikut: pada pertemuan pertama terdapat 6 siswa (30 %)

dengan kualifikasi sangat baik, 6 siswa (30 %) dengan kualifikasi baik, 8

siswa (40 %) dengan kualifikasi cukup, dan tidak ada siswa dengan

kualifikasi kurang dan kualifikasi gagal.

Sedangkan pada pertemuan kedua, terdapat 11 siswa (55 %) dengan

kualifikasi sangat baik, 7 siswa (35 %) dengan kualifikasi baik, 2 siswa (10

%) dengan kualifikasi cukup, dan tidak ada siswa dengan kualifikasi kurang

dan kualifikasi gagal.


41

2. Nilai Rata-Rata Aspek Afektif

Hasil belajar siswa pada aspek afektif yang dinilai melalui lembaran

penilaian afektif selama proses pembelajaran pada pertemuan 1-2

ditunjukkan pada tabel nilai rata-rata afektif, sebagai berikut :

Tabel 4.5 Nilai Rata-Rata Afektif

Interval Frekuensi Relatif


Frekuensi Kualifikasi
Nilai (100 %)
86-100 11 55 % Sangat Baik
76-85 7 35 % Baik
70-75 2 10 % Cukup
60-69 - - Kurang
≤ 59 - - Gagal
Jumlah 20 100
Sumber: Hasil Peneiitian (Lampiran 7.e)

Tabel 4.5 Menggambarkan bahwa kemampuan siswa pada aspek

afektif mempunyai skor perolehan yang bervariasi yaitu 11 siswa (50 %)

dengan kualifikasi sangat baik, 7 siswa (35 %) dengan kualifikasi baik, 2

siswa (10 %) dengan kualifikasi cukup, dan tidak ada siswa dengan

kualifikasi kurang dan kualifikasi gagal.

C. Kemampuan Psikomotor Siswa

1. Skor Perolehan Psikomotor Siswa

Adapun pada Tabel 4.2 dapat dilihat skor perolehan LKS siswa pada

pertemuan 1-2, sebagai berikut :


42

Tabel 4.6 Data Kemampuan Psikomotor Siswa Pada Pertemuan 1-2

Interval Pertemuan 1 Pertemuan 2 Kualifikasi


Nilai Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
(100 %) (100 %)
86 – 100 7 35 % 13 65 % Sangat Baik
76 – 85 6 30 % 6 30 % Baik
70 – 75 7 35 % 1 5% Cukup
60 – 69 - - - - Kurang
≤ 59 - - - - Gagal
Jumlah 20 100 20 100
Sumber : Hasil Penelitian (Lampiran 8.c dan 8.d )

Tabel 4.6 Menggambarkan bahwa kemampuan psikomotor siswa yang

dinilai melalui lembar penilaian pengamatan afektif selama dua kali

pertemuan sebagai berikut: pada pertemuan pertama terdapat 7 siswa (35 %)

dengan kualifikasi sangat baik, 6 siswa (30 %) dengan kualifikasi baik, 7

siswa (35 %) dengan kualifikasi cukup, dan tidak ada siswa dengan

kualifikasi kurang dan kualifikasi gagal.

Sedangkan pada pertemuan kedua, terdapat 13 siswa (65 %) dengan

kualifikasi sangat baik, 6 siswa (30 %) dengan kualifikasi baik, 1 siswa (5 %)

dengan kualifikasi cukup, dan tidak ada siswa dengan kualifikasi kurang dan

kualifikasi gagal.

