Anda di halaman 1dari 8

Ulasan: Chapter 3 buku Accounting Theory milik Godfrey, dkk.

membahas terkait apakah teori dapat


digunakan untuk menjelaskan mengapa suatu regulasi dibutuhkan dalam penyusunan laporan
keuangan. Godfrey memberikan tiga sudut pandang teori beserta contoh penerapannya, yaitu
pertama dipandang dari theory of efficient market dimana informasi akuntansi dipengaruhi oleh
permintaan dari pengguna informasi dan penawaran dari perusahaan dalam bentuk laporan
keuangan. Intervensi pemerintah dalam bentuk regulasi dibutuhkan agar perusahaan menyediakan
laporan keuangan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pengguna. Kedua, agency theory
menganggap informasi akuntansi merupakan hubungan antara pemilik atau pengguna dengan agen
(manager) dan hubungannya dengan motivasi para agen dan bagaimana mendistribusikan risiko
secara efisien. Ketiga yaitu dari sudut pandang teori regulasi yang terdiri dari public interest theory
yaitu regulasi/intervensi pemerintah dibutuhkan untuk mencegah kegagalan pasar, regulatory
capture theory yang menyatakan bahwa ada pihak tertentu yang mengatur para penyusun
ketentuan, dan private interest theory yang meyakini bahwa ada pasar untuk regulasi dimana ada
demand dari kelompok berkepentingan dan supply dari legislator. Kemudian turut dibahas pihak-
pihak yang berperan dalam proses penyusunan laporan keuangan, diantaranya peraturan
perundang-undangan, tata kelola perusahaan, auditor dan pengawasan, serta badan pelaksana
independen. Penjelasan ditutup oleh perkembangan standar akuntansi dan audit internasional.

A. TEORI REGULASI YANG RELEVAN UNTUK AKUNTANSI DAN AUDITING

Capital market theory menjelaskan bahwa manager memiliki banyak dorongan untuk menyediakan
informasi akuntansi ke pihak eksternal dengan keinginan sendiri dan meminta auditor independen
untuk memeriksa informasi akuntansi tersebut. Lalu mengapa kita membutuhkan regulasi terkait
pelaporan keuangan dan standar akuntansi? Ada beberapa teori yang relevan untuk memahami
regulasi terkait penyusunan laporan keuangan sebagai berikut:

1. Theory of efficient markets

Para ekonom yang menganut pasar bebas meyakini bahwa pasar berfungsi paling baik tanpa campur
tangan dari pemerintah dan efisiensi maksimal diperoleh dari kekuatan permintaan dan penawaran
yang menentukan perilaku pasar. Pada saat ini, kekuatan permintaan dan penawaran memiliki
pengaruh besar terhadap arus informasi dan modal. Namun, pemerintah juga memiliki campur
tangan aktif terkait aturan bagaimana pasar bekerja dan ketentuan terkait arus informasi. Intervensi
pemerintah bertujuan untuk memacu perkembangan pasar dan pertumbuhan ekonomi.

Pendekatan pasar bebas meyakini bahwa selayaknya produk lain, informasi akuntansi dipengaruhi
oleh permintaan dari pengguna informasi dan penawaran dari perusahaan dalam bentuk laporan
keuangan. Mekanisme ini akan menghasilkan “harga keseimbangan” untuk informasi akuntansi.
Misalnya ada jenis informasi keuangan baru yang diminta oleh pengguna dan perusahaan berkenan
untuk menyediakannya, harga informasi keuangan itu akan berada di suatu titik dimana penyedia
informasi masih mendapat keuntungan dibanding dengan biaya penyediaan informasinya dan
pengguna masih mendapat manfaat dibanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan
informasi tersebut.
Kritik untuk pendekatan ini menegaskan bahwa informasi akuntansi tidak dapat dipandang seperti
produk, karena termasuk dalam barang publik. Setelah dirilis oleh perusahaan, informasi akuntansi
dapat diakses oleh semua orang. Fenomena ini dapat menimbulkan “free rider problem” dimana
tidak semua pengguna membayar untuk mendapatkan informasi akuntansi. Oleh karena itu,
intervensi peraturan diperlukan untuk memaksa perusahaan agar menyediakan informasi akuntansi
yang dibutuhkan, memastikan tercapainya pasar modal yang efisien, dan informasi yang disediakan
perusahaan dapat dibandingkan dengan perusahaan lain.

