Tugas 1 TKSBL (Degradasi Lahan)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 8

Latar Belakang

Lahan merupakakan suatu bentang alam yang terdiri atas komponen tanah, iklim, topografi, bahan
induk, dan hidrologi. Lahan akan memberikan fungsinya secara optimal dan berlanjut apabila
keseimbangan di dalamnya tidak mengalami pergeseran. Namun, dewasa ini beberapa komponen lahan
sudah tidak dapat menjalankan fungsinya secara optimal dan mengalami penurunan kualitas atau
degradasi. Hal tersebut dikarenakan oleh berbagai macam faktor baik faktor alam maupun buatan
(dipengaruhi oleh aktivitas manusia). Faktor alam yang menyebabkan degradasi lahan relatif kecil
sedangkan faktor buatan atau aktivitas manusia lebih banyak menyebabkan degradasi di lahan
pertanian.

Adapun faktor yang menyebabkan degradasi pada lahan pertanian dan solusinya adalah sebagai berikut.

Degradasi pada lahan pertanian

Degradasi pada lahan pertanian dapat terjadi secara fisik, kimia dan biologi. Degradasi pada lahan
pertanian dapat disebabkan oleh faktor alam, namun sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia.
Berikut adalah macam-macam degradasi pada lahan pertanian.

a. Erosi

Erosi merupakan proses penghancuran tanah yang diikuti oleh translokasi dan pengendapan tanah dan
material yang dikandungnya di tempat yang lebih rendah. Erosi sering menjadi masalah bagi lahan-lahan
pertanian khususnya lahan pertanian yang berlereng. Erosi dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi,
struktur tanah yang tidak mantab, lereng, vegetasi, dan pengolahan. Kebanyakan kasus erosi yang
terjadi dewasa ini dipengaruhi oleh faktor pengolahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lahan.
Sebagai contoh lahan berlereng yang dijadikan lahan pertanian namun tidak dibuat bangunan konservasi
seperti teras.

Erosi dapat menyebabkan degradasi lahan karena hilangnya tanah lapisan atas yang relatif subur. Tanah
lapisan atas yang dipindahkan turut membawa material yang terkandung di dalamnya, seperti bahan
organik dan unsur hara. Hal tersebut menyebabkan menurunnya kesuburan tanah. Secara fisik,
hilangnya tanah lapisan atas berpengaruh pada ketebalan solum tanah yang berpengaruh terhadap
tunjangan mekanik terhadap akar. Secara biologi, mikroorganisme kehilangan lingkungan hidup
sehingga kelimpahannya dapat menurun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widianto et al, hutan yang dibuka untuk lahan pertanian
kopi monokultur mengalami limpasan permukaan 124 mm jauh lebih tinggi daripada hutan alami yang
hanya 24 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertanian relatif rawan mengalami degradasi lahan
akibat erosi.

b. Longsor

Sama halnya dengan longsor yang terjadi di hutan, longsor yang terjadi di lahan pertanian juga
menyebabkan degradasi lahan bahkan berdampak kompleks, tidak hanya bagi kualitas lahan namun juga
perekonomian petani. Berbeda dengan hutan, longsor yang terjadi di lahan pertanian cenderung
diakibatkan oleh aktivitas manusia, antara lain hilangnya penutupan vegetasi karena vegetasi alami
hutan diganti dengan vegetasi tanaman budidaya, lahan digunakan tanpa memperhatikan daya dukung
lahan serta perubahan kemiringan lereng yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi.

Longsor menyebabkan degradasi lahan karena perpindahan material ke bagian yang lebih rendah.
Berpindahnya material tersebut turut membawa kesuburan yang dimilikinya. Akibatnya, lokasi asal
mengalami penurunan kesuburan tanah.

c. Pencemaran agrokimia

Penggunaan agrokimia (pupuk dan pestisida) yang tidak tepat dapat menyebabkan degradasi lahan.
Dampak penggunaan agrokimia antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian,
gangguan kesehatan petani, menurunya keanekaragaman hayati, ketidak berdayaan petani dalam
pengadaan bibit, pupuk kimia dan dalam menentukan komoditas yang akan ditanam.