2. Nilai Rata-Rata Psikomotor

Hasil belajar pada aspek psikomotor yang dinilai melalui lembaran

penilaian psikomotor selama proses pembelajaran pada pertemuan 1-2

ditunjukkan pada table 4.7, sebagai berikut :


43

Tabel 4.7 Nilai Rata-Rata Psikomotor

Interval Frekuensi Relatif


Frekuensi Kualifikasi
Nilai (100 %)
86-100 13 65 % Sangat Baik
76-85 6 30 % Baik
70-75 1 5% Cukup
60-69 - - Kurang
≤ 59 - - Gagal
Jumlah 20 100
Sumber: Hasil Peneiitian (Lampiran 8.e)

Tabel 4.7 Menggambarkan bahwa kemampuan siswa pada aspek

afektif mempunyai skor perolehan yang bervariasi yaitu 13 siswa (65 %)

dengan kualifikasi sangat baik, 6 siswa (30 %) dengan kualifikasi baik, 1

siswa (5 %) dengan kualifikasi cukup, dan tidak ada siswa dengan kualifikasi

kurang dan kualifikasi gagal.

4.1.3. Deskripsi Nilai Proses Pembelajaran

Hasil belajar siswa selama proses pembelajaran baik kognitif, afektif

maupun psikomotor, dapat ditunjukan pada Tabel 4.8, sebagai berikut :

Tabel 4.8 Kualifikasi Nilai Proses

Interval Frekuensi Relatif


Frekuensi Kualifikasi
Nilai (100 %)
86-100 9 45 % Sangat Baik
76-85 8 40 % Baik
70-75 3 15 % Cukup
60-69 - - Kurang
≤ 59 - - Gagal
Jumlah 20 100
Sumber: Hasil Peneiitian (Lampiran 10)
44

Tabel 4.8 Menggambarkan bahwa kemampuan siswa pada aspek

kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor cukup memuaskan yaitu 9

siswa (45 %) dengan kualifikasi sangat baik, 8 siswa (40 %) dengan

kualifikasi baik, 3 siswa (5 %) dengan kualifikasi cukup, dan tidak ada siswa

dengan kualifikasi kurang dan kualifikasi gagal.

4.1.4. Deskripsi Nilai Akhir

Pada penentuan nilai akhir didapat dari nilai tes akhir siswa. Tes akhir

adalah tes yang diberikan kepada siswa setelah proses pembelajaran selesai,

dan hasilnya dapat dilihat pada table 4.3, berikut ini :

Tabel 4.9 Kualifikasi Skor Perolehan Tes Akhir (NA)

Interval Frekuensi Relatif


Frekuensi Kualifikasi
Nilai (100 %)
86-100 10 50 % Sangat Baik
76-85 6 30 % Baik
70-75 4 20 % Cukup
60-69 - - Kurang
≤ 59 - - Gagal
Jumlah 20 100
Sumber: Hasil Peneiitian (Lampiran 9.d)

Tabel 4.9 Menggambarkan bahwa siswa mempunyai skor perolehan

yang bervariasi dan meningkat yaitu 10 siswa (50 %) mampu menguasai

indikator-indikator pembelajaran dengan kualifikasi sangat baik, 6 siswa (30

%) mampu menguasai indikator-indikator pembelajaran dengan kualifikasi

baik, 4 siswa (5 %) mampu menguasai indikator-indikator pembelajaran

dengan kualifikasi cukup, dan tidak ada siswa dengan kualifikasi kurang dan

gagal.
45

Setelah itu dari hasil pencapaian siswa kemudian disesuaikan dengan

Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) Mata pelajarn kimia yaitu 70 yang

ditetapkan di SMA Negeri 3 Leihitu.

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian

Pembahasan hasil penelitian ini didasarkan pada hasil belajar kognitif,

afektif, dan psikomotor yang telah dianalisis secara deskriptif selama proses

pembelajaran di kelas. Adapun pembahasan yang dapat disajikan berikut ini

merupakan perwujudan sebagai bahan tinjauan untuk menjawab rumusan masalah

yang telah diajukan pada bab-bab sebelumnya di atas. Berikut ini adalah sajian

pembahasan hasil penelitian yang dapat dipaparkan sebagai berikut :

4.2.1. Hasil Tes Kemampuan Awal Siswa

Sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model corousel

dan LKS yang dipadukan dengan menggunakan media video, terlebih dahulu

siswa diberikan tes awal (pre test) yang dimaksudkan untuk mengetahui sejauh

mana pengetahuan awal siswa terkait dengan materi yang akan diajarkan. Soal-

soal yang disusun pada tes awal diambil dari tiap sub bab materi struktur atom

dan sistem periodik seperti sifat-sifat keperiodikan unsur, konfigurasi elektron,

dan penentuan periode dan golongan, hal ini dikarenakan sub bab bersyarat

tersebut mempunyai hubungan dengan materi yang akan diajarkan yakni materi

ikatan kimia dengan tujuan untuk melihat kesiapan siswa dalam mengikuti

proses pembelajaran.