2. Agency theory

Agency theory lebih mempertimbangkan informasi akuntansi sebagai pertanggungjawaban


(stewardship) atas kekayaan pemilik yang telah dipercayakan ke pihak agen (manager) dan
hubungannya dengan motivasi para agen dan bagaimana mendistribusikan risiko secara efisien.

Informasi akuntansi dalam tujuan pengambilan keputusan seringkali digambarkan secara statistik.
Informasi bernilai jika dapat meningkatkan alokasi sumber daya dan risiko lebih baik, yaitu dengan
mengurangi ketidakpastian. Ketidakpastian dapat dibagi menjadi ex ante yaitu ketidakpastian yang
muncul sebelum keputusan diambil dan ex post yaitu ketidakpastian yang muncul setelah keputusan
diambil dan hasilnya telah ada. Agency theory fokus pada dampak dari laporan keuangan yang dapat
mempengaruhi ketidakpastian ex post.

Atkinson dan Feltham memandang peran dari pengaturan standar sebagai situasi identifikasi dimana
peningkatan kesejahteraan akan diperoleh dari kebijakan pelaporan keuangan yang ditentukan.
Perbaikan kesejahteraan terkait dengan perbandingan Pareto. Kebijakan A akan dipilih apabila
menghasilkan alokasi sumber daya dan risiko yang lebih efisien. Pandangan ini berpendapat bahwa
konsekuensi ekonomi yang dirasakan dari standar akuntansi memainkan peranan penting.

Agency theory memberi kita framework untuk mempelajari kontrak antara pemilik dan agen dan
untuk memprediksi konsekuensi ekonomi dari standar. Misalnya, tunjangan manager terkait dengan
laba yang dilaporkan. Dalam situasi ini, satu jenis hubungan kontraktual adalah antara pengguna
data akuntansi dan perusahaan. Kontrak untuk data keuangan bisa jadi alternatif untuk pelaporan
publik. Jika akuntansi 'dideregulasi', mekanisme pasar menghasilkan informasi yang cukup dan
mencapai titik ekuilibrium ideal secara sosial dimana biaya penyediaan informasi sama dengan
manfaatnya. Pendukung pandangan ini berpendapat bahwa pengungkapan wajib tidak perlu dan
tidak diinginkan karena pasar dapat diandalkan untuk menghasilkan informasi yang diinginkan.
Selanjutnya, perusahaan memiliki insentif untuk mengungkapkan informasi secara sukarela,
sebagaimana dibuktikan oleh tingkat pengungkapan sukarela yang signifikan oleh perusahaan yang
terdaftar. Kemungkinan over-legislating berkaitan dengan efek 'free-rider', yaitu ketika biaya
marginal dari penyediaan informasi lebih rendah dari manfaat marginalnya, pengguna akan
menuntut peningkatan tingkat pengungkapan informasi. Namun, pihak yang menanggung sedikit
yang memiliki insentif lebih besar untuk menuntut kenaikan tingkat pengungkapan. Badan penyusun
standar, seperti IASB, mungkin disesatkan oleh permintaan berlebihan ini dan akibatnya menyusun
lebih banyak aturan. Hal ini dapat menciptakan “standard overload”.
3. Theories of regulation
a. Public interest theory

Menurut public interest theory, tujuan utama dari intervensi pemerintah dalam pasar adalah untuk
melindungi customer dari kegagalan pasar. Indikasi potensi kegagalan pasar adalah kurangnya
persaingan (monopoli/oligopoli), hambatan untuk masuk, asimetri informasi, dan sinyal pasar
tertentu (misalnya reputasi penjual). Contoh lainnya adalah sifat barang publik yang bebas di akses
oleh semua orang. Kegagalan pasar terjadi karena ada individu yang mendapatkan produk secara
gratis sehingga sistem harga normal tidak berfungsi.