Dampak penggunaan pupuk terhadap tanah antara lain penurunan pH tanah karena sebagian besar
pupuk buatan mengandung sulfur. Selain itu, apabila pupuk yang mengandung satu unsur hara diberikan
dalam jumlah yang berlebih dapat mengganggu keseimbangan unsur hara dalam koloid tanah, akibatnya
unsur hara lain menjadi tidak tersedia. Secara fisik, pemberian pupuk dapat menyebabkan flokulasi atau
dispersi yang menyebabkan rusaknya agregat tanah. Secara biologi, keadaan tanah yang tidak
menguntungkan bagi lingkungan hidup organisme akan menyebabkan kelimpahan organisme menurun
yang berdampak pada sifat tanah yang lain.

Sedangkan dampak pestisida terhadap tanah terkait dengan residu yang menjadi pencemar baik bagi
tanah maupun air. Pestisida seringkali mengandung logam berat yang bersifat toksik bagi tanaman dan
pencemar bagi tanah dan air.

Untuk memperbaiki kualitas tanah yang telah menurun baik secara fisik, kimia, dan biologi dapat
dilakukan upaya rehabilitasi lahan. Berbagai bentuk rehabilitasi lahan yang dapat dilakukan antara lain:

a. Memilih sistem pertanian agroforestri

Pemilihan sistem agroforestri dilakukan untuk mendapatkan fungsi yang serupa dengan hutan. Hal
tersebut penting untuk mendapatkan siklus yang seimbang, baik siklus hara, siklus karbon, maupun
siklus hidrologi. Dengan demikian, kesuburan tanah dapat dijaga dengan sistem agroforestri.

Selain itu, sistem multistrata dapat melindungi tanah dari pukulan air hujan karena air hujan
terintersepsi pada tajuk-tajuk tanaman. Hal tersebut dapat melindungi tanah dari erosi.

b. Melakukan teknik penanggulangan erosi dan longsor secara vegetatif dan mekanik

Untuk menanggulangi longsor secara vegetatif dapat dibuat dengan menanam pohon. Karena pohon
dapat berfungsi untuk intersepsi hujan, seresah melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan
secara langsung, menyalurkan air ke daerah perakaran dan merembeskannya ke lapisan yang lebih
dalam serta melepasnya secara perlahan-lahan. Pemilihan tanaman untuk konservasi harus diperhatikan
kemampuan adaptasi dengan lingkungan setempat, relatif cepat tumbuh, serta memiliki perakaran yang
dalam dan rapat.

Selain menanam pohon konservasi tanah vegetatif juga dapat dilakukan dengan menanam semak.
Semak berfungsi untuk intersepsi air hujan strata/ lapisan kedua setelah pohon sehingga energi pukulan
air hujan semakin kecil. Untuk intersepsi strata/ lapisan ketiga dapat ditanam rumput. Selain intersepsi
hujan, rumput juga berfungsi dengan menghasilkan eksudat akar sebagai perekat agregat tanah.

Konservasi tanah dan air secara mekanik dapat dilakukan dengan membuat terasering pada lahan
berlereng, membuat saluran drainase, bangunan penahan material longsor, serta dam pengendali.
Terasering dimaksudkan untuk memanipulasi kelerengan. Teras-teras dibuat searah dengan kontur atau
tegak lurus dengan arah lereng agar dapat meminimalkan limpasan permukaan. Jenis teras disesuaikan
dengan kelerangan. Bila lereng semakin curam maka dibuat teras bangku, sedangkan bila lereng agak
datar dapat dibuat teras gulud.