Hasil tes awal pada Tabel 4.1 , dan lampiran 2.c, menunjukan bahwa

terdapat 2 siswa (10 %) dengan kualifikasi sangat baik, 2 siswa (10 %) dengan
46

kualifikasi baik, 2 siswa (10 %) dengan kualifikasi cukup, 13 siswa (65 %)

dengan kualifikasi kurang, dan 1 siswa (5 %) dengan kualifikasi gagal.

Hasil tes di atas mengisyaratkan bahwa sebagian besar 14 siswa (70 %)

belum siap mengikuti pelajaran berikutnya. Maka pada proses pembelajaran

pertemuan pertama, peneliti perlu menyinggung dan menekan tiap penjelasan

yang ada kaitannya dengan konfigurasi elektron khususnya peran elektron

valensi dalam pembentukan ikatan. Selanjutnya pada minggu terakhir proses

pembelajaran, peneliti mengulas dan menjelaskan kembali materi struktur atom

dan sistem periodik sebagai bahan pembelajaran bagi siswa.

4.2.2. Hasil Belajar Siswa Selama Proses Pembelajaran

Setelah tes awal dilaksanakan, maka siswa disiapkan untuk mengikuti

proses pembelajaran dengan mengunakan model corousel yang dipadukan

dengan media video, kemudian siswa diberi LKS. Dimana LKS ini berisi

petunjuk atau cara menyelesaikan soal-soal yang diberikan terkait dengan

materi yang dipelajari, sehingga dengan sendirinya dapat membangun

pengetahuannya dan menemukan konsep melalui keterlibatan aktif dalam

proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model

corousel yang dipadukan dengan media video terdapat tiga aspek penilaian

yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

A. Deskripsi Hasil Kemampuan Siswa Aspek Kognitif

Bloom (dalam Arifin, 2009) menyatakan bahwa domain kognitif adalah

ranah yang menyangkut kegiatan otak, artinya segala upaya yang menyangkut

aktifitas otak termasuk dalam ranah kognitif.


47

Aspek kognitif yang dinilai dalam penelitian ini yaitu penilaian LKS

selama proses pembelajaran, dan tes akhir untuk mengevaluasi pembelajaran

siswa. Dimana tes akhir dilakukan pada akhir pembelajaran. Hasil penilaian

aspek kognitif selama proses pembelajaran dilihat dari tingkat penguasaan

siswa menjawab LKS. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa

mampu menguasai materi yang telah diajarkan selama proses pembelajaran

berlangsung.

Pertanyaan atau soal yang berada pada LKS pertemuan pertama dapat

dilihat pada Lampiran 5.a, dan bentuk soalnya esay yang terdiri dari 4 soal,

serta hasil skor perolehan LKS pertemuan pertama masing-masing siswa dapat

dilihat pada Lampiran 5.c. Pertanyaan atau soal yang berada pada LKS

pertemuan kedua dapat dilihat pada Lampiran 6.a , dan bentuk soalnya esay

yang terdiri dari 4 soal , serta hasil skor perolehan LKS pertemuan kedua

masing-masing siswa dapat dilihat pada Lampiran 6.c. pada pertemuan kedua

terjadi peningkatan penguasaan siswa pada LKS yang cukup baik.