Public interest theory didasarkan pada asumsi bahwa dapat terjadi ketidaksempurnaan atau
kegagalan pasar, yang jika dibiarkan akan menghasilkan ketidakefisienan dan ketidakadilan. Hal ini
didasarkan pada tiga asumsi:
 Kepentingan konsumen diterjemahkan ke dalam tindakan legislatif melalui operasi dari pasar
internal. Vote dilihat sebagai mata uang. Kebijakan yang dipresentasikan oleh kandidat yang
bersaing seperti komoditas yang diperjualbelikan.
 Ada pihak yang membuat peraturan atas nama 'kepentingan umum' demi kepentingan pribadi
 Pemerintah tidak memiliki peran independen dalam pengembangan peraturan.

b. Regulatory capture theory

Teori ini menyatakan bahwa meskipun tujuan sebenarnya peraturan adalah untuk melindungi
kepentingan umum, tujuan ini tidak tercapai karena dalam proses regulasi, ‘yang diatur’ dapat
mengendalikan regulator. Capture theory mengasumsikan bahwa semua anggota masyarakat
rasional secara ekonomi. Setiap orang akan mengejar kepentingan dirinya sendiri. Peraturan
memiliki potensi untuk mendistribusikan kekayaan. Oleh karena itu, orang melobi peraturan yang
meningkatkan kekayaan mereka atau memastikan peraturan tidak mengurangi kekayaan mereka.
Kedua, capture theory mengasumsikan bahwa pemerintah tidak memiliki peran independen dalam
proses penyusunan peraturan dan bahwa kelompok-kelompok kepentingan tertentu berjuang untuk
mengendalikan kekuatan pemerintah untuk mencapai distribusi kekayaan yang diinginkan. Capture
theory terjadi pada salah satu dari empat situasi, yaitu jika pihak yang diatur:
 mengendalikan peraturan dan badan penyusun
 berhasil mengkoordinasikan kegiatan badan penyusun dengan kegiatan mereka
 menetralisir performa buruk dengan aturannya
 berhasil mempengaruhi perspektif regulator sehingga menyusun peraturan yang diinginkan

c. Private interest theory

Private interest theory muncul karena ketidakpuasan atas teori-teori sebelumnya. Asumsi yang
digunakan dalam teori ini adalah regulasi merupakan respon pemerintah atas permintaan publik
untuk memperbaiki inefisiensi dan ketidakadilan. Teori ini disampaikan George Stigler pada tahun
1971 yang mengatakan bahwa aktivitas seputar peraturan menggambarkan hubungan kekuatan
politik dari kelompok berkepentingan. Teori ini meyakini bahwa ada pasar untuk regulasi dengan
kelompok berkepentingan (eksekutif/industri) di sisi demand dan legislatif sebagai supply. Kedua
pihak saling bernegosiasi dengan mengajukan penawaran, namun dibatasi oleh biaya organisasi atau
biaya informasi.
Pernyataan dasar teori ini adalah bahwa ada the law of diminishing returns dalam hubungan antara
ukuran kelompok dan biaya proses politik. Dengan pernyataan ini, regulasi tidak muncul sebagai
respon pemerintah terhadap tuntutan publik melainkan dirancang oleh suatu kelompok kepentingan
untuk keuntungan pribadinya dan memberikan “imbal balik” kepada pemerintah sebagai gantinya.

B. BAGAIMANA TEORI REGULASI DITERAPKAN DALAM PRAKTIK AKUNTANSI DAN AUDITING


1. Penerapan Public Interest Theory

Contoh penerapan public interest theory adalah penyusunan Sarbanes-Oxley Act di Amerika Serikat
pada tahun 2002 sebagai respon dari tumbangnya Enron Corporation dan kantor audit Arthur
Andersen, yang berisi ketentuan terkait pelaporan keuangan tata kelola perusahaan dan standar
audit baru. Contoh lainnya adalah pembentukan Accounting Standards Review Board (ASRB) pada
tahun 1994 sebagai bentuk intervensi pemerintah dalam standar pelaporan keuangan sebagai
respon dari kegagalan pasar informasi akuntansi.