Saluran drainase yang dapat dibuat antara lain saluran pengelak yang berfungsi untuk mencegah
masuknya aliran permukaan dari daerah di atasnya ke daerah di bawahnya yang rawan longsor,
mengalirkan kelebihan air ke saluran pembuangan, serta memperpendek lereng sehingga mengurangi
erosi. Selain saluran pengelak terdapat saluran teras yang berfungsi menampung air yang mengalir dari
teras dan memberi kesempatan air untuk masuk ke dalam tanah. Ada pula saluran pembuangan air yang
berfungsi untuk menampung dan membuang air dari saluran pengelak dan saluran teras ke sungai atau
tempat penampungan lainnya tanpa menyebabkan erosi. Selain itu, ada pula bangunan terjunan yang
berfungsi mengurangi kecepatan aliran air sehingga tidak merusak dan memperpendek panjang lereng
untuk memperkecil erosi.

Untuk konservasi mekanik lainnya dapat dibuat bangunan penahan longsor, antara lain bronjong dan
bangunan penguat tebing. Bronjong dapat dibuat dari bambu maupun batu yang berfungsi untuk
penahan material longsor. Sedangkan bangunan penguat tebing dibuat dengan tujuan menahan
longsoran tanah pada tebing yang sangat curam.

Bangunan terakhir untuk konservasi secara mekanik adalah dam pengendali. Dam pengendali dapat
dibuat secara permanen dan disusun dari batuan lepas. Dam pengendali merupakan cara terkhir dalam
konservasi secara mekanik karena bangunan ini membutuhkan biaya yang mahal.

c. Menambahkan bahan organik

Penambahan bahan organik sangat penting dilakukan mengingat bahan organik memiliki fungsi yang
kompleks yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Secara fisik bahan organik
mampu mereduksi pemadatan tanah khususnya yang bertekstur liat akibat kelebihan kapur. Hal
tersebut karena bahan organik memiliki sifat yang dapat memperbaiki agregat tanah sehingga
mempengaruhi kemantapan agregat dan porositas tanah. Pada dasarnya hubungan bahan organik
dengan liat sangat kompleks tidak hanya menyangkut sifat fisik tetapi juga kimia dan biologi. Hal ini
karena asam humat dan fulvic dan polimernya dijerap di permukaan mineral oleh grup fungsional, yang
paling penting adalah karboksil (-COOH) dan karbonil (-C=O), hidroksil (-OH), amino (=NH), dan amina (-
NH2). Banyak polimer tersebut yang berikatan dengan hidrogen, yang juga berfungsi sebagai agen
pengikat antar mineral. Hal tersebut yang menyebabkan bahan organik mampu menstabilkan agergat.

Secara kimia, bahan organik memiliki muatan negatif (-), yang memungkinkan mengikat basa-basa yang
bermuatan positif (+) agar tidak ikut tercuci. Selain itu, bahan organik dapat bertindak sebagai buffer pH
yang dapat mengikat Al3+ dan Fe3+ pada tanah masam dan mengikat Ca2+ dan Mg2+ pada tanah basa
sehingga dapat menjaga keseimbangan reaksi koloid tanah.

Secara umum Pemberian bahan organik jerami dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, yaitu meningkatkan
aktivitas mikroba, meningkatkan pH H20, meningkatkan selisih pH, meningkatkan pH NaF (mendorong
pembentukan bahan anoganik tanah yang bersifat amorf), meningkatkan pH 8,2 atau KTK variabel yang
tergantung pH, menurunkan Aldd dan meningkatkan C-organik tanah. Penurunan Aldd selain
disebabkan oleh kenaikan pH dan pengikatan oleh bahan-bahan tanah bermuatan negatif, juga
disebabkan karena pengkhelatan senyawa humit. Peranan asam fulvik dalam mengkhelat Al jauh lebih
tinggi dibandingkan asam humik sekitar tiga kalinya.

d. Bioremediasi

Bioremediasi adalah proses pembersihan, perusakan atau pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat
pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbondioksida dan air). Teknik
dasar yang biasanya digunakan dalam bioremediasi antara lain: stimulasi aktivitas mikroorganisme asli
(di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrient, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dan
sebagainya; inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang
memiliki kemampuan biotransformasi khusus; penerapan immobilized enzymes; serta penggunaan
tanaman (phytoremediation).

