Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Sindrom Guillain Barre (SGB) merupakan polineuropati akut yang
disebabkan oleh reaksi autoimun terhadap saraf perifer. SGB ditandai dengan
gejala dan tanda paralisis lower motor neuron (LMN) akut disertai disosiasi
sitoalbumin pada cairan serebrospinal (CSS). Kecuali pada varian tertentu,
perjalanan penyakit SGB bersifat monofasik. Pada perjalanan penyakit SGB,
perburukan klinis hingga mencapai titik nadir biasanya tidak lebih dari 28 hari.
SGB merupakan penyebab kelumpuhan LMN akut utama di dunia setelah
eradikasi polio.

B. EPIDEMIOLOGI
Insidens SGB berkisar antara 0,81-1,89 kasus per 100.000 penduduk per
tahun. SGB lebih jarang ditemukan pada anak dibandingkan dewasa dan insidens
SGB meningkat seiring bertambahnya usia, proporsi laki-laki lebih besar
dibandingkan perempuan. Karakteristik serta variasi klinis SGB beragam di
berbagai tempat. Acute inflammatory demyelinating polyneuropathy (AIDP) lebih
sering terjadi di Amerika Utara, Arab, dan Eropa. Sementara acute motor neuron
neuropathy (AMAN) lebi sering terjadi di wilayah Amerika Tengah, Amerikas
Selatan, Bangladesh, Jepang, dan Meksiko. Di Indonesia, penelitian di RSUPN
Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menunjukkan jumlah kasus baru SGB
yang dirawat di RSCM sekitar 7,6 kasus/tahun. Penderita SGB di RSCM terutama
dewasa muda dengan rerata usia 40 tahun dan rasio laki-laki : perempuan adalah
1,2;1.

C. KLASIFIKASI
Sindroma Guillain Barre diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)
adalah jenis paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan
gejala asli dari sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah
kelemahan anggota gerak proksimal dibanding distal. Saraf kranialis yang
paling umum terlibat adalah nervus facialis. Penelitian telah menunjukkan
bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer dan
demielinasi segmental makrofag.

2. Acute Motor Axonal Neuropathy


Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim
panas SGB epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55%
hingga 65% dari pasien SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol
pada kelompok anak-anak, dengan ciri khas degenerasi motor axon.
Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat dan sering
dikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun pasien biasanya
memiliki prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN dapat
hiperrefleks, tetapi mekanisme belum jelas. Disfungsi sistem
penghambatan melalui interneuron spinal dapat meningkatkan rangsangan
neuron motorik.

3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy


Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit
akut yang berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf
sensorik dan motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik
atrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk dari AMAN.

4. Miller Fisher Syndrome


Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia,
arefleksia, dan oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial
palsy, dan bulbar palsy mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir
semua menunjukkan IgG auto antibodi terhadap ganglioside GQ1b.
Kerusakan imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada saraf
kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.
5. Acute Neuropatic panautonomic
Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka
pada SGB. Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait
dengan tingkat kematian tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, dan
terkait disritmia. Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan air mata,
mual, disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau bergantian dengan diare
sering terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala nonspesifik awal adalah
kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan diikuti dengan
gejala otonom termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saat
onset berhubungan dengan intoleransi ortostatik, serta disfungsi
pencernaan.

6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaff’s (BBE)


Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandai dengan onset
akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperrefleks atau
babinsky sign. Perjalanan penyakit dapat monophasic atau terutama di otak
tengah, pons, dan medula. BEE meskipun presentasi awal parah biasanya
memiliki prognosis baik. MRI memainkan peran penting dalam diagnosis
BEE. Sebagian besar pasien BEE telah dikaitkan dengan SGB aksonal,
dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat terkait dan membentuk
spectrum lanjutan.

D. PATOLOGI
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan
saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan
pertama berupa edema yang terjadi pada hari ketiga atau keempat, kemudian
timbul pembengkakan dan iregularitas selubung mielin pada hari kelima, terlihat
beberapa limfosit pada hari kesembilan dan makrofag pada hari kesebelas,
poliferasi sel schwan pada hari ketigabelas. Perubahan pada mielin, akson, dan
selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari keenampuluh
enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Kerusakan mielin disebabkan
makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung mielin dari
sel schwan dan akson.