Tumbangnya perusahaan-perusahaan merupakan indikasi adanya peyimpangan serius dalam kondisi


kompetitif yang berasal dari adanya informasi asimetris antara penyedia dan pengguna laporan
keuangan. Intervensi pemerintah dalam standar pelaporan keuangan untuk memperbaiki kegagalan
pasar informasi akuntansi, melindungi konsumen, dan sekaligus sebagai pengesahan secara legislatif.
Namun, pendukung teori ini mengabaikan temuan banyak penelitian studi yang menunjukkan
bahwa manajer perusahaan memiliki insentif yang kuat untuk 'memperbaiki' persepsi kegagalan
pasar tentang aktivitas bisnis mereka. Koreksi ini dilakukan melalui pengungkapan sukarela informasi
yang dibutuhkan oleh pengguna. Jadi, public interest theory mungkin bukan satu-satunya penjelasan
untuk perilaku yang diamati.

2. Penerapan Capture Theory

Walker berpendapat bahwa meskipun ASRB dibentuk untuk melindungi kepentingan publik, namun
dia menganggap bahwa capture theory lebih berperan penting dalam proses pembuatan peraturan
oleh ASRB. Ia menyimpulkan bahwa para profesi akuntan mempengaruhi keputusan yang dibuat
oleh ASRB. Hal ini disebabkan ASRB mengadakan merger dengan AARF (Australian Accounting
Research Foundation) dan hanya 1 dari 23 standar yang diterbitkan berasal dari luar profesi akuntan.
Menurut Walker, ASRB gagal dalam mendirikan fungsinya sebagai pembuat standar laporan
keuangan yang netral dan tidak bias. Standar yang ditetapkan harus memiliki kekuatan hukum. Para
akuntan memiliki kepentingan sendiri dalam menyusun standar. Oleh karena itu, satu-satunya cara
para akuntan untuk mengesahkan standard dan tetap menjaga kepentingannya adalah dengan
“masuk” ke ASRB.

Berdasarkan cara pandang Capture Theory, regulasi mengintervensi standar akuntansi bertujuan
untuk melindungi kepentingan public. Namun, riset Walker menggambarkan profesi akuntan sebagai
kelompok yang pada dasarnya tidak bertanggung jawab kepada kepentingan publik, tetapi ingin
mengendalikan proses penyusunan standar untuk keuntungannya sendiri dan khawatir akan campur
tangan pemerintah.
3. Penerapan Private Interest Theory

Rahman berusaha menerapkan Private Interest Theory dalam menganalisis pembentukan ASRB dan
menyatakan bahwa ada beberapa keterbatasan dalam penelitian Walker. Dewan rentan terhadap
pengaruh dari beberapa kelompok kepentingan, termasuk dari profesi akuntan dalam persiapan dan
tinjauan atas standard. Dewan juga bergantung pada National Companies and Securities Commission
(NCSC) dalam menegakkan standar. Walker juga gagal untuk menyebutkan kehadiran sejumlah
eksekutif perusahaan di Dewan ASRB yang akan mematuhi standar akuntansi tersebut. Dari
perspektif ini, profesi akuntan tidak 'mengcapture' proses penetapan standar di Australia.
Sebaliknya, ada kelompok yang terorganisir dan memegang pengaruh politik yang signifikan terlibat
lebih dalam dan mengontrol proses regulasi penetapan standar di tahun 1980-an.

Keterbatasan teori-teori ini adalah tidak saling eksklusif. Peristiwa yang dijelaskan oleh satu teori
dapat dijelaskan dengan teori lain. Misalnya, Sarbanes-Oxley Act dibentuk karena pemerintah AS
terpaksa mengambil tindakan setelah runtuhnya Enron, untuk menunjukkan bahwa Pemerintah
tanggap dan serius mengenai kecukupan tata kelola perusahaan, pengawasan pelaporan keuangan,
dan audit. Dengan demikian, Private Interest Theory mungkin berlaku juga untuk menjelaskan
kejadian yang diamati.

Private Interest Theory memiliki banyak pendukung karena mengakui dasar kepentingan dari pihak-
pihak yang terlibat dalam regulasi. Hal ini juga sesuai dengan pandangan bahwa penetapan standar
merupakan proses politik.