Uraian tersebut di atas merupakan degradasi lahan yang terjadi di lahan pertanian. Namun, dewasa ini
pertanian sendiri mengalami degradasi multifungsi pertanian. Degradasi tersebut seiring dengan
menurunnya kualitas lahan pertanian dan desakan ekonomi petani. Proses degradasi multifungsi
pertanian yang paling signifikan adalah konversi lahan pertanian karena proses ini menghilangkan
semua fungsi pertanian bersama hilangnya lahan pertanian itu sendiri. Padahal fungsi pertanian sangat
kompleks antara lain penghasil produk pertanian, pemelihara pasokan air tanah, berperan dalam
mitigasi banjir, pengendali erosi tanah, penambat gas karbon, penyegar udara, pendaur ulang sampah
organic, dan pemelihara keanekaragaman hayati.

Konversi lahan pertanian yang paling umum adalah dengan pembangunan, baik pembangunan
perumahan, industry, bahkan sarana pendidikan. Menurut Winoto (2005), ancaman konversi lahan
sawah teririgasi di Indonesia sebesar 42,40%. Hal tersebut tentu saja mengancam multifungsi pertanian,
khususnya ketahanan pangan mengingat pertumbuhan masyarakat di Indonesia semakin tinggi tetapi
luas lahan pertanian semakin menurun. Meskipun multifungsi lahan pertanian perlu dijaga dengan
menjaga keberadaan lahan pertanian itu sendiri, namun terdapat permasalahan yang umum terjadi,
yaitu rendahnnya apresiasi terhadap pertanian. Meskipun sector pertanian memegang peranan yang
penting bagi keberanjutan kehidupan manusia, namun masyarakat cenderung berfikir bahwa sector
industry dan perdagangan lebih menguntungkan daripada pertanian sehingga tidak menaruh simpati
terhadap pertanian. Pertanian diidentikkan dengan kemiskinan, petani identik dengan dengan miskin
dan kotor sedangkan pengusaha property identik dengan kaya. Hal tersebut yang mendorong konversi
lahan pertanian semakin meluas. Lahan pertanian kemudian semakin terdesak ke lahan-lahan marginal
yang tidak sesuai dengan daya dukungnya. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya erosi dan longsor
serta degradasi lahan yang lebih meluas.

Konversi lahan pertanian ini tidak dapat diatasi secara sepihak, namun membutuhkan integrasi semua
pihak dari semua pemegang kebijakan. Hal ini untuk mengatur tata guna lahan agar multifungsi
pertanian dapat dipertahankan tanpa menyepelekan kepentingan industry dan perekonomian yang lain.
Karena bagaimanapun lahan pertanian bukanlah warisan nenek moyang yang patut dinikmati,
melainkan titipan untuk masa depan generasi berikutnya.

Strategi yang dapat diterapkan untuk mengurangi degradasi lahan pertanian karena konversi lahan
pertanian adalah meningkatkan citra pertanian dan petani, bahwa pertanian tidak sama dengan
kemiskinan; mengubah kebijakan produk pertanian harga murah; meningkatkan apresiasi terhadap
multifungsi pertanian; meningkatkan upaya konservasi pertanian; kerjasama antar lembaga untuk
mempertahankan lahan pertanian.

Daftar Pustaka

Adimihardja, Abdurrahman. 2006. Strategi Mempertahankan Multifungsi Pertanian di Indonesia. Dalam


Jurnal Litbang Pertanian 25(3) 2006. Balai Penelitian Tanah. Bogor

Agus, Fahmuddin et al. 2002. Pilihan Teknologi Agroforestri/ Konservasi Tanah untuk Areal Pertanian
Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat. ICRAF-SEA. Bogor

Anonymous. 2007. Petunjuk Teknis Teknologi Pengendalian Longsor. Departemen Pertanian

Anonymous. 2012. Degradasi Lahan. Dalam http://lasonearth.wordpress.com/makalah/. Tanggal akses


27 Januari 2012

Anonymous. 2012. Soil Organic Matter. Available at http://www.soils.wisc.edu/courses/SS325.htm.