Secara keseluruhan kualifikasi nilai rata-rata LKS pada pertemuan satu

dan dua, dapat dilihat pada Tabel 4.3, dan Lampiran 6.d, dan hasilnya

menunjukan bahwa terdapat 9 siswa (45 %) dengan kualifikasi sangat baik, 6

siswa (30 %) dengan kualifikasi baik, 3 siswa (15 %) dengan kualifikasi cukup,

2 siswa (10 %) dengan kualifikasi kurang, dan tidak terdapat siswa dengan

kualifikasi gagal.

Dua siswa yang berada pada kualifikasi kurang disebapkan karena tidak

mengikuti langkah-langkah dengan baik dalam menyelesaikan soal, sehingga


48

yang didapat belum sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, siswa

tersebut sering deberikan bimbingan, penguatan dalam bentuk penjelasan, serta

pemahaman tentang materi yang belum dipahami.

Sejalan dengan itu Slavin, 1995 dalam wenno berpendapat bahwa siswa

akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit

apabila mereka saling mendiskusikan konsep-konsep itu dengan teman-

temannya. Siswa juga akan bekerjasama dalam belajar dan bertanggung jawab

atas pembelajarannya sendiri. Dalam kelompok dengan kemampuan yang

heterogen, siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang membantu satu

sama lain serta membantu siswa dalam menerima perbedaan pendapat, dan

bekerjasama dengan teman yang berbeda latar belakangnya, (wenno, 2008 : 57-

58). Namun sejalan dengan itu, peneliti perlu memberikan penguatan dan

kesiapan kepada siswa untuk mengikuti proses pembelajaran berikutnya.

B. Deskripsi Hasil Kemampuan Siswa Aspek Afektif

Penilaian kemampuan siswa berdasarkan aspek afektif dilakukan pada

saat proses pembelajaran berlangsung menggunakan model pembelajaran

corousel, dengan menggunakan lembaran observasi afektif, dan yang

mengamati adalah Bapak Ridwan Paisuly, S.Pd, selaku guru mata pelajaran

kimia kelas X pada SMA Negeri 3 Leihitu, Kabupaten: Maluku Tengah.

Penilai aspek afektif siswa terdiri dari beberapa aspek yaitu kehadiran,

minat, dan keseriusan siswa di kelas dalam proses pembelajaran, menghargai

pendapat teman pada saat berdiskusi, kesopanan siswa dalam menjawab


49

pertanyaan yang disampaikan oleh guru maupun teman yang lain, dan siswa

memberikan solusi sesuai/terkait dengan materi pembelajaran.

Kemampuan afektif siswa yang berhubungan dengan sikap selama

proses pembelajaran berlangsung pada pertemuan pertama, yaitu ditujukan

pada Tabel 4.4 dan Lampiran 7.c, dimana hasilnya sebagai berikut : 6 siswa (30

%) dengan kualifikasi sangat baik, 6 siswa (30 %) dengan kualifikasi baik, 8

siswa (40 %) dengan kualifikasi cukup, dan tidak ada siswa dengan kualifikasi

kurang dan kualifikasi gagal.

Data hasil penelitian aspek afektif pada pertemuan pertama menunjukan

bahwa afektifitas siswa sudah berjalan dengan baik, namun ada aspek seperti

menghargai pendapat teman dan memberikan solusi masih ada yang malu-malu

atau belum berani dalam memberikan tanggapan. Untuk mengatasi hal seperti

ini, peneliti memberikan motivasi dan bimbingan kepada siswa agar tetap

berani dalam menyampaikan pendapat.

Sedangkan pada pertemuan kedua, kemampuan siswa dapat dilihat pada

Lampiran 7.d, dimana hasilnya sebagai berikut : 11 siswa (55 %) dengan

kualifikasi sangat baik, 7 siswa (35 %) dengan kualifikasi baik, 2 siswa (10 %)

dengan kualifikasi cukup, dan tidak ada siswa dengan kualifikasi kurang dan

kualifikasi gagal.