Penyusunan standar sebagai proses politik

Pengaturan standar dipandang sebagai proses politik karena berpotensi secara signifikan
mempengaruhi kesejahteraan berbagai kelompok kepentingan. Oleh karena itu, setiap kelompok
berusaha untuk mempengaruhi penyusunan peraturan. Model perilaku politik adalah ringkasan dari
'pilihan publik' atas teori regulasi, digunakan oleh Watts dan Zimmerman yang berpendapat bahwa
proses politik adalah sarana mengejar kepentingan individu atau kelompok sendiri.

Pemerintah di banyak negara telah membentuk penyusun standar independen untuk menghasilkan
standar berkualitas tinggi yang memenuhi kebutuhan pengambilan keputusan pengguna laporan
keuangan. Contoh intervensi politik dalam proses penetapan standard adalah:

1. Instrumen keuangan

Proses adopsi IAS 39 Financial Instruments-Recognition and Measurement memaksa perusahaan


yang tercatat pada bursa di Eropa menggunakan IAS untuk penyusunan laporan keuangan
konsolidasi dimana sebelumnya menggunakan standard nasional masing-masing. Pada area
instrumen keuangan terjadi potensi perubahan dramatis. Perusahaan menggunakan biaya historis
untuk instrumen keuangan yang menunjukkan at cost atau amortized cost, termasuk gain yang
dilaporkan hanya ketika dapat direalisasikan. Perusahaan dapat memilih kapan keuntungan dan
kerugian dicatat. IAS 39 mengatur bahwa keuntungan dan kerugian yang belum direalisasi dicatat
ketika terjadi (bukan ketika direalisasikan), sehingga membatasi pilihan perusahaan tentang waktu
pengakuan keuntungan dan kerugian. Reaksi terhadap IAS 39 ini negatif karena dianggap tidak
menggambarkan kondisi keuangan sebenarnya dan tidak memberikan nilai tambah bagi
pengambilan keputusan.
2. Aset tidak berwujud

Pada saat Australia mengadopsi IAS 38 Intangible Asset, berkembang beberapa metode untuk
menilai asset tidak berwujud. Misalnya, asset tidak berwujud tidak dapat diakui/direvaluasi tanpa
adanya suatu pasar yang aktif. Perusahaan–perusahaan bersama federasi akuntan dan pemerintah
mencoba meminta keringanan dari standard ini namun ditolak oleh IAS.

C. KERANGKA REGULASI PELAPORAN AKUNTANSI

Terdapat beberapa pihak yang berperan aktif dalam pelaporan keuangan, yaitu penyusun laporan
keuangan, auditor eksternal, serta para pembuat peraturan. Aktivitas pihak-pihak tersebut
dipengaruhi oleh lingkungan tempat laporan keuangan dihasilkan, seperti hukum, ekonomi, politik
dan sosial. Meskipun terdapat perbedaan framework yang digunakan dalam menghasilkan laporan
keuangan para negara-negara di dunia, masih ada beberapa unsur yang umum digunakan. Unsur-
unsur tersebut adalah:

1. Statutory Requirements

Persyaratan perundang-undangan atau hukum memiliki peran sebagai insentif untuk menghasilkan
laporan keuangan yang akan diaudit. Di beberapa negara, peraturan perusahaan mewajibkan direksi
menyerahkan rekening yang diaudit. Oleh karena itu, direksi dan auditor harus memenuhi
persyaratan hukum untuk pelaporan tersebut seperti yang tercantum dalam peraturan perusahaan.
Pada satu sisi, hukum atau peraturan dalam perusahaan memberikan mandat persyaratan yang
mendasar yang berhubungan dengan laporan apa yang harus dipersiapkan serta kapan penyiapan
laporan tersebut. Selain itu, dimungkinkan adanya persyaratan lain yang berhubungan dengan
informasi yang harus dicantumkan. Peraturan perusahaan sebagai bagian dari sistem hukum yang
lebih luas, juga mencantumkan cara untuk mengawasi kepatuhan terhadap persyaratan tersebut.
Selain itu, sistem ini juga menyediakan sanksi dan penalti yang dapat meningkatkan kepatuhan
terhadap peraturan.