Tanggal akses 30 Januari 2012

Arsyad, Sitanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

Widianto et al. Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Lahan Pertanian: Apakah Fungsi Hidrologis Hutan dapat
Digantikan Kopi Monokultur?. ICRAF-SEA. Bogor

Wongsoatmojo, Suntoro. 2006. Dampak Kegiatan Pembangunan terhadap Degradasi Lahan Pertanian.
Dalam Prospect Edisi Februari 2006 Tahun 2, Nomor 2.
Wongsoatmojo, Suntoro. 2006. Degradasi Lahan dan Ancaman bagi Pertanian. Dalam Solo Pos edisi 7
November 2006.

Faktor terjadinya erosi menurut Prof.Dr.Ir.H. Suntoro Wongso Atmojo. MS. Dalam tulisannya “degradasi
lahan dan ancaman bagi pertanian”, antara lain :

1. Erosi. Erosi tanah merupakan penyebab kemerosotan tingkat produktivitas lahan DAS bagian hulu,
yang akan berakibat terhadap luas dan kualitas lahan kritis semakin meluas. Penggunaan lahan diatas
daya dukungnya tanpa diimbangi dengan upaya konservasi dan perbaikan kondisi lahan sering akan
menyebabkan degradasi lahan Misalnya lahan didaerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai
untuk hutan, apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim akan rentan
terhadap bencana erosi dan atau tanah longsor.

2. Pencemaran Agrokimia. Tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan di lingkungan pertanian


dapat disebabkan karena penggunaan agrokimia (pupuk dan pestisida) yang tidak proporsional. Pada
tahun enampuluhan terjadilah biorevolusi dibidang pertanian, yang dikenal dengan revolusi hijau dan
telah berhasil merubah pola pertanian dunia secara spektakuler, yaitu dengan dikenalkannya
penggunaan agrokimia, baik berupa pupuk kimia maupun obat-obatan (insektisida). Namun, dampak
penggunaan agrokimia mulai dirasakan antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian,
gangguan kesehatan petani, menurunya keanekaragaman hayati, ketidak berdayaan petani dalam
pengadaan bibit, pupuk kimia dan dalam menentukan komoditas yang akan ditanam.

3. Pencemaran Industri. Pencemaran dan kerusakan lingkungan di lingkungan pertanian dapat juga
disebabkan karena kegiatan industri. Pengembangan sektor industri akan berpotensi menimbulkan
dampak negatip terhadap lingkungan pertanian kita, dikarenakan adanya limbah cair, gas dan padatan
yang asing bagi lingkungan pertanian. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa gas buang seperti
belerang dioksida (SO2) akan menyebabkan terjadinya hujan asam dan akan merusak lahan pertanian.
Disamping itu, adanya limbah cair dengan kandungan logam berat beracun (Pb, Ni, Cd, Hg) akan
menyebabkan degradasi lahan pertanian dan terjadinya pencemaran dakhil. Limbah cair ini apa bila
masuk ke badan air pengairan

4. Pertambangan dan galian C. Dampak negatif pertambangan dapat berupa rusaknya permukaan
bekas penambangan yang tidak teratur, hilangnya lapisan tanah yang subur, dan sisa ekstraksi (tailing)
yang akan berpengaruh pada reaksi tanah dan komposisi tanah. Sisa ektraksi ini bisa bereaksi sangat
asam atau sangat basa, sehingga akan berpengaruh pada degradasi kesuburan tanah.