Berdasarkan hasil belajar aspek afektif pada pertemuan pertama dan

pertemuan kedua menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan pada

pertemuan kedua daripada pertemuan pertama. Hal ini dapat dilihat ketika

siswa hadir, berminat, dan serius dalam proses pelaksanaan pembelajaran,


50

saling menghargai, memberikan solusi sesuai dengan materi yang dipelajari,

sopan dalam menjawab pertanyaan yang disampaikan, serta berpartisipasi di

dalam kelompok dengan terlibat dalam pemecahan masalah serta tidak ada

siswa yang mengeluh berada di kelompok yang sudah ditentukan oleh guru.

Secara keseluruhan, nilai rata-rata dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan

lampiran 7.e., yang hasilnya sebagai berikut : 11 siswa (50 %) dengan

kualifikasi sangat baik, 7 siswa (35 %) dengan kualifikasi baik, 2 siswa (10 %)

dengan kualifikasi cukup, dan tidak ada siswa dengan kualifikasi kurang dan

kualifikasi gagal.

Dari hasil data di atas menunjukan bahwa sebagian besar siswa mampu

memenuhi kriteria penilaian aspek afektif dan tidak ada siswa yang tidak

memenuhi kriteria penilaian ini. Selain itu beberapa pakar mengatakan bahwa

sikap siswa dapat diramalkan perubahannya bila siswa telah memiliki

penguasaan terhadap aspek kognitif, (Sudijono, 1995 : 54)

C. Deskripsi Hasil Kemampuan Siswa Aspek Psikomotor

Penilaian kemampuan siswa berdasarkan aspek psikomotor dilakukan

pada saat proses pembelajaran berlangsung menggunakan model pembelajaran

corousel, dengan menggunakan lembaran observasi psikomotor, dan yang

mengamati adalah Bapak Ridwan Paisuly, S.Pd, selaku guru mata pelajaran

kimia kelas X pada SMA Negeri 3 Leihitu, Kabupaten: Maluku Tengah.

Penilaian aspek psikomotor siswa terdiri dari beberapa aspek yaitu

kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti

dengan baik dan benar, kemampuan siswa menyampaikan ide atau gagasan
51

pada proses pembelajaran, keaktifan siswa bekerjasama dalam kelompok untuk

menyelesaikan pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti, dan kemampuan

siswa menyampaikan pertanyaan terkait dengan materi yang dipelajari.

Kemampuan psikomotor siswa yang berhubungan dengan kemampuan

motorik atau kegiatan yang memerlukan kordinasi saraf dan kordinasi badan

selama proses pembelajaran berlangsung pada pertemuan pertama, yaitu

ditunjukan pada Tabel 4.6 dan Lampiran 8.c, di mana hasilnya sebagai berikut :

7 siswa (30 %) dengan kualifikasi sangat baik, 6 siswa (30 %) dengan

kualifikasi baik, 7 siswa (35 %) dengan kualifikasi cukup, dan tidak ada siswa

dengan kualifikasi kurang dan kualifikasi gagal.

Dari data hasil penilaian aspek psikomotor pertemuan pertama

menunjukan bahwa tidak ada siswa dengan kualifikasi kurang dan kualifiksai

gagal. Namun pada kualifikasi cukup menunjukan bahwa masih terdapat

banyak siswa yang belum terampil menyelesaikan pertanyaan dan

menyampaikan pertanyaan terkait dengan materi yang diajarkan. Olehnya itu

peneliti juga memberikan penguatan atau penjelasan terkait dengan materi

sehingga yang tadinya kurang tepat menjadi tepat.

Sedangkan pada pertemuan kedua, kemampuan siswa dapat dilihat pada

Tabel 4.7 dan Lampiran 8.d, dimana hasilnya sebagai berikut : 13 siswa (65 %)

dengan kualifikasi sangat baik, 6 siswa (30 %) dengan kualifikasi baik, 1 siswa

(5 %) dengan kualifikasi cukup, dan tidak ada siswa dengan kualifikasi kurang

dan kualifikasi gagal.