E. PATOFISIOLOGI
Pada SGB, dua pertiga kasus didahului infeksi (antecendent infection)
pada saluran pernapasan atas atau gastrointestinal dengan keluhan umum berupa
demam (52%), batuk (48%), nyeri tenggorokan (39%), pilek (30%), dan diare
(27%). Pada 31% kasus SGB dapat ditemukan Campylobacter jejuni (C. jejuni)
pada analisis fesesnya. Adanya infeksi antesenden ini menjadi dasar patofisiologi
SGB berupa proses antibodi mimikri. Pada proses antibodi mimikri terjadi
kemiripan struktur antigen pathogen dengan struktur yang terdapat pada dinding
sel tubuh, sehingga antibodi yang dibentuk tubuh untuk melemahkan patogen
tersebut dapat berikatan dengan jaringan tubuh itu sendiri.
Teori ini didukung oleh beberapa penelitian, yaitu:
 Ditemukannya struktur lipooligosakarida (LOS) pada dinding sel C. Jejuni
yang memiliki kemiripan dengan struktur karbohidrat penyusun membrane
sel saraf yang disebut gangliosida.
 Pada serum pasien SGB ditemukan antibodi terhadap gangliosida.
 Penyuntikan antibodi gangliosida pada hewan percobaan mengakibatkan
gejala yang mirip dengan SGB.
Paparan terhadap C. jejuni dapat membuat sel-sel imunitas tubuh
menghasilkan antibodi yang juga dapat berikatan dengan struktur gangliosida
pada membrane sel saraf. Antibodi yang berikatan dengan gangliosida ini akan
memicu proses autoimun melalui mekanusma pengaktifan komplemen dan
membentuk membrane attack complex (MAC) pada membrane sel schwann pada
AIDP atau pada akson pada AMAN, sehingga menimbulkan efek neurotoksik. Hal
ini dibuktikan dengan ditemukannya sel-sel makrofag pada jaringan saraf pasien
SGB pada pemeriksaan histopatologi. Makrofag berperan dalam reasorbsi debris
pada kedua tipe SGB (demielinisasi dan degenerasi aksonal), namun serbukan sel
limfosit hanya ditemukan pada SGB tipe demielinisasi.
Patofisiologi sindrom Miller Fischer (SMF) yang merupakan varian SGB
sampai saat ini masih belum jelas. Pasien SMF pada perjalanan klinisnya
mengalami pemulihan sempurna dan jarang ditemukan kasus yang fatal. Hal ini
menunjukkan proses yang terjadi pada SMF adalah suatu proses demielinisasi
bukan merupakan proses degenerasi aksonal.
Patogen-patogen lain yang mampu menimbulkan reaksi-silang antibodi
terhadap gangliosida adalah Haemophilus influenza, Mycoplasma pneumonia,
Cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr virus (EBV), dan Varicella Zoster Virus
(VZV). Selain dari antecendent infection, risiko kejadian SGB juga meningkat
pada adanya transfer gangliosida parenteral, pascavaksinasi influenza H1N1,
adanya kelainan autoimun lain yang diderita sebelumnya, penggunaan obat-obatan
imunosupresan, dan pascapembedahan.
Sampai saat ini sudah ditemukan beberapa antibodi gangliosida dalam
serum pasien SGB, yaitu antibodi LM1, GM1, GM1b, GM2, GD1a, GaINAc-
GD1a, GD1b, GD2, GD3, GT1a, dan GQ1b (Tabel 1).
Adanya perbedaan jenis antibodi pada berbagai tipe SGB menunjukkan
distribusi gangliosida berbeda-beda pada jaringan saraf perifer. Jenis antibodi
yang terbentuk dan distribusi gangliosida menentukan tanda dan gejala klinis yang
terjadi pada SGB. Sebagai contoh, pada GBS tipe AMAN, ditemukan antibodi
terhadap GM1, GM1b, GD1a, dan GaINAc-GD1a pada serum pasien.
Gangliosida-gangliosida ini terdistribusi lebih banyak ditemukan pada aksolema
nodus Ranvier serabut saraf motorik dibandingkan sensorik. Proses autoimun
lebih banyak terjadi pada serabut saraf motorik dan menimbulkan gejala motorik
yang lebih dominan dibandingkan sensorik.
Pada serum pasien SMF ditemukan antibodi terhadap gangliosida GD3,
GT1a, GQ1b. gangliosida GQ1b banyak terdistribusi pada aksolema nervus
okulomotor, troklearis, abdusens, serta muscle spindle, sehingga jika terjadi reaksi
autoimun terhadap gangliosida GQ1b muncul gejala klinis SMF berupa
oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Gangliosida GT1a dan GQ1b diekspresikan
pada aksolema nervus glosofarinngeus dan vagus, sehingga dihubungkan dengan
gejala disfagia ditemukan pada sebagian kasus SMF. Pada SGB tipe demielinisasi,
antibodi spesifik yang menyebabkan kerusakan membrane sel Schwann pada
selubung myelin masih belum diketahui hingga saat ini dan membutuhkan
penelitian lebih lanjut.