5. Alih fungsi lahan. Konversi lahan pertanian yang semakin meningkat akhir-akhir ini merupakan
salah satu ancaman terhadap keberlanjutan pertanian. Salah satu pemicu alih fungsi lahan pertanian ke
penggunaan lain adalah rendahnya isentif bagi petani dalam berusaha tani dan tingkat keuntungan
berusahatani relatif rendah. Selain itu, usaha pertanian dihadapkan pada berbagai masalah yang sulit
diprediksi dan mahalnya biaya pengendalian seperti cuaca, hama dan penyakit, tidak tersedianya sarana
produksi dan pemasaran. Alih fungsi lahan banyak terjadi justru pada lahan pertanian yang mempunyai
produktivitas tinggi menjadi lahan non-pertanian.
Dengan demikian masalah lahan kritis masyarakat terjadi karena pola pemanfaatan yang tidak tepat
yakni kurang memperhatikan daya dukung dan kesesuaian lahan, yang disebabkan karena aspek
ekonomi yakni kemiskinan dan kekurangpahaman terhadap teknik konservasi.

DAMPAK DARI DEGRADASI LAHAN

1. Perubahan kondisi iklim

Tumbuhan berfungsi untuk meningkatkan penguapan melalui dedaunan (transpirasi) dan menyerap
panas. Jika tumbuhan itu banyak ditebang maka suhu udara akan berkurang dan penguapan semakin
berkurang.

2. Hilangnya spesies

Spesies makhluk hidup yang ada di dalam hutan menjadi hilang atau bahkan punah karena hutan
sebagai habitatnya mengalami kerusakan. Sebagian hewan bermigrasi ke wilayah lain yang kondisi
hutannya lebih baik atau terpaksa masuk ke pemukiman penduduk, merusak kebun atau mengganggu
aktifitas manusia

3. Kerugian ekonomi

Kehilangan berbagai jenis spesies makhluk hidup karena rusaknya lahan menimbulkan kerugian yang tak
ternilai harganya.

4. Banjir

Banjir akan semakin sering terjadi karena berkurangnya infiltrasi dan meningkatnya limpasan
permukaan

5. Berkembangnya masalah kemiskinan di kalangan petani

Berkembangnya masalah kemiskinan di kalangan petani ini ternyadi karena produktifitas lahannya terus
menurun.
6. Terjadinya erosi

Terbukanya lahan karena kerusakan hutan memungkinkan terjadinya erosi yang sangat intensif pada
lahan sehingga tanah menjadi tidak subur.

7. Hilangnya nilai estetika

Nilai estetika dari keanekaragam tumbuhan dan hewan yang hidup pada suatu lahan menjadi hilang.

8. Berkurangnya hasil-hasil hutan yang bernilai

Hasil-hasil hutan yang secara ekonomi dapat memberikan keuntungan seperti kayu, buah-buahan, dan
tanaman obat akan berkurang atau bahkan hilang.

9. Hilangnya lapisan permukaan tanah yang subur, sehingga penjangkaran (pencengkraman) akar
tanaman tidak ada lagi. Selain itu, unsur-unsur hara juga ikut terhanyutkan. Akibatnya tanah tidak subur
lagi dan berkembang menjadi tanah yang tandus.

10.Akibat selanjutnya adalah produksi pertanian menurun. Pengelolaan pertanian menjadi lebih mahal
karena banyak pupuk yang harus dibeli dalam rangka mengembalikan produktivitasnya.

11.Jika biaya produksi pertanian menjadi tinggi, maka menjadikan kemiskinan bagi para petani.

12.Semakin berkurangnya alternatif pengusahaan lahan, sebab jenis tanaman yang dapat tumbuh
semakin terbatas.

13.Karena lahan garapannya sudah tidak subur, maka petani akan membuka hutan untuk dijadikan
sebagai lahan garapan baru. Hal ini sangat berbahaya untuk terjadinya erosi kembali.

14.Hutan semakin gundul dan erosi terus terjadi, akibatnya sumber air tanah semakin berkurang karena
infiltrasi air tidak terjadi lagi. Selanjutnya, air limpasan semakin banyak dan mengakibatkan bahaya
banjir di bagian hilir.

Anda mungkin juga menyukai