2. Corporate Governance

Tata kelola perusahaan adalah kombinasi struktur, proses, dan institusi di dalam dan di sekitar
organisasi yang membagi kekuasaan dan kontrol sumber daya di antara partisipan. Beberapa praktik
tata kelola perusahaan berasal dari peraturan yang mengharuskan direksi untuk melakukan tindakan
yang spesifik terhadap manajemen pada perusahaan. Namun, sebuah kerangka peraturan dapat
berisi pedoman tambahan untuk tata kelola perusahaan dan aturan yang muncul dari sektor swasta
yang dengan sukarela memberikan rekomendasi dan aturan pencatatan di bursa saham. Pedoman
tata kelola perusahaan dapat menjadi rekomendasi praktik yang baik bagi direktur dalam
mengadopsi mekanisme perusahaan yang tepat dan sesuai dengan kondisi perusahaan.

3. Auditors And Oversight

Auditor memiliki peran penting dalam menjamin kualitas informasi yang terkandung dalam laporan
keuangan perusahaan. Kualifikasi tertentu, pengalaman, serta memiliki izin untuk melakukan audit
merupakan persyaratan dasar yang dibutuhkan seorang auditor. Selain itu, auditor harus memiliki
komitmen terhadap kode etik dan harus rela menanggung sanksi apabila melanggar peraturan.
Kebanyakan bentuk dari peraturan tersebut adalah self-imposed karena seorang profesional setuju
mengikuti keseluruhan peraturan untuk menjaga keistimewaan posisi dan melindungi hak mereka
untuk melakukan praktik sebagai seorang profesional. Self-regulation dalam profesi audit telah
diamati secara luas tapi terdapat beberapa contoh pembuatan aturan tersebut menjadi tanggung
jawab pemerintah. Lingkup tanggung jawab untuk pengawasan auditor melalui badan hukum yang
menyediakan regulasi dinilai lebih independen dibandingkan dengan self-regulation karena dapat
mencerminkan perbedaan ekonomi atau politik dalam mengelola pasar modal.

4. Independent Enforcement Bodies

Riset dari FEE memasukkan badan pelaksana independen sebagai bagian dari keseluruhan sistem
dalam melaksanakan persyaratan pelaporan keuangan. Badan pelaksana independen berperan
meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan tentang pelaporan keuangan, sebagaimana yang
terdapat dalam hukum dan standar akuntansi. Badan pelaksana independen merupakan
perpanjangan dari pengajuan pengawasan yang merupakan dasar dari kerangka peraturan.
Pendirian badan pelaksana independen berkaitan dengan adopsi IFRS tahun 2005 karena dibutuhkan
pengaplikasian IFRS secara komprehensif dan konsisten untuk mencapai tujuan dari adopsi IFRS.

D. STRUKTUR INSTITUSIONAL DARI PENETAPAN STANDAR AKUNTANSI DAN AUDITING

Chapter ini membahas bagaimana perkembangan badan penyusun standar akuntansi internasional
serta proses proses penyusunan standar akuntansi dari waktu ke waktu.

Latar Belakang

Perkembangan standar akuntansi internasional dimulai ketika dibentuknya International Accounting


Standards Committee (IASC) di London pada tahun 1973. Komite ini berisikan perwakilan dari badan
akuntansi profesional dari sembilan negara, yaitu Australia, Kanada, Prancis, Jepang, Meksiko,
Belanda, United Kingdom, Amerika Serikat, dan Jerman Barat. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan standar akuntansi sektor privat yang cocok digunakan di seluruh dunia. Sebelum
tahun 2005, International Accounting Standards (IAS) berpengaruh di banyak negara. Papua Nugini
dan Indonesia mengadopsi IAS karena negara-negara tersebut belum memiliki struktur pembuat
standar nasional. IAS juga digunakan oleh Singapura dan Hongkong dalam pengembangan standar
akuntasi nasional mereka. Selain itu, IAS juga telah digunakan sejak awal tahun 1990 oleh
Switzerland dan Jerman. Di negara-negara tersebut, akuntansi nasional mencerminkan orientasi
stakeholder yang muncul dari kerangka hukum yang berlaku dan sistem akuntansi berbasis pajak.
Perusahaan yang ada di negara tersebut menggunakan IAS untuk menyediakan informasi tambahan
kepada peserta pasar modal dalam bentuk yang lebih transparan dan dapat diperbandingkan.