52

Berdasarkan aspek psikomotor siswa pada pertemuan pertama dan kedua

menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan pada pertemuan kedua. Hal ini

dapat dilihat ketika siswa mampu dalam menjawab pertanyaan yang

disampaikan dengan baik dan benar, aktif bekerjasama dalam kelompok,

mampu menyampaikan pertanyaan terkait dengan materi yang dipelajari, dan

tidak ada siswa yang mengeluh berada pada kelompok yang sudah ditentukan

oleh peneliti. Pada tahap ini, peneliti memberikan penghargaan ataupun pujian.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Lucy (dalam Isjoni, 2009) bahwa salah

satu cara untuk mengembangkan motivasi siswa adalah dengan memberikan

penghargaan dan pujian pada setiap usaha yang dilakukan siswa.

4.2.3. Deskripsi Nilai Akhir Siswa

Setelah proses kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan

menggunakan model corousel menggunakan media video dan menggunakan

LKS, maka selanjutnya dilakukan tes akhir (peneliti melakukan tes akhir pada

pertemuan ke tiga, dimana peneliti meminta waktu kepada guru mata pelajaran

untuk melakukan tes akhir pada pertemuan selanjutnya), yakni tes yang

dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai dengan tujuan untuk

mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat

dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh siwa, (Sudijono, 2009: 70).

Menurut Suryo Subroto (2002, 168) menyatakan bahwa tes akhir adalah

tes yang diberikan kepada siswa setelah proses belajar mengajar selesai. Maka

dapat disimpulkan bahwa tes akhir adalah suatu bahan evaluai pembelajaran

bagi siswa dan peneliti untuk melihat keberhasilan dalam proses pembelajaran
53

yaitu sebagai penentu nilai akhir (NA) siswa. Hal ini sejalan dengan Arikunto

(2005:102) yang menyatakan bahwa guru mempunyai pendapat tersendiri

tentang cara penentuan nilai akhir (hasil belajar), yang dipengaruhi oleh

pandangan-pandangan tentang pentingnya bagian-bagian kegiatan belajar

mengajar.

Berdasarkan hasil analisis data nilai akhir yang diperoleh siswa pada

Tabel 4.9, sebagai berikut : 10 siswa (50 %) mampu menguasai indikator-

indikator pembelajaran dengan kualifikasi sangat baik, 6 siswa (30 %) mampu

menguasai indikator-indikator pembelajaran dengan kualifikasi baik, 4 siswa

(20 %) mampu menguasai indikator-indikator pembelajaran dengan kualifikasi

cukup, dan tidak ada siswa dengan kualifikasi kurang dan gagal.

Sehingga sebagian besar siswa mampu memenuhi kriteria ketuntasan

pada materi yang telah diajarkan, meskipun dengan kualifikasi yang berbeda-

beda. Selain itu juga, menunjukkan sebagian besar siswa menguasai indikator-

indikator pembelajaran ikatan kimia dengan menggunakan model corousel dan

LKS dipadukan dengan media video dapat meningkatkan hasil belajar siswa,

baik itu hasil belajar aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotor.

Sehingga semua siswa dikatakan tuntas. Hal ini sejalan (Sudjana & Rivai 2011)

dengan yang menyimpulkan bahwa media video dapat membuat siswa tidak

merasa bosan dan tidak hanya menggunakan komunikasi verbal dan juga tidak

hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati.
54

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penguasaan siswa terhadap tiga aspek dan nilai akhir (NA), yaitu :

a. Aspek Kognitif : 9 siswa (45 %) dengan kualifikasi sangat baik, 6 siswa (30

%) dengan kualifikasi baik, 3 siswa (15 %) dengan kualifikasi cukup, 2

siswa (10 %) dengan kualifikasi kurang, dan tidak ada siswa dengan

kualifikasi gagal.

b. Aspek Afektif : 11 siswa (50 %) dengan kualifikasi sangat baik, 7 siswa (35

%) dengan kualifikasi baik, 2 siswa (10 %) dengan kualifikasi cukup, dan

tidak ada siswa dengan kualifikasi kurang dan kualifikasi gagal.