Tabel 1. Variasi Klinis Sindrom Guillain-Barre dan Antibodi Terkait


Subtipe dan Varian Antibodi IIgG
Sindrom Guillain-Barre
Acute Inflammatory Demyelinating Polineuropathy (AIDP) Belum ditemukan
Varian: Facial diplegia dan paresthesia, bifacial weakness with
paresthesia
Acute Motor Axnal Neuropathy (AMAN) GM1, GD1a
1. Acute motor-sensory axonal neuropathy (AMSAN) GM1, GD1a
2. Acute motor-conduction block neuropathy GM1, GD1a
3. Pharyngeal-cervical-brachial weakness GT1a>GQ1b>>GD1a
4. Varian lain: SGB hiper-refleks, SGB paraparesis GM1, GD1a
Sindrom Miller Fisher
1. Acute opthalmoparesis/ptosis/mydriasis (without ataxia) GQ1b, GT1a
2. Acute ataxic neuropathy (without ophtalmoplegia) GQ1b, GT1a
3. Bickerstaff’s brain-stem encepahalitis GQ1b, GT1a
4. Acute ataxic hypersomnolencea
F. GEJALA KLINIS

1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan
simetris secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan
sebelum tungkai atas. Otot- otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada
yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh juga.
Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas mungkin ditemukan, berkembang
secara akut dan berlangsung selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan
dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan
ventilasi.
2. Keterlibatan saraf kranial
Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf
kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin
termasuk sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias,
Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Kelemahan
wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena.
Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik karena subtipe ini dimulai dengan
defisit saraf kranial.
3. Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan
sensori cenderung minimal dan variabel. Kebanyakan pasien mengeluh parestesia,
mati rasa, atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului
kelemahan. Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses
menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau
pergelangan kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal
dapat hadir.
4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien
melaporkan nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama
perjalanannya. Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung,
pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini
sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut. Gejala dysesthetic diamati ada
dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias
sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi shocklike dan
sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas.
Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri
lainnya yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai
berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi
imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).

5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis
dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom
dapat mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing,
Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik. Retensi urin karena gangguan sfingter
urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus dapat ditemukan.
6. Pernapasan
Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan
pernafasan atau orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah
sebagai berikut; Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara
cadel. Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi
pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit
mereka.
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
- Protein CSS meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi
peningkatan pada LP serial;
- jumlah sel CSS < 10 MN/mm3; Varian ( tidak ada peningkatan protein
CSS setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 ).
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnose adalah perlambatan
konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang
60% dari normal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Munandar A. Laporan Kasus Sindroma Guillan-Barre dan Tifus
abdominalis.Unit Neurologi RS Husada Jakarta. Available from : URL :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14SindormGuillainBarre93.pdf/14Sindro
mGuillainBarre93.html.

2. Japardi I. Sindroma Guillan-Barre. FK USU Bagian Bedah. Available from :


URL : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf.

3. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Sindroma Guillain-Barre : Neurologi


Klinis Dasar, Cetakan ke 8. Dian Rakyat, Jakarta, 2000.

4. Seneviratne U MD(SL), MRCP. Guillain-Barre Syndrome:


Clinicopathological Types and Electrophysiological Diagnosis. Departement of
Neurology, National Neuroscience Institute, SGH Campus; 2003.

Anda mungkin juga menyukai