Standard IASC pada awalnya mengizinkan pemilihan kebijakan akuntansi sesuai dengan preferensi
masing-masing. Pada akhir tahun 1980-an, Improvement Project digagas untuk meningkatkan
kualitas IAS dan menghilangkan banyak perlakuan opsional. Namun ternyata, IASC bukan badan
penyusun standar yang independen, sehingga IASC direstrukturisasi pada tahun 2001 dan kemudian
membentuk International Accounting Standards Board (IASB) berdasarkan struktur Financial
Accounting Standards Board (FASB) di Amerika Serikat. IASB memiliki tanggungjawab untuk
memperbaharui IAS yang telah ada dan membuat International Financial Reporting Standards (IFRS).
Aktivitas IASB menjadi semakin penting, terutama dimulai sejak tahun 2002 dengan adanya
keputusan European Commission (EC) untuk mengadopsi standar IASB pada tahun 2005. Keputusan
ini bertujuan untuk mempromosikan penyusunan informasi keuangan yang lebih transparan dan
dapat dibandingkan dari seluruh perusahaan Eropa yang terdaftar.

Program Konvergensi IASB dan FASB

Pada tahun 2002, dibentuk program konvergensi IASB/FASB yang diberi nama Norwalk Agreement.
Program konvergensi tersebut mengharuskan FASB dan IASB untuk mengidentifikasi perbedaan
antar standar, meninjau solusi apa saja yang tersedia, dan mengadopsi perlakuan yang lebih baik.
Dalam praktiknya, proses konvergensi ini sangat rumit. Beberapa perbedaan muncul karena terdapat
perbedaan-perbedaan mendasar antara kedua standar. US GAAP dikenal sebagai rule-based
standards sedangkan IAS merupakan principle-based standards.

Standar Akuntansi Sektor Publik

IASB menetapkan standar untuk sektor swasta. Standar yang berbeda mungkin saja diterapkan di
sektor pemerintahan karena organisasi pemerintahan memiliki tujuan dan pemangku kepentingan
yang berbeda dengan perusahaan swasta. Setiap negara harus menentukan sejauh mana standar
IASB dapat digunakan oleh entitas sektor publik.

Standar Audit Internasional

Menurut sejarahnya, audit bersifat self-regulated, artinya tidak ada standar internasional yang baku
untuk digunakan. Beberapa perhimpunan akuntan mempromosikan profesi ini dan memberikan
pelatihan bagi anggotanya pada abad ke -19. Perhimpunan tersebut terbentuk saat Companies Act
terjadi di Inggris dan mengharuskan audit dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pengguna laporan
keuangan.

Pada masa awal perkembangan teori audit, dilakukan dokumentasi atas proses audit dan tugas-
tugas yang dilaksanakan oleh auditor, yang kemudian membutuhkan suatu standard. Di Amerika
Serikat, American Institute of Accountants menetapkan standar audit pertama pada tahun 1939.
Skandal Enron dan perusahaan lainnya pada awal taun 2000-an dapat dinyatakan sebagai kegagalan
pasar dan tampaknya telah digunakan sebagai pembenaran untuk intervensi pemerintah dalam
penyusunan standar audit di Amerika Serikat dan Australia. Hal tersebut melahirkan Sarbanes-Oxley
Act pada tahun 2002, dimana kantor audit di Amerika Serikat direviu oleh Public Company
Accounting and Oversight Board (PCAOB). PCAOB juga bertanggung jawab dalam menetapkan
standar audit untuk perusahaan publik. International Standards on Audit (ISA) dikembangkan oleh
International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB) yang beroperasi dibawah
International Federation of Accountant (IFAC). IFAC kemudian membentuk Public Interest Oversight
Board (PIOB) pada tahun 2005 dengan tujuan untuk meningkatkan kepercayaan pada standar yang
diterbitkan oleh IAASB dan IFAC.

Pemerintah percaya bahwa standar akuntansi dan standar audit penting, didukung oleh berbagai
penelitian. Kekuatan standar akuntansi, standar audit, dan efektivitas penegakannya serta
perlindungan investor yang kuat merupakan faktor keberhasilan perkembangan pasar keuangan di
seluruh dunia.

Anda mungkin juga menyukai