c. Aspek Psikomotor : 13 siswa (65 %) dengan kualifikasi sangat baik, 6

siswa (30 %) dengan kualifikasi baik, 1 siswa (5 %) dengan kualifikasi

cukup, dan tidak ada siswa dengan kualifikasi kurang dan kualifikasi gagal.

d. Hasil perolehan nilai akhir : 10 siswa (50 %) mampu menguasai indikator-

indikator pembelajaran dengan kualifikasi sangat baik, 6 siswa (30 %)

mampu menguasai indikator-indikator pembelajaran dengan kualifikasi

baik, 4 siswa (20 %) mampu menguasai indikator-indikator pembelajaran

dengan kualifikasi cukup, dan tidak ada siswa dengan kualifikasi kurang

dan gagal.
55

Berdasarkan hasil penilitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model

pembelajaran corousel dengan menggunakan media video dapat diterapkan

pada materi ikatan kimia , serta dapat mengantarkan siswa kelas X SMA

Negeri 3 Leihitu dengan mencapai Kriteria Kentutasan Minimum (KKM).

5.2. Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian dan kesimpulan :

a. Sebaiknya dalam pengolahan kegiatan pembelajaran, seorang guru

memiliki model dan pendekatan pemebelajaran yang disesuaikan dengan

karakteristik materi yang akan diajarkan.

b. Perlu pertimbangan agar model pembelajaran corousel digunakan dalam

pengeajarn kimia.

c. Lebih memanfaatkan berbagai macam media yang tersedia untuk

digunakan untuk kebutuhan pengetahuan siswa dalam memahami setiap

konsep materi.

d. Bagi siswa, agar selalu memicu semangat dalam belajar, serta

mengeluarkan daya kreatifitas dan membangun kemampuan berfikir kritis

dan inovatif.
56

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Rosdakarya

Arikunto, S. 2005. Menejmen Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Cahyani, 2010. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Usaha Nasional.

Daryanto. (2010). Media Pembelajaran Peranannya Sangat Penting Dalam


Mencapai Tujaun Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
Firman. 2000. Beberapa Pokok Pikiran Tentang Pembelajaran Kimia Di
SLTA.Makalah Pada Diskusi Guru Kimia Aliyah Jawa Barat. Bandung:
BPG.
Isjoni. 2009. Cooperative learning. Bandung: alfabeta
Kustandi, E dan Bambang Sutjipto. (2013). Media Pembelajaran Manual dan
Digital Edisi Kedua. Bogor: Ghalia Indonesia.
Mayer, R.E. 2009. Multimedia Learning, Prinsip-Prinsip Dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mulyasa.1992.Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Purba, M. 2006. Kimia untuk SMA kelas X. Penerbit: Erlangga.

Purnawan, C dan Rohmatyah A. N, 2013. Kimia untuk SMA/MA kelas x. Siduarjo:


Masmedia.
Purwanto, 1990. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Ratumanan, 2004. Proses Belajar. Jakarta: Unesa Press.

Rusman. (2012). Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer Mengembangkan


Profesionalisme Guru Abad 21. Bandung: Alfabeta

Sadiman, AS. (2009). Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan.Jakarta: Kencana.

Sudjana, N & Ahmad Rivai. (2011). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.

Sudjana. 2006. Penilaian Proses Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Remaja


Rosdakarya.
57

Sudijono A, 1995. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Sudijono. 2009. Pengantar dan Evaluasi Belajar. Jakarta : Rajawali

Surya Subroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta: Rineka


Cipta.

Sutatmi, S. 2005, Teknologi Informatika dan Komunikasi 2. Klaten:


Yudhistira.

Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning, Teori Dan Aplikasi PAIKEM. Jakarta:


Bumi Aksara.

Spencer Kagen, 1993. Model Pembelajaran Number Head Together. Jakarta:


Usaha Nasional.

Wina Sanjaya.(2006). Strategi Pembelajaran berorientasi standar proses


pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 100 Lampiran 1.
Nilai Hasil UTS Kelas VB dan VC

Wenno I.H., 2008. Strategi Belajar Mengajar Sains Berbasis Kontekstual, Inti
Media